36 tersebut nilai retensi karoten hasil penelitian Hasrini 2008 lebih tinggi
dari nilai retensi karoten hasil penelitian tahap ini. Hal ini diduga disebabkan perbedaan kandungan prooksidan dalam minyak sawit akibat
perbedaan tahapan dalam proses pemurnian refining minyak sawit sehingga menghasilkan retensi karoten yang berbeda. Prooksidan
merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi oksidasi Winarno, 1992.
Tabel 20. Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah
interesterifikasi enzimatik IE hasil penelitian Hasrini 2008
Sampel Total karoten ppm
Retensi karoten Sebelum IE
Sesudah IE M75 363.13±3.35
356.43±2.39 98.15
M77 378.21±3.03 366.72±4.06
96.96 M82 392.81±2.86
381.32±3.72 97.07
Keterangan: Data ± Standar deviasi; M75= Rasio RPORPS:CNO 75:25; M77= Rasio RPORPS:CNO 77.5:22.5; M82= Rasio RPORPS:CNO 82.5:17.5.
2. Slip Melting Point dan Solid Fat Content
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa slip melting point SMP sampel berbeda nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa SMP sebelum dan
sesudah interesterifikasi enzimatik pada sampel M75, M77, dan M82 berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa SMP
sesudah interesterifikasi enzimatik antara sampel M75 tidak berbeda nyata dengan sampel M77 dan sampel M77 tidak berbeda nyata dengan sampel
M82 Lampiran 4. Tabel 21 memperlihatkan Nilai SMP sebelum dan
sesudah interesterifikasi enzimatik yang dibandingkan dengan nilai SMP margarin komersial A, margarin komersial B, dan margarin komersial
target Fattahi-far et al., 2006. Hasil analisis lengkap terhadap margarin
komersial A dan margarin komersial B dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan Tabel 21 terlihat nilai SMP sesudah interesterifikasi
enzimatik lebih rendah dibandingkan dengan sebelum interesterifikasi enzimatik.
Penurunan SMP sesudah reaksi interesterifikasi enzimatik diduga disebabkan terbentuknya trigliserida baru yang titik lelehnya lebih rendah.
37 Penurunan nilai SMP menghasilkan sifat lemak yang lebih lunak
dibandingkan sebelum reaksi. Nilai SMP sesudah interesterifikasi enzimatik antara sampel M75 tidak berbeda nyata dengan sampel M77 dan
sampel M77 tidak berbeda nyata dengan sampel M82. Hal ini disebabkan diduga disebabkan rasio RPORPS antara M75 dengan M77 dan M75
dengan M82 tidak terlalu berbeda. Rasio RPORPS pada sampel M75, M77, dan M82 berturut-turut adalah 75, 77.5, dan 82.5.
Tabel 21. Nilai SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik yang
dibandingkan dengan SMP margarin komersial A, margarin komersial B, dan margarin komersial target Fattahi-far et al.,
2006.
Sampel SMP
o
C Sebelum IE
Sesudah IE M75
34.1 ± 0.9
cd
30.1 ± 0.9
a
M77 35.6 ± 0.5
de
31.4 ± 0.5
ab
M82 36.5 ± 0.4
e
32.5 ± 0.7
bc
Margarin komersial target Fattahi-far et al
., 2006 33.5±0.5
Margarin komersial A 35.6±0.2
Margarin komersial B 37.2±0.0
Keterangan: Data ± Standar deviasi; Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5; M75= Rasio RPORPS:CNO 75:25; M77= Rasio
RPORPS:CNO 77.5:22.5; M82= Rasio RPORPS:CNO 82.5:17.5.
Margarin komersial A dan margarin komersial B merupakan margarin yang dibuat secara hidrogenasi. Nilai SMP margarin komersial A
cenderung lebih rendah dari margarin komersial B, hal ini terkait dengan kegunaan dari margarin komersial A yaitu digunakan sebagai bahan olesan
pada roti, sedangkan margarin komersial B biasanya digunakan untuk menumis. Nilai SMP hasil interesterifikasi cenderung lebih rendah dari
nilai SMP margarin komersial A dan margarin komersial B, hal ini berarti produk yang dihasilkan cenderung lebih lunak.
Standar spreads yang digunakan pada penelitian ini adalah standar margarin komersial yang digunakan oleh Fattahi-far et al. 2006. Fattahi-
far et al. 2006 melakukan interesterifikasi antara minyak biji teh yang tidak dihidrogenasi nonhydrogenated tea seed oil dengan biji teh yang
dihidrogenasi hydrogenated tea seed oil untuk memproduksi margarin.
38 Fattahi-far et al. 2006 melaporkan produk hasil interesterifikasi tersebut
dapat digunakan sebagai bahan baku spreads. Dari ketiga sampel hasil
interesterifikasi, nilai SMP sampel M82 paling mendekati nilai SMP margarin komersial target Fattahi-far et al., 2006 yaitu 32.5 .
Nilai SMP hasil penelitian Hasrini 2008 dapat dilihat pada Tabel 22
. Dari tabel tersebut terlihat nilai SMP sesudah interesterifikasi enzimatik dari hasil penelitian Hasrini 2008 lebih tinggi dari SMP
sesudah interesterifikasi enzimatik dari hasil penelitian tahap ini. Perbedaan ini diduga karena perbedaan nilai SMP awal sebelum
interesterifikasi enzimatik sehingga dihasilkan nilai SMP yang berbeda sesudah interesterifikasi enzimatik.
Tabel 22. Nilai SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik hasil
penelitian Hasrini 2008 Sampel
SMP
o
C Sebelum IE
Sesudah IE M75
31.15±0.23 32.63±0.15
M77 33.34±0.78
33.60±0.94 M82
36.19±0.28 34.86±0.74
Keterangan: Data ± Standar deviasi; M75= Rasio RPORPS:CNO 75:25; M77= Rasio RPORPS:CNO 77.5:22.5; M82= Rasio RPORPS:CNO 82.5:17.5.
Menurut Nusantoro 2009, solid fat content SFC dari campuran lemak merupakan faktor utama yang menentukan tekstur lemak.
Penentuan SFC pada penelitian ini menggunakan metode IUPAC, penentuan SFC merupakan salah satu prosedur analisis yang penting
dalam industri minyak, lemak, dan produk turunannya. Berdasarkan Goh dan Ker 1991 terdapat metode lain untuk menentukan SFC yaitu metode
AOCS, yang hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan metode IUPAC.
Gambar 6 memperlihatkan profil SFC sebelum dan sesudah
interesterifikasi enzimatik yang dibandingkan dengan profil SFC margarin komersial A, margarin komersial B, margarin komersial target Fattahi-far
et al ., 2006, margarin ritel Pandiangan, 2008, dan margarin industri
Pandiangan, 2008.
39
Berdasarkan Gambar 6 terlihat terjadi perubahan nilai SFC sesudah
interesterifikasi enzimatik. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan komposisi trigliserida dan interaksinya. Costales-rodriguez et al. 2008
juga melaporkan bahwa reaksi interesterifikasi dapat mengubah perilaku pelelehan campuran lemak akibat perubahan komposisi trigliserida.
Sesudah interesterifikasi enzimatik, sampel M82 mempunyai nilai SFC tertinggi dan sampel M75 mempunyai nilai SFC terendah. Nilai SFC yang
tinggi pada sampel M82 karena sampel tersebut mempunyai kandungan asam lemak jenuh berantai panjang paling tinggi diantara ketiga sampel
tersebut. Menurut Winarno 1992, asam lemak jenuh mempunyai titik leleh lebih tinggi dari asam lemak tidak jenuh dan titik leleh asam lemak
semakin tinggi dengan semakin panjang rantai asam lemak. SFC sampel M75, M77, dan M82 cenderung mendekati SFC margarin
komersial A dan mempunyai SFC lebih rendah dari margarin komersial B, margarin ritel Pandiangan, 2008, dan margarin industri Pandiangan,
2008. Hal ini berarti hasil interesterifikasi tersebut lebih cocok digunakan sebagai bahan olesan. Secara umum, profil SFC sampel M82 tidak terlalu
berbeda dengan profil SFC margarin komersial target Fattahi-far et al., 2006 dan masih dalam kisaran SFC yang spreadable di suhu ruang
25 . Menurut Adhikari et al. 2010, spreadabilitas yang baik pada suhu 25 adalah ketika jumlah padatan lemak sekitar 15-35.
Sampel M82 dipilih sebagai formula terpilih untuk digunakan pada penelitian tahap ketiga karena sampel tersebut mempunyai nilai retensi
dan total karoten tertinggi, nilai SMP paling mendekati SMP margarin komersial target Fattahi-far et al., 2006, dan nilai SFC sampel tersebut
masih dalam kisaran nilai SFC yang spreadable di suhu ruang.
Gambar 7 memperlihatkan profil SFC hasil penelitian Hasrini 2008.
Dari gambar tersebut terlihat nilai SFC menurun sesudah interesterifikasi enzimatik kecuali pada suhu 20 . Nilai SFC hasil penelitian Hasrini
2008 lebih tinggi dari hasil penelitian tahap ini. Hal ini diduga karena perbedaan bahan baku yang digunakan. Hasrini menggunakan NRPO
neutralized red palm oil sebagai bahan baku, sedangkan bahan baku
40 yang digunakan pada penelitian ini adalah NDRPO neutralized
deodorized red palm oil . Kondisi bahan baku memengaruhi reaksi
interesterifikasi enzimatik karena kondisi bahan baku menentukan aktivitas dari enzim dan jenis reaksi yang terjadi.
41
Keterangan: M75= Rasio RPORPS:CNO 75:25; M77= Rasio RPORPS:CNO 77.5:22.5; M82= Rasio RPORPS:CNO 82.5:17.5.
Gambar 6 . Profil SFC sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik IE
yang dibandingkan dengan SFC margarin komersial A, margarin komersial B, margarin komersial target Fattahi-far et
al ., 2006, margarin ritel Pandiangan, 2008, dan margarin
industri Pandiangan, 2008.
10 20
30 40
50 60
70
10 20
30 40
50
SF C
suhu °C
SFC sampel M75
sebelum IE sesudah IE
margarin komersial target Fattahi-far et al., 2006
margarin komersial A margarin komersial B
margarin ritel Pandiangan, 2008
margarin industri Pandiangan, 2008
10 20
30 40
50 60
70
10 20
30 40
50
SF C
suhu °C
SFC sampel M77
sebelum IE sesudah IE
margarin komersial target Fattahi-far et al., 2006
margarin komersial A margarin komersial B
margarin ritel Pandiangan, 2008
margarin industri Pandiangan, 2008
10 20
30 40
50 60
70
10 20
30 40
50
SFC
suhu
°C SFC sampel M82
sebelum IE sesudah IE
margarin komersial target Fattahi-far et al., 2006
margarin komersial A margarin komersial B
margarin ritel Pandiangan, 2008
margarin industri Pandiangan, 2008
42
Keterangan: M75= Rasio RPORPS:CNO 75:25; M77= Rasio RPORPS:CNO 77.5:22.5; M82= Rasio RPORPS:CNO 82.5:17.5.
Gambar 7 . Profil SFC sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik IE
hasil penelitian Hasrini 2008
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
10 20
30 40
50
SF C
suhu
SFC sampel M77
sebelum IE
sesudah IE
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
10 20
30 40
50
SF C
suhu
SFC sampel M82
sebelum IE
sesudah IE
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
10 20
30 40
50
SFC
suhu
SFC sampel M75
sebelum IE
sesudah IE
43
C. Penelitian Tahap Ketiga: Pengaruh Kecepatan Agitasi dan Lama Reaksi