Pengaruh Kecepatan Agitasi dan Lama Reaksi terhadap Karakteristik Bahan Baku Spreads Hasil Interesterifikasi Enzimatik Minyak Sawit Merah

(1)

PENGARU KARA INTER

UH KECEP AKTERIST RESTERIF

FAKU IN

PATAN AGI TIK PRODU FIKASI ENZ

MO F

ULTAS TE NSTITUT P

SKRIPSI

ITASI DAN UK BAHAN ZIMATIK M

Oleh : OH TAUFIK F24063110

2010 EKNOLOGI

PERTANIA BOGOR

N LAMA RE N BAKU SP

MINYAK S

K

I PERTANI AN BOGOR

EAKSI TER PREADS HA SAWIT MER

IAN R

1

RHADAP ASIL


(2)

i

PENGARUH KECEPATAN AGITASI DAN LAMA REAKSI TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK BAHAN BAKU SPREADS HASIL INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK MINYAK SAWIT MERAH

Oleh :

MOH TAUFIK F24063110

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

ii

ABSTRACT

Moh Taufik. F24063110. Effects of Agitation Speed and Reaction Time on Characteristics of Enzymatic Interesterified Products from Red Palm Oil. Dibawah bimbingan Sugiyono dan Soenar Soekopitojo. 2010.

A blend of red palm olein (RPO)/red palm stearin (RPS) and coconut oil (CNO) (82.5:17.7, wt%) was modified by enzymatic interesterification using immobilized lipase from Candida antartica (Novozyme 435) to produce spreads base. Enzymatic interesterification was carried out at 60 and 10% enzyme of the total weight of substrates. The aim of this research was to study the effects of agitation speed and reaction time on characteristics of enzymatic interesterified products. The effects of agitation speed were studied in two different agitation speeds (100 and 200 rpm). The effects of the reaction time were studied in six different reaction times (1, 2, 4, 8, 16 and 24 hours). Comparison of characteristics were carried out between initial mixtures and enzymatic interesterified products by monitoring their carotene contents, slip melting points (SMP), solid fat contents (SFC), moisture contents and free fatty acids (FFA). Results of this study showed that agitation speed and reaction time had effects on characteristics of enzymatic interesterified products. The increasing of agitation speed decreased carotene content and increased SFC and FFA. The increasing of reaction time decreased carotene content and increased SMP, SFC, moisture content and FFA. The carotene contents of enzymatic interesterified products were 149.62-210.05 ppm and the carotene retentions were 70.51-97.79%. The SMP values of enzymatic interesterified products were 30.1‐35.9 , the moisture contents were 0.104-0.143% and the FFA contents were 1.38-4.54%.

Keyword : Enzymatic interesterification, red palm oil, spreads, agitation speed and reaction time.


(4)

iii RINGKASAN

Moh Taufik. F24063110. Pengaruh Kecepatan Agitasi dan Lama Reaksi terhadap Karakteristik Bahan Baku Spreads Hasil Interesterifikasi Enzimatik Minyak Sawit Merah. Dibawah Bimbingan Sugiyono dan Soenar Soekopitojo. 2010.

Minyak sawit memiliki kandungan β-karoten tinggi yang dapat dijadikan sebagai bahan baku berbagai produk olahan. Kandungan -karoten tersebut banyak hilang selama proses pengolahan minyak sawit. Salah satu produk minyak sawit yang tetap mempertahankan kandungan -karoten adalah minyak sawit merah. Minyak sawit merah dapat dijadikan sebagai bahan baku spreads. Untuk memperbaiki sifat fisik produk bahan baku spreads dari minyak sawit merah, diperlukan pencampuran dengan minyak kelapa yang mempunyai asam lemak jenuh berantai sedang dan pendek melalui reaksi interesterifikasi enzimatik. Reaksi interesterifikasi enzimatik dipengaruhi beberapa faktor diantaranya kecepatan agitasi dan lama reaksi. Untuk melihat pengaruh kecepatan agitasi dan lama reaksi terhadap karakteristik bahan baku spreads hasil interesterifikasi enzimatik maka dilakukan penelitian ini.

Reaksi interesterifikasi enzimatik pada penelitian ini menggunakan enzim lipase dari Candida antartica (Novozyme 435) sebanyak 10% b/b dan suhu reaksi 60 . Pengaruh kecepatan agitasi dipelajari pada dua kecepatan agitasi yang berbeda, yaitu 100 dan 200 rpm. Pengaruh lama reaksi dipelajari pada enam lama reaksi yang berbeda, yaitu 1, 2, 4, 8, 16, dan 24 jam. Analisis yang dilakukan adalah analisis total karoten, slip melting point (SMP), solid fat content (SFC), kadar air, dan asam lemak bebas (ALB)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan agitasi berpengaruh terhadap karakteristik bahan baku spreads yang dihasilkan. Semakin tinggi kecepatan agitasi, total karoten menjadi semakin rendah, sedangkan SFC dan ALB menjadi semakin tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lama reaksi berpengaruh terhadap karakteristik bahan baku spreads yang dihasilkan. Semakin lama reaksi, total karoten menjadi semakin rendah, sedangkan SMP, SFC, kadar air, dan ALB menjadi semakin tinggi. Total karoten setelah interesterifikasi enzimatik berkisar antara 149.62-210.05 ppm dan nilai retensi karotennya berkisar antara 70.51-97.79%. Jika diasumsikan bahan baku spreads

hasil interesterifikasi enzimatik yang digunakan untuk memproduksi spreads

sebanyak 80% dari total berat spreads dan jumlah berat per takaran saji 10 g, maka semua sampel hasil interesterifikasi enzimatik dapat memenuhi lebih dari 20% AKG vitamin A per takaran saji. Nilai SMP sesudah interesterifikasi enzimatik berkisar antara 30.1-35.9 . Sampel hasil interesterifikasi enzimatik yang memiliki nilai SMP paling mendekati SMP margarin komersial target adalah sampel perlakuan kecepatan agitasi 200 rpm dengan lama reaksi 8 jam yaitu 34.0 . Profil SFC sampel perlakuan kecepatan agitasi 200 rpm dengan lama reaksi 1 jam mendekati profil SFC margarin komersial target. Nilai kadar air sampel sesudah interesterifikasi enzimatik berkisar antara 0.104-0.143%, sedangkan nilai ALB berkisar antara 1.38-4.54%.


(5)

iv Judul Skripsi : Pengaruh Kecepatan Agitasi dan Lama Reaksi terhadap

Karakteristik Bahan Baku Spreads Hasil Interesterifikasi Enzimatik Minyak Sawit Merah

Nama : Moh Taufik

NRP : F24063110

Menyetujui:

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP: 19650814 199022 1 001

Tanggal Lulus :

Pembimbing I,

(Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc.) NIP. 19650729 199002 1 002

Pembimbing II,

(Ir. Soenar Soekopitojo, M.Si.) NIP. 19630424 199802 1 001


(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumenep pada tanggal 10 Mei 1987. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara, pasangan Maski dan Alwani (alm). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SDN Pinggirpapas 1, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 5 Sumenep, hingga tahun 2003. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Sumenep pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2006.

Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus IKMT (Ikatan Keluarga Muslim TPB) IPB tahun 2006-2007, GASISMA (Keluarga Mahasiswa Madura) IPB tahun 2006-2009, FBI FATETA (Forum Bina Islam Fakultas Teknologi Pertanian) IPB tahun 2007-2008, dan BEM FATETA (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian) IPB tahun 2007-2008, selain itu penulis juga aktif sebagai tentor di bimbingan belajar NURUL ILMI Bogor dan PRIMAGAMA Dramaga, Ciomas, dan Bojong Gede. Beberapa prestasi yang diraih penulis selama pendidikan di IPB adalah penerima beasiswa PEMDA (Pemerintah Daerah) Sumenep 2006-2008, beasiswa POM (Perkumpulan Orang Tua Mahasiswa) IPB 2006-2007, dan beasiswa KSE (Karya Salemba Empat) IPB tahun 2008-2010. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kecepatan Agitasi dan Lama Reaksi terhadap Karakteristik Bahan Baku Spreads Hasil Interesterifikasi Enzimatik Minyak Sawit Merah” di bawah bimbingan Dr.Ir.Sugiyono, M.App.Sc. dan Ir.Soenar Soekopitojo, M.Si.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kecepatan Agitasi dan Lama Reaksi terhadap Karakteristik Bahan Baku Spreads Hasil Interesterifikasi Enzimatik Minyak Sawit Merah” ini didasarkan pada penelitian yang telah dilaksanakan sejak Oktober 2009 sampai Mei 2010 di Laboratorium SEAFAST Center IPB dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ayahanda Maski dan Ibunda Alwani (alm) atas asuhan, didikan dan kasih sayang, doa restu yang tulus, dorongan semangat dan motivasi agar ananda selalu tabah dan tegar menghadapi segala kesulitan selama menempuh pendidikan di IPB.

2. Dr.Ir.Sugiyono,M.App.Sc. selaku dosen pembimbing pertama atas waktu, arahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis.

3. Ir.Soenar Soekopitojo,M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan senang hati selalu menyempatkan diri mendengarkan masalah yang penulis hadapi dan atas semua masukan, nasihat, dan arahan yang diberikan.

4. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan dana melalui Hibah Kompetitif Penelitian Unggulan Strategi Nasional.

5. Ibu Waysima yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis selama pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

6. Bapak/Ibu TPG Gossipin yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

7. Saudara-saudaraku Masriyani, Amlani dan Marwati (alm) yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.


(8)

vii 8. Ponakan-ponakanku Masodi, Ria, Lisa dan Haidar yang telah memberikan

inspirasi kepada penulis untuk berusaha lebih keras lagi.

9. Kakak iparku Yudiyanto dan Mahad yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.

10. Teman seperjuanganku Mario dan Pales atas kerjasama, kebersamaan dan bantuan yang diberikan selama melakukan penelitian.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan di kost Perwira 6 (Pak Yazid, Mas Yuli, Mas Marno, Mba Banun sekeluarga, Mas Bubun, Syahrun, Adit, Pak Wagiman, Pak Bambang, Pak Ibnu, Pak Prat, Pak Rahmat, Pak Hendra, Rendra, Ian, Mas Erwin, Mas Yoni, Jay, Mas Reza, Mas Indra, Pak Mustafril dan Pak Slamat) atas jalinan persaudaraan, motivasi dan kerjasama yang sangat baik selama ini.

12. Teman-teman Gasisma (Sidiq, Ainol, Mail, Harun, Syamsul, Hendro, Wahyu dll) atas jalinan persaudaraan dan kerjasamanya.

13. Seluruh teman ITP 43 atas jalinan persahabatan, kerjasama dan kebersamaan selama menempuh pendidikan di ITP.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam melaksanakan pendidikan dan penelitian ini penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal.

Bogor, Agustus 2010


(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….. i

ABSTRAK………. ii

RINGKASAN……… iii

HALAMAN PENGESAHAN……… iv

RIWAYAT HIDUP……… v

KATA PENGANTAR………... vi

DAFTAR ISI……...………...……….... viii

DAFTAR TABEL………...………... ix

DAFTAR GAMBAR…….……… xi

DAFTAR LAMPIRAN………….………. xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang………... 1

B. Tujuan Penelitian………... 2

C. Manfaat Penelitian………. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Kelapa Sawit….……… 4

B. Minyak Sawit Merah………... 6

C. Karotenoid………... 9

D. Minyak Kelapa………... 11

E. Reaksi Interesterifikasi……….. 14

F. Enzim Lipase….………. 16

G. Spreads………... 17

III.METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat………... 19

B. Metode Penelitian 1. Penelitian Tahap Pertama……….………...………. 19

2. Penelitian Tahap Kedua………... 20

3. Penelitian Tahap Ketiga……….………... 22

C. Metode Analisis………. 24

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Tahap Pertama 1. Total Karoten………...……… 27

2. Slip Melting Point dan Solid Fat Content……… 29

3. Kadar Air dan Asam Lemak Bebas……….. 32

B. Penelitian Tahap Kedua 1. Total Karoten………...……… 34

2. Slip Melting Point dan Solid Fat Content……… 36

C. Penelitian Tahap Ketiga 1. Total Karoten………...………...………. 43

2. Slip Melting Point dan Solid Fat Content……… 46

3. Kadar Air dan Asam Lemak Bebas……….. 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……… 56

B. Saran………... 57


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Komposisi asam lemak minyak sawit kasar, olein, dan stearin.. 5

Tabel 2 Profil trigliserida dari minyak sawit kasar... 5

Tabel 3 Karakteristik RBD minyak sawit dan fraksi-faksinya……….... 6

Tabel 4 Karkteristik minyak sawit merah... 8

Tabel 5 Komposisi karotenoid pada minyak sawit kasar………. 11

Tabel 6 Komposisi asam lemak pada minyak kelapa... 13

Tabel 7 Komposisi trigliserida minyak kelapa………. 13

Tabel 8 Sifat fisik dan kimia minyak kelapa... 14

Tabel 9 Formulasi bahan baku…………... 22

Tabel 10 Perlakuan kecepatan agitasi dan lama reaksi... 23

Tabel 11 Total karoten bahan baku... 27

Tabel 12 Total karoten hasil penelitian Widarta (2008), Hasrini (2008), dan Riyadi (2009)……… 29

Tabel 13 Nilai SMP bahan baku... 29

Tabel 14 Nilai SMP dari bahan baku hasil penelitian Hasrini (2008)…… 30

Tabel 15 Profil SFC formula bahan baku... 31

Tabel 16 Profil SFC bahan baku hasil penelitian Hasrini (2008)………... 31

Tabel 17 Nilai kadar air dan asam lemak bebas bahan baku... 32

Tabel 18 Nilai kadar air dan ALB hasil penelitian Widarta (2008), Hasrini (2008), dan Riyadi (2009)……….………….. 33

Tabel 19 Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE)... 35

Tabel 20 Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE) hasil penelitian Hasrini (2008)………... 36

Tabel 21 Nilai SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE) yang dibandingkan dengan margarin komersial A, margarin komersial B, dan margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006)... 37 Tabel 22 Nilai SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik


(11)

x

hasil penelitian Hasrini (2008)……… 38

Tabel 23 Total karoten rata-rata sebelum dan sesudah interesterifikasi

enzimatik (IE)……….. 44

Tabel 24 Nilai AKG sampel sebelum dan sesudah interesterifikasi

enzimatik (IE)……….. 46

Tabel 25 SMP rata-rata sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik

(IE)………...……… 47 Tabel 26 Kadar air rata-rata sebelum dan sesudah interesterifikasi

enzimatik (IE)……….………...……… 53

Tabel 27 ALB rata-rata sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Struktur kimia beberapa karoten... 10 Gambar 2 Prinsip reaksi asidolisis, alkoholisis, dan transesterifikasi

(Huyghebaert et al, 1994) ... 15 Gambar 3 Diagram proses fraksinasi (modifikasi Aini et al., 2005)... 20 Gambar 4 Prosedur interesterifikasi enzimatik (modifikasi Zhang et al.,

2001)... 21 Gambar 5 Prosedur interesterifikasi enzimatik (modifikasi Zhang et al.,

2001)... 22 Gambar 6 Profil SFC sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE)

yang dibandingkan dengan SFC margarin komersial A, margarin komersial B, margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006), margarin ritel (Pandiangan, 2008), dan margarin industri (Pandiangan, 2008).)...

41

Gambar 7 Profil SFC sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE)

hasil penelitian Hasrini (2008)……… 42

Gambar 8 Profil SFC sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE) dari perlakuan kecepatan agitasi 100 rpm yang dibandingkan dengan profil SFC margarin komersial A, margarin komersial B, margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006), margarin ritel (Pandiangan, 2008), dan margarin industri (Pandiangan,

2008))... 50 Gambar 9 Profil SFC sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE)

dari perlakuan kecepatan agitasi 200 rpm yang dibandingkan dengan profil SFC margarin komersial A, margarin komersial B, margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006), margarin ritel (Pandiangan, 2008), dan margarin industri (Pandiangan,


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Karakteristik bahan baku untuk reaksi interesterifikasi

enzimatik... 64 Lampiran 2 Karakteristik hasil interesterifikasi enzimatik (IE) pada

penelitian tahap kedua... 67 Lampiran 3 Hasil ANOVA dengan uji lanjut Duncan pada karakter total

karoten dari penelitian tahap kedua... 69 Lampiran 4 Hasil ANOVA dengan uji lanjut Duncan pada karakter SMP

dari penelitian tahap kedua... 70 Lampiran 5 Karakteristik margarin komersial A dan margarin komersial B,

margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006), margarin retail (Pandiangan, 2008), dan margarin industri (Pandiangan,

2008)……… 71

Lampiran 6 Karakteristik hasil interesterifikasi enzimatik (IE) pada

penelitian tahap ketiga... 72 Lampiran 7 Hasil ANOVA dengan uji lanjut Duncan pada karakter total

karoten dari penelitian tahap ketiga... 79 Lampiran 8 Hasil ANOVA dengan uji lanjut Duncan pada karakter SMP

dari penelitian tahap ketiga... 81 Lampiran 9 Hasil ANOVA dengan uji lanjut Duncan pada karakter kadar

air dari penelitian tahap ketiga... 82 Lampiran 10 Hasil ANOVA dengan uji lanjut Duncan pada karakter ALB


(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Produksi minyak sawit kasar Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Produksi minyak sawit kasar Indonesia sebesar 17.2 juta ton pada tahun 2007, 19.2 juta ton pada tahun 2008, dan 20.5 juta ton pada tahun 2009. Pemerintah menargetkan produksi minyak sawit kasar sebesar 22 juta ton pada tahun 2010 (Anonim, 2010).

Minyak sawit dapat dijadikan bahan baku berbagai produk olahan, seperti minyak goreng, shortening, mayonnaise, dan salad dressing. Pada produk olahan minyak sawit tersebut, kandungan -karoten sudah banyak hilang akibat proses produksi. Salah satu produk minyak sawit yang tetap mempertahankan kandungan -karoten di dalamnya adalah minyak sawit merah. Kandungan -karoten dalam minyak sawit kasar berkisar antara 500 sampai 700 ppm (Unnithan dan Foo, 2001). -karoten sebagai zat gizi mikro dalam minyak sawit dapat diubah menjadi vitamin A dalam tubuh. Vitamin A bermanfaat untuk reproduksi, mencegah kebutaan, pemeliharaan sel epitel, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai macam penyakit, dan kesehatan kulit (Sianturi, 2002).

Dilihat dari sifat fisiknya, minyak sawit mempunyai stabilitas tinggi terhadap oksidasi dan bersifat plastis pada suhu ruang, yaitu cenderung mengandung trigliserida bertitik leleh tinggi (Lida et al., 2002). Sifat fisik dan kandungan karotenoid yang tinggi membuat minyak sawit dapat dijadikan sebagai ingredient pangan. Salah satu potensi pemanfaatan minyak sawit merah adalah dijadikan sebagai bahan baku spreads. Spreads adalah produk berbentuk semi padat, plastis, mempunyai tekstur yang lembut, dan viskositas yang cukup rendah, sehingga dapat dengan mudah dioleskan pada suatu permukaan bahan lain seperti roti dan mampu menyebar (spreadable) (Kristanti, 1989).

Untuk membuat bahan baku spreads, minyak sawit harus dicampur dengan minyak lain karena karakteristik kandungan lemak padat (solid fat


(15)

2

content) minyak sawit tidak menghasilkan produk yang cepat meleleh di mulut. Sifat kristalisasi minyak sawit yang lambat menghasilkan struktur yang agak rapuh, pembentukan granula kristal yang rapuh dapat dieleminasi dengan menurunkan kandungan trigliserida simetri terutama palmitat-oleat-palmitat (POP) melalui interesterifikasi dengan minyak lain yang mengandung asam lemak berantai sedang dan pendek. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki sifat sifat leleh dan kristalisasi, minyak sawit dapat dicampur dan diinteresterifikasi enzimatik dengan minyak kelapa yang mengandung asam lemak berantai sedang dan pendek (Lida et al., 2002).

Reaksi interesterifikasi merupakan reaksi penyusunan kembali asam lemak ke dalam molekul trigliserida. Reaksi interesterifikasi dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu asidolisis, alkoholisis, dan transesterifikasi. Jenis reaksi interesterifikasi pada penelitian ini adalah reaksi transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi pertukaran ester yang dapat terjadi pada trigliserida yang berbeda atau diantara trigliserida itu sendiri.

Reaksi interesterifikasi enzimatik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kecepatan agitasi dan lama reaksi. Kecepatan agitasi dapat memengaruhi hasil interesterifikasi karena kecepatan agitasi menentukan kecepatan enzim bertemu dengan substrat. Lama reaksi juga memengaruhi hasil interesterifikasi karena lama reaksi menentukan intensitas reaksi interesterifikasi enzimatik. Untuk melihat pengaruh kecepatan agitasi dan lama reaksi terhadap karakteristik bahan baku spreads yang dihasilkan maka dilakukan penelitian ini.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecepatan agitasi dan lama reaksi terhadap karakteristik bahan baku spreads hasil interesterifikasi enzimatik minyak sawit merah.


(16)

3

C. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi proses produksi bahan baku spreads melalui interesterifikasi enzimatik dan karakteristik produk yang dihasilkan.


(17)

4

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Kelapa Sawit

Pohon kelapa sawit dapat dibagi menjadi dua spesies yaitu pohon kelapa sawit Afrika dan pohon kelapa sawit Amerika. Pohon kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika Barat diantara Angola dan Gambia, sedangkan pohon kelapa sawit Amerika (Elaeis oleifera) berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Di Indonesia, kelapa sawit masuk pada 1848 yang berasal dari Afrika dan pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor (Naibaho, 1998).

Minyak kelapa sawit dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu minyak sawit kasar (crude palm oil) yang berasal dari bagian mesokarp dan minyak inti sawit (palm kernel oil) yang berasal dari ekstraksi inti kelapa sawit (Somaatmadja, 1981). Minyak sawit kasar mempunyai pigmen yang berwarna kuning merah, sedangkan minyak inti sawit mempunyai asam kaproat dan asam kaprilat yang tidak dimiliki oleh minyak sawit kasar (Muchtadi, 1992). Kadar minyak sawit kasar dan minyak inti sawit yang tertinggi diperoleh dari buah sawit yang berumur 16 minggu (Muchtadi, 1992 dan Ketaren, 1986).

Minyak sawit kasar terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Olein mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan stearin karena pada olein terdapat asam-asam lemak esensial yang lebih tinggi. Selain itu olein lebih mudah difraksinasi dan diubah menjadi produk pangan dan non pangan (Muchtadi, 1992). Komposisi asam lemak dari minyak sawit kasar, olein, dan stearin dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel tersebut terlihat asam palmitat merupakan asam lemak dominan pada minyak sawit kasar dan stearin. Pada olein, asam lemak yang dominan adalah asam oleat. Variasi struktur dan jumlah karbon dalam rantai asam lemak sangat menentukan sifat fisik dan kimiawi minyak sawit.


(18)

5

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar, olein, dan stearin. Asam lemak Minyak sawit

kasar (%) Olein (%) Stearin (%)

Laurat (C12) 0.10-0.40 (0.24) 0.20-0.40 (0.27) 0.10-0.30 (0.18) Miristat (C14) 1.00-1.40 (1.11) 0.90-1.20 (1.09) 1.10-1.70 (1.27) Palmitat (C16) 40.90-47.50 (44.14) 36.80-43.20 (40.93) 49.80-68.10 (56.79) Stearat (C18) 3.80-4.80 (4.44) 3.70-4.80 (4.18) 3.90-5.60 (4.93) Oleat (C18:1) 36.40-41.20 (39.04) 39.80-44.60 (41.51) 20.40-34.40 (29.00) Linoleat (C18:2) 9.20-11.60 (10.57) 10.40-12.90 (11.64) 5.00-8.90 (7.23) Linolenat (C18:3) 0.05-0.60 (0.37) 0.10-0.60 (0.40) 0.00-0.50 (0.09) Arakidonat (C20:0) 0.20-0.70 (0.38) 0.30-0.50 (0.37) 0.00-0.50 (0.24) Keterangan: Nilai dalam tanda kurung adalah nilai tengah

Sumber: Gee (2007)

Asam lemak dapat berikatan dengan gliserol membentuk gliserida. Gliserida dapat berupa monogliserida, digliserida, dan trigliserida. Profil trigliserida pada minyak sawit kasar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Profil trigliserida dari minyak sawit kasar

Jenuh 1 ikatan

ganda

2 ikatan ganda

3 ikatan ganda

4 ikatan ganda

(wt%) (wt%) (wt%) (wt%) (wt%)

MPP 0.29 MOP 0.83 MLP 0.26 MLO 0.14 PLL 1.08

PMP 0.22 MPO 0.15 MOO 0.43 PLO 6.59 OLO 1.71

PPP 6.91 POP 20.02 PLP 6.36 POL 3.39 OOL 1.76

PPS 1.21 POS 3.50 PLS 1.11 SLO 0.60 OLL 0.56

PSP 0.12 PMO 0.22 PPL 1.17 SOL 0.30 LOL 0.14

PPO 7.16 SPL 0.10 OSL 0.11 PSO 0.68 POO 20.54 OOO 5.38 SOS 0.15 SOO 1.81 OPL 0.61 SPO 0.63 SPO 1.86

OSO 0.18

Lainnya 0.16 0.34 0.19 0.15 0.22

Total 9.15 33.68 34.01 17.27 5.47

Keterangan: M= Asam miristat; P= Asam palmitat; S= Asam stearat; O= Asam oleat; L= Asam linoleat.

Sumber: Gee (2007)

Slip melting point (SMP) dan solid fat content (SFC) merupakan sifat yang penting dari minyak sawit. SFC menggambarkan jumlah kristal lemak


(19)

6 dalam campuran yang diukur pada suhu tertentu. SFC berperan pada banyak karakteristik produk seperti penampilan umum, kemudahan pengemasan, sifat organoleptik, dan kemudahan penyebaran (spreading). SMP adalah suhu pada saat lemak dalam pipa kapiler yang berada dalam air menjadi cukup leleh untuk naik dalam pipa kapiler. Karakteristik refined bleached deodorized

(RBD) minyak sawit yang diteliti oleh Gee (2007) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik RBD minyak sawit dan fraksi-faksinya Parameter Minyak kelapa

sawit Olein Stearin

Bilangan Iod 50.09-54.91 (52.07) 55.57-61.87 (56.75) 27.84-45.13 (37.74)

Slip melting point

( ) 33.00-39.00 (36.72) 19.20-23.60 (21.45) 46.60-53.80 (51.44) Indeks refraksi 1.45-1.45 (1.45) 1.45-1-1.45 (1.45) 1.44-1-1.45 (1.44)

Apparent density

(g/Ml) 0.88-0.89 (0.88) 0.89-0.89 (0.89) 0.88-0.88 (0.88)

Solid fat content

(%)pada

5 46.1-60.8 (53.7) 23.9-45.5 (38.3) 49.5-84.1 (76.0) 15 33.4-50.8 (39.1) 23.9-45.5 (38.3) 37.2-79.0 (68.9) 20 21.6-31.3 (26.1) 10.7-25.9 (19.9) 25.2-71.2 (60.2) 25 12.1-20.7 (16.3) 0.0-9.0 (5.7) 15.8-63.5 (50.6)

30 6.1-14.3 (10.5) 0.0-4.3 (2.1) 11.2-55.0 (40.4)

35 3.5-11.7 (7.9) 7.2-46.6 (34.3)

40 0.0-8.3 (4.6) 6.1-38.0 (28.1)

45 1.0-32.2 (22.4)

50 0.0-21.3 (12.5)

55 0.0-9.1 (0.6)

Keterangan: Nilai dalam tanda kurung adalah nilai tengah

B. Minyak Sawit Merah

Pengolahan (pemurnian) lebih lanjut terhadap minyak sawit kasar diperlukan untuk menghasilkan minyak atau lemak yang bermutu tinggi sesuai dengan kegunaannya. Proses pemurnian minyak terdiri dari beberapa tahap


(20)

7 yaitu pemisahan gum (degumming), netralisasi, pemucatan (bleaching), dan deodorisasi (Allen, 1997).

Minyak sawit merah pada penelitian ini dihasilkan dari pemurnian minyak sawit kasar melalui proses degumming, netralisasi, deodorisasi, dan fraksinasi. Proses bleaching tidak dilakukan karena bleaching earth (tanah pemucat) yang digunakan pada proses bleaching dapat menyerap karotenoid (Ariana et al. 1996).

Proses degumming bertujuan untuk memisahkan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, dan resin tanpa mengurangi asam lemak bebas dalam minyak (Allen, 1997). Proses degumming cukup penting karena sabun yang terbentuk dari reaksi antara asam lemak bebas dengan soda kaustik yang digunakan pada proses netralisasi dapat menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahaan sabun (soap stock) dari minyak, dan netralisasi minyak yang masih mengandung lendir mengurangi jumlah trigliserida yang dihasilkan karena terjadi penambahan partikel emulsi dalam minyak (Djatmiko dan Ketaren, 1985).

Proses netralisasi dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas dalam minyak atau lemak dengan penambahan alkali sehingga terbentuk sabun (soap stock). Sabun yang terbentuk dari proses netralisasi dapat menyerap kotoran-kotoran lain yang terdapat dalam minyak, sehingga minyak yang dihasilkan lebih jernih dari “crude oil”-nya (Djatmiko dan Ketaren, 1985). Menurut Johnson (2002), netralisasi harus dilakukan dengan benar atau beberapa trigliserida akan tersaponifikasi sehingga meningkatkan refining loss.

Proses deodorisasi dilakukan dengan tujuan menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Komponen-komponen yang dapat menimbulkan bau dan rasa dari minyak antara lain aldehida, keton, hidrokarbon dan minyak esensial yang jumlahnya sekitar 0.1 persen dari berat minyak (Djatmiko dan Widjaja 1985).

Proses fraksinasi adalah proses pemisahan berbagai trigliserida menjadi satu atau lebih fraksi dengan menggunakan perbedaan kelarutan trigliserida, yang tergantung pada berat molekul dan derajat ketidakjenuhan. Fraksinasi


(21)

8 dilakukan dengan cara peningkatan suhu sampai 70oC dan penurunan suhu secara perlahan-lahan hingga tercapai suhu kamar sambil diagitasi. Pada suhu kamar terjadi kristalisasi fraksi stearin sehingga fraksi olein yang masih bersifat cair dapat dipisahkan dengan penyaringan vakum (Weiss, 1983).

Minyak sawit kasar mengandung karotenoid sekitar 500-700 ppm (Gee, 2007). Menurut Choo et al. (1993), minyak sawit merah fraksi olein memiliki kandungan karotenoid sebesar 680-760 ppm dan minyak sawit merah fraksi stearin memiliki kandungan karotenoid sebesar 380-540 ppm. Minyak sawit merah tidak dianjurkan digunakan sebagai minyak goreng, karena karotenoid yang terkandung di dalamnya dapat rusak pada suhu tinggi. Minyak sawit merah biasanya digunakan dalam pembuatan minyak salad, serta dapat digunakan sebagai bahan fortifikan makanan untuk produk pangan berbasis minyak/lemak, seperti margarin, selai kacang, dan produk spreads lainnya (Andarwulan et al. 2003). Karakteristik minyak sawit merah dapat dilihat pada Tabel4.

Tabel 4. Karakteristik minyak sawit merah

Parameter Jumlah

Asam lemak bebas 0.04%

Bilangan peroksida 0.10 mekv/kg

Karoten 513 ppm

Tokoferol 707 ppm

Sumber: Choo et al.(1993)

Minyak sawit merah mengalami penurunan mutu selama penyimpanan. Cahaya, oksigen, kelembaban, dan panas adalah faktor lingkungan yang dapat berpengaruh buruk terhadap mutu minyak sawit selama pengolahan dan penyimpanan. Cahaya dapat berperan sebagai pemicu awal terjadinya reaksi yang menyebabkan kerusakan minyak (Leo, 1983). Oksigen menyebabkan terbentuknya senyawa hidroperoksida, suatu komponen yang berperan dalam ketengikan minyak (Osano dan Arowolo, 1990). Kelembaban berperan dalam timbulnya ketengikan hidrolitik pada minyak, sedangkan panas terutama


(22)

9 berperan dalam peningkatan laju reaksi oksidasi dan hidrolisis yang menyebabkan penurunan mutu pada minyak (Jatmika et al., 1996). Penyimpanan minyak sawit merah pada ruangan gelap bersuhu sekitar 5   memiliki keunggulan dalam hal meminimumkan peningkatan kadar peroksida dan meminimumkan penurunan kadar karoten. Kadar karoten minyak sawit merah yang disimpan di ruang gelap, bersuhu rendah, dan ruang yang tidak terkena sinar matahari langsung relatif tidak berubah (Jatmika dan Guritno, 1997).

C. Karotenoid

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah, dan larut lemak. Menurut Meyer (1966), karotenoid dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu:

1. Karotenoid hidrokarbon (C40H56) seperti α, ß, -karoten, dan likopen.

2. Xantofil dan turunan karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil antara lain kriptosantin, C40H55(OH) dan lutein, C40H54(OH)2.

3. Asam karotenoid yang mengandung gugus karbonil. 4. Ester xantofil asam lemak, misalnya zeasantin.

Karotenoid terdiri dari ikatan hidrokarbon tidak jenuh yang terbentuk dari 40 atom C dan memiliki 2 buah gugus cincin. Struktur kimia beberapa karotenoid dapat dilihat pada Gambar 1. Dari Gambar tersebut terlihat perbedaan stuktur antara α, ß, dan -karoten terletak pada letak dan jumlah ikatan rangkap, serta jenis gugus pada cincin yang memengaruhi aktivitas biologisnya sebagai provitamin A.


(23)

10  

α-karoten

ß-karoten

-karoten

Gambar 1. Struktur kimia beberapa karoten (Anonim, 2006)

Selain α, ß, dan -karoten, di dalam minyak sawit kasar juga terdapat jenis karotenoid yang lain. Komposisi karotenoid dalam minyak sawit kasar dapat dilihat pada Tabel 3. Dari tabel tersebut terlihat kandungan utama dalam konsentrat karoten adalah α dan -karoten. Kedua jenis karoten ini dapat dibuat ke dalam berbagai konsentrasi, mulai dari 1 sampai 30% untuk aplikasi komersial seperti produk pangan, pewarna pangan, nutrasetikal, farmasetikal, aplikasi nutrisional, dan kesehatan (Hasrini, 2008).


(24)

11

Tabel 5. Komposisi karotenoid pada minyak sawit kasar

Karoten Komposisi (%)

Phytoene 1.27 .

Phytofluene 0.06

Cis -ß-karoten 0.68

ß-karoten 56.02

α-karoten 35.16

Cis-α-karoten 2.49

ζ-karoten 0.69

-karoten 0.33

δ-karoten 0.83

Neurosporene 0.29

ß-Zeakaroten 0.23

Likopen 1.30

Sumber: Gee (2007)

Menurut Meyer (1966), karotenoid larut dalam minyak, kloroform, benzena, karbondisulfida, dan petroleum eter, tidak larut dalam air, methanol, dan etanol dingin. Karotenoid sangat mudah teroksidasi karena adanya ikatan ganda (Wafford, 1980). Selain itu, reaksi oksidasi dapat dipicu oleh suhu yang relatif tinggi. Reaksi oksidasi dapat menyebabkan hilangnya warna karotenoid dalam makanan (Schwartz dan Elbe, 1996).

Karotenoid lebih tahan tersimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh karena asam lemak tidak jenuh lebih mudah menerima radikal bebas bila dibandingkan dengan karotenoid. Dengan demikian oksidasi pertama kali terjadi pada asam lemak dan karotenoid terlindungi dari oksidasi (Chichester dan Feeters, 1970).

D. Minyak Kelapa

Kelapa (Cocos nucifera) termasuk jenis tanaman palma yang mempunyai buah berukuran cukup besar. Batang pohon kelapa umumnya


(25)

12 berdiri tegak dan tidak bercabang, dan dapat mencapai 10-14 meter lebih. Daunnya berpelepah, panjangnya dapat mencapai 3-4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang tiap helaian. Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang cukup kuat sehingga untuk memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih dahulu. Kelapa yang sudah besar dan subur dapat menghasilkan 2-10 buah kelapa setiap tangkainya.

Minyak kelapa merupakan campuran ester dari gliserol dan asam lemak yang disebut gliserida, larut dalam pelarut minyak atau lemak. Minyak kelapa lebih tahan terhadap kerusakan oksidatif dibandingkan dengan jenis minyak lain. Hal ini karena pada minyak kelapa mengandung asam lemak tidak jenuh lebih sedikit (Canapi et al., 1996). Menurut Fennema (1985), berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat (C-12) karena mengandung asam laurat dalam jumlah terbanyak (40-50%), sedangkan asam lemak berantai C-6, C-8, dan C-10 dalam jumlah sedang, dan jumlah asam lemak tidak jenuh yang rendah. Komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat di Tabel 6.


(26)

13

Tabel 6. Komposisi asam lemak minyak kelapa

Jenis Asam lemak Jumlah (%)

Asam lemak jenuh

Asam kaproat (C6:0) 0.0- 0.8

Asam kaprilat (C8:0) 5.5-9.5

Asam kaprat (C10:0) 4.5-9.5

Asam laurat (C12:0) 44.0-52.0

Asam miristat (C14:0) 13.0-19.0

Asam palmitat (C16:0) 7.5-10.5

Asam stearat (C18:0) 1.0-3.0

Asam arakidat (C20:4) 0.0-0.4

Asam lemak tidak jenuh

Asam palmitoleat (C16:1) 0.0-1.3

Asam oleat (C18:1) 5.0-8.0

Asam linoleat (C18:2) 1.5-2.5

Sumber: Eckey (1954)

Trigliserida yang dominan pada minyak kelapa adalah trilaurin yaitu sebesar 21.2%. Komposisi trigliserida pada minyak kelapa dapat dilihat pada

Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi trigliserida minyak kelapa

Trigliserida Jumlah (%) Trigliserida Jumlah (%)

CCLa 12,9 LaPO 1,6

CLaLa 17,4 LaPP+MMO 2,1

LaLaLa 21,2 MMP 0,2

LaLaM 18 MOO 0,8

LaLaO 3,1 MPO+POL 1,1

LaMM 10,2 OOO 0,6

LaLaP 0,5 POO 0,3

LaMO 2,4 PPO 0,7

LaMP 5,5 PPP 0,6

LaOO 1,1

Keterangan: TAG: triasilgliserol; C: kaprat; La: laurat; M: miristat; P: palmitat; O: oleat; L: linoleat


(27)

14 Dalam minyak kelapa terdapat tokoferol sebesar 0.003%, senyawa tokoferol tidak dapat disabunkan, dan berfungsi sebagai antioksidan (Ketaren, 1986). Menurut Eckey (1954), fungsi tokoferol sebagai antiokisidan adalah dengan memperpanjang periode induksi atau periode jangka waktu mulai terjadinya proses oksidasi sampai timbul bau tengik. Minyak kelapa berwujud cair pada suhu ruang karena mempunyai titik cair dikisaran suhu ruang yaitu 24-27 ºC. Beberapa sifat fisik dan kimia dari minyak kelapa dapat dilihat di

Tabel 8..

Tabel 8. Sifat fisik dan kimia dari minyak kelapa

Sifat fisiko kimia Selang

Bilangan penyabunan (mg KOH/g CNO) 250-264

Bilangan Iod (g I2/100 g CNO) 7.5-10.5

Bilangan asam (mg NaOH/g CNO) 0.01

Bobot jenis (25 ) 0.919

Titik cair ) 24-27

Keterangan: CNO= coconut oil. Sumber: Swern (1979)

E. Reaksi Interesterifikasi

Reaksi interesterifikasi merupakan reaksi penyusunan kembali asam-asam lemak ke dalam molekul trigliserida. Reaksi interesterifiksai tidak mengubah sifat dan profil asam lemak tetapi mengubah profil lemak atau minyak karena memiliki susunan trigliserida yang berbeda dari trigliserida awalnya (Tombs, 1995).

Reaksi interesterifikasi melibatkan penggantian dan pendistribusian ulang grup asil di dalam trigliserida. Menurut Swern (1979) proses penggantian asam lemak itu sendiri meliputi tiga tipe reaksi yaitu:

1. Reaksi asidolisis, reaksi asidolisis adalah reaksi yang terjadi antara ester dengan asam lemak. Reaksi ini merupakan cara yang efektif untuk menggabungkan asam lemak bebas baru dalam trigliserida.


(28)

15 2. Reaksi alkoholisis, reaksi alkoholisis merupakan reaksi antara lemak dan alkohol untuk menghasilkan ester. Jika alkohol yang digunakan adalah gliserol maka disebut reaksi gliserolisis.

3. Reaksi pertukaran ester (transesterifikasi), pertukaran ester dapat terjadi pada trigliserida yang berbeda atau diantara trigliserida itu sendiri. Pertukaran ester dapat meningkatkan sifat fisik lemak (misalnya titik leleh) karena terjadi perubahan susunan grup asil pada trigliserida tersebut.

Reaksi transesterifikasi dapat digunakan untuk produksi lemak seperti margarin, mentega, dan shortening (Swern, 1979). Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan secara enzimatik dengan menggunakan enzim. Reaksi transesterifikasi enzimatik merupakan reaksi utama pada penelitian ini. Prinsip reaksi asidolisis, alkoholisis, dan transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.

1. Asidolisis

2. Alkoholisis

3. Transesterifikasi

Gambar 2. Prinsip reaksi asidolisis, alkoholisis, dan transesterifikasi (Huyghebaert et al, 1994).


(29)

16

F. Enzim Lipase

Enzim lipase adalah jenis enzim hidrolase yang mengkatalisis sejumlah reaksi meliputi hidrolisis, alkoholisis, esterifikasi, dan interesterifikasi (Nurhasanah, 2008). Cara kerja enzim lipase berbeda-beda, tergantung dari jenis mikroorganisme dan sumber penghasilnya. Spesifisitas kerjanya tergantung pada posisi atau lokasi ester, asam lemak, dan asilgliserol (Macrae, 1983).

Lipase mikrobial dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan spesifikasi kerjanya, yaitu lipase non-spesifik dan lipase spesifik sn-1,3 atau sn-2. Dalam reaksi interesterifikasi, lipase non-spesifik menyusun kembali asam-asam lemak dari ketiga posisi ikatan trigliserida. Lipase spesifik menyusun kembali asam lemak pada ikatan sn-1,3 atau sn-2.

Enzim lipase yang digunakan pada penelitian kali ini adalah enzim Lipozyme TL IM dan Novozyme 435. Lipozyme TL IM yang merupakan salah satu jenis enzim lipase komersial terimobilisasi yang berasal dari

Thermomyces lanuginosa yang mempunyai kespesifitasan posisional molekul trigliserida yaitu pada posisi primer (sn-1,3). Lipozyme TL IM ini terimobilisasi dalam bentuk metode penjebakan, yaitu enzim dijebak di dalam matriks silika gel atau dibungkus di dalam membran semipermiabel dengan erat sehingga enzim menjadi tidak bebas dalam menjalankan fungsi katalitiknya di dalam kisi-kisi polimer tersebut (Hasrini, 2008). Aktivitas enzim terimobilisasi lebih rendah dari enzim bebas karena enzim imobil secara spesifik terbatas atau terlokalisasi dalam suatu area tertentu tetapi masih mempertahankan aktivitas kinetiknya dan dapat digunakan secara berulang dan kontinu (Chibata, 1978). Dibandingkan dengan enzim yang masih dalam bentuk bebas, imobilisasi enzim Lipozyme TL IM memberikan manfaat yaitu reusabilitas, penghentian yang lebih cepat dari reaksi, biaya yang lebih rendah, pembentukan produk yang terkontol, dan produk lebih mudah dipisahkan dari reaktannya.

Enzim Novozyme 435 merupakan enzim lipase komersial terimobilisasi non-spesifik dari Candida antartica. Enzim tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam substrat dan sangat stabil terhadap kenaikan suhu


(30)

17 (termostabil). Novozyme 435 biasanya digunakan dalam reaksi esterase untuk memproduksi ester-ester tertentu pada suhu proses yang rendah (60-70oC). Enzim ini juga dapat digunakan untuk meresintesis lemak (trigliserida) dari gliserol dan asam-asam lemak bebas. Suhu proses untuk Novozyme 435 yang relatif rendah dapat mencegah pembentukan hasil sampingan sehingga dapat menurunkan biaya purifikasi produk akhir (Novozyme, 2010). Menurut Criado et al. (2007a), enzim Novozyme 435 mempunyai kadar air yang lebih rendah dari Lipozyme TL IM. Lipozyme TL IM mengandung kadar air sekitar 5% (Farmani et al., 2006), sedangkan Novozyme 435 mengandung kadar air sebesar 1-2% (Kapucu et al., 2003).

Aktivitas lipase dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, diantaranya adalah kadar air, pH, suhu, konsentrasi produk, dan kandungan lipase. Suhu optimum untuk lipase imobil adalah antara 30-62oC, sedangkan pH optimum untuk aktivitas lipase adalah antara 7-9. Kadar air optimum untuk lipase adalah antara 0.04-11% (b/v), walaupun kebanyakan reaksi interesterifikasi membutuhkan kadar air kurang dari 1% (Willis dan Marangoni, 2002).

G. Spreads

Spreads adalah produk olahan lemak untuk olesan yang memiliki kadar lemak 10-90%. Spreads dibagi menjadi dua kelompok, yaitu fat spreads

yang memiliki kadar lemak kurang dari 80%, dan margarin yang memiliki kadar lemak lebih dari atau sama dengan 80% (Codex, 2007). Menurut Kristanti (1989), spreads adalah produk berbentuk semi padat, plastik, mempunyai tekstur yang lembut dan viskositas yang cukup rendah sehingga dapat dengan mudah dioles ke suatu pernukaan bahan makanan lain seperti roti dan mampu menyebar.

Kristal-kristal lemak pada spreads membentuk jaringan tiga dimensi yang memberikan struktur semi padat pada produk dan menahan bagian cair lemak. Struktur yang terintegritas ini terbentuk terutama karena adanya ikatan kimia (ikatan primer) yang sangat kuat antara kristal-kristal lemak yang berdekatan dan ikatan sekunder Van der Waals yang lemah di antara kristal-kristal yang berkelompok. Ikatan primer bersifat irreversibel, dimana ikatan


(31)

18 tersebut tidak dapat dibangun kembali apabila putus akibat adanya kerja mekanik, sedangkan ikatan sekunder bersifat reversibel (deMan, 1999).

Menurut Moran (1994), fungsi lemak spreads adalah meningkatkan palatabilitas produk roti dan kue seperti meminyaki (lubrication) roti ketika dimakan, sebagai sumber energi, vitamin, dan asam lemak esensial, serta memberikan flavor pangan, berkontribusi pada rasa dingin ketika dimakan, dan membentuk struktur produk. Karakteristik produk spreads dilihat dari daya oles (spreadability), oiliness, dan sifat lelehnya (Chrysam, 1996) :

1. Daya oles (spreadability) adalah satu sifat paling penting pada spreads,

mungkin kedua setelah flavor.

2. Pengeluaran minyak (oiliness) pada margarin terjadi jika matriks kristal lemak berubah ukuran. Ini masalah serius untuk produk batangan, minyak dapat bocor keluar dari kemasan.

3. Margarin meja berkualitas tinggi meleleh dengan cepat dengan sensasi dingin pada langit-langit mulut. Komponen flavor dan garam pada fase mengandung air dengan cepat diterima oleh indra perasa, dan tidak meninggalkan tekstur berlemak.

Spreads harus bersifat plastis sehingga mempunyai kemampuan untuk dioles pada suatu permukaan. Menurut Gaman dan Sherrington (1992), plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik leleh sendiri-sendiri, hal ini berarti pada suhu tertentu sebagian lemak mencair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal padat.


(32)

19

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak sawit merah netral (neutralized deodorized red palm oil/NDRPO) dari SEAFAST Center IPB, minyak kelapa (coconut oil/CNO) merk Barco, lipase Thermomyces lanuginosa imobil spesifik sn-1,3 (Lipozyme TL IM), dan lipase Candida antartica imobil non-spesifik (Novozyme 435).

Bahan-bahan untuk analisis kimia adalah heksana p.a., etanol 95% netral, indikator fenoftalein 1%, NaOH 0.25 N, aseton, gas N2, dan air

destilata. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah shaker, sentrifus,

nuclear magnetic resonance (NMR), spektrofotometer, refrigerator, timbangan analitik, oven, hot plate, desikator, termometer, labu ukur, corong, erlenmeyer, cawan alumunium, stirer, vortex, filter 0.45 µm, buret, kertas putih, kertas tissue, pengelim plastik, label kertas, kertas saring, dan alat-alat gelas untuk analisis.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap. Penelitian tahap pertama yaitu karakterisasi bahan baku. Penelitian tahap kedua yaitu pemilihan formula bahan baku, sedangkan penelitian tahap ketiga yaitu pengaruh kecepatan agitasi dan lama reaksi terhadap karakteristik produk bahan baku spreads hasil interesterifikasi enzimatik minyak sawit merah.

1. Penelitian Tahap Pertama: Karakterisasi Bahan Baku

Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengetahui kondisi awal dari bahan baku sehingga dapat diketahui peluangnya untuk proses interesterifikasi enzimatik. Sebelum karakterisasi, dilakukan terlebih dahulu proses fraksinasi dan formulasi. Proses fraksinasi dilakukan terhadap NDRPO untuk mendapatkan red palm olein (RPO) dan red palm stearin (RPO). Proses fraksinasi pada penelitian tahap ini menggunakan


(33)

20 metode Aini et al. (2005) yang dimodifikasi Hasrini (2008). Proses fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram proses fraksinasi (modifikasi Aini et al., 2005)

Prosedur lengkapnya yaitu NDRPO dipanaskan pada suhu 60 selama 30 menit, lalu NDRPO tersebut dipindahkan ke dalam tabung sentrifus 50 ml dan didiamkan semalam (±16 jam). Pemisahan RPO dan RPS dilakukan dengan sentrifus pada kecepatan 2500 rpm selama 25 menit. Setelah proses fraksinasi, dilakukan proses formulasi terhadap RPO, RPS, dan CNO. Proses formulasi dilakukan dengan cara mencampurkan RPO/RPO (1:1) dan CNO dengan rasio 75:25, 77.5:22.5, dan 82.5:17.5. Karakteristik yang dianalisis pada penelitian tahap ini adalah total karoten, slip melting point, solid fat content, kadar air, dan asam lemak bebas.

2. Penelitian Tahap Kedua: Pemilihan Formula Bahan Baku

Penelitian tahap kedua bertujuan untuk memilih satu formula bahan baku. Pemilihan formula bahan baku dilakukan terhadap tiga formula hasil penelitian Hasrini (2008) yang menghasilkan karakter fisik paling mendekati margarin ritel dan industri. Enzim yang digunakan pada

NDRPO

Sentrifugasi (V=2500 rpm, 25 menit) Pemindahan ke tabung sentrifus 50 ml

RPO RPO

Pemanasan (T= 60oC, 30 menit)


(34)

21 penelitian tahap ini adalah Lipozyme TL IM. Prosedur interesterifikasi enzimatik menggunakan metode Zhang et al. (2001) yang dimodifikasi Hasrini (2008). Prosedur kerja interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Prosedur interesterifikasi enzimatik (modifikasi Zhang et al.,

2001)

Prosedur lengkapnya yaitu RPO/RPS (1:1) ditambahkan CNO masing-masing dengan rasio sesuai perlakuan sebanyak 10 g. Sampel tersebut lalu dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 25 ml, diagitasi dengan menggunakan shaker pada kecepatan 200 rpm dan suhu 60 . Setelah mencapai suhu 60 dan sampel telah meleleh sempurna, kemudian dimasukkan enzim Lipozyme TL IM sebanyak 10% b/b dan diagitasi kembali selama 4 jam. Hasil interesterifikasi tersebut diangkat dan Lipozyme TL IM disaring. Sampel kemudian disimpan dalam botol kaca gelap, dihembus N2, ditutup dan disimpan dalam refrigerator.

Analisis yang dilakukan terhadap produk hasil interesterifikasi enzimatik adalah total karoten, slip melting point, dan solid fat content. Tiga formula bahan baku yang digunakan dalam interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Tabel 9.

Hasil interesterifikasi enzimatik Agitasi selama 4 jam (V= 200 rpm, T= 60ºC)

Penyaringan enzim

Penambahan enzim Lipozyme TL IM 10% b/b Agitasi sampai suhu mencapai 60ºC (V= 200 rpm)

Pemasukan ke dalam erlenmeyer Penambahan CNO sesuai perlakuan


(35)

22

Tabel 9. Formula bahan baku

Sampel Kode Sampel

RPO/RPS (1:1):CNO 75:25 M75

77.5:22.5 M77

82.5:17.5 M82

3. Penelitian Tahap Ketiga: Pengaruh Kecepatan Agitasi dan Lama Reaksi terhadap Karakteristik Produk Bahan Baku Spreads Hasil Interesterifikasi Enzimatik Minyak Sawit Merah.

Penelitian tahap ketiga bertujuan untuk melihat pengaruh kecepatan agitasidan lama reaksi terhadap karakteristik produk hasil interesterifikasi enzimatik. Satu formula bahan baku dari penelitian tahap kedua digunakan sebagai formula terpilih pada penelitian tahap ketiga. Tahapan kerja interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Prosedur interesterifikasi enzimatik (modifikasi Zhang et al.,

2001)

Prosedur lengkapnya yaitu RPO/RPS (1:1) ditambahkan CNO sesuai perlakuan sebanyak 15 g. Sampel tersebut lalu dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 25 ml, diagitasi dengan menggunakan shaker pada

Penambahan CNO sesuai perlakuan RPO/RPS (1:1)

Penambahan enzim Novozyme 435 10% b/b Agitasi sampai suhu mencapai 60 ºC (V= 100, 200 rpm)

Pemasukan sampel ke dalam erlenmeyer

Agitasi selama 0, 1, 2, 4, 8, 16, 24 jam (V= 100, 200 rpm, T= 60 )

Hasil interesterifikasi enzimatik Penyaringan enzim


(36)

23 kecepatan sesuai perlakuan dan suhu 60 . Setelah mencapai suhu 60 dan sampel telah meleleh sempurna, kemudian dimasukkan enzim Novozyme 435 sebanyak 10% b/b dan diagitasi kembali sesuai dengan lama reaksi yang telah ditentukan. Hasil interesterifikasi tersebut diangkat dan Novozyme 435 disaring. Sampel kemudian disimpan dalam botol kaca gelap, dihembus N2, ditutup, dan disimpan dalam refrigerator. Analisis

yang dilakukan pada tahap ini adalah total karoten, slip melting point,

solid fat content, kadar air, dan asam lemak bebas.

Kecepatan agitasiyang digunakan pada tahap ini adalah 100 dan 200 rpm, sedangkan lama reaksi yang digunakan adalah 0, 1, 2, 4, 8, 16, dan 24 jam. Sampel dengan lama reaksi 0 jam merupakan sampel yang tidak mengalami reaksi interesterifikasi enzimatik (initial mixtures). Perlakuan kecepatan agitasidan lama reaksi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Perlakuan kecepatan agitasidan lama reaksi

Kecepatan agitasi (rpm) Lama reaksi (jam) Kode sampel

100

0 A0 1 A1 2 A2 4 A4 8 A8 16 A16 24 A24

200

0 B0 1 B1 2 B2 4 B4 8 B8 16 B16 24 B24


(37)

24

C. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis total karoten, slip melting point, solid fat content, kadar air, dan kadar asam lemak bebas adalah:

1. Total Karoten (PORIM p2.6, 1995)

Sampel dilelehkan dan dihomogenasi. Kemudian sampel sebanyak 0.1 g dilarutkan dengan heksana p.a. ke dalam labu takar 25 ml sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Total karotenoid dihitung dengan menggunakan rumus:

Total karotenoid  ppm Berat  sampel  g x 5 x  8  x absorbansi

2. Slip Melting Point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25, 1990)

Pipa kapiler yang berdiameter 1 mm dan panjang 10 cm dicelupkan dalam sampel minyak yang sudah dipanaskan setinggi ± 1 cm, lalu bagian luar pipa kapiler dibersihkan dengan tissue. Pipa kapiler disimpan dalam

refrigerator (suhu 4-10 ºC) selama 16 jam (semalam). Kemudian dipasangkan pada termometer dengan diikat karet sejajar dengan ujung termometer. Termometer dicelupkan ke dalam gelas piala di atas hot plate

berisi air dengan suhu 8-10 di bawah SMP sampel. Hot plate dinyalakan dengan kenaikan suhu 1 per menit. Air dalam gelas piala naik suhunya, pada suhu tertentu sampel minyak dalam kapiler mencair yang ditandai dengan naiknya sampel tersebut. Selang suhu termometer saat sampel minyak mulai naik sampai sampel minyak berada di atas batas 1 cm dicatat.

3. Solid Fat Content (SFC) (IUPAC 2.150 ex 2.323, 1987)

Pengukuran SFC dilakukan menggunakan alat nuclear magnetic resonance (NMR) Brucker Minispec PC 100 NMR Analyzer.


(38)

Pre-25

treatment atau prosedur stabilisasi sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk, dan konsekuensinya terhadap kandungan padatan (solid content) yang diukur dengan NMR. Prosedur stabilisasi dan tempering untuk pengukuran SFC margarin, sesuai dengan yang dikeluarkan oleh Bruker (Typical Applications for Industry: Minispec Application Note 8).

Sampel diisikan ke dalam tabung NMR setinggi ± 2,5 cm. Sebelum dianalisis, sampel dipanaskan pada suhu 80 agar meleleh sempurna untuk meyakinkan homogenitasnya. Kemudian sampel yang telah meleleh dipertahankan pada suhu 60 selama 5 menit. Selanjutnya sampel disimpan pada suhu 0 selama 60 menit. Sebelum dianalisis SFC, sampel dipertahankan dulu pada masing-masing suhu pengukurannya yaitu 10, 20, 25, 30, 35, dan 40oC selama 30-35 menit.

4. Kadar Air (AOAC, 1995)

Sejumlah ± 5.0 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunaan rumus:

Kadar air (%) =   x 100%

Keterangan : a = berat cawan dan sampel (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

5. Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Ca 5a-40, 1990)

Sampel sebanyak 7.05 ± 0.05 g dilarutkan dalam 75 ml alkohol 95% netral, dipanaskan selama 10 menit dalam hot plate sambil diaduk, lalu ditambahkan 3-5 tetes indikator fenoftalein 1%. Setelah itu sampel tersebut dititrasi dengan larutan standar NaOH 0.25 N hingga warna merah


(39)

26 muda tetap. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen asam lemak, dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan rumus:

Kadar asam lemak bebas (%)=      

  (%)

Keterangan: M= Bobot molekul asam lemak (269.74 untuk minyak sawit, 266.38 untuk fraksi stearin minyak sawit, 270.54 untuk fraksi olein minyak sawit, dan 212.23 untuk minyak kelapa)

V= Volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran (ml) T= Normalitas NaOH (N)

m= Bobot contoh (g)

D. Analisis Data

Data total karoten, slip melting point (SMP), kadar air, dan asam lemak bebas yang diperoleh dari penelitian tahap kedua dan penelitian tahap ketiga diuji secara statistik. Pengolahan data untuk uji statistik menggunakan program SPSS 12.0. Data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan analisis ragam dengan ANOVA untuk mengetahui apakah data tersebut berbeda nyata. Setelah diketahui bahwa data yang diperoleh berbeda nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan antar data mana yang sebenarnya berbeda nyata (Lea et al., 1997).


(40)

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Tahap Pertama: Karakterisasi Bahan Baku

Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui kondisi awal dari bahan baku sehingga dapat diketahui peluangnya untuk proses interesterifikasi enzimatik. Sebelum karakterisasi, dilakukan terlebih dahulu proses fraksinasi dan formulasi. Proses fraksinasi dilakukan terhadap neutralized deodorized red palm oil (NDRPO) untuk mendapatkan red palm olein (RPO) dan red palm stearin (RPS). Proses formulasi dilakukan dengan cara mencampurkan RPO/RPS (1:1) dan coconut oil (CNO) dengan rasio 75:25, 77.5:22.5, dan 82.5:17.5. Karakteristik bahan baku yang dianalisis adalah total karoten, slip melting point, solid fat content, kadar air, dan asam lemak bebas. Hasil analisis terhadap karakteristik tersebut terdapat pada Lampiran 1.

1. Total Karoten

Minyak sawit merah merupakan sumber yang kaya karoten alami. Menurut Naibaho (1990), minyak sawit merah mengandung total karoten 600–1000 ppm dengan persentase α-karoten 36.2%, β-karoten 54.4%, δ -karoten 3.3%, likopen 3.8%, dan xantofil 2.2%. Hasil analisis total -karoten dari bahan baku ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Total karoten dari bahan baku

Sampel Kode sampel Total karoten (ppm)

NDRPO 376.47 ± 3.65

RPO 351.36 ± 12.07

RPO/RPS 343.27 ± 7.89

(RPO/RPS):CNO

75:25 M75 262.42 ± 6.80

77.5:22.5 M77 265.01 ± 12.66

82.5:17.5 M82 269.02 ± 8.73

Keterangan: Data ± Standar deviasi; NDRPO= Neutralized deodorized red palm oil; RPO= Red palm olein; RPS= Red palm stearin; CNO= Coconut oil.

Total karoten NDRPO lebih tinggi dari total karoten RPO dan RPO/RPS. Hal ini diduga karena adanya pemanasan sebelum proses


(41)

28 fraksinasi, sehingga menyebabkan turunnya total karoten. Menurut Chen

et al. (1994), adanya ikatan ganda menyebabkan karoten peka terhadap panas, cahaya, oksigen, dan degradasi asam.

RPO mempunyai total karoten lebih tinggi dari total karoten RPO/RPS. Menurut Gee (2007), selama proses fraksinasi, digliserida, skualan, karoten, tokoferol, dan tokotrienol lebih banyak terdistribusi pada olein, sedangkan monogliserida, sterol, dan fosfolipid lebih banyak terdistribusi pada stearin.

Setelah proses formulasi, sampel M82 mempunyai total karoten tertinggi dan sampel M75 mempunyai total karoten terendah. Total karoten yang tinggi pada sampel M82 karena sampel tersebut mempunyai rasio RPO/RPS yang besar. Semakin besar rasio RPO/RPS, total karoten menjadi semakin tinggi karena RPO/RPS merupakan sumber karoten.

Minyak sawit merah yang digunakan pada penelitian ini berasal dari minyak sawit yang telah dinetralisasi oleh Widarta (2008) dan dideodorisasi oleh Riyadi (2009). Selain itu, minyak sawit juga digunakan oleh Hasrini (2008) untuk membuat bahan spreads dengan cara diinteresterifikasi enzimatik dengan minyak kelapa. Total karoten hasil penelitian Widarta (2008), Hasrini (2008), dan Riyadi (2009) dapat dilihat pada Tabel 12.

Berdasarkan Tabel 12 terlihat sampel yang digunakan pada penelitian ini mempunyai total karoten yang lebih rendah dibandingkan total karoten hasil penelitian Widarta (2008), Riyadi (2009), dan Hasrini (2008). Rendahnya total karoten diduga karena terjadi kerusakan karoten selama penyimpanan sebelum digunakan. Faktor lingkungan seperti cahaya, oksigen, kelembaban, dan panas dapat menyebabkan menurunnya mutu minyak selama pengolahan dan penyimpanan. Menurut Klau dan Bauernfeind (1981), faktor utama yang memengaruhi karoten selama pengolahan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen maupun perubahan struktur oleh panas.


(42)

29

Tabel 12. Total karoten hasil penelitian Widarta (2008), Hasrini (2008), dan Riyadi (2009)

Sampel Kode

sampel

Total karoten (ppm) Widarta

(2008)

Hasrini (2008)

Riyadi (2009)

CPO 460.13 512.74 -

NRPO 464.96 511.31 535.64

NDRPO - - 375.33

RPO - 529.74 -

RPO/RPS - 465.43 -

(RPO/RPS):CNO

75:25 M75 - 363.13 -

77.5:22.5 M77 - 378.21 -

82.5:17.5 M82 - 392.81 -

Keterangan: CPO= Crude palm oil; NRPO= Neutralized red palm oil; NDRPO= Neutralized deodorized red palm oil; RPO= Red palm olein; RPS= Red palm stearin; CNO= Coconut oil.

2. Slip Melting Point dan Solid Fat Content

Slip melting point (SMP) merupakan temperatur pada saat lemak dalam pipa kapiler yang berada dalam air menjadi cukup leleh untuk naik dalam pipa kapiler. Menurut Karabulut et al. (2004), SMP dari lemak atau minyak dipengaruhi oleh panjang rantai asam lemak, rasio ketidakjenuhan, jumlah asam lemak trans, dan posisi asam lemak pada gliserol. SMP biasanya digunakan untuk mengkarakterisasi sifat fisik minyak atau lemak seperti hardness dan solidifikasi/tingkah laku pelelehan (Goh dan Ker, 1991). Rata-rata kisaran nilai SMP bahan baku dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai SMP dari bahan baku

Sampel Kode sampel SMP ( )

(RPO/RPS):CNO 75:25 M75 34.1±0.9

77.5:22.5 M77 35.6±0.5

82.5:17.5 M82 36.5±0.4

Keterangan: Data ± Standar deviasi; RPO= Red palm olein; RPS= Red palm stearin; CNO= Coconut oil

Tabel 13 memperlihatkan bahwa semakin besar rasio RPO/RPS, nilai SMP menjadi semakin tinggi. Hal ini disebabkan kandungan asam


(43)

30 stearat yang semakin tinggi dengan semakin besar rasio RPO/RPS. Asam stearat termasuk asam lemak jenuh bertitik leleh tinggi, yaitu sebesar 70 . Semakin besar derajat ketidakjenuhan asam lemak maka semakin rendah titik leleh minyak, begitu juga sebaliknya (Swern, 1979).

Nilai SMP bahan baku hasil penelitian Hasrini (2008) dapat dilihat pada Tabel 14. Dari tabel tersebut terlihat nilai SMP hasil penelitian Harsini (2008) lebih kecil dari hasil penelitian tahap ini. Hal ini diduga karena perbedaan tahapan dalam proses pemurnian (refining) minyak sawit sehingga menghasilkan karakteristik SMP yang berbeda. Hasrini (2008) melakukan proses pemurnian dengan tahapan degumming, netralisasi, dan fraksinasi. Minyak sawit yang digunakan pada penelitian ini dihasilkan dari proses pemurnian dengan tahapan degumming, netralisasi, deodorisasi, dan fraksinasi. Proses deodorisasi dapat berfungsi untuk menghilangkan asam lemak bebas karena dalam proses ini digunakan suhu tinggi dan tekanan vakum (Ketaren, 1986). Asam lemak bebas dapat menyebabkan kenaikan atau penurunan SMP.

Tabel 14: Nilai SMP dari bahan baku hasil penelitian Hasrini (2008)

Sampel Kode sampel SMP ( )

(RPO/RPS):CNO 75:25 M75 31.15±0.23

77.5:22.5 M77 33.34±0.78

82.5:17.5 M82 36.19±0.28

Keterangan: Data ± Standar deviasi; RPO= Red palm olein; RPS= Red palm stearin; CNO= Coconut oil

Solid fat content (SFC) adalah jumlah kristal lemak yang terdapat dalam campuran minyak/lemak yang menentukan karakteristik produk seperti pelelehan maupun sifat organoleptik. Pada penelitian ini, nilai SFC diukur pada suhu 10 sampai 40 . Hasil analisis SFC disajikan pada Tabel 15. Dari tabel tersebut terlihat nilai SFC meningkat berturut-turut pada sampel M75, M77, dan M82. Peningkatan nilai SFC pada ketiga sampel tersebut diduga karena kandungan RPS yang semakin besar. Menurut Hayati et al. (2000), RPS merupakan bagian dari minyak sawit yang


(44)

31 mempunyai titik leleh tinggi, sehingga potensial untuk digunakan sebagai bahan margarin dan shortening.

Tabel 15. Profil SFC bahan baku

Sampel SFC (%)

10 oC 20 oC 25 oC 30 oC 35 oC 40 oC

NDRPO 40.26 18.92 8.96 7.71 5.96 3.28

RPO 32.93 10.03 4.90 1.47 1.33 1.17

RPS 52.26 34.96 25.29 21.40 17.80 13.22

RPO/RPS 47.38 26.58 20.78 11.57 9.18 6.04

CNO 69.50 29.84 7.36 2.26 1.24 1.04

M75 37.86 14.86 14.31 7.48 6.40 3.52

M77 41.41 16.53 12.65 9.88 7.50 4.92

M82 42.99 17.23 16.49 11.76 8.31 5.15

Keterangan: NDRPO= Neutralized deodorized red palm oil; RPO= Red palm olein; RPS= Red palm stearin; CNO= Coconut oil; M75= Rasio (RPO/RPS):CNO 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO 77.5:22.5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO 82.5:17.5.

Tabel profil SFC bahan baku hasil penelitian Hasrini (2008) dapat dilihat pada Tabel 16. Dari tabel tersebut terlihat nilai SFC hasil penelitian Hasrini (2008) cenderung lebih tinggi dari nilai SFC hasil penelitian tahap ini. Hal ini diduga karena perbedaan tahapan dalam proses pemurnian (refining) minyak sawit sehingga menghasilkan karakteristik SFC yang berbeda.

Tabel 16. Profil SFC bahan baku hasil penelitian Hasrini (2008)

Sampel SFC (%)

10 oC 20 oC 25 oC 30 oC 35 oC 40 oC

M75 45.78 23.52 20.13 14.11 11.23 8.12

M77 46.47 23.46 20.46 14.18 11.28 8.29

M82 46.90 41.37 22.62 16.14 12.59 9.63

Keterangan: M75= Rasio (RPO/RPS):CNO 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO 77.5:22.5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO 82.5:17.5


(45)

32

3. Kadar Air dan Asam Lemak Bebas

Menurut Willis dan Marangoni (2002), kadar air optimum untuk interesterifikasi enzimatik berkisar antara 0.04 sampai 11% (b/v). Hasil analisis kadar air dan asam lemak bebas disajikan pada Tabel 17. Dari tabel tersebut terlihat sampel M75, M77, dan M82 dapat digunakan untuk reaksi interesterifikasi enzimatik karena mempunyai kadar air pada kisaran kadar air optimum.

Asam lemak bebas (ALB) terbentuk karena adanya reaksi hidrolisis. Hidrolisis merupakan reaksi yang memisahkan asam lemak dari gliserol pada molekul minyak (trigliserida) akibat adanya air (Murano, 2003). Menurut Ketaren (1986), proses hidrolisis dibantu oleh adanya asam, alkali, uap air, panas, enzim lipolitik (lipase), dan logam katalis seperti Cu dan Fe.

Tabel 17. Nilai kadar air dan asam lemak bebas bahan baku

Sampel Kode sampel Kadar air (%) Asam Lemak

Bebas (%)

NDRPO 0.065±0.004 1.33±0.01

RPO 0.093±0.001 1.30±0.00

RPO/RPS 0.105±0.003 1.40±0.05

CNO 0.029±0.002 0.33±0.00

(RPO/RPS):CNO

75:25 M75 0.083±0.000 1.00±0.01

77.5:22.5 M77 0.086±0.000 1.15±0.04

82.5:17.5 M82 0.093±0.002 1.26±0.03

Keterangan: Data ± Standar deviasi; NDRPO= Neutralized deodorized red palm oil; RPO=Red palm olein; RPS= Red palm stearin; CNO= Coconut oil.

Dari Tabel 17 terlihat terjadi peningkatan ALB berturut-turut pada sampel M75, M77, dan M82. Peningkatan ALB ini diduga disebabkan kadar air yang semakin tinggi. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan hidrolisis yang mengubah minyak menjadi asam lemak bebas sehingga dapat menyebabkan ketengikan (Ketaren, 1986).

Kadar air dan ALB hasil penelitian Widarta (2008), Hasrini (2008), dan Riyadi (2009) dapat dilihat pada Tabel 18.Dari tabel tersebut terlihat kadar air dan ALB hasil penelitian Widarta (2008), Hasrini (2008), dan


(46)

33 Riyadi (2009) lebih kecil dari hasil penelitian tahap ini. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan minyak sawit selama penyimpanan sehingga menyebabkan kenaikan kadar air dan ALB. Menurut Hartley (1977), ALB sudah terdapat di dalam minyak sejak bahan tersebut mulai dipanen dan jumlahnya terus bertambah selama proses pengolahan dan penyimpanan.

Tabel 18. Nilai kadar air dan ALB hasil penelitian Widarta (2008), Hasrini (2008), dan Riyadi (2009)

Sampel Kadar air (%)

Widarta (2008) Hasrini (2008) Riyadi (2009)

CPO 0.14 ± 0.01 - -

NRPO 0.58 ± 0.11 0.035±0.003 0.34 ± 0.31

NDRPO - - 0.00 ± 0.00

RPO - 0.015±0.001 -

RPO/RPS - 0.016±0.001 -

CNO - 0.002±0.000 -

Asam lemak bebas (%)

Widarta (2008) Hasrini (2008) Riyadi (2009)

CPO 3.62 ± 0.21 - -

NRPO 0.13 ± 0.02 0.64±0.04 0.484 ± 0.15

NDRPO - - 0.490 ± 0.15

RPO - 0.51±0.02 -

RPO/RPS - 0.79±0.03 -

CNO - 0.13±0.01 -

Keterangan: Data ± Standar deviasi; CPO= Crude palm oil; NRPO= Neutralized red palm oil; NDRPO= Neutralized deodorized red palm oil; RPO= Red palm olein; RPS= Red palm stearin; CNO= Coconut oil.


(47)

34

B. Penelitian Tahap Kedua: Pemilihan Formula Bahan Baku

Penelitian tahap kedua bertujuan untuk memilih satu formula bahan baku. Pemilihan formula bahan baku dilakukan terhadap tiga formula hasil penelitian Hasrini (2008) yaitu campuran antara RPO/RPS (1:1) dan CNO dengan rasio 75:25, 77.7:22.5, dan 82.5:17.5. Ketiga formula tersebut merupakan formula yang menghasilkan karakteristik mendekati profil bahan baku margarin ritel dan margarin industri sesudah diinteresterifikasi enzimatik (Hasrini, 2008). Dari ketiga formula tersebut terlihat rasio RPO/RPS lebih tinggi dari rasio CNO. Hal ini berhubungan dengan slip melting point yang ingin dihasilkan. Slip melting point minyak sawit cenderung sedikit lebih tinggi dari suhu mulut yaitu 36.72 (Gee, 2007), sehingga diperlukan pencampuran dengan minyak kelapa dalam jumlah kecil supaya nilai slip melting point-nya berada dalam kisaran suhu tubuh. Interesterifikasi enzimatik pada tahap ini menggunakan enzim Lipozyme TL IM yang merupakan enzim spesifik (sn-1,3). Karakteristik hasil interesterifikasi enzimatik yang dianalisis adalah total karoten, slip melting point, dan solid fat content. Hasil analisis terhadap karakteristik tersebut terdapat pada Lampiran 2.

1. Total Karoten

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa total karoten sampel berbeda nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik pada sampel M75, M77, dan M82 berbeda nyata. Uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa total karoten sesudah interesterifikasi enzimatik antara sampel M75, M77, dan M82 tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik dapat dilihat Tabel 19. Dari tabel tersebut terlihat terjadi penurunan total karoten sesudah interesterifikasi enzimatik.


(48)

35

Tabel 19. Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE)

Sampel Total karoten (ppm) Retensi karoten (%) Sebelum IE Sesudah IE

M75 262.42 ± 6.80b 209.88 ± 0.28a 79.98 M77 265.01 ± 12.65b 212.92 ± 4.84a 80.34 M82 269.02 ± 8.73b 227.00 ± 0.83a 84.38

Keterangan: Data ± Standar deviasi; Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%; M75= Rasio (RPO/RPS):CNO 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO 77.5:22.5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO 82.5:17.5.

Penurunan total karoten diduga karena terjadinya reaksi oksidasi selama reaksi interesterifikasi enzimatik berlangsung. Adanya ikatan ganda menyebabkan karoten peka terhadap oksidasi yang lebih cepat dengan adanya sinar dan logam, khususnya tembaga, besi, dan mangan (Wafford, 1980). Menurut Winarno (1992), adanya perlakuan pemanasan pada minyak dapat mengurangi jumlah karoten.

Total karoten sesudah interesterifikasi enzimatik pada sampel M75, M77, dan M82 tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena perlakuan dari ketiga sampel tersebut sama sehingga tingkat kerusakan terhadap karoten juga sama. Selain itu rasio RPO/RPS dari sampel M75, M77, dan M82 hampir sama yaitu 75, 77.5, dan 82.5. Rasio RPO/RPS yang hampir sama menyebabkan total karoten dari ketiga sampel tersebut hampir sama. Hal ini disebabkan karena RPO/RPS merupakan sumber karoten.

Retensi karoten merupakan bilangan dalam persen yang menunjukkan seberapa besar karoten yang dapat bertahan selama reaksi berlangsung. Nilai retensi karoten dari ketiga sampel berkisar antara 79-85%. Retensi karoten dari ketiga sampel tersebut relatif tinggi karena interesterifikasi dilakukan pada suhu 60 . Sampel M82 mempunyai retensi karoten tertinggi yaitu 84.38%. Menurut Budiyanto et al. (2008), perubahan kandungan karoten pada minyak sawit merah sangat dipengaruhi oleh konsentrasi karoten awal pada minyak sawit merah, temperatur pemanasan, dan lama pemanasan minyak sawit merah.

Nilai total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik dari hasil penelitian Hasrini (2008) dapat dilihat pada Tabel 20. Dari tabel


(49)

36 tersebut nilai retensi karoten hasil penelitian Hasrini (2008) lebih tinggi dari nilai retensi karoten hasil penelitian tahap ini. Hal ini diduga disebabkan perbedaan kandungan prooksidan dalam minyak sawit akibat perbedaan tahapan dalam proses pemurnian (refining) minyak sawit sehingga menghasilkan retensi karoten yang berbeda. Prooksidan merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi oksidasi (Winarno, 1992).

Tabel 20. Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE) hasil penelitian Hasrini (2008)

Sampel Total karoten (ppm) Retensi karoten (%) Sebelum IE Sesudah IE

M75 363.13±3.35 356.43±2.39 98.15

M77 378.21±3.03 366.72±4.06 96.96

M82 392.81±2.86 381.32±3.72 97.07

Keterangan: Data ± Standar deviasi; M75= Rasio (RPO/RPS):CNO 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO 77.5:22.5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO 82.5:17.5.

2. Slip Melting Point dan Solid Fat Content

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa slip melting point (SMP) sampel berbeda nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik pada sampel M75, M77, dan M82 berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa SMP sesudah interesterifikasi enzimatik antara sampel M75 tidak berbeda nyata dengan sampel M77 dan sampel M77 tidak berbeda nyata dengan sampel M82 (Lampiran 4). Tabel 21 memperlihatkan Nilai SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik yang dibandingkan dengan nilai SMP margarin komersial A, margarin komersial B, dan margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006). Hasil analisis lengkap terhadap margarin komersial A dan margarin komersial B dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan Tabel 21 terlihat nilai SMP sesudah interesterifikasi enzimatik lebih rendah dibandingkan dengan sebelum interesterifikasi enzimatik.

Penurunan SMP sesudah reaksi interesterifikasi enzimatik diduga disebabkan terbentuknya trigliserida baru yang titik lelehnya lebih rendah.


(50)

37 Penurunan nilai SMP menghasilkan sifat lemak yang lebih lunak dibandingkan sebelum reaksi. Nilai SMP sesudah interesterifikasi enzimatik antara sampel M75 tidak berbeda nyata dengan sampel M77 dan sampel M77 tidak berbeda nyata dengan sampel M82. Hal ini disebabkan diduga disebabkan rasio RPO/RPS antara M75 dengan M77 dan M75 dengan M82 tidak terlalu berbeda. Rasio RPO/RPS pada sampel M75, M77, dan M82 berturut-turut adalah 75, 77.5, dan 82.5%.

Tabel 21. Nilai SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik yang dibandingkan dengan SMP margarin komersial A, margarin komersial B, dan margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006).

Sampel SMP (

o

C)

Sebelum IE Sesudah IE

M75 34.1 ± 0.9cd 30.1 ± 0.9a

M77 35.6 ± 0.5de 31.4 ± 0.5ab

M82 36.5 ± 0.4e 32.5 ± 0.7bc

Margarin komersial target (Fattahi-far et

al., 2006)    33.5±0.5

Margarin komersial A 35.6±0.2

Margarin komersial B    37.2±0.0

Keterangan: Data ± Standar deviasi; Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%; M75= Rasio (RPO/RPS):CNO 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO 77.5:22.5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO 82.5:17.5.

Margarin komersial A dan margarin komersial B merupakan margarin yang dibuat secara hidrogenasi. Nilai SMP margarin komersial A cenderung lebih rendah dari margarin komersial B, hal ini terkait dengan kegunaan dari margarin komersial A yaitu digunakan sebagai bahan olesan pada roti, sedangkan margarin komersial B biasanya digunakan untuk menumis. Nilai SMP hasil interesterifikasi cenderung lebih rendah dari nilai SMP margarin komersial A dan margarin komersial B, hal ini berarti produk yang dihasilkan cenderung lebih lunak.

Standar spreads yang digunakan pada penelitian ini adalah standar margarin komersial yang digunakan oleh Fattahi-far et al. (2006). Fattahi-far et al. (2006) melakukan interesterifikasi antara minyak biji teh yang tidak dihidrogenasi (nonhydrogenated tea seed oil) dengan biji teh yang dihidrogenasi (hydrogenated tea seed oil) untuk memproduksi margarin.


(51)

38 Fattahi-far et al. (2006) melaporkan produk hasil interesterifikasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku spreads. Dari ketiga sampel hasil interesterifikasi, nilai SMP sampel M82 paling mendekati nilai SMP margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006) yaitu 32.5 .

Nilai SMP hasil penelitian Hasrini (2008) dapat dilihat pada Tabel 22. Dari tabel tersebut terlihat nilai SMP sesudah interesterifikasi enzimatik dari hasil penelitian Hasrini (2008) lebih tinggi dari SMP sesudah interesterifikasi enzimatik dari hasil penelitian tahap ini. Perbedaan ini diduga karena perbedaan nilai SMP awal sebelum interesterifikasi enzimatik sehingga dihasilkan nilai SMP yang berbeda sesudah interesterifikasi enzimatik.

Tabel 22. Nilai SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik hasil penelitian Hasrini (2008)

Sampel SMP (

oC)

Sebelum IE Sesudah IE

M75 31.15±0.23 32.63±0.15

M77 33.34±0.78 33.60±0.94

M82 36.19±0.28 34.86±0.74

Keterangan: Data ± Standar deviasi; M75= Rasio (RPO/RPS):CNO 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO 77.5:22.5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO 82.5:17.5. Menurut Nusantoro (2009), solid fat content (SFC) dari campuran lemak merupakan faktor utama yang menentukan tekstur lemak. Penentuan SFC pada penelitian ini menggunakan metode IUPAC, penentuan SFC merupakan salah satu prosedur analisis yang penting dalam industri minyak, lemak, dan produk turunannya. Berdasarkan Goh dan Ker (1991) terdapat metode lain untuk menentukan SFC yaitu metode AOCS, yang hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan metode IUPAC.

Gambar 6 memperlihatkan profil SFC sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik yang dibandingkan dengan profil SFC margarin komersial A, margarin komersial B, margarin komersial target (Fattahi-far

et al., 2006), margarin ritel (Pandiangan, 2008), dan margarin industri (Pandiangan, 2008).


(52)

39 Berdasarkan Gambar 6 terlihat terjadi perubahan nilai SFC sesudah interesterifikasi enzimatik. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan komposisi trigliserida dan interaksinya. Costales-rodriguez et al. (2008) juga melaporkan bahwa reaksi interesterifikasi dapat mengubah perilaku pelelehan campuran lemak akibat perubahan komposisi trigliserida. Sesudah interesterifikasi enzimatik, sampel M82 mempunyai nilai SFC tertinggi dan sampel M75 mempunyai nilai SFC terendah. Nilai SFC yang tinggi pada sampel M82 karena sampel tersebut mempunyai kandungan asam lemak jenuh berantai panjang paling tinggi diantara ketiga sampel tersebut. Menurut Winarno (1992), asam lemak jenuh mempunyai titik leleh lebih tinggi dari asam lemak tidak jenuh dan titik leleh asam lemak semakin tinggi dengan semakin panjang rantai asam lemak.

SFC sampel M75, M77, dan M82 cenderung mendekati SFC margarin komersial A dan mempunyai SFC lebih rendah dari margarin komersial B, margarin ritel (Pandiangan, 2008), dan margarin industri (Pandiangan, 2008). Hal ini berarti hasil interesterifikasi tersebut lebih cocok digunakan sebagai bahan olesan. Secara umum, profil SFC sampel M82 tidak terlalu berbeda dengan profil SFC margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006) dan masih dalam kisaran SFC yang spreadable di suhu ruang (25 ). Menurut Adhikari et al. (2010), spreadabilitas yang baik pada suhu 25 adalah ketika jumlah padatan lemak sekitar 15-35%.

Sampel M82 dipilih sebagai formula terpilih untuk digunakan pada penelitian tahap ketiga karena sampel tersebut mempunyai nilai retensi dan total karoten tertinggi, nilai SMP paling mendekati SMP margarin komersial target (Fattahi-far et al., 2006), dan nilai SFC sampel tersebut masih dalam kisaran nilai SFC yang spreadable di suhu ruang.

Gambar 7 memperlihatkan profil SFC hasil penelitian Hasrini (2008). Dari gambar tersebut terlihat nilai SFC menurun sesudah interesterifikasi enzimatik kecuali pada suhu 20 . Nilai SFC hasil penelitian Hasrini (2008) lebih tinggi dari hasil penelitian tahap ini. Hal ini diduga karena perbedaan bahan baku yang digunakan. Hasrini menggunakan NRPO (neutralized red palm oil) sebagai bahan baku, sedangkan bahan baku


(53)

40 yang digunakan pada penelitian ini adalah NDRPO (neutralized deodorized red palm oil). Kondisi bahan baku memengaruhi reaksi interesterifikasi enzimatik karena kondisi bahan baku menentukan aktivitas dari enzim dan jenis reaksi yang terjadi.


(1)

79

Lampiran 7

. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada karakter total karoten

dari penelitian tahap ketiga

Ket: Sig. sampel = 0,000<0,050  total karoten berbeda nyata

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: total_karoten

13899.983a 13 1069.229 359.074 .000

979954.973 1 979954.973 329093.2 .000

13899.983 13 1069.229 359.074 .000

41.688 14 2.978

993896.644 28

13941.672 27

Source

Corrected Model Intercept sampel Error Total

Corrected Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .994) a.


(2)

80

total_karoten Duncana,b

2 149.6200

2 152.2000

2 160.2900

2 168.0400

2 170.5350

2 182.7150

2 188.8300

2 195.7400

2 201.2900

2 205.9550

2 207.3700 207.3700

2 210.0500

2 210.6200

2 215.8450

.157 1.000 .170 1.000 1.000 1.000 1.000 .426 .094 1.000

sampel 24jam_200rpm 24jam_100rpm 16jam_200rpm 16jam_100rpm 8jam_200rpm 8jam_100rpm 4jam_200rpm 4jam_100rpm 2jam_200rpm 1jam_200rpm 2jam_100rpm 1jam_100rpm 0jam_200rpm 0jam_100rpm Sig.

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 2.978. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. a.

Alpha = .05. b.


(3)

81

Lampiran 8

. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada karakter SMP dari

penelitian tahap ketiga

Ket: Sig. sampel = 0,000<0,050  SMP berbeda nyata

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SMP

129.535a 13 9.964 72.092 .000

31523.580 1 31523.580 228077.6 .000

129.535 13 9.964 72.092 .000

1.935 14 .138

31655.050 28

131.470 27

Source

Corrected Model Intercept sampel Error Total

Corrected Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .985 (Adjusted R Squared = .972) a.

SMP Duncana,b

2 30.150

2 30.650 30.650

2 31.000 31.000

2 31.500 31.500

2 32.000

2 32.300

2 34.000

2 34.500 34.500

2 34.550 34.550

2 35.050

2 35.050

2 35.900

2 36.550

2 36.550

.200 .362 .200 .059 .181 .193 .118

sampel 1jam_100rpm 1jam_200rpm 2jam_100rpm 4jam_100rpm 2jam_200rpm 4jam_200rpm 8jam_200rpm 8jam_100rpm 16jam_100rpm 24jam_200rpm 24jam_100rpm 16jam_200rpm 0jam_100rpm 0jam_200rpm Sig.

N 1 2 3 4 5 6 7

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .138. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. a.

Alpha = .05. b.


(4)

82

Lampiran 9

. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada kadar air dari penelitian

tahap ketiga

Ket: Sig. sampel = 0,000<0,050  kadar air berbeda nyata

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kadar_air

.009a 13 .001 288.301 .000

.413 1 .413 171374.6 .000

.009 13 .001 288.301 .000

3.38E-005 14 2.41E-006

.422 28

.009 27

Source

Corrected Model Intercept sampel Error Total

Corrected Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .993) a.

kadar_air

Duncana,b

2 .09043 2 .09063

2 .10378

2 .10620

2 .11202

2 .11655

2 .12083

2 .12460

2 .13719

2 .13753 .13753

2 .13800 .13800

2 .13934 .13934 .13934

2 .14106 .14106

2 .14277

.899 .142 1.000 1.000 1.000 1.000 .222 .053 .053

sampel 0 jam_200rpm 0 jam_100rpm 1 jam_100rpm 1 jam_200rpm 2 jam_100rpm 2 jam_200rpm 4 jam_100rpm 4 jam_200rpm 8 jam_100rpm 16 jam_100rpm 8 jam_200rpm 16 jam_200rpm 24 jam_200rpm 24 jam_100rpm Sig.

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 2.41E-006. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. a.

Alpha = .05. b.


(5)

83

Lampiran 10

. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan pada ALB dari penelitian

tahap ketiga

Ket: Sig. sampel = 0,000<0,050  ALB berbeda nyata

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: ALB

42,320a 13 3,255 3395,295 ,000

199,053 1 199,053 207608,9 ,000

42,320 13 3,255 3395,295 ,000

,013 14 ,001

241,386 28

42,333 27

Source

Corrected Model Intercept perlakuan Error Total

Corrected Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = ,999) a.


(6)

84

 

ALB Duncana,b

2 1,01815

2 1,02975

2 1,39740

2 1,40535

2 1,77035

2 1,87735

2 2,54395

2 2,61690

2 3,31405

2 3,44850

2 3,92150

2 3,94400

2 4,45550

2 4,58510

,714 ,801 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 ,479 1,000 1,000

perlakuan 0jam_200rpm 0jam_100rpm 1jam_100rpm 1jam_200rpm 2jam_100rpm 2jam_200rpm 4jam_100rpm 4jam_200rpm 8jam_100rpm 8jam_200rpm 16jam_100rpm 16jam_200rpm 24jam_100rpm 24jam_200rpm Sig.

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = ,001. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. a.

Alpha = ,05. b.