3.3.2 Penentuan konsentrasi optimum enzim papain Tahap ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum enzim papain
terhadap substrat yang digunakan dalam hidrolisis enzimatis protein ikan lele dumbo. Konsentrasi enzim papain yang digunakan yaitu 0 bv tanpa
penambahan enzimkontrol; 1 bv; 2 bv; 3 bv; 4 bv; 5 bv dan 6 bv. Hidrolisis dilakukan selama 6 jam pada suhu 55 °C dan nilai pH
sebesar 7,0. Penentuan kisaran konsentrasi enzim ini berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhayati et al. 2007 pada ikan selar yang
menunjukkan bahwa konsentrasi optimum enzim papain untuk menghidrolisis protein ikan selar adalah 5 bv. Konsentrasi optimum enzim papain ditentukan
dengan menghitung perbandingan nitrogen total terlarut dan nitrogen total bahan NTTNTB.
3.3.3 Penentuan waktu hidrolisis optimum Tahap ini bertujuan untuk menentukan waktu hidrolisis optimum yang
digunakan dalam hidrolisis enzimatis protein ikan lele dumbo dengan enzim papain. Waktu hidrolisis yang digunakan yaitu 0 jam , 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam,
5 jam, 6 jam dan 7 jam. Enzim papain yang ditambahkan sesuai dengan hasil penentuan konsentrasi optimum enzim papain. Proses hidrolisis berlangsung pada
suhu 55 °C dan nilai pH sebesar 7,0. Waktu hidrolisis optimum ditentukan dengan menghitung perbandingan nitrogen total terlarut dan nitrogen total bahan
NTTNTB. 3.3.4 Karakterisasi hidrolisat protein ikan lele dumbo
Karakterisasi dilakukan terhadap hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis enzimatis pada kondisi optimum. Analisis yang
dilakukan, yaitu analisis proksimat, asam amino dan daya cerna protein in vitro .
3.4 Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian aktivitas enzim papain, pengukuran konsentrasi protein enzim papain, penentuan derajat
hidrolisis, rendemen, analisis proksimat kadar air, protein, abu dan lemak, asam amino dan daya cerna protein in vitro.
3.4.1 Assay aktivitas enzim papain Bergmeyer 1983, diacu dalam Wardana 2008 yang telah dimodifikasi
Aktivitas enzim papain diukur dengan menyiapkan tiga buah tabung reaksi yang dijadikan sebagai blanko, standar dan sampel. Setiap tabung reaksi diisi
dengan kasein 2 bv dan buffer fosfat 1 moll pH 7,5 masing-masing sebanyak 1 ml. Tabung reaksi untuk sampel ditambahkan enzim papain 5 bv
sebanyak 0,2 ml. Larutan tirosin 5 mmoll digunakan sebagai pengganti enzim untuk standar dan akuades digunakan sebagai pengganti enzim untuk blanko.
Seluruh tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37 °C selama 10 menit. Tahap selanjutnya adalah penambahan 2 ml TCA 5 bv, diinkubasi pada suhu
37 °C selama 10 menit dan disaring dengan kertas saring. Filtrat sebanyak 1,5 ml ditambah Na
2
CO
3
0,4 moll sebanyak 5 ml dan folin 1:2 sebanyak 1 ml, diinkubasi pada suhu 37 °C selama 20 menit, kemudian nilai absorbansinya
diukur dengan spektrofotometer λ = 578 nm. Bahan kimia dan prosedur untuk
assay aktivitas enzim papain disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Aktivitas enzim papain dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
UA = Asp-Abl
Ast-Abl x P x
1 T
Keterangan :
UA = Aktivitas enzim papain
Asp = Nilai absorbansi sampel
Abl = Nilai absorbansi blanko
Ast = Nilai absorbansi standar
P = Faktor pengenceran
T = Waktu inkubasi
3.4.2 Pengukuran konsentrasi protein enzim papain Bradford 1976 Konsentrasi protein enzim papain diukur menggunakan bovine serum
albumin BSA sebagai standar. Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan melarutkan 25 mg coomassie briliant blue G-250 dalam 12,5 ml etanol 96 vv,
ditambahkan 25 ml asam fosfat 85 bv hingga larut dengan sempurna. Akuades ditambahkan ke dalam larutan hingga mencapai volume 0,5 l lalu
disaring dengan kertas saring Whatman 1, serta diencerkan lima kali sesaat sebelum digunakan.
Tabung reaksi untuk sampel diisi dengan enzim papain 1,25 bv sebanyak 0,1 ml, ditambahkan pereaksi Bradford sebanyak 5 ml, diinkubasi
selama 5 menit dan diukur dengan spektrofotometer λ = 595 nm. Larutan BSA
digunakan sebagai pengganti enzim untuk larutan standar. Larutan standar juga diberi perlakuan yang sama dengan larutan sampel. Nilai absorban standar yang
diperoleh dimasukkan ke dalam kurva standar BSA untuk menentukan konsentrasi protein enzim papain. Larutan BSA dibuat dengan melarutkan 100 mg protein
BSA dalam 50 ml akuades sebagai larutan stok dengan konsentrasi 2 mgml. Larutan stok BSA diencerkan menjadi beberapa konsentrasi larutan standar,
yaitu 0,1-1,0 mgml. Komposisi volume larutan dalam pembuatan larutan standar BSA disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1-1,0 mgml Konsentrasi BSA
mgml Volume BSA [2 mgml]
ml Volume akuades
ml 0,1
0,025 0,475
0,2 0,050
0,450 0,3
0,075 0,425
0,4 0,100
0,400 0,5
0,125 0,375
0,6 0,150
0,350 0,7
0,175 0,325
0,8 0,200
0,300 0,9
0,225 0,275
1,0 0,250
0,250 3.4.3 Rendemen Hadiwiyoto 1993
Rendemen adalah rasio antara berat bagian yang dapat dimanfaatkan terhadap berat utuh. Rendemen umumnya digunakan untuk memperkirakan
jumlah bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Rendemen hidrolisat protein ikan lele dumbo dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rendemen HPI = Berat hidrolisat protein ikan g
Berat daging ikan cincang g ×100
3.4.4 Kadar air AOAC 2005 Cawan porselen dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 °C selama 1 jam,
lalu didinginkan di dalam desikator. Cawan porselen tersebut kemudian ditimbang. Sebanyak 2 gram sampel dimasukkan dalam cawan porselen kering,
dikeringkan dalam oven pada suhu 100-102 °C hingga diperoleh berat konstan. Cawan berisi sampel tersebut didinginkan dalam desikator. Proses selanjutnya
adalah penimbangan cawan yang berisi sampel setelah dikeringkan. Kadar air bahan dihitung menggunakan rumus:
Kadar air = B1 - B2
B x 100
Keterangan :
B = Berat sampel g B1 = Berat sampel+cawan sebelum dikeringkan g
B2 = Berat sampel+cawan setelah dikeringkan g
3.4.5 Kadar abu AOAC 2005 Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama
1 jam lalu didinginkan selama 15 menit dalam desikator. Cawan porselen tersebut kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan dalam cawan
pengabuan dan dipijarkan diatas nyala api hingga tidak berasap. Sampel dimasukkan dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 °C selama 6 jam. Cawan
berisi sampel didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan tersebut ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Berat abu g = berat sampel dan cawan setelah pengabuan g - cawan kosong g Kadar abu
= Berat abu g
Berat sampel g x 100
3.4.6 Kadar protein dan total nitrogen AOAC 2005 Analisis protein dengan metode Kjeldahl terdiri dari tiga tahap, yaitu
destruksi, destilasi dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukkan dalam labu Kjeldahl 50 ml. Sebanyak 7,0 gram K
2
SO
4
dan 0,8 g CuSO
4
juga ditambahkan dalam labu Kjeldahl tersebut sebagai katalisator, lalu ditambahkan
H
2
SO
4
. Sampel didestruksi pada suhu 410 °C hingga cairan berwarna bening. Larutan dalam labu Kjeldahl diencerkan dengan akuades hingga mencapai volume
80 ml, kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 ml asam borat H
3
BO
3
4 vv yang mengandung indikator bromocresol green dan methyl red dengan
perbandingan 2:1.
Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH 40 bv ke dalam alat destilasi hingga tertampung 100-150 ml destilat dalam erlenmeyer
dengan hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang pertama kali. Volume titran
dibaca dan dicatat. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus :
Nitrogen = ml HCl –ml blanko
x N HCl x 14,007 x 100 mg sampel
Kadar protein = Nitrogen
x faktor konversi 6,25 3.4.7 Kadar lemak AOAC 2005
Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring. Kedua ujung kertas saring ditutup dengan kapas bebas lemak, kemudian dibungkus lalu
dimasukkan dalam selongsong lemak. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan dalam labu lemak yang sudah ditimbang dan disambungkan dengan tabung
soxhlet, disiram dengan pelarut lemak, direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat
destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, lalu labu didinginkan dalam desikator. Kadar
lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar lemak = W
3
-W
2
W
1
x 100 Keterangan :
W
1
= Berat sampel g W
2
= Berat labu lemak tanpa lemak g W
3
= Berat sampel dengan lemak g
3.4.8 Asam amino AOAC 2005 yang telah dimodifikasi Prinsip analisis asam amino dengan menggunakan High Performance
Liquid Chromatography HPLC adalah memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino, yaitu pereaksi ortoftalaldehida OPA yang kemudian akan bereaksi
dengan asam amino primer dalam suasana basa, mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang berflouresensi, sehingga dapat dideteksi dengan
detektor flouresensi.
Asam amino yang dianalisis mencakup 15 jenis asam amino. Asam amino yang tidak dianalisis antara lain triptofan, prolin, sistein, asparagin dan glutamin.
Asam amino triptofan tidak dianalisis karena membutuhkan proses hidrolisis basa pada tahap preparasi sampel. Asam amino prolin, sistein, asparagin dan glutamin
tidak dianalisis karena menggunakan reaksi derivatisasi post kolom. Proses analisis asam amino menggunakan HPLC adalah :
a Preparasi sampel Kadar protein sampel ditentukan terlebih dahulu dengan metode Kjeldahl.
Sampel yang mengandung 3 mg protein dimasukan dalam tabung ulir, ditambahkan 2 ml HCl 6 N dan dialiri gas N
2
, kemudian ditutup. Sampel tersebut dihidrolisis dalam oven bersuhu 110 °C selama 24 jam lalu disaring menggunakan
kaca masir. Sampel tersebut dipindahkan ke labu rotary evaporator untuk dikeringkan, kemudian ditambah dengan HCl 0,01 N dan ditera sampai 25 ml,
disaring dengan kertas milipore filter No. 45. b Analisis asam amino dengan HPLC
Larutan buffer kalium borat pH 10,4 ditambahkan ke dalam sampel yang telah dikeringkan dengan perbandingan 1:1, sehingga diperoleh larutan sampel
yang siap dianalisis. Larutan sampel tersebut dicampur dengan pereaksi ortoftalaldehida OPA dengan perbandingan 1:6. Hal yang sama juga dilakukan
terhadap larutan standar asam amino. Larutan yang telah tercampur baik sampel maupun standar didiamkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung
sempurna. Larutan standar dan sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µ l, lalu ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai.
Kondisi alat HPLC pada saat dilakukan analisis : Kolom
: Ultra techspere Fase mobil
: Larutan A Na-Asetat, Na-EDTA, metanol, THF dan larutan B metanol 95, akuades dengan gradien
yang disajikan pada Tabel 5 Detektor
: Fluoresensi Konsentrasi asam amino µ mol dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :
Konsentrasi AA µmol= luas puncak sampel
luas puncak standar ×konsentrasi standar
Persen asam amino dalam sampel dapat dihitung dengan rumus : AA=
µmol AA ×Mr AA µg sampel
×100
Tabel 5 Elusi gradien pada metode HPLC Waktu menit
Laju aliran fase mobil mlmenit Larutan B
1 1
1 2
1 20
5 1
20 13
1 45
15 1
45 18
1 80
19 1
100 26
1 100
28 1
35 1
3.4.9 Derajat hidrolisis Hasnaliza et al. 2010 Derajat hidrolisis dihitung berdasarkan persentase rasio trichloroacetic
acid TCA. Sebanyak 20 ml hidrolisat protein ditambahkan TCA 20 bv sebanyak 20 ml. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 30 menit agar
terjadi pengendapan, lalu disentrifugasi kecepatan 7800 x g, selama 15 menit. Supernatannya lalu dianalisis kadar nitrogennya menggunakan metode Kjeldahl
AOAC 2005. Derajat hidrolisis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Derajat Hirdrolisis =
Nitrogen terlarut dalam TCA 10 bv Nitrogen total sampel
x 100 3.4.10 Daya cerna protein in vitro Gauthier et al. 1982 yang telah dimodifikasi
Prinsip pengukuran daya cerna protein in vitro adalah mengukur kadar protein yang tidak tercerna oleh enzim pada kondisi yang menyerupai
metabolisme tubuh ketika mencerna makanan. Prosedur analisis daya cerna protein in vitro adalah sebagai berikut: sebanyak 250 mg sampel dimasukan
dalam erlenmeyer 50 ml, ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak 15 ml yang mengandung 1,5 g enzim pepsin, dikocok pada kecepatan rendah dan suhu
37 °C selama 3 jam dengan waterbath shaker. Larutan tersebut dinetralkan dengan NaOH 0,5 N, ditambahkan 4 mg enzim pankreatin didalam 7,5 ml larutan
buffer fosfat 0,2 M dengan pH 8,0 yang mengandung natrium azida 0,005 M.
Larutan yang diperoleh tersebut dikocok pada kecepatan rendah dan suhu 37 °C selama 24 jam dengan waterbath shaker, disaring menggunakan kertas saring.
Kandungan protein sampel yang menempel di kertas saring dianalisis dengan metode Kjeldahl AOAC 2005. Daya cerna protein in vitro dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut : Daya cerna protein =
total protein-protein tidak tercerna total protein
x 100
3.5 Analisis Data