Latar Belakang Masalah Campur Kode dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VIII MTs (Madrasah Tsanawiyah) Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Bartu Ceper, Tangerang

belajarnya. Munculnya anggapan dari para siswa, pembelajaran bahasa Indonesia merupakan suatu perkara yang mudah, dan sebagai warga Indonesia tidak perlu lagi mengkaji bahasa Indonesia. Pola pikir dan sikap seperti ini telah mempengaruhi siswa untuk mencintai bahasa Indonesia. Faktor keseharian penggunaan bahasa asing, serta hubungan dari keterampilan berbahasa, menjadi salah satu alat untuk mengetahui kemampuan siswa kelas VIII MTs Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshidddiqiyah untuk dapat menulis dalam bahasa Indonesia. Siswa kelas VIII merupakan siswa yang menjalani satu tahun program disiplin bahasa. Persentuhan antar bahasa dapat mengakibatkan pergantian penggunaan bahasa oleh penutur dalam konteks sosial atau biasa disebut kontak bahasa. Proses kontak bahasa terjadi pada lingkungan dan masyarakat bilingualmultilingual. Lingkungan dan masyarakat MTs Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang berasal dari berbagai daerah merupakan salah satu wadah kontak bahasa. Ditambah dengan kewajiban berbahasa dalam percakapan sehari-hari memiliki pengaruh yang besar dengan memasukkan unsur-unsur bahasa lain atau serpihan-serpihan bahasa asing yang disebut campur kode. Tidak hanya ke dalam tuturan bahasa Indonesia mereka saja, tetapi ke dalam karangan bahasa Indonesia. Kegiatan padat para siswa baik di luar maupun di dalam asrama menjadikan mereka kurang mengembangkan ide-idenya. Keterampilan menulis menjadi hal yang sangat layak dilakukan oleh mereka untuk mengungkapkan gagasan sebagai penggali ide yang mereka miliki. Menulis karangan narasi juga membantu kemampuan menulis dengan teknik bercerita yang memiliki tujuan untuk menggali ide si penulis agar dapat menulis dengan eksploratif. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti CAMPUR KODE DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MADRASAH TSANAWIYAH MTs MANBAUL ULUM PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH II BATU CEPER, TANGERANG.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut 1. Rendahnya penguasaan bahasa Indonesia di kalangan siswa karena pengaruh bahasa asing dalam kemampuan berbahasa Indonesia. 2. Peraturan atau sanksi bahasa tidak dikenakan pada bahasa Indonesia. 3. Pemakaian bahasa asing sehari-hari menyebabkan sering terjadi adanya campur kode. 4. Ditemukan penggunaan bahasa asing dalam karangan narasi siswa.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka kajian dalam penelitian ini hanya mencakup analisis fungsi campur kode dalam karangan narasi siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah MTs Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, bagaimana fungsi campur kode dalam karangan narasi siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah MTs Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi campur kode dalam karangan narasi siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah MTs Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini bermanfaat untuk peneliti, sebagaimana peneliti memperoleh ilmu baru. Penelitian ini diharapan dapat menambah wawasan mengenai pengaruh bahasa asing terhadap perkembangan pembelajaran bahasa Indonesia yang berdampak pada terjadinya campur kode. Serta memperluas pengetahuan kajian Sosiolinguistik pada umumnya dan campur kode pada khususnya, terutama untuk calon guru Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru, penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai hal- hal yang berkaitan dengan campur kode dan meningkatan kualitas pengajaran serta pembelajaran mengarang bahasa Indonesia khususnya di sekolah. b. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan campur kode. 7 BAB II LANDASAN TEORI

A. Teori Campur Kode

Sebelum menelaah lebih dalam mengenai campur kode atau biasa dalam bahasa Inggris disebut code mixing, terlebih dahulu perlu mengetahui istilah kode. Peristiwa campur kode terjadi tidak dapat terlepas dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang saling berkomunikasi. Melalui proses komunikasi antar manusia, hadirlah kontak bahasa yang kemudian melahirkan variasi-variasi bahasa. Menurut Suwito, “Alat komunikasi yang merupakan varian dari bahasa dikenal dengan istilah kode”. 1 Mansoer menyatakan, “Seorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya”. 2 Dapat disimpulkan bahwa kode merupakan variasi bahasa yang khusus digunakan oleh suatu masyarakat tutur sebagai alat untuk membangun suatu kelancaran komunikasi. Campur kode adalah suatu gejala yang tidak mungkin dihindarkan oleh para pembelajar bahasa kedua. 3 Menurut Kachru dalam Pranowo, “Campur kode ini merupakan fenomena pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara konsisten”. 4 Seseorang yang sedang dalam proses belajar dan menguasai bahasa kedua, akan menghasilkan suatu hal yang dinamakan bahasa antara. Ketika menggunakan bahasa ibu B1 mereka akan menyampurkan bahasa kedua yang telah diketahui dan dimiliki. Kemudian digunakan secara berkesinambungan sebagai salah satu praktik untuk 1 Suwito, Sosiolinguistik Pengantar Awal. Surakarta: Henary Offset Solo, 1985, h. 67 2 Mansoer Pateda, Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa, 1987, h. 83 3 Pranowo, Teori Belajar Bahasa Untuk Guru Bahasa Dan Mahasiswa Jurusan Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, h. 110 4 Ibid mencapai penguasaan bahasa kedua. Hal ini yang membuat terjadinya gejala campur kode. Ohoiwutun mengemukakan pernyataan mengenai campur kode sebagai berikut: “Di antara sesama penutur yang bilingual atau multilingual, sering dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu kekacauan atau interferensi berbahasa performance interference. Fenomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat atau wacana bahasa lain. Kita namai gejala ini campur kode code mixing”. 5 Berdasarkan pendapat di atas, dalam dialek masyarakat tutur yang memiliki kemampuan dua bahasa atau lebih dapat ditemukan perubahan sistem bahasa yang dianggap menyalahi kaidah gramatika bahasa itu sendiri. Contohnya, terselipnya kosakata bahasa Inggris di dalam percakapan yang menggunakan bahasa Arab. Menurut Weinreich dalam Ohoiwutun, “Menamai campur kode ini sebagai mix grammar”. 6 Berdasarkan pendapat Weinreich, campur kode merupakan percampuran tata bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lainnya. Terkait contoh campur kode lainnya menurut Aslinda dan Leni, “Campur kode terjadi apabila seorang penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia”. 7 Seseorang yang berkemampuan memasukkan unsur-unsur bahasa satu ke bahasa lainnya, dapat dipastikan merupakan seorang bilingual. Indonesia menjadi contoh negara yang memiliki masyarakat multilingual. Karena Indonesia memiliki banyak ragam bahasa, sebagian besar masyarakatnya dapat menguasai bahasa ibu yang berupa bahasa daerah. Kemudian bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, menjadi bahasa kedua. Atau sebaliknya. Hal ini 5 Paul Ohoiwutun. Sosiolinguistik memahami bahasa dalam konteks masyarakat dan kebudayaan. Jakarta: Kesaint Blanc, 1997, h. 69 6 Ibid, h.70 7 Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Soiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama, 2014, h. 87