Hakikat Cinta Mahabbah ANALISIS DATA

Mengutip dari pengajian al-Hikam karya Athaillah yang di sarah oleh K.H Abdul Madjid Ma’ruf, dalam buku kuliyah Wahidiyah, Mahabbah atau cinta, yang dimaksud di sini adalah cinta kepada Allah wa Rosuulihi cinta kepada Anbiyaa wal Mursaliin wal Malaikatul Muqorrobiin ‗alaihimus-sholaatu wassalam, cinta kepada para keluarga dan para Shahabat Beliau dan kepada para Auliya Kekasih Alloh RodiyallohuTa’ala ‗anhum, cinta kepada para Ulama, kepada pemimpin, kepada orang tua dan keluarga dan seterusnya, umumnya kepada segenap kaum mukminin, mukminat, mislimin, muslimat dan kepada segala makhluk ciptaan Allah pada umumnya. Jadi, cinta kepada Allah, harus cinta juga kepada makhluk ciptaan-Nya. Akan tetapi cinta kepada Allah sudah tentu tidak harus sama dengan cinta kepada makhluk-Nya. Dalam prinsipnya, segala makhluk berupa dan berbentuk apa saja dan bagaimanapun juga wujudnya kita harus cintai, mencintai karena ia adalah ciptaan Allah sekalipun berupa sesuatu yang menjijikkan, atau menakutkan. Sekalipun berupa maksiat atau kemunkaran sekalipun, atas pengertian bahwa itu semua ciptaan Allah, maka kita harus cinta. Akan tetapi, disamping cinta, kita diperintah supaya menjauhkan diri dan tidak menyukai maksiat dan kemunkaran. Jadi cara pandangan dalam menyikapi masalah mahabbah ini harus ganda, yaitu; disamping cinta atau senang, harus pula tidak senang, harus menjauhkan diri dari padanya. Senang terhadap dzatiyah-Nya maksiat dan mungkarot mengingat itu adalah ciptaan Allah, yang kita cintai. Tetapi kita harus tidak senang dan harus menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan kemunkaran karena memang sudah diperintahkan begitu oleh Allah. Jadi kita senang atau cinta kepada dzatiyah-Nya maksiat dan kemunkaran karena sama-sama ciptaan Allah, dan kita harus tidak senang menjauhi perbuatan maksiat dan kemunkaran karena dilarang melakukannya. Hanya senang dan cinta saja kepada maksiat dan kemunkaran, tidak membenci dan menjauhi, berarti melanggar perintah. Dan hanya membenci saja, tidak ada rasa senang sebagai itu makhluq, berarti melukai kepada makhluq. Melukai atau lebih-lebih menghina makhluq, berarti juga melukai kepada Khaliq penciptanya. Cinta atau senang maupun benci atau tidak senang itu harus didasari Lillah Billah. Jika tidak dijiwai Lillah Billah, otomatis dasarnya adalah nafsu Linnafsi Binnafsi. Dan jika Linnafsi Binnafsi pasti ada pamrih untuk kesenangan nafsu. Cintanya cinta gadungan, cinta karena ada sebab udang di balik batu. Cinta yang seperti ini sangat membahayakan, karena jika apa yang menjadi daya tarik cinta itu hilang atau tidak kelihatan, maka menjadi tidak cinta lagi. Begitu juga benci atau tidak senang harus dijiwai Lillah Billah, jika tidak, berarti hanya menuruti kemauan nafsu, bukan dasar menjalankan perintah. Dari pemaparan di atas, cinta kepada makhluk haruslah tidak sama dengan cinta kepada Khaliq. Cinta kepada makhluk haruslah hanya sebagai realisasi atau pelaksanaan cinta kepada Khaliq. Atau sebagai manivestasi, luapan dari rasa cinta kepada Khaliq. Seperti Firman Allah SWT:                                    “Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberi keputusan-Nya. Dan Allah memberi pertunjuk kepada orang-orang yang fasik. QS : 9 : 24 Jadi cinta kita kepada badan kita sendiri, kepada orang tua, kepada suami, istri, kepada keluarga dan lain-lain itu seharusnya hanya sebagai pelaksanaan atau cetusan dari rasa cinta kita kepada Allah wa Rasuulihi. Ini dapat timbul dari hati yang senantiasa menerapkan Lillah Billah, Lirrasul Birrasul