Hasil Penelitian yang Relevan.

BAB III BIOGRAFI RABIAH AL-ADAWIYAH

A. Biografi Rabiah al-Adawiyah

Suatu teori, pemikiran, ide atau ajaran seseorang tokoh dapat dikenali dan dipahami dengan lebih baik apabila diketahui latar belakang kehidupannya. Karena itu, sebelum memasuki pokok pembahasan yang lebih jauh, perlu dikemukakan terlebih dahulu tentang riwayat hidup Rabiah al-Adawiyah. Dengan demikian akan diketahui keadaan yang melatarbelakangi perjalanan hidup, serta corak sistem pemikirannya.

1. Latar Belakang Keluarga

Ismail, ayah dari Rabiah adalah seorang yang menghabiskan masa siangnya dengan bekerja dan malam harinya dihabiskan untuk beribadah. Ia mempunyai seorang istri dan tiga orang anak perempuan. Hidupnya sangat sederhana. Suatu waktu ismail berdoa kepada Allah agar ia dikarunia seorang anak laki-laki agar dapat membantu kehidupan keluarganya karena kondisi kelurga yang hidup sangat sederhana. Saat itu istrinya sedang mengandung anak yang ke-empat. Setiap hari Ismail bekerja sangat keras untuk menghidupi keluarganya. Ia menanggung empat jiwa manusia ditambah satu jiwa lagi yang sedang dalam kandungan istrinya. Beban penderitaan Ismail pun terasa semakin berat, akan tetapi ia tetap bersabar dan bertawakal serta ikhtiar untuk memenuhi semua kebutuhan keluarganya meskipun dalam hidup yang sangat sederhana.

2. Kelahiran dan Masa Kanak-kanak Rabiah al-Adawiyah

Pada suatu malam tibalah saat istrinya untuk melahirkan anaknya yang ke- empat. 1 Diceritakan oleh Fariduddin Altar bahwa pada masa kelahiran Rabiah tidak ada satupun barang berharga ada didalam rumah Ismail, bahkan setetes minyak untuk mengoles pusar anaknya yang baru lahir pun tak ada. Akhirnya istrinya meminta kepada Ismail agar meminta minyak kerumah tetangga untuk menerangi malam yang gelap itu. Akan tetapi Ismail telah bersumpah untuk tidak meminta kepada siapapun selain kepada Allah. Kemudian Ismail berangkat menuju rumah tetangganya agar istrinya senang tapi sesampai dirumah tetangganya Ismail hanya menyentuh pintunya saja kemudian ia pulang kerumah dan bercerita kepada istrinya bahwa tetangganya sudah tidur. Tengah malam setelah Rabiah dilahirkan, ayahnya bermimpi didatangi oleh Rosulalloh yang berkata padanya, ―jangan engkau merasa sedih, karena perempuan yang baru dilahirkan tadi kelak akan menjadi seorang perempuan yang utama, yang nantinya tujuh puluh ribu dari umatku membutuhkan syafaatnya‖. Dalam mimpi tersebut Nabi juga member perintah agar besok menemui Isa Zaidan, seorang amir untuk menyampaikan sepucuk surat berisi pesan Rosulalloh seperti yag diperintahkan dalam mimpinya. Isi surat tersebut ―Hai Amir, engkau biasanya membaca sholawat seratus kali setiap malam dan empat ratus kali setiap malam jumat. Tetapi dalam jumat terakhir ini engkau lupa membacanya. Oleh karena itu, hendaklah engkau membayar empat ratus dinar kepada yang membawa surat ini, sebagai kafarat atas kelalaian mu.‖ 2 Kemudian ayah Rabiah terbangun dan menangis, ia langsung bangkit dari tempat tidurnya dan langsung menulis surat itu. Ketika Amir telah mebaca surat tersebut, ia berkata: ―berikan dua ribu dinar kepada orang tersebut sebagai tanda terima kasihku , sebab Nabi telah mengingatkanku untuk memberi empat ratus dinar 1 Syed Ahmad Semait, 100 Tokoh Wanita Terbilang Singapore : Pustaka Nasional Pte Ltd, 1993, hal. 476-477 2 Asep Usman Ismail, dkk., Tasawuf Jakarta : Pusat Studi Wanita, 2005, hal. 132-133 kepadanya dan katakan kepadanya bahwa aku ingin agar ia menghadapku supaya aku dapat bertemu dengannya. Tetapi aku merasa tidaklah tepat bahwa orang seperti itu harus datang kepadaku, akulah yang akan datang kepadanya dan mengusap penderitaannya dengan jenggotku.‖ 3 Rabiah lahir pada tahun 99H717M dengan nama lengkap Rabiah binti Ismail al-Adawiyah al-Bashriyah al-Qaisiyah disuatu perkampungan dekat kota Basrah, Irak. Wafat dikota itu pada tahun 185H801M. 4 Versi lain menyebtkan bahwa Rabiah lahir pada tahun 95H di Basrah. Saat itu Basrah memiliki banyak ulama, para ahli fikih dan ahli ilmu kalam. Konon bayi tersebut dinamakan Rabiah karena sebelumnya sang ibu telah melahirkan tiga orang puteri. Maka ayahnya menyematkan nama Rabiah ke-empat kepada bayi mungil yang baru lahir itu. 5 Ditengah-tengah kota Basrah yang penuh dengan kekayaan, Rabiah tumbuh disebuah rumah yang terpencil dalam keluarga yang menderita kelaparan dan kemiskinan. Walaupun keadaannya secara lahiriah serba kekurangan akan tetapi Rabiah kaya akan iman dan takwa. Rabiah telah banyak mengambil pelajaran agama, qanaah, dan wara’ dari sang ayah. Rohaninya pun mulai berkembang, sehingga ia sangat gemar membaca al-Quran. Ia telah membaca dan menghafalnya dengan khusuk serta memahami maknanya dengan yakin dan iman yang mendalam. 6 Diceritakan bahwa Rabiah telah khatam al- Qur’an pada usia 10 tahun. Kecepatan Rabiah dalam menghafal al- Qur’an dapat dimaklumi, karena ia sangat suka menghafal. Rabiah tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga biasa dengan kehidupan orang soleh yang penuh zuhud. Ayahnya menghendaki agar 3 Margaret Smtih, ―Rabiah al-Adawiyah : Perglatan Spritual Perempuan‖. Terj. Jamilah Baraja Surabaya: Risalah Gusti, 1997, hal. 8 4 Rosihon Anwar dan Mukhtar Solohin, Ilmu Tasawuf Bandung : CV. Pustaka Setia, 2007, hal. 119 5 Makmun Gharib, Rabiah al-Adawiyah: Cinta Allah dan Kerindn Spritual Manusia, Jakarta : Penerbitzaman, 2012, Cet 1, hal, 36 6 Semait, op.cit., hal. 477 anaknya terpelihara dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik, yang dapat menjadi penghalang bagi pertumbuhan jiwanya, dan dapat mencapai kesempurnaan batiniyah. Maka Rabiah sering dibawa ayahnya kesebuah musolah dipinggir kota Basrah. Ditempat inilah Rabiah sering melakukan ibadah dan munajat, berdialog dengan Sang Khaliq. 7 Sejak kecil, Rabiah sudah terbiasa menggantungkan semua harapan kepada dirinya sendiri. Ia sangat memahami kondisi ekonomi orang tuanya, sehingga ia tidak pernah merasa menuntut banyak terhadap orang tuanya. Ia selalu menerima apapun yang diberikan padanya. Pernah suatu hari, ketika seluruh angggota keluarga telah duduk disekitar meja makan, kecuali Rabiah. Diceritakan oleh Muhammad Atiyah Khamis sebagai berikut: Ia masih saja berdiri memandang ayahnya, seolah minta penjelasan dari ayahnya mengenai makanan yang terhidang. Karena ayahnya masih berdiam diri, Rabiah berkata; ―Ayah, aku tidak ingin ayah menyediakan makanan yang tidak halal.‖ Dengan keheranan ayahnya menatap muka putrinya yang masih kecil itu, yang telah memperlihatkan iman yang kuat. Ayahnya menjawab: ―Rabiah, bagaimana pendapatmu jika tiada lagi yang bisa kita peroleh kecuali barang yang haram?‖ Rabiah menjawab: ―Biar saja kita menahan lapar di dunia ini, lebih baik dari pada kita menahannya kelak diakhirat dalam api neraka.‖ 8 Saat masih kecil Rabiah adalah gadis yang saleh. Apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal. Ia menjadi anak yatim piatu, yang tidak mewarisi harta benda dari kedua orang tuanya. Dalam usia yang masih muda Rabiah dan kakak-kakanya harus mencari pekerjaan untuk melanjutkan hidup. 7 Ismail, op.cit., hal 133 8 Muhammad Atiyah Khamis, Rabiah al-Adawiyah, terj. Aliudin Mahjuddin dari Rabiah El Adawiyah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993, hal. 8