Analisis Pengaruh Likuiditas terhadap Mispricing pada Saham yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH LIKUIDITAS TERHADAP MISPRICING PADA SAHAM YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2010-2013
OLEH:
F. A. MINORI CHRISTINE WARUWU NIM. 110501094
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul
“Analisis Pengaruh Likuiditas terhadap Mispricing pada Saham yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini baik berupa bimbingan, saran dan atau dorongan moril, yaitu:
1. Kedua orangtua terkasih Ayahanda F. Waruwu dan Ibunda Yanny R. Tarigan juga kepada Adik tersayang Fotaro Yoel Iskandar beserta seluruh keluarga yang telah mendukung dan memberikan doa hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. Bapak Alm. Drs. John Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara hingga tahun 2012.
3. Bapak Prof. Dr. Azhan Maksum, M.Ec, Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen dan dosen pembimbing yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan dan telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, saran serta bimbingan dalam
(3)
penyusunan skripsi ini dan Bapak Syahrir Hakim Nasution, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Irsyad Lubis, SE, M. Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi dan Bapak Paidi Hidayat, Se, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Syarief Fauzie, SE, AK, M.,Ak selaku dosen penguji satu dan Ibu Ilyda Sudardjat, S.Si, M.Si, selaku dosen penguji dua yang memberikan dukungan dan saran dalam memperbaiki skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan.
8. Kekasih sekaligus sahabat, Josua Sitinjak yang telah memberikan banyak dukungan, saran dan meluangkan waktu bagi penulis selama masa penulisan dan penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman terdekat Susteriani P. F. A. Sembiring, Yolita, Tinny, Syella Dwitami Suhaedi, Siska Hakim, Desy N. Sihotang, Christine Sera, Adelisca Meutia dan teman-teman angkatan 2011 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan saran dan dorongan moril untuk penulis dalam penyusunan skripsi ini.
(4)
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk skripsi ini. Penulis juga mengharapkan adanya manfaat pengetahuan yang diperoleh pembaca dan peneliti selanjutnya.
Medan, Agustus 2014 Penulis
Nim. 110501094
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh likuiditas saham terhadap tingkat mispricing saham perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Likuiditas saham diukur dengan menggunakan tiga ukuran yaitu amihud
illiquidity, amihud risk dan share turnover. Pegujian ini dilakukan dengan
menggunakan regresi berganda dan panel data dengan sampel sebanyak 22 perusahaan yang memenuhi kriteria penelitian yang tercatat di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2013. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ukuran (size) perusahaan berpengaruh negatif dan tidak siginifikan terhadap tingkat mispricing
saham perusahaan. Book to market ratio perusahaan memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan berpengaruh pada mispricing. Likuiditas saham dengan ukuran
amihud illiquidity memiliki pengaruh positif dan signifikan berpengaruh terhadap
tingkat mispricing saham perusahaan di Indonesia. Likuiditas perusahaan dengan ukuran amihud risk memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat
mispricing saham perusahaan di Indonesia. Likuiditas perusahaan dengan ukuran
amihud share turnover memiliki pengaruh positif dan berpengaruh signifikan
terhadap tingkat mispricing saham perusahaan di Indonesia.
(6)
ABSTRACT
The objective of this research is to analyze the effect of stock liquidity on banking’s stock mispricing which listed at Indonesia Stock Exchange. Stock liquidity uses three measure: amihud illiquidity, amihud risk and share turnover. This research uses multiple regression and panel data with 22 company listed which based on criteria of research at Indonesia Stock Exchange as a sample. The result of this research shows that size and book to market ratio have negative effects and not significantly influence stock mispricing in Indonesia. Stock liquidity measured by amihud illiquidity shows that liquidity has positive and significantly influence stock mispricing in Indonesia. Stock liquidity measured by amihud risk shows that liquidity has negative and not significantly influence stock mispricing in Indonesia. Stock liquidity measured by amihud share turnover shows that liquidity has positive and significantly influence stock mispricing in Indonesia.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Tinjauan Pustaka ... 7
2.1.1 Return Saham ... 7
2.1.1.1Definisi dan Jenis Return Saham ... 7
2.1.1.2Modal Harga Saham untuk Menghitung Tingkat Pengembalian Saham ... 8
2.1.2 Efficient Market Hypothesis ... 10
2.1.2.1Definisi ... 10
2.1.2.2Bentuk Pasar Efisien ... 14
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Pasar ... 16
2.1.4 Mispricing ... 19
2.1.4.1Anomali Pasar (Market Anomalies) ... 21
2.1.5 Size Firm ... 24
2.1.6 Book to Market Ratio ... 27
2.1.7 Likuiditas ... 28
2.1.7.1Risiko Likuiditas ... 30
2.1.8 Asset Pricing Model ... 31
2.1.8.1Capital Asset Pricing Model ... 31
2.1.8.2Single Index Model ... 32
2.2 Penelitian Terdahulu ... 34
2.3 Kerangka Konseptual ... 35
2.4 Hipotesis ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
(8)
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 38
3.3 Populasi dan Sampel ... 38
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 40
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 41
3.6 Skala Pengukuran Variabel ... 41
3.6.1 Mispricing ... 41
3.6.2 Ukuran (size) Perusahaan ... 42
3.6.3 Book to Market Ratio ... 43
3.6.4 Likuiditas ... 43
3.7 Teknik Analisis ... 45
3.7.1 Statistik Deskriptif ... 45
3.7.2 Estimasi Model Panel Data ... 45
3.7.3 Uji Signifikan ... 47
3.7.3.1 Uji f ... 47
3.7.3.2 Uji t ... 48
3.7.4 Uji Goodness of Fit (R2) ... 48
BAB IV ANALISIS ... 49
4.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 49
4.2 Estimasi Model Panel Data ... 54
4.2.1 Panel Data dengan Ukuran Likuiditas Amihud Illiquidity ... 54
4.2.2 Panel Data dengan Ukuran Likuiditas Amihud Risk ... 56
4.2.3 Panel Data dengan Ukuran Likuiditas Amihud Share Turnover ... 58
4.3 Uji Signifikan ... 60
4.3.1 Uji f ... 60
4.3.2 Uji t ... 61
4.4 Uji Goodness of Fit (R2) ... 62
4.5 Analisis Hasil Pengujian Hipotesis ... 63
4.5.1 Pengaruh Ukuran (Size) Perusahaan terhadap Tingkat Mispricing Saham Perusahaan ... 63
4.5.2 Pengaruh Book to Market Ratio Perusahaan terhadap Tingkat Mispricing Saham Perusahaan ... 65
4.5.3 Pengaruh Likuiditas Perusahaan terhadap Tingkat Mispricing Saham Perusahaan ... 67
4.5.3.1 Pengaruh Likuiditas terhadap Tingkat Mispricing dengan Ukuran Amihud Illiquidity ... 67
4.5.3.2 Pengaruh Likuiditas terhadap Tingkat Mispricing dengan Ukuran Amihud Risk ... 69
4.5.3.3 Pengaruh Likuiditas terhadap Tingkat Mispricing dengan Ukuran Amihud Share Turnover ... 70
(9)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
5.1 Kesimpulan ... 72
5.2 Saran ... 75
REFERENSI ... 77
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Anomali Pasar ... 22
Tabel 3.1 Sampel Penelitian ... 39
Tabel 3.2 Pengukuran Variabel ... 41
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif ... 49
Tabel 4.2 Hasil Estimasi Fixed Effects Model dengan Ukuran Likuiditas Amihud Illiquidity ... 54
Tabel 4.3 Hasil Uji Redundant Fixed Effects Model dengan Ukuran Likuiditas Amihud Illiquidity ... 55
Tabel 4.4 Hasil Estimasi Random Effects Model dengan Ukuran Likuiditas Amihud Illiquidity ... 55
Tabel 4.5 Hasil Uji Hausman Test dengan Ukuran Likuiditas Amihud Illiquidity ... 55
Tabel 4.6 Hasil Estimasi Fixed Effects Model dengan Ukuran Likuiditas Amihud Risk ... 56
Tabel 4.7 Hasil Uji Redundant Fixed Effects dengan Ukuran Likuiditas Amihud Risk ... 56
Tabel 4.8 Hasil Estimasi Random Effects Model dengan Ukuran Likuiditas Amihud Risk ... 57
Tabel 4.9 Hasil Uji Hausman Test dengan Ukuran Likuiditas Amihud Risk 57
Tabel 4.10 Hasil Estimasi Fixed Effects Model dengan Ukuran Likuiditas Share Turnover ... 58
Tabel 4.11 Hasil Uji Redundant Fixed Effects dengan Ukuran Likuiditas Share Turnover ... 58
Tabel 4.12 Hasil Estimasi Random Effects Model dengan Ukuran Likuiditas Share Turnover ... 59
(11)
DAFTAR GAMBAR
(12)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh likuiditas saham terhadap tingkat mispricing saham perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Likuiditas saham diukur dengan menggunakan tiga ukuran yaitu amihud
illiquidity, amihud risk dan share turnover. Pegujian ini dilakukan dengan
menggunakan regresi berganda dan panel data dengan sampel sebanyak 22 perusahaan yang memenuhi kriteria penelitian yang tercatat di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2013. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ukuran (size) perusahaan berpengaruh negatif dan tidak siginifikan terhadap tingkat mispricing
saham perusahaan. Book to market ratio perusahaan memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan berpengaruh pada mispricing. Likuiditas saham dengan ukuran
amihud illiquidity memiliki pengaruh positif dan signifikan berpengaruh terhadap
tingkat mispricing saham perusahaan di Indonesia. Likuiditas perusahaan dengan ukuran amihud risk memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat
mispricing saham perusahaan di Indonesia. Likuiditas perusahaan dengan ukuran
amihud share turnover memiliki pengaruh positif dan berpengaruh signifikan
terhadap tingkat mispricing saham perusahaan di Indonesia.
(13)
ABSTRACT
The objective of this research is to analyze the effect of stock liquidity on banking’s stock mispricing which listed at Indonesia Stock Exchange. Stock liquidity uses three measure: amihud illiquidity, amihud risk and share turnover. This research uses multiple regression and panel data with 22 company listed which based on criteria of research at Indonesia Stock Exchange as a sample. The result of this research shows that size and book to market ratio have negative effects and not significantly influence stock mispricing in Indonesia. Stock liquidity measured by amihud illiquidity shows that liquidity has positive and significantly influence stock mispricing in Indonesia. Stock liquidity measured by amihud risk shows that liquidity has negative and not significantly influence stock mispricing in Indonesia. Stock liquidity measured by amihud share turnover shows that liquidity has positive and significantly influence stock mispricing in Indonesia.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar yang melakukan aktivitas kegiatan perdagangan sekuritas disebut dengan pasar modal. Secara formal pasar modal bisa didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen atau sekuritas jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta (Husnan dan Pudjiastuti, 1993: 1). Pasar modal memiliki peran besar dikarenakan pasar modal mempunyai dua fungsi sekaligus yakni fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender (pihak kelebihan dana) ke borrower (pihak kekurangan dana). Diharapkan dengan menginvestasikan kelebihan dana yang dimiliki, pihak tersebut akan memperoleh imbalan dari penyerahan dana tersebut. Sedangkan dari sisi pihak yang memerlukan dana yaitu tersedia sejumlah dana dari pihak luar sehingga memungkinkan untuk melakukan investasi tanpa harus menunggu keuntungan dari hasil operasi perusahaan. Kemudian, fungsi keuangan dilakukan dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh borrowers dan lenders
yang menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva rill yang diperlukan untuk investasi tersebut (Husnan dan Pudjiastuti, 1993).
Pasar modal juga memegang peranan penting bagi perusahaan-perusahaan yang berada di dalamnya. Untuk menarik pihak yang membutuhkan dana dan pihak
(15)
yang menyediakan dana agar dapat lebih berpartisipasi di pasar modal, maka dibutuhkan suatu pasar yang efisien dan likuid (Suha, 2004). Secara formal pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relavan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut (Husnan, 1994).
Namun, pasar yang kuat dan sempurna belumlah ada. Dalam praktiknya, selalu ada pihak yang lebih diuntungkan daripada pihak-pihak lainnya. Akibatnya harga saham, tidak bisa mencerminkan nilai intrinsiknya, dengan kata lain terjadi penyimpangan harga (mispricing). Mispricing terjadi ketika terdapat perbedaan antara harga pasar dengan harga fundamental. Harga fundamental adalah harga yang konsisten dengan asset pricing model. Saham yang mengalami mispricing akan cenderung kembali ke kondisi harga fundamentalnya (Brennan dan Wang, 2010). Brennan dan Wang (2006) juga menyatakan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan tidak bergantung hanya pada risiko mendasar yang ditangkap oleh model
asset pricing standar, tetapi juga pada jenis dan tingkat mispricing aset, bahkan
ketika mispricing adalah nol pada rata-rata. Secara empiris, mispricing bias dan diinduksi kembali yang perkiraan filter atau oleh volatilitas dan rasio varians pengembalian sisa, yang terbukti bermakna dikaitkan dengan menyadari risiko disesuaikan kembali.
Mispricing merupakan fenomena yang dapat terjadi baik dalam lingkungan
rasional maupun irasional. Dalam lingkup rasional, asymmetric information dapat membawa harga saham menyimpang dari nilai yang sebenarnya hanya karena para
(16)
investor yang menentapkan harga melalui perilaku perdagangan, tidak memiliki semua informasi yang dibutuhkan untuk mencapai konsensus harga yang mencerminkan nilai sebenarnya dari saham. Di sisi lain, perilaku teori keuangan menjelaskan mispricing dalam lingkup irasional, terjadi saat investor membuat kesalahan sistematis dalam memperkirakan nilai saham (Alzahrani, 2006).
Dalam penelitian Ratmono dan Nur (2005), penelitian mengenai market’s
mispricing menyimpulkan bahwa saat ini komponen akrual dari profitabilitas adalah
kurang persisten dibandingkan komponen arus kas (Sloan, 1996; Collins dan Hribar, 2000; Sutopo, 2001). Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa adanya komponen akrual yang kurang persisten dibandingkan komponen arus kas dari earnings tersebut menyebabkan investor gagal untuk fully price implikasi yang berbeda dari komponen akrual dan arus kas dari profitabilitas saat ini untuk profitabilitas satu tahun berikutnya. Dalam penelitian Jegadeesh dan Titman (1995) menemukan bukti bahwa harga saham suatu perusahaan cenderung naik karena adanya reaksi pasar yang berlebihan terhadap adanya informasi spesifik perusahaan tersebut. Lee dan Swaminathan (2000) menyatakan bahwa saham ddengan volume perdagangan remdah cenderung dihargai oleh pasar. Harga saham juga akan dibawah harga pasar
(undervalued) jika pasar saham kurang likuid (Amihud, 2002). Di Indonesia sendiri,
penelitian mengenai mispricing yang dilakukan oleh Trinugroho dan Rinofah (2011) yang membuktikan bahwa adanya pergerakan saham yang menyimpang (mispricing) di pasar modal berpengaruh dalam pemiliham sumber pendanaan perusahaan yang tercermin dalam rasio debt to equity (D/E).
(17)
Di lain pihak, penelitian mengenai karakteristik perusahaan terhadap
mispricing masih sangat jarang dilakukan. Begitu juga di Indonesia, penelitian
mengenai pengaruh karateristik perusahaan terhadap mispricing masih sangat jarang dilakukan. Brennan dan Wang (2010) menguji pengaruh book to market ratio
perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap tingkat mispricing. Sedangkan Griffin dan Lemmon (2002) melakukan studi empiris mengenai pengaruh book to market ratio perusahaan dan distress risk perusahaan terhadap mispricing.
Salah satu industri atau perusahaan yang sahamnya cukup aktif dan menarik banyak perhatian investor di pasar modal Indonesia adalah saham perusahaan perbankan, hal ini didukung oleh kinerja bank yang cukup baik, yang ditandai dengan pertumbuhan laba bersih perbankan pada periode Juni 2012 yang mencapai Rp97,73 triliun, naik dari periode yang sama tahun 2011 sebesar Rp83,56 triliun. Sektor perbankan merupakan sektor yang paling rentan terpengaruh akan gejolak ekonomi global. Sektor perbankan yang mengalami krisis ketika itu juga mengakibatkan berkurangnya minat masyarakat untuk membeli saham. Isu-isu yang berkembang ketika itu mengakibatkan masyarakat tidak mempercayai bank untuk berinvestasi, tetapi seiring dengan waktu telah terlihat pemulihan pesat pada sektor ini. Sektor perbankan membuktikan eksistensinya dalam kinerja dan pencapaian hasil yang cukup baik sehingga investor kembali tertarik membeli sahamnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai masalah mispricing yang terjadi di pasar modal melalui beberapa karateristik yaitu ukuran (size) perusahaan, book to market ratio, dan
(18)
likuiditas saham perusahaan yang berperngaruh terhadap fenomena mispricing pada perusahaan perbankan di Indonesia dengan periode 2010-2013. Penelitian ini mengambil judul dari peneliti sebelumnya yaitu “ANALISIS PENGARUH
LIKUIDITAS TERHADAP MISPRICNG PADA SAHAM YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2013”.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini mengacu pada penelitian Aji (2012) beserta Brennan dan Wang (2010) juga pada penelitian lainnya. Berdasarkan uraian pada latar belakang maka perumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1. Apakah ukuran (size) perusahaan berpengaruh pada tingkat mispricing saham perusahaan?
2. Apakah book to market ratio perusahaan berpengaruh pada tingkat mispricing
saham perusahaan?
3. Apakah likuiditas saham perusahaan berpengaruh pada tingkat mispricing saham perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Pengaruh ukuran (size) perusahaan berpengaruh pada tingkat mispricing saham 2. Pengaruh book to market ratio perusahaan berpengaruh pada tingkat mispricing
(19)
3. Pengaruh likuiditas saham perusahaan berpengaruh pada tingkat mispricing
saham
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memperoleh manfaat yang berguna diantaranya:
1. Bagi penulis
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang efisiensi pasar modal dan
mispricing saham perusahan. Dan penelitian ini juga sebagai sarana bagi penulis
untuk menambah keterampilan penelitian terutama dalam bidang keuangan. 2. Bagi akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan tentang
mispricing saham di pasar modal Indonesia, sehingga dapat membantu untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan mispricing saham. 3. Bagi investor
Menambah pengetahuan investor akan pentingnya pengetahuan tentang karaterisitik perusahaan apa saja yang mempengaruhi mispricing saham yang terjadi pada Bursa Efek Indonesia. Hal ini terkait dengan pengambilan keputusan dalam berinvestasi di pasar modal dan menentukan strategi yang tepat untuk mendapatkan return yang optimal.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Tinjauan Pustaka 2.5.1 Return Saham
2.5.1.1Definisi dan Jenis Return Saham
Saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan perusahaan sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain yang dilakukan perusahaan kepada pemegang sahamnya, termasuk hak klaim atas aset perusahaan, dengan prioritas setelah hak klaim pemegang surat berharga lain dipenuhi jika terjadi likuiditas. Menurut Husnan (2002: 303) sekuritas (saham) merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya (Eka dan Saputra, 2012), sedangkan menurut Tandelilin (2001: 18), saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Jadi, saham adalah surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dimana saham tersebut menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan tersebut.
Return merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan investasi. Return
(21)
disebut sebagai return yang sesungguhnya) dan expected return (return yang diharapkan oleh investor). Return terdiri dari capital gain (loss) dan yield (Jogiyanto, 1998). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi dapat digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja perusahaan dan dapat digunakan sebagai dasar penentu return
ekspektasi dan risiko di masa yang akan datang, sedangkan return ekspektasi merupakan return yang diharapkan terjadi di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti (Putri, 2012).
Para investor termotivasi untuk melakukan investasi salah satunya adalah dengan membeli saham perusahaan dengan harapan untuk mendapatkan kembalian investasi yang sesuai dengan apa yang telah diinvestasikannya. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi atau tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya (Hartono, 2000: 107). Tanpa keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi yang dilakukannya, tentunya investor tidak mau melakukan investasi yang tidak ada hasilnya. Setiap investasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama yaitu memperoleh keuntungan yang disebut return, baik secara langsung maupun tidak langsung (Eka dan Saputra, 2012).
2.5.1.2Modal Harga Saham untuk Menghitung Tingkat Pengembalian Saham
Return saham dapat digunakan untuk menghitung efisiensi pasar modal.
(22)
menghitung return saham (Sears dan Trennepohl, 1993, hal 204-207), yaitu (Aji, 2012):
1. The Fair Game Model
Menyatakan bahwa kita tidak dapat menggunakan informasi yang tersedia pada waktu t untuk mendapatkan return yang lebih besar dari yang seharusnya diterima dari suatu saham pada periode t+1. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung return yang terealisasi adalah:
Rit =
���+���+���−�
���−�
(2.1)
Keterangan:
Rit = return saham i pada perode t
Pit = harga saham i pada periode t
Dit = dividen saham i selama periode t
Pit-1 = harga saham i selama periode t
2. The Martingale Model
Martingale model mengkonfirmasikan fair game model yang menyatakan
ketidakmampuan dalam menghasilkan abnormal return. Model ini menyatakan bahwa untuk membuat perkiraan ke depan, maka informasi yang paling baik adalah informasi dari pengujian terakhir. Jika informasi yang tersedia terdiri dari semua informasi umum, maka model ini akan mendeskripsikan pasar efisien bentuk setengah kuat (semi strong form).
(23)
Jika return pada pasar modal yang efisien sesuai dengan martingale model, maka harga saham juga akan sesuai dengan submartingale model. Model ini menyatakan bahwa harga saham periode mendatang akan lebih besar dari harga saham periode terakhir. Jika informasi yang digunakan adalah informasi masa lalu, maka model ini digunakan untuk mendeskripsikan pasar efisien bentuk lemah (weak form).
4. The Random Walk Model
Model ini menyatakan bahwa perubahan harga saham diasumsikan bergerak secara random (acak). Perubahan harga saham yang dimaksud meliputi return
dari saham tersebut. Model ini juga menyatakan bahwa return saham sifatnya adalah independent dan terdistribusi secara identik.
2.5.2 Efficient Market Hypothesis 2.5.2.1Definisi
Konsep pasar efisien pertama kali dikemukakan dan dipopulerkan oleh Fama (1970). Dalam konteks ini yang dimaksud dengan pasar adalah pasar modal (capital
market) dan pasar uang. Suatu pasar yang efisien adalah sebuah pasar yang efisien
dalam mengelola informasi, dimana harga-harga sekuritas yang diamati pada suatu waktu tertentu didasarkan pada evaluasi yang “benar” dari seluruh informasi yang tersedia pada saat itu (Fama, 1970; 1976: 133). Suatu pasar dimana harga-harga “merefleksikan sepenuhnya” informasi yang tersedia disebut efisien. Semakin efisien suatu pasar modal, semakin besar kemungkinan suatu sekuritas dihargai pada atau
(24)
mendekati nilai intrinsiknya. Efisiensi pasar modal ini juga ditunjang oleh peraturan yang diterbitkan oleh regulator bahwa emiten harus mengungkapkan informasi-informasi tertentu. Berdasarkan berbagai informasi-informasi yang ada, investor melakukan mekanisme penjualan dan pembelian sehingga harga sekuritas mencerminkan konsensus pasar. Jika investor bertransaksi dalam sebuah pasar yang efisien maka mereka dapat mendasarkan pada harga-harga yang merefleksikan berbagai rangkaian informasi, termasuk informasi laporan keuangan, dan mereka tidak harus memproses semua informasi secara langsung.
Hipotesis pasar efisien merupakan konsep penting dan secara luas diterima semenjak ketertarikan pada efisiensi pasar terjadi pada akhir 1950-an dan awal 1960-an dalam tema “Theory of Random Walks” pada literatur keuangan dan “Rational
Expectations Theory” dalam literatur ekonomi (Jensen, 1978). Para ahli teori random
walks pada umumnya berangkat dari premis bahwa perubahan sekuritas utama
merupakan contoh yang baik dari pasar “efisien” (Fama, 1965) dan aturan perdagangan “relatif kuat” dalam model Levy tentang perilaku harga sekuritas secara menakjubkan mendekati prediksi teori pasar efisien tentang perilaku harga sekuritas (Jensen dan Benington, 1970).
Hasil pengujian empiris efisiensi pasar menunjukkan bahwa terdapat tiga kategori berdasarkan sifat informasi yaitu strong form test, semi strong form test, dan
weak form (Fama, 1970). Pengujian bentuk-kuat (strong-form) berkaitan dengan
apakah investor individual atau kelompok memiliki akses monopolistik terhadap informasi yang relevan untuk pembentukan harga, sehingga harga secara langsung
(25)
bereaksi terhadap informasi itu, atau dengan kata lain apakah para investor yang memiliki informasi privat yang tidak sepenuhnya merefleksikan informasi pasar. Grossman dan Stiglitz (1980) menyatakan prasyarat hipotesis versi kuat adalah bahwa informasi dan biaya perdagangan, biaya dari harga yang merefleksikan informasi, selalu bernilai 0.
Pada bentuk semi-kuat menguji informasi termasuk informasi yang tersedia bagi publik, seberapa cepat harga-harga sekuritas merefleksikan pengumuman informasi publik. Pada bentuk lemah menguji informasi hanya pada harga historis atau return berikutnya, dengan kata lain bagaimana return di masa lalu mampu dengan baik memprediksikan return di masa datang. Jensen (1978) mengungkapkan bahwa versi efisiensi pasar yang lebih lemah dan ekonomis terjadi jika harga merefleksikan informasi pada titik dimana manfaat marjinal informasi (laba yang dihasilkan) tidak melebihi biaya marjinalnya.
Fama (1976: 137-166) mengungkapkan bahwa terdapat empat model ekuilibrium pasar yang dapat dipergunakan untuk menguji efisiensi pasar. Model pertama adalah return ekspektasian positif yang menyatakan bahwa jika pasar efisien dan jika model ekuilibrium pasar benar maka investor atau analis pasar yang tidak setuju dengan pasar dan memposisikan pada return ekspektasian negatif pada suatu sekuritas akan menjadi salah. Hal ini mengimplikasikan adanya risiko kerugian yang akan ditanggung oleh investor yang salah dalam mengambil dan mengekspektasikan
return pasar tersebut. Pada model ekuilibrium kedua, Fama mengajukan return
(26)
pengujian asumsi ekuilibrium pasar secara simultan dan selama didasarkan pada autokorelasi hasil terbukti konsisten dengan hipotesis bahwa pasar efisien. Pengujian ini juga dapat diinterpretasikan sebagai bukti yang konsisten dengan asumsi bahwa
return ekspektasian ekuilibrium bersifat konstan sepanjang waktu.
Model ketiga dari ekuilibrium pasar adalah return menyesuaikan pada model pasar. Pengujian ini terutama berhubungan dengan penyesuaian harga atas informasi spesifik perusahaan, seperti pengumuman laba, penerbitan sekuritas baru,
stock-splits, dan sebagainya. Return menyesuaikan pada hubungan risiko return merupakan
model keempat dari ekuilibrium pasar. Model ini menunjukkan bahwa pengujian teknisi efisiensi pasar dimana pasar menentukan harga pada t-1 sehingga terdapat hubungan positif antara return ekspetasian suatu sekuritas dari t-1 dengan risiko sekuritas tersebut.
Pasar yang tidak efisien, suatu saham memiliki kemungkinan untuk menghasilkan abnormal return, yang berarti bahwa return saham akan melebihi tingkat risiko yang dimiliki saham tersebut. Pasar dapat dikatakan efisien jika memenuhi kondisi-kondisi berikut (Gumanti dan Utami, 2002):
1. Banyak terdapat investor rasional dan berorientasi pada maksimisasi keuntungan yang secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis, menilai, dan berdagang saham. Investor-investor ini adalah price taker, artinya pelaku itu sendiri tidak akan dapat mempengaruhi harga suatu sekuritas.
2. Tidak diperlukan biaya untuk mendapatkan informasi dan informasi tersedia bebas bagi pelaku pasar pada waktu yang hampir sama (tidak jauh berbeda).
(27)
3. Informasi diperoleh dalam bentuk acak, dalam arti setiap pengumuman yang ada di pasar adalah bebas atau tidak terpengaruh dari pengumuman yang lain.
4. Investor bereaksi dengan cepat dan sepenuhnya terhadap informasi baru yang masuk di pasar, yang menyebabkan harga saham segera melakukan penyesuaian. Sebagaimana diuraikan Utama (1992), terdapat beberapa faktor yang diduga turut mendukung ketidakefisienan pasar, seperti tingkat likuiditas yang masih rendah dan belum terbukanya emiten dalam mengungkapkan informasi sebenarnya. Selanjutnya, Sukamulja (2011) mengemukakan beberapa kondisi investor di pasar modal Indonesia yang dapat berkontribusi terhadap lemahnya efisiensi pasar, di antaranya (Bapepam, 2011):
1. Investor memiliki informasi yang tidak simetris;
2. Investor cenderung irasional dalam mengambil keputusan, diantaranya karena pengetahuan yang kurang memadai;
3. Investor sering kali bereaksi berlebihan terhadap suatu perkembangan terbaru; 4. Investor cenderung kurang mengikuti konsep investasi pasar modal (misalnya,
mempertimbangkan risiko dan imbal hasil serta berinvestasi untuk jangka panjang).
2.5.2.2Bentuk Pasar Efisien
Menurut Fama (1970) bentuk efisiensi pasar dapat dikelompokkan menjadi tiga (Gumanti dan Utama, 2002), yaitu:
(28)
Dalam hipotesis ini, pasar dikatakan efisiensi bentuk lemah jika informasi mengenai harga saham pada masa lalu sepenuhnya tercermin dalam harga saat ini. Akibatnya pelaku pasar tidak dapat menggunakan data-data harga saham historis dan perdagangannya untuk memprediksi harga saham ke depan, sehingga penggunaan perubahan harga saham di masa lalu untuk memprediksi perubahan harga masa depan tidak akan bermanfaat.
2. Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat (Semi-Strong Form)
Menurut hipotesis pasar efisien bentuk semi-kuat, disamping merupakan cerminan harga saham historis, tetapi juga mencerminkan semua informasi publik yang relavan. Investor tidak akan mampu untuk memperoleh abnormal
returns dengan menggunakan strategi yang dibangun berdasarkan informasi
yang tersedia di publik. Dengan kata lain, analisis terhadap laporan keuangan tidak memberikan manfaat apa-apa. Ide dari pandangan ini adalah bahwa sekali informasi tersebut menjadi informasi publik (umum), artinya tersebar di pasar, maka semua investor akan bereaksi dengan cepat dan mendorong harga naik untuk mencerminkan semua informasi publik yang ada.
3. Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (Strong Form)
Pasar efisien bentuk kuat menyatakan bahwa harga yang terjadi mencerminkan semua informasi yang ada, baik informasi publik (public information) maupun informasi pribadi (private information). Bentuk pasar efisien kuat merupakan bentuk pasar efisien paling ketat. Hal ini terkait dengan pengertiannya bahwa harga pasar mencerminkan semua informasi, baik publik maupun nonpublik.
(29)
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dalam konteks pasar efisien bentuk kuat tidak ada seorang pun baik individu maupun institusi dapat memperoleh
abnormal return, untuk suatu periode tertentu, dengan menggunakan informasi
yang tersedia di publik dalam konteks kelebihan informasi, termasuk di dalamnya informasi yang hanya dapat diakses oleh orang-orang tertentu.
Bentuk pasar efisien mempunyai beragam interpretasi, selain Fama beberapa ahli juga memberikan teori tentang bentuk pasar efisien antara lain Richard West yang membagi pasar efisien menjadi dua bentuk (Aji, 2012: 10), yaitu:
1. Pasar efisien secara operasional atau internal
Dikatakan sebagai pasar efisien secara operasional bila investor dikenai jasa transaksi semurah mungkin yang berkaitan dengan biaya-biaya atas terjadinya suatu transaksi. Contoh biaya transaksi di pasar modal: biaya komisi broker, biaya eksekusi, dan biaya peluang.
2. Pasar efisien secara eksternal
Pasar efisien secara eksternal merupakan kondisi pasar dimana harga saham setiap saat benar-benar mencerminkan informasi yang tersedia. Informasi tersebut merupakan informasi yang relavan untuk dipergunakan dalam penilaian saham.
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Pasar
Menurut Arifin (2001: 115-116) yang dikutip dari Artatik (2007) pergerakan saham dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
(30)
1. Kondisi fundamental emiten
Faktor fundamental merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan yaitu kondisi manajemen organisasi sumber daya manusia, kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Nilai fundamental merupakan nilai intrinsik dari suatu saham yang dianalisis dengan menggunakan analisis yang menggunakan data-data finansial yaitu data-data yang berasal dari laporan keuangan perusahaan, contohnya laba, dividend yang dibagi, penjualan dan sebagainya (Jogiyanto, 1998: 70). Faktor fundamental merupakan faktor yang berkaitan dengan kinerja emiten yang tercermin dalam kinerja keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Demikian sebaliknya, semakin menurun kinerja emiten maka semakin besar kemungkinan merosotnya harga saham yang diterbitkan dan diperdagangkan. Selain itu keadaan emiten akan menjadi tolak ukur seberapa besar risiko yang akan ditanggung oleh investor. Saham-saham yang bagus atau saham blue chip tentu memiliki risiko yang lebih kecil jika dibanding dengan jenis saham lainnya. Ini karena faktor fundamental perusahaan penerbitnya bagus. Baik kondisi keuangannya, strategi bisnisnya, produknya, maupun manajemennya.
2. Tingkat suku bunga
Dengan adanya perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai sarana invertasi akan mengalami perubahan, ada yang cenderung naik dan ada
(31)
pula yang cenderung turun. Bunga yang tinggi ini tentunya akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investor produk bank seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil risikonya jika dibanding dengan investasi dalam bentuk saham. Karena investor akan menjual saham dan dananya akan ditempatkan di bank. Penjualan saham secara serentak ini akan berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan.
3. Dana asing di Bursa
Mengamati jumlah dana investasi asing merupakan hal yang penting, karena dengan semakin besarnya dana yang ditanamkan, hal ini menandakan bahwa kondisi investasi di Indonesia telah kondusif yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak lagi negatif, yang tentu saja akan merangsang kemampuan emiten untuk mencetak laba. Sebaliknya, jika investasi asing berkurang, ada perkiraan bahwa mereka sedang ragu atas negeri ini, baik atas keadaan sosial politik maupun keamananya. Jadi besar kecilnya investasi dana asing di bursa akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham.
4. Hukum permintaan dan penawaran
Faktor hukum permintaan dan penawaran digunakan investor untuk mengetahui kondisi fundamental perusahaan dalam melakukan transaksi jual-beli. Transaksi inilah yang akan mempengaruhi fluktuasi harga saham. Perlu diwaspadai juga bahwa kenaikan harga saham karena permintaan yang banyak atau penawaran yang sedikit tidak akan berlangsung terus sebab pada suatu titik harga akan terlalu mahal.
(32)
5. Valuta Asing
US Dollar merupakan mata uang kuat yang mempengaruhi nilai dari mata uang
negara-negara lain. Apabila dollar naik maka investor asing akan menjual sahamnya dan menempatkan di bank dalam bentuk dollar sehingga menyebabkan harga saham naik.
6. News and rumors
Berita yang beredar di masyarakat yang menyangkut berbagai hal baik itu masalah ekonomi, sosial, politik, keamanan, hingga berita seputar reshuffle
kabinet. Dengan adanya berita tersebut, para investor bisa memprediksiseberapa kondusif keadaan negeri ini sehingga kegiatan investasi bisa dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa.
7. Indeks harga saham
Kenaikan indeks harga saham gabungan sepanjang waktu tertentu, tentunya menandakan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Sebaliknya jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Kondisi demikian akan mempengaruhi naik turunnya harga saham di pasar bursa.
2.5.4 Mispricing
Mispricing merupakan fenomena yang dapat terjadi baik dalam lingkungan
rasional maupun irasional. Dalam lingkup rasional, asymmetric information dapat membawa harga saham menyimpang atau terdeviasi dari nilai yang sebenarnya hanya karena para investor yang menentapkan harga melalui perilaku perdagangan,
(33)
tidak memiliki semua informasi yang dibutuhkan untuk mencapai konsensus harga yang mencerminkan nilai sebenarnya dari saham. Disisi lain, perilaku teori keuangan menjelaskan mispricing dalam lingkup irasional, terjadi saat investor membuat kesalahan sistematis dalam memperkirakan nilai saham (Alzahrani, 2006).
Sadka dan Scherbina (2007) mengemukakan bahwa mispricing juga disebabkan oleh adanya ketidaksetujuan antara para analis yang berkaitan dengan
transaction cost atau likuiditas dari saham. Hubungan antara harga saham dan
investasi perusahaan menarik perhatian sejak ditemukannya kedua variabel ini yang didasarkan oleh penjelasan teori yaitu pertama, bahwa harga saham merefleksikan informasi mengenai faktor fundamental yang mempengaruhi keputusan berinvestasi. Kedua, kemungkinan perusahaan dalam menghadapi pembiayaan yang kemudian akan menghambat perusahaan dalam mencapai sasaran investasi yang optimal, sehingga dengan adanya peningkatan harga saham diharapkan dapat menjadi sumber pembiayaan dana investasi target perusahaan (Chen, Lung & Wang, 2006) dalam Rosminar (2012).
Friedman (1953) mengemukakan bahwa harga saham harus menggambarkan nilai fundamentalnya walaupun investor yang irasional salah memperkirakan nilai sebuah sekuritas, investor rasional sebagai pencari untung akan bertransaksi melawan mispricing, sehingga hal ini akan mendorong harga saham kembali ke nilai fundalmentalnya (Sadka & Scherbina, 2006). Hal inilah yang menunjukkan bahwa kondisi mispricing bersifat hanya sementara, karena return saham yang semula
(34)
menyimpang akan kembali ke nilai fundamentalnya dalam jangka waktu yang berbeda-beda, bisa dalam satu hari maupun satu tahun (Hillebrand, 2003).
2.5.4.1Anomali Pasar (Market Anomalies)
Dalam membahas pengujian pasar efisien, perlu juga dibahas adanya ketidakteraturan (anomali) yang ada yang terkait dengan hipotesis pasar efisien. Anomali disini adalah salah satu bentuk dari fenomena yang ada di pasar. Pada anomali ditemukan hal-hal yang seharusnya tidak ada bilamana dianggap bahwa pasar efisien benar-benar ada artinya, suatu peristiwa (event) dapat dimanfaatkan untuk memperoleh abnormal return. Dengan kata lain seorang investor dimungkinkan untuk memperoleh abnormal return dengan mengandalkan suatu perisitiwa tertentu. Anomali yang ada, tidak hanya ditemukan pada satu jenis bentuk pasar efisien saja, tetapi ditemukan pada bentuk pasar efisien yang lain. Artinya, bukti empiris adanya anomali di pasar modal muncul pada semua bentuk pasar efisien, walaupun kebanyakan ditemukan pada bentuk efisien semi-kuat (semi strong).
Dalam teori keuangan, dikenal sedikitnya empat macam anomali pasar. Keempat anomali tersebut adalah anomali perusahaan (firm anomalies), anomali musiman (seasonal anomalies), anomali peristiwa atau kejadian (event anomalies), dan anomali akuntansi (accounting anomalies).
(35)
Tabel 2.1 Anomali Pasar
No. Kelompok Jenis Khusus Keterangan
1. Anomali Peristiwa
1. Analysts’
Recomendataion
Semakin banyak analis merekomendasi untuk membeli suatu saham, semakin tinggi peluang harga akan turun.
2. Insider Trading Semakin banyak saham yang
dibeli oleh insiders, semakin tinggi kemungkinan harga akan naik.
3. Listings Harga sekuritas cenderung
naik setelah perusahaan mengumumkan akan melakukan pencatatan di bursa.
4. Value Line Rating
Changes
Harga sekuritas akan naik
setelah value line
menempatkan rating perusahaan pada urutan tertinggi.
2. Anomali Musiman
1. January Harga sekuritas cenderung
naik di bulan Januari, khususnya di hari-hari pertama.
2. Weekend Harga sekuritas cenderung
naik pada hari Juma’at dan turun pada hari Senin.
3. Time of Day Harga sekuritas cenderung
naik di 45 menit pertama dan 15 menit teakhir perdagangan.
4. End of Month Harga sekuritas cenderung
naik dihari-hari akhir tiap bulan.
(36)
Tabel 2.1 Anomali Pasar (sambungan)
No. Kelompok Jenis Khusus Keterangan
3. Anomali Perusahaan
1. Size Return pada perusahaan kecil
cenderung lebih besar walaupun sudah disesuaikan dengan risiko.
2. Closed-end
Mutual Funds
Return pada close-end funds
yang dijual dengan potongan yang cenderung lebih tinggi.
3. Neglect Perushaan yang tidak diikuti
oleh banyak analis cenderung menghasilakan return lebih tinggi.
4. Institutional
Holdings
Perusahaan yang dimiliki oleh sedikit instirusi cenderung memiliki return yang lebih tinggi.
4. Anomali Akuntansi
1. P/E Saham dengan P/E ratio rendah cenderung memiliki return yang lebih tinggi.
2. Earnings
Surprise
Saham dengan capaian earnings
lebih tinggi dari yang diperkirakan cenderung mengalami peningkatan harga.
3. Price/Sales Jika rasionya rendah cenderung
berkinerja lebih baik.
4. Price/Book Jika rasionya rendah cenderung
berkinerja lebih baik.
5. Dividend Yield Jika yield-nya tinggi cenderung
berkinerja lebih baik.
6. Earnings
Momentum
Saham perusahaan yang tingkat pertumbuhan earnings-nya meningkat cenderung berkinerja lebih baik.
(37)
2.5.5 Size Firm
Firm size (ukuran perusahaan) adalah ukuran dari suatu perusahaan yang
dilihat dari market capitalization. Market capitalization adalah nilai total dari semua
outstanding shares yang ada, perhitungannya dapat dilakukan dengan cara
mengalikan banyaknya saham yang beredar dengan harga pasar saat ini. Market
capitalization/Firm size dapat dihitung dengan rumus (Darusman, 2012):
Firm Size = Harga Saham x Jumlah Saham Beredar (2.2)
Return saham perusahaan kecil lebih besar dibanding perusahaan besar.
Perusahaan kecil lebih tahan terhadap kondisi ekonomi karena dalam mengontrol perusahaannya, mereka mencoba untuk meningkatkan pertumbuhan laba. Perkembangan perusahaan kecil dilakukan dengan menahan laba sehingga dapat mengurangi hutang, menambah kapasitas produksi, atau membuka cabang baru perusahaannya. Adanya penambahan produksi dinilai investor perusahaan memiliki prospek yang baik dimasa depan sehingga mereka akan menanamkan modalnya. Penanaman modal yang dilakukan berdasarkan pada sedikitnya risiko bisnis yang akan dialami perusahaan dibandingkan keuntungan yang didapat nantinya.
Ukuran perusahaan adalah tolak ukur besar – kecilnya perusahaan dengan melihat besarnya nilai ekuitas, nilai penjualan atau nilai total aset yang dimiliki perusahaan (Riyanto, 1995). Chen dan Jiang (2001) menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih banyak daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu, kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil.
(38)
Perusahaaan besar yang sudah memiliki track record yang baik mungkin akan lebih menarik dimata investor. Track record yang baik ini memungkinkan perusahaan untuk bisa meminjam modal lebih banyak. Peminjaman modal yang banyak ini berdampak pada pemenuhan harapan investor atas keuntungan perusahaan. Jika laba yang diperoleh perusahaan kecil perusahaan tetap harus membayar hutangnya maka dari itu perusahaan mengurangi pembagian laba bahkan tidak sama sekali karena untuk menutupi hutang. Semakin banyak investor yang menanamkan modalnya, semakin berkurang porsi keuntungan yang digunakan untuk mengembangkan perusahaan. Risiko yang ditimbulkan dari hutang perusahaan yang besar akan mengurangi kemampuan perusahaan dalam memenuhi harapan. Namun, hal ini belum menjamin bahwa keuntungan yang akan didapat lebih tinggi (Darusman, 2012).
Menurut Titman dan Wessel, 1988 (Sisworo, 2011), perusahaan besar lebih memilih hutang jangka panjang, sedangkan perusahaan kecil lebih memilih hutang jangka pendek. Namun demikan, firm size mungkin juga menjadi alternatif untuk informasi yang dimiliki pihak luar. Perusahaan yang besar sering diversifikasikan lebih luas dan memiliki arus kas yang lebih stabil sehingga kemungkinan pailit lebih kecil dibanding perusahaan kecil. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, perusahaan yang besar akan lebih aman dalam memperoleh hutang karena perusahaan mampu dalam pemenuhan kewajibanya dengan adanya diversifikasi yang lebih luas dan memiliki arus kas yang stabil, dan hal ini berarti struktur modalnya juga akan meningkat (Darusman, 2012).
(39)
Schmalensee (1989) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan besar lebih
profitable dibandingkan dengan perusahaan kecil dalam industri yang sama. Seperti
peneliti lain, Schmalensee menggunakan total aktiva (asset) sebagai proksi ukuran (size) perusahaan, dan pengukur tingkat keuntungan akuntansi diwakili oleh profit
margin dan return on asset. Akan tetapi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Schmalensee (1987) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (firm size) dan profitabilitas tidak berhubungan secara signifikan bila perusahaan-perusahaan dalam suatu industri dikelompokkan ke dalam sub industri. Dengan demikian peneliti yang sama menghasilkan temuan yang berbeda. Menurut Kaen dan Baumann (2003), teori perusahaan yang ada sekarang ini belum kuat untuk bisa menjelaskan apakah perusahaan-perusahaan besar lebih profitabilitas dari perusahaan kecil. Bahkan Dhawan (2001) yang menguji hubungan antara ukuran perusahaan dengan produktifitas perusahaan di Amerika Serikat tahun 1970 dan 1989 menemukan hasil yang berlawanan. Dhawan menunjukkan bahwa profitibilitas yang diukur dengan
return on asset berhubungan negatif dengan ukuran perusahaan. Berbeda dengan
Dhawan, Kaen dan Baumann (2003) menguji hubungan ukuran perusahaan dengan tingkat profitibilitas pada industri manufaktur di Amerika. Hasil penelitian mereka menunjukan hampir separoh perusahaan yang tergabung dalam industri manufaktur tersebut menunjukkan profitibilitas meningkat dengan tingkatan yang semakin menurun (a decreasing rate), dan akhirnya profitibilitas tersebut menurun ketika perusahaan tersebut menjadi lebih besar (Kusuma, 2005).
(40)
2.5.6 Book to Mareket Ratio
Book to Market Ratio merupakan perbandingan antara nilai buku saham suatu
perusahaan dengan nilai pasarnya di pasar modal. Nilai pasar adalah nilai ekuitas yang dipandang oleh investor.
Rumus book to market ratio adalah (Darusman, 2012):
Book to Market Ratio = �����������������
������������������� (2.3)
Atau
Book to Market Ratio = ��������������������������
������������������� (2.4)
Menurut Gitman (2009) market to book ratio (MtB) merupakan rasio perbandingan antara harga pasar per lembar saham dibandingkan dengan nilai buku perusahaan. Menurut Pontiff dan Schal (1998), dalam penelitiannya market to book
ratio mampu memperkirakan pengaruh antara nilai buku dengan stock return, serta
menentukan apakah investor akan mendapatkan capital gain (keuntungan) atau
capital loss (kerugian) atas investasi saham yang dipilihnya. Selain itu, market to
book ratio juga digunakan dalam perusahaan untuk menghitung stock return secara
cross sectional, serta menampilkan bahwa pendapatan dividen dan laba sebagai
variabel yang independen (Fama dan French, 1995).
Pengaruh market to book ratio terhadap saham dengan hasil rasio yang cukup tinggi antara nilai pasar dan nilai buku memiliki kemampuan dalam menghitung
(41)
menghasilkan suatu variabel yang berhubungan dengan stock return, dimana strategi dasar dalam melakukan trading digunakan 2 kombinasi yaitu pendapatan dan nilai buku (Bae dan Kim 1998). Selain itu, MtB ratio juga memberikan profitabilitas hasil pendapatan saham dimasa akan datang dengan menggunakan kombinasi antara MtB
ratio dan dividend yield, dimana kombinasi tersebut dapat menunjukkan
performance atas stock return dimasa yang akan datang (Jiang dan Lee, 2007) dalam
Margaretha dan Damayanti (2008).
2.5.7 Likuiditas
Likuiditas yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan (finansial) jangka pendek atau yang segera dipenuhi (Martono dan Harjito, 2001: 17). Analisis likuiditas dapat dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur neraca yang ada pada aktiva lancar dan utang lancar. Semakin besar nilai likuiditasnya menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Karena dana internal perusahaan yang tersedia dalam jumlah yang besar sehingga, perusahaan akan terlebih dahulu menggunakan dana sendiri dalam memenuhi kebutuhan operasional perusahaan kemudian menggunakan pinjaman jika memang diperlukan (Marpaung, 2013).
Likuiditas diukur dari kemampuan investor untuk mengkonversikan sebuah investasi dalam bentuk uang kas pada waktu yang relatif singkat pada nilai pasar yang seimbang atau dengan capital loss minimum pada transaksi (Hirt, 1996: 8),
(42)
likuiditas berarti yang ditanggung pemodal kalau inigin menjual sekuritasnya “tergesa-gesa” (Husnan, 1994: 199).
Aktiva keuangan diperdagangkan di pasar, ukuran utama likuiditas adalah besarnya selisih hasil antara harga penawaran (harga yang diinginkan) dengan harga uang diminta (harga yang disetujui pembeli) atau yang disebut dengan bid-ask
spread. Semakin besar bid-ask spread suatu saham berarti semakin likuid saham
tersebut dan semakin besar spread semakin rendah pula likuiditasnya. Bagi pemodal, saham yang lebih likuid akan dinilai lebih baik menarik daripada saham yang tidak atau kurang likuid (Pratama, 2009).
Menurut Brown (Saputra, 2002: 18), faktor penentu dari likuiditas pasar sehubungan dengan surat berharga saat tercermin dalam data perdagangan pasar dan faktor yang terpenting dari likuiditas ini adalah jumlah uang dari lembar saham uang diperdagangkan. Hal ini menunujukkan bahwa likuiditas surat berharga, dalam hal ini saham, dilihat dari volume perdagangan dan frekuensi perdagangan yang terjadi dimana likuiditas ini dipengaruhi oleh bid price dan ask price yang berlangsung di pasar. Saham yang memiliki spread yang lebih besar akan memberikan return yang lebih tinggi.Bid-ask spread merupakan selisih antara bid price dengan ask price. Bid
menunjukkan harga yang diajukan oleh pihak yang akan melakukan transaksi pembelian saham tersebut, dan sebaliknya offer atau sering disebut juga ask
menunjukkan harga yang ditawarkan oleh pihak yang akan menjual saham tersebut (Darmadji & Fakhruddin, 2006). Bid merupakan permintaan terbaik (tertinggi) untuk beli, sedangkan offer merupakan penawaran terbaik (terendah) untuk menjual. Nilai
(43)
bid-ask spread yang semakin kecil dari suatu saham menandakan bahwa saham tersebut semakin likuid dan berlaku sebaliknya.
Rumus untuk menghitung bid-ask spread (Elly dan Leng, 2002) adalah sebagai berikut (Zuriah, 2013):
Bid-ask spread = ��������−��������
�������� x 100 (2.5)
2.5.7.1 Risiko Likuiditas
Investasi dalam surat berharga tentu tidak akan terlepas dari suatu risiko baik ketika investor menjual sekuritas yang dimilikinya di bawah harga beli maupun ketika sekuritas yang dimilikinya tidak mampu terjual dengan cepat atau disebut dengan risiko likuiditas. Risiko likuiditas merupakan salah satu dari berbagai macam jenis risiko dalam investasi yang menjadi perhatian khusus bagi para investor.Risiko likuiditas (illikuiditas) merupakan risiko yang disebabkan oleh tersendaknya aliran arus kas akibat sekuritas yang dimiliki tidak cepat terjual. Amihud dan Mendelson (1980) serta Glosten dan Milgrom (1985) dalam Amihud (2002) menjelaskan bahwa
“Illiquidity reflects the impact of order flow on pricethe discount that a seller
concedes or the premium that a buyer pays when executing a market order-that
results fromad verse selection costs and inventorycosts.” (Zuriah, 2013).
Di dalam penelitian Amihud (2002) illikuiditas atau disebut ILLIQ diukur berdasarkan rasio rata-rata harian dari absolut pengembalian saham dengan volume perdagangan dollar. ILLIQ dalam penelitian tersebut menjelaskan bagaimana respon
(44)
dari harga harian dengan satu dollar volume perdagangan. Amihud (2002) juga menerangkan beberapa pengukuran illikuiditas lainnya seperti menggunakan bid-ask
spread (quoted or effective), transaction-by transaction market impact dan the
probability of information based trading. Pengukuran dari risiko likuiditas
membantu investor dalam mengantisipasi dari kerugian yang dapat ditimbulkan. Namun, ada kalanya risiko likuiditas tidak dapat dihindari sehingga perusahaan dinyatakan bangkrut, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini, hak bagi pemegang saham mendapatkan prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dilunasi. Apabila masih terdapat sisa, akan dibagi secara proporsional kepada seluruh investor. Apabila tidak terdapat sisa maka investor tidak mendapatkan hasil dari likuiditas tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Oleh sebab itu, setiap investor perlu berhati-hati terhadap risiko likuiditas.
2.5.8 Asset Pricing Model
2.5.8.1Capital Asset Pricing Model
Pada dasarnya jika seseorang mengambil suatu risiko, maka dia mengharapkan return yang sesuai dengan risiko yang diambilnya tersebut. Dalam pasar modal, investor mengharapkan additional return (disebut risk premium) jika mereka harus menanggung additional risk. Capital Asset Pricing Model (CAPM) adalah sebuah model hubungan antara risiko dan expected return suatu sekuritas atau portofolio. Model tersebut dapat digunakan untuk menentukan harga aset berisiko
(45)
(Zubir, 2011: 197). CAPM ini sudah mulai dikenal sejak tahun 1960-an yang dikembangkan oleh Willian Sharpe. CAPM ini mendasari pemikiran teori portofolio yang menyatakan bahwa investor akan memilih suatu portofolio saham yang dapat memaksimumkan expected return untuk tingkat risiko tertentu, atau meminimumkan risiko untuk memperoleh expected return tertentu. Hubungan antara dua parameter
(risk dan expected return) dalam CAPM dirumuskan sebagai berikut (Amyulianthy,
2013):
E(Rit) = Rf(1-βi) + βiE(Rmt) (2.6)
Keterangan:
E(Rit) = expected return dari saham i pada perode t
Rf = return dari risk-free investment
Rm = return dari pasar secara keseluruhan
βi = beta dari perusahaan i
2.5.8.2 Single Index Model
Pada tahun 1963, William Sharpe mengembangkan model analisis portofolio yang disebut Single Index Model (Model Indeks Tunggal). Model ini merupakan penyederhanaan perhitungan dari model Markowitz dengan menyediakan parameter-parameter input yang diperlukan dalam perhitungan model Markowitz (Dahlan, 2013). Menurut Zubir (2011), Single index model atau model indeks tunggal adalah sebuah teknik untuk mengukur return dan risiko sebuah saham atau portofolio. Model tersebut mengasumsikan bahwa pergerakan return saham hanya berhubungan
(46)
dengan pergerakan pasar. Jika pasar bergerak naik, dalam arti permintaan terhadap pemintaan terhadap saham meningkat, maka harga saham di pasar akan naik pula. Sebaliknya, jika pasar bergerak turun, maka harga saham akan turun pula. Jadinya,
return saham berkorelasi dengan return pasar. Setiap perusahaan tidak sama dalam
merespon perubahan pasar. Ada perusahaan yang sensitif terhadap perubahan pasar, ada pula yang kurang sensitif.
Pada umumnya saham yang diamati kebanyakan saham mengalami kenaikan saham jika indeks harga saham naik, begitu juga sebaliknya jika harga saham turun, kebanyakan saham mengalami penurunan harga. Hal ini menggambarkan bahwa
return dari sekuritas mungkin berkorelasi karena adanya reaksi umum (common
response) terhadap perubahan nilai pasar. Secara statistik, hubungan return saham
dan return pasar dinyatakan dengan persamaan garis lurus berikut:
Ri = αi + βi Rm (2.7)
Sumber: Zubir (2011: 97)
Keterangan:
Ri = return saham ke-i
αi = komponen dalam return saham i yang independen terhadap return pasar
βi = konstanta yang mengukur expected perubahan Ri terhadap perubahan Rm
(47)
2.6 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Brennan dan Wang (2006) yang berjudul menunjukkan harga pasar yang berbeda dengan harga dasar dikarenakan kesalahan harga saham, bisa dalam pengambilan rata-rata dikarenakan adanya ketidaksetaraan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Amihud, Mandelson, dan Pedersen (2006) membuktikan bahwa likuiditas dapat berperan dalam menyelesaikan sejumlah teka-teki asset pricing seperti-perusahaan kecil. Akibatnya, terjadi teka-teki terhadap premium ekuitas dan tingkat bebas risiko.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Qiang Kang (2009) menyatakan bahwa adanya
mispricing dalam model asset pricing linear memperingatkan bahwa
penggunaan model tersebut dalam menjelaskan kembali cross sectional.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Brennan dan Wang (2010) menyatakan bahwa saham yang mengalami mispricing akan cenderung kembali ke kondisi harga fundamentalnya.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Trinugroho dan Rinofah (2011) yang berjudul menyatakan bahwa pergerakan harga saham yang menyimpang (mispricing) di pasar modal mempunyai pengaruh dalam pemilihan sumber pendanaan perusahaan yang tercermin dalam rasio debt to equity (D/E).
(48)
2.7 Kerangka Konseptual
Pada kerangka konseptual didasarkan pada definisi-definisi, landasan teori, dan penelitian terdahulu yang membuktikan hubungan berpengaruhnya size, book to
market ratio, dan likuiditas terhadap mispricing. Mispricing merupakan salah satu
isu yang sering terjadi dalam perdagangan saham. Mispricing merupakan kondisi dimana terjadi perbedaan antara harga pasar dengan harga fundamental. Harga fundamental sendiri merupakan harga yang konsisten dengan asset pricing model
klasik. Saham yang mengalami mispricing akan cenderung kembali pada kondisi harga fundamentalnya (Brennan dan Wang, 2010) dalam Aji, 2012. Sehingga ketika kita mengetahui saham yang mengalami mispricing, maka hal tersebut dapat digunakan dalam strategi berinvestasi.
Di Indonesia, penelitian tentang mispricing seperti yang dilakukan oleh Rinofah (2009), Trinugroho dan Rinofah (2011) telah membuktikan bahwa pergerakan harga saham yang menyimpang (mispricing) di pasar modal mempunyai pengaruh dalam pemilihan sumber pembiayaan perusahaan yang tercermin dalam rasio debt to equity (D/E). Di lain pihak, Brennan dan Wang (2010) menguji pengaruh book to market ratio perusahaan dan ukuran (size) perusahaan pada tingkat
mispricing.
Kerangka konseptual yang dapat digambarkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
(49)
Likuiditas Saham Perusahaan
(Silber, 1991)
Variabel Kontrol
Book to Market Ratio Perusahaan
(Brennan & Wang, 2010)
Ukuran Perusahaan (Firm Size)
(Chan & Chen, 1991)
Mispricing Saham Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Sumber: Aji, 2012
2.8 Hipotesis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana karateristik-karateristik perusahaan dapat mempengaruhi mispricing return. Adapun hipotesis dar penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ukuran (size) perusahaan berpengaruh signifikan terhadap mispricing.
2. Book to market ratio perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap
mispricing.
(50)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup dan Model Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksplanatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaruh ukuran (size) perusahaan, book to market ratio, dan likuiditas saham terhadap fenomena mispricing di Indonesia. Penelitian ini menggunakan Eviews 7.1. Penelitian ini menggunakan data-data kuantitatif, yaitu data numerik (angka) yang menjelaskan nilai pada setiap variabel. Penelitian ini menggunakan media internet dalam memperoleh data dengan mengunduh dari Yahoo
Finance, Bank Indonesia, dan Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan
jangka waktu selama 4 tahun, yaitu periode tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013.
Jenis penelitian ini menggunakan model data panel untuk menguji hipotesis yang dikemukakan sebelumnya, yaitu menguji pengaruh karateristik perusahaan seperti ukuran (size), book to market ratio, dan likuiditas terhadap mispricing saham perusahaan. Dalam penelitian ini, likuiditas diukur dengan tiga ukuran yaitu Amihud
Iiliquidity, Amihud Risk dan Share Turnover. Tujuannya adalah untuk mengetahui
konsistensi ketiga ukuran tersebut. Model penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
σ = β0 + β1 BMi,t + β2Ln(size)i,t + β3Amihud Illiquidityi,t + εi,t (3.1)
σ = β0 + β1 BMi,t + β2Ln(size)i,t + β3Amihud Riski,t + εi,t (3.2)
(51)
keterangan:
σ = parameter mispricing
BMi,t = book to market ratio perusahaan i pada akhir bulan t
Size = market value of common equity perusahaan i akhir bulan t
Amihud Illiquidityi,t = Amihud Illiquidity perusahaan i pada akhir bulan t
Amihud Riski,t = Amihud Risk perusahaan i pada akhir bulan t
Share Turnoveri,t = Share Turnover perusahaan i pada akhir bulan t
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dengan jenis data time series selama 4 (empat) tahun. Pengujian empiris dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, analisis panel data (pool data), uji signifikan dan
uji goodness of fit. Penelitian ini menggunakan data perusahaan-perusahaan di sektor
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2010-2013. Data penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber seperti Yahoo Finance
(finance.yahoo.com), Bank Indonesia, dan Bursa Efek Indonesia.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian. Populasi yang digunakan dalam peneltian ini adalah perusahaan-perusahan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2013.
(52)
Dalam penelitian ini, yang menjadi sampel yang akan diteliti adalah hanya perusahaan-perusahaan perbankan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan periode dari Januari 2010 sampai dengan Desember 2013. Penelitian ini menggunakan data-data sebagai berikut:
1. Data harga saham bulanan
2. Data Indeks Harga Saham Gabungan bulanan
3. Data nilai kapitalisasi pasar atau market value of equity
4. Data volume transaksi saham bulanan 5. Data outstanding share bulanan 6. Data book value of equity bulanan
7. Data yield government bond atau obligasi pemerintahIndonesia Sampel yang digunakan menggunakan beberapa kriteria, yaitu: 1. Terdaftar sebagai perusahaan perbankan terbuka pada periode 2010-2013.
2. Data harga saham, data nilai ekuitas dan data jumlah saham beredar yang tersedia pada periode penelitian.
Tabel 3.1 Sampel Penelitian No Nama Perusahaan
1. PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk 2. PT. Bank Bukopin, Tbk
3. PT. Bank Bumi Arta, Tbk 4. PT. Bank Capital Indonesia, Tbk 5. PT. Bank Central Asia, Tbk 6. PT. Bank CIMB Niaga, Tbk 7. PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk Sumber: Bursa Efek Indonesia (data diolah)
(53)
Tabel 3.1 Sampel Penelitian (sambungan) No Nama Perusahaan
8. PT Bank Ekonomi Raharja, Tbk
9. PT Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk 10. PT Bank ICB Bumi Putra, Tbk
11. PT Bank Mandiri (Persero), Tbk 12. PT Bank Mayapada Internasional, Tbk 13. PT Bank Mega, Tbk
14. PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 15. PT Bank OCBC NISP, Tbk
16. PT Bank of India Indonesia, Tbk 17. PT Bank PAN Indonesia, Tbk 18. PT Bank Permata, Tbk
19. PT Bank QNB Kesawan, Tbk
20. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk 21. PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk 22. PT Bank Victoria Internasional, Tbk Sumber: Bursa Efek Indonesia (data diolah)
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data perusahaan-perusahaan di sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, yaitu dengan memperlajari buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian dan juga dengan menggunakan metode dokumentasi yaitu dengan mengambil dokumen, jurnal ataupun data penelitian terdahulu yang saling berhubungan dengan penelitian. Kemudian peneliti melakukan pengumpulan data sekunder dengan mengundung daftar harga dan volume saham, data laporan keuangan dari setiap perusahaan, dan data obligasi pemerintah.
(54)
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Agar dapat dioperasionalisasikan dalam perhitungan model penelitian, maka perlu dilakukan pengukuran pada setiap variabel, seperti tampak pada Table 3.2 di bawah ini:
Tabel 3.2
Pengukuran Variabel
No Variabel Pengukuran Skala
1 Mispricing ri – rf= αi+ βi(rm-rf) +εit Rasio
2 Size Market value of common equity =
outstanding shares x price
Rasio
3 Book to Market
ratio B/M =
���������������
����������������� Rasio
4 Amihud Illiquidity ILLIQ = |������|
������������ Rasio
5 Amihud Risk RISK = std. dev ( amihud illiquidity) Rasio
6 Amihud Share
Turnover STO =
������
������������ℎ��� Rasio
3.6 Skala Pengukuran Variabel 3.6.1 Mispricing (σ)
Menurut Brennan dan Wang (2010), mispricing dapat diestimasi menggunakan volatilitas dari residual return bulanan saham perusahaan (εi,t). Nilai
volatilitas residual return yang semakin besar menunjukkan bahwa saham semakin
mispriced, dan nilai volatilitas residul return yang semakin kecil menunjukkan
saham semakin tidak mispriced (Aji, 2012).
Residual return dihitung dengan menggunakan single indeks model, yaitu:
(55)
keterangan:
rit = return dari saham i pada periode t
αi = abnormal return saham i
rf = return risk free asset
βi = faktor risiko pasar
rmt = return pasar pada periode t
εit = residual return saham i pada periode t
Menurut Brooks (2008), nilai kuadrat dari suatu observasi merupakan nilai volatilitas dari observasi itu sendiri. Maka dalam penelitian ini, volatilitas residual
return dihitung dengan mengkuadratkan setiap nilai residual return yang telah
didapatkan (Aji, 2012).
3.6.2 Ukuran (size) Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat diukur dengan menggunakan ukuran kapitalisasi pasar. Nilai kapitalisasi pasar (market value equity/MVE) diukur dengan menggunakan jumlah saham yang beredar dengan harga pasar saham pada saat itu (Ang, 1997). Market value diperoleh dari harga pasar dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan (outstanding shares). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Firm Size = Harga Saham x Jumlah Saham Beredar (3.5)
(56)
3.6.3 Book to Market Ratio
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data bulanan. Rumus dari rasio book to market adalah:
Book to Market Ratio = �����������������
������������������� (3.6)
Keterangan:
Book value of equity = nilai buku dari ekuitas
Market value of equity = nilai pasar dari ekuitas
Setelah diketahui nilai book to market ratio setiap perusahaan yang menjadi sampel penelitian, saham dirangking dari saham dengan book to market ratio
tertinggi hingga saham dengan book to market ratio terendah.
3.6.4 Likuiditas
Likuiditas dapat diukur dengan tiga ukuran, yaitu (Aji, 2012):
1. Amihud Illiquidity
Merupakan ukuran untuk mengukur price impact yang terjadi akibat adanya suatu transaksi. Semakin besar price impact, maka saham semakin tidak likuid. Persamaan Amihud Illiqiudity adalah sebagai berikut:
Amihud Illiqidity = |������|
(57)
2. Amihud Risk
Merupakan ukuran untuk megukur fluktuasi likuiditas. Likuiditas terus berubah seiring waktu, artinya terdapat ketidakpastian berapa biaya transaksi yang akan muncul ketika investor ingin menjual sahamnya di masa depan. Karena likuiditas dapat mempengaruhi harga, maka fluktuasi likuiditas juga dapat mempengaruhi harga. Semakin besar fluktuasi likuiditas, maka saham semakin tidak likuid. Persamaan untuk menghitung amihud risk adalah sebagai berikut:
Amihud Risk = standard deviasi (amihud illiquidity) (3.8)
3. Share Turnover
Merupakan ukuran dari aktivitas transaksi yaitu volume perdagangan. Semakin besar nilai share turnover, maka saham semakin likuid. Share turnover dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Share turnover = ������
������������ℎ��� (3.9)
Keterangan:
Return = return saham pada periode t
Price = harga saham pada periode t
Volume = jumlah saham yang diperdagangkan pada periode t
(58)
3.7 Teknik Analisis
Pengujian empiris dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan teori, melakukan observasi, kemudian merumuskan kesimpulan atas jawaban pertanyaan yang muncul dari hasil penelitian tersebut. Pengujian empiris dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, analisis panel data, uji signifikan dan uji goodness of fit.
3.7.1 Statistik Deskriptif
Tujuan dari statistik deskriptif ini adalah untuk menggambarkan tentang beberapa ukuran penting dalam penelitian. Dengan analisis ini, akan diketahui karateristik dan kewajaran data yang digunakan untuk masing-masing variabel. Analisis statistik deskriptif ini meliputi nilai rata-rata (mean), nilai tengah (median), nilai standar deviasi, nilai minumum dan nilai maksimum dari setiap variabel yang digunakan dalam metode penelitian.
3.7.2 Estimasi Model Panel Data
Data panel merupakan penggabungan antara model data cross section dengan model data time series. Dalam mengestimasi parameter dari persamaan dengan data panel, ada tiga model persamaan yang dapat dibuat, yaitu (Pratomo dan Hidayat, 2010):
(59)
1. Ordinary Least Square (Pool Data)
Data cross section dan time series digabungkan dalam bentuk pool data. Kemudian data tersebut diregesikan dengan metode OLS. Dengan menggunakan OLS maka akan diperoleh nilai intercept dan koefisien parameter yang konstan.
2. Fixed Effects Model (FEM)
Model ini memiliki intercept persamaan yang tidak konstan atau terdapat perbedaan pada setiap individu (data cross section). Sementara itu, slope
koefiesien regresi tidak berbeda pada setiap individu dan waktu.
3. Random Effects Model (REM)
Pada model ini, perbedaan antar individu terdapat di error term dari persamaan. Model ini memperhitungkan bahwa error term mungkin berkorelasi sepanjang
time series dan cross section.
Beberapa pakar ekonometrika membuat pembuktian untuk menentukan metode apa yang paling sesuai untuk digunakan dalam panel data. Adapun kesimpulan dari pembuktian tersebut adalah (Pratomo dan Hidayat, 2010):
1. Jika pada data panel, jumlah runtun waktu lebih besar dibandingkan jumlah individu, maka disarankan untuk menggunakan metode FEM.
2. Jika pada data panel, jumlah runtun waktu lebih sedikit dibandingkan jumlah individu, maka disarankan untuk menggunakan metode REM.
Pengujian lain yang disarankan dalam menentukan metode apa yang paling sesuai untuk digunakan pada data panel adalah Uji Hausman.
(1)
_BBTN--C -0.181263
_BVIC--C -0.172813
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 0.552321 0.8629
Idiosyncratic random 0.220158 0.1371
Weighted Statistics
R-squared 0.001089 Mean dependent var 0.013143 Adjusted R-squared -0.001759 S.D. dependent var 0.220081 S.E. of regression 0.220274 Sum squared resid 51.04386 F-statistic 0.382415 Durbin-Watson stat 1.899132 Prob(F-statistic) 0.765702
Unweighted Statistics
R-squared 0.012772 Mean dependent var 0.228821 Sum squared resid 373.4367 Durbin-Watson stat 0.259586
Hasil Estimasi Uji Hausman Test dengan Ukuran Likuiditas Amihud Risk
Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: POOL2
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 4.115057 3 0.2493
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
LNSIZE? -0.000000 0.000000 0.000000 0.0737
BM?
-1300.675393 -1417.937319 15709.050213 0.3495 RISK? -22.377834 0.951151 765.138353 0.3990
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: RV?
Method: Panel Least Squares Date: 08/09/14 Time: 16:57
(2)
Sample: 2010M01 2013M12 Included observations: 48 Cross-sections included: 22
Total pool (balanced) observations: 1056
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.244839 0.021480 11.39849 0.0000
LNSIZE? -1.20E-16 4.39E-15 -0.027344 0.9782
BM? -1300.675 1370.719 -0.948900 0.3429
RISK? -22.37783 247.6054 -0.090377 0.9280
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.867893 Mean dependent var 0.228821 Adjusted R-squared 0.864818 S.D. dependent var 0.598789 S.E. of regression 0.220158 Akaike info criterion -0.165556 Sum squared resid 49.97196 Schwarz criterion -0.048079 Log likelihood 112.4135 Hannan-Quinn criter. -0.121025 F-statistic 282.2194 Durbin-Watson stat 1.941289 Prob(F-statistic) 0.000000
Hasil Estimasi Fixed Effects Model dengan Ukuran Likuiditas Amihud Share
Turnover
Dependent Variable: RV? Method: Pooled Least Squares Date: 08/09/14 Time: 17:01 Sample: 2010M01 2013M12 Included observations: 48 Cross-sections included: 22
Total pool (balanced) observations: 1056
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.230905 0.021229 10.87679 0.0000
LNSIZE? 6.34E-16 4.38E-15 0.144813 0.8849
BM? -1133.322 1365.349 -0.830060 0.4067
STO? 0.958463 0.340191 2.817431 0.0049
Fixed Effects (Cross)
_INPC--C -0.158158
_BBKP--C -0.236348
(3)
_BACA--C -0.153620
_BBCA--C -0.229728
_BNGA--C -0.193962
_BDMN--C -0.207548
_BAEK--C -0.145954
_SDRA--C 1.026238
_BABP--C -0.009553
_BMRI--C 2.232340
_MAYA--C 0.029446
_MEGA--C -0.193402
_BBNI--C -0.214746
_NISP--C -0.142316
_BSWD--C -0.130287
_PNBN--C -0.177086
_BNLI--C -0.182519
_BKSW--C -0.197103
_BBRI--C -0.169702
_BBTN--C -0.197878
_BVIC--C -0.174510
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.868901 Mean dependent var 0.228821 Adjusted R-squared 0.865849 S.D. dependent var 0.598789 S.E. of regression 0.219316 Akaike info criterion -0.173218 Sum squared resid 49.59054 Schwarz criterion -0.055740 Log likelihood 116.4590 Hannan-Quinn criter. -0.128686 F-statistic 284.7204 Durbin-Watson stat 1.915603 Prob(F-statistic) 0.000000
Hasil Estimasi Redundant
Fixed Effects Model dengan Ukuran Likuiditas
Amihud Share Turnover
Redundant Fixed Effects Tests Pool: POOL3
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 264.011952 (21,1031) 0.0000
Cross-section Chi-square 1956.539424 21 0.0000
(4)
Dependent Variable: RV? Method: Panel Least Squares Date: 08/09/14 Time: 17:01 Sample: 2010M01 2013M12 Included observations: 48 Cross-sections included: 22
Total pool (balanced) observations: 1056
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.095263 0.033787 2.819540 0.0049
LNSIZE? 4.03E-14 3.87E-15 10.40018 0.0000
BM? -2301.724 1956.507 -1.176445 0.2397
STO? 5.404495 0.700855 7.711290 0.0000
R-squared 0.163910 Mean dependent var 0.228821 Adjusted R-squared 0.161526 S.D. dependent var 0.598789 S.E. of regression 0.548300 Akaike info criterion 1.639793 Sum squared resid 316.2660 Schwarz criterion 1.658589 Log likelihood -861.8107 Hannan-Quinn criter. 1.646918 F-statistic 68.74616 Durbin-Watson stat 0.305971 Prob(F-statistic) 0.000000
Hasil Estimasi Random Effects Model dengan Ukuran Likuiditas Share
Turnover
Dependent Variable: RV?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 08/09/14 Time: 17:02
Sample: 2010M01 2013M12 Included observations: 48 Cross-sections included: 22
Total pool (balanced) observations: 1056
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.228273 0.113839 2.005219 0.0452
LNSIZE? 2.02E-15 4.31E-15 0.467757 0.6401
BM? -1248.755 1358.965 -0.918902 0.3584
STO? 0.988907 0.339874 2.909626 0.0037
Random Effects (Cross)
_INPC--C -0.151675
_BBKP--C -0.232879
_BNBA--C -0.167434
(5)
_BBCA--C -0.247735
_BNGA--C -0.192310
_BDMN--C -0.209190
_BAEK--C -0.142753
_SDRA--C 1.024622
_BABP--C -0.004840
_BMRI--C 2.208890
_MAYA--C 0.031748
_MEGA--C -0.190193
_BBNI--C -0.218892
_NISP--C -0.139327
_BSWD--C -0.126445
_PNBN--C -0.174780
_BNLI--C -0.179512
_BKSW--C -0.193258
_BBRI--C -0.181444
_BBTN--C -0.195516
_BVIC--C -0.168388
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 0.524661 0.8513
Idiosyncratic random 0.219316 0.1487
Weighted Statistics
R-squared 0.009071 Mean dependent var 0.013781 Adjusted R-squared 0.006245 S.D. dependent var 0.220313 S.E. of regression 0.219624 Sum squared resid 50.74269 F-statistic 3.209874 Durbin-Watson stat 1.869647 Prob(F-statistic) 0.022389
Unweighted Statistics
R-squared 0.033066 Mean dependent var 0.228821 Sum squared resid 365.7603 Durbin-Watson stat 0.259380
Hasil Estimasi Uji Hausman Test dengan Ukuran Likuiditas Share Turnover
Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: POOL3
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
(6)
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
LNSIZE? 0.000000 0.000000 0.000000 0.0663
BM?
-1133.322005 -1248.755114 17393.119459 0.3814
STO? 0.958463 0.988907 0.000215 0.0379
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: RV?
Method: Panel Least Squares Date: 08/09/14 Time: 17:02 Sample: 2010M01 2013M12 Included observations: 48 Cross-sections included: 22
Total pool (balanced) observations: 1056
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.230905 0.021229 10.87679 0.0000
LNSIZE? 6.34E-16 4.38E-15 0.144813 0.8849
BM? -1133.322 1365.349 -0.830060 0.4067
STO? 0.958463 0.340191 2.817431 0.0049
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.868901 Mean dependent var 0.228821 Adjusted R-squared 0.865849 S.D. dependent var 0.598789 S.E. of regression 0.219316 Akaike info criterion -0.173218 Sum squared resid 49.59054 Schwarz criterion -0.055740 Log likelihood 116.4590 Hannan-Quinn criter. -0.128686 F-statistic 284.7204 Durbin-Watson stat 1.915603 Prob(F-statistic) 0.000000