Lindi Sampah TPA Galuga Pengolahan Air Lindi Kualitas air sumur

B. Lindi Sampah TPA Galuga

Lindi sampah TPA Galuga dihasilkan oleh tumpukan sampah yang ditampung. Komposisi lindi yang terbentuk akan sesuai dengan jenis sampah yang masuk kedalam TPA. Air lindi yang terbentuk berwarna hitam kemerahan dengan bau menyengat. Secara gravitasi air lindi yang terbentuk mengalir ke tempat yang lebih rendah melalui saluran permanen yang terbuat dari tembok beton dengan panjang saluran sekitar 400 m, lebar 1 – 1,5 m dan dalam 0,5 – 1 m. Lindi tersebut kemudian masuk kedalam kola m pengolahan pengendapan permanen sebanyak 4 buah Lampiran 7. Pada keempat kolam pengolahan ini, lindi yang masuk akan diendapkan dan selanjutnya dikeluarkan kesaluran pembuangan. Saluran pembuangan ini dibuat tidak permanen dengan lebar 1 m dan tinggi air sekitar 10 - 25 cm yang langsung berhubungan dengan saluran irigasi penduduk.

C. Pengolahan Air Lindi

TPA sampah Galuga mempunyai 4 buah kolam pengolahan. Sebelum air lindi hasil buangan sampah terbuang keperairan umum, lindi tersebut diolah terlebih dahulu pada kolam-kolam pengolahan. Menurut DKP 2003 keempat kolam tersebut dirancang dengan fungsi tertentu. Kolam pengolahan pertama mempunyai fungsi sebagai kolam aerasi dengan ukuran ± 20 m 3 . Kolam pengolahan kedua dan ketiga sebagai kolam flokulasi dengan ukuran masing- masing ± 40 m 3 dan kolam keempat sebagai kolam pengendapan mempunyai ukuran ± 12 m 3 Lampiran 7. Kenyataannya pada saat pengamatan setiap bak pengolahan tersebut tidak difungsikan sesuai dengan seharusnya. Pada setiap bak pengolahan, air lindi yang masuk hanya dialirkan, diendapkan, kemudian dikeluarkan kesaluran perairan umum tanpa ada proses pengolahan lebih lanjut. Hal ini sangat disayangkan, karena bak pengolahan yang telah dirancang tidak dioperasikan sesuai dengan fungsinya.

D. Kualitas Air Lindi 1. Parameter Fisika Air Lindi

a. Suhu

Pada tiap stasiun terlihat penyebaran suhu yang hampir sama, dari Gambar 3 terlihat sebaran suhu tertinggi pada setiap stasiun adalah pada pengamatan siang hari yaitu berkisar antara 30 – 32 o C. Sedangkan sebaran suhu terendah terjadi pada pa gi hari yang berkisar antara 23 – 26,5 o C. Gambar 3 juga menunjukkan bahwa pola fluktuasi suhu pada saluran perairan tersebut adalah rendah pada pagi hari, kemudian terjadi kenaikan suhu yang drastis pada siang hari, dan selanjutnya berangsur -angsur menurun pada sore sampai malam hari. Suhu dipengaruhi oleh faktor penyinaran sinar matahari dan proses dekomposisi yang terjadi pada tiap stasiun. Apabila dibandingkan dengan baku mutu kelas III Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, pada pengamatan pagi dan siang hari telah melebihi baku mutu sehingga perairan ini tidak sesuai untuk pengairan tanaman dan budidaya perikanan. Baku mutu Gambar 3. Hasil pengukuran suhu tiap pengamatan

b. TSS Total Suspended Solid

Pada Gambar 4, TSS tiap pengamatan menunjukan nilai yang beragam. Pada stasiun 1 terlihat, nilai TSS dari pengamatan pagi sampai sore hari mengalami kenaikan dar i 14 mgl sampai 41 mgl, akan tetapi pada malam hari terjadi penurunan sampai 4 mgl. Hal ini diduga karena pada pagi sampai siang hari komposisi pasir dan lumpur akibat limpasan dari persawahan meningkat sedangkan pada malam hari komposisi pasir dan lumpurnya berkurang dapat 22 24 26 28 30 32 34 pagi siang sore malam waktu Suhu oC stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 dilihat dari penampakan air contoh yang lebih jernih daripada pagi, siang, dan sore. Gambar 4. Hasil pengukuran TSS tiap pengamatan Pada stasiun 2 terlihat pola yang terus meningkat, pagi hari sebesar 23 mgl sampai 27 mgl pada malam hari. Kondisi ini diduga karena adanya peningkatan kandungan pasir halus, lumpur, dan bahan organik tidak terlarut yang ikut terbawa air lindi. Lain halnya dengan stasiun 3 dan 4, pada pengamatan pagi sampai sore hari cenderung konstan, ke mudian mengalami kenaikan pada waktu malam hari sampai 76 mgl stasiun 3 dan 68 mgl stasiun 4. Nilai TSS yang lebih tinggi pada malam hari ini diduga karena sebelum pengamatan terjadi hujan sehingga sedimen dasar yang berupa lumpur dan pasir terangka t kepermukaan. Secara keseluruhan nilai TSS pada saluran pembuangan lindi ini berkisar antara 4 mgl terendah sampai 68 mgl tertinggi. Apabila dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilainya masih di bawah 400 mgl. Oleh karena itu, dalam hal ini perairan tersebut masih sesuai digunakan untuk budidaya ikan dan pengairan tanaman.

2. Parameter Kimia Air Lindi a. pH

Terlihat pada Gambar 5 adanya perbedaan nilai pH perairan pada stasiun 1 saluran irigasi dengan stasiun pengamatan yang lain. Pada stasiun 1 kondisi nilai pH perairannya sebesar 6,44 pada pagi hari tertinggi dan 6,02 pada malam hari terendah. Pada stasiun pengamatan yang lainnya menunjukkan nilai pH 10 20 30 40 50 60 70 80 pagi siang sore malam waktu TSS mgl stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 yang konstan antara 7,36 – 7,58 yang masih bisa digolongkan dalam nilai pH yang netral. Baku mutu Gambar 5. Hasil pengukuran pH tiap pengamatan Pada stasiun 1 nilai pHnya sedikit lebih rendah diduga karena adanya run off pupuk pertanian dan humus unsur hara yang terlarut masuk kedalam perairan. Pada stasiun 2, 3 dan 4 karena sudah adanya masukan lindi kedalam perairan, maka perubahan nilai pH sangat tergantung kepada proses dekomposisi di dalam air lindi tersebut. Menurut Pohland dan Harper 1985 seiring dengan pertambahan umur tumpukan sampah, pada tumpukan sampah akan terjadi fase fermentasi metana sebagai hasil dekomposisi biologis anaerobik yang hampir sempurna dengan nilai pH yang berfluktuasi antara 7,5 – 9.

b. DO Dissolved Oxygen

Pada Gambar 6 terlihat bahwa pada stasiun 1 kandungan oksigen terlarut dipagi hari sebesar 5,06 mgl dan menunjukkan pola harian yang terus menurun menjadi 3,67 mgl siang hari, 3,37 mgl sore hari, dan 2,18 mgl pada malam hari. Pada pagi hari sebelum pengamatan, terjadi hujan yang diduga meningkatkan oksigen terlarut di perairan karena bertambahnya ketinggian air dan kecepatan aliran air sehingga difusi oksigen dari udara meningkat, walaupun proses fotosintesis masih sedikit terjadi. Pada siang hari, karena kondisi stasiun 1 yang teduh, masukan sinar mataharinya sedikit mengakibatkan proses fotosintesis yang terjadi pun sedikit. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 pagi siang sore malam waktu pH stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa masukan oksigen hasil dari fotosintesis sedikit dan difusi dari udara pun berkurang karena menurunnya kecepatan aliran, sehingga oksigen yang ada akan menurun karena terpakai oleh dekomposisi bahan organik dari limpasan persawahan. Baku mutu Gambar 6. Hasil pengukuran oksigen terlarut tiap pengamatan Kandungan oksigen pada stasiun 2 yang terlihat pada Gambar 6 menunjukkan nilai yang sangat rendah, pagi dan siang hari sebesar 0,79 mgl kemudian naik pada sore hari 1,29 mgl dan malam hari turun sampai 0,49 mgl. Kondisi stasiun 2 yang terbuka memungkinkan penetrasi sinar matahari yang cukup untuk proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Kandungan bahan organik yang tinggi dari buangan lindi menyebabkan pemakaian oksigen untuk menguraikan bahan organik oleh mikroba pada perairan juga tinggi, sehingga oksigen dari hasil fotosintesis akan terpakai yang mengakibatkan oksigen yang terlarut di perairan tetap rendah. Begitu pula yang terjadi pada stasiun 4, yang kandungan oksigen terlarut yang terukur sebesar 0,79 mgl pagi; 0,89 mgl siang dan sore; dan 0,39 mgl malam. Kondisi stasiun 4 yang teduh menyebabkan proses fotosintesis yang terjadi hanya menghasilkan sedikit oksigen. Bahan organik yang melewati stasiun 4 merupakan akumulasi dari stasiun 1, 2 dan 3, sehingga banyaknya bahan organik yang terakumulasi akan mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut. Implikasinya kandungan oksigen terlarut dalam perairan akan semakin rendah. Terlebih lagi pada 1 2 3 4 5 6 pagi siang sore malam waktu DO mgl stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 pengamatan malam hari dengan tidak adanya masukan dari proses fotosintesis, maka oksigen akan semakin rendah. Pada stasiun 3, kandungan oksigen terlarutnya cenderung fluktuatif, tertinggi pada pagi hari 3,18 mgl kemudian menurun menjadi 0,7 mgl pada siang hari, tetapi pada sore hari naik sedikit menjadi 1,3 mgl dan kembali menurun menjadi 0,7 mgl pada malam hari. Kondisi kandungan oksigen terlarut yang seperti ini diduga karena stasiun 3 merupakan pertemuan massa air dari saluran irigasi stasiun 1 dengan saluran pembuangan lindi stasiun 2 sehingga kondisinya selalu berubah-ubah. Secara keseluruhan kandungan oksige n terlarut pada saluran yang sudah tercampur dengan air lindi menunjukkan kondisi yang kurang dari 2 mgl. Apabila air tersebut digunakan untuk budidaya perikanan akan mengakibatkan kematian pada ikan.

c. BOD

5 Biochemical Oxygen Demand Pada Gambar 7, terlihat kebutuhan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik secara biologis sangat bervariasi tiap waktu pengamatan. Pada stasiun 1 dan 2 membentuk pola fluktuasi kandungan BOD 5 yang sama, pada pagi hari sebesar 69,43 mgl stasiun 1, dan 99,18 mgl stasiun 2; pada siang hari naik menjadi 74,39 mgl stasiun 1, dan 119,02 mgl stasiun 2; kemudian sore hari turun menjadi 39,67 mgl stasiun 1, dan 54,55 mgl stasiun 2; dan malam harinya naik kembali menjadi 59,51 mgl stasiun 1, dan 99,18 mgl stasiun 2. baku mutu Gambar 7. Hasil pengukuran BOD 5 tiap pengamatan 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 pagi siang sore malam waktu BOD mgl stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa pada siang hari suhu pada permukaan perairan yang meningkat dapat memicu aktivitas mikroba dalam menguraikan bahan organik yang berada dalam perairan, sehingga kebutuhan oksigen untuk menguraikannya pun semakin besar. Kemudian pada sore hari terlihat nilai BOD 5 menurun, hal ini diduga karena intensitas aktivitas mikroba yang menguraikan bahan organik menurun, sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik juga menurun. Peningkatan BOD 5 pada malam hari diduga karena bertambahnya masukan bahan organik pada stasiun 1 akibat limpasan dari persawahan karena terjadi hujan dan pada stasiun 2 bertambahnya bahan organik dari lindi tidak terendapkan pada kolam pengendapan, sehingga kebutuhan untuk mendekomposisikannya pun bertambah. Pada stasiun 3 yang merupakan daerah pertemuan massa air dari saluran irigasi dengan saluran pe mbuangan lindi menunjukkan nilai BOD 5 sebesar 34,71 mgl pagi hari, 54,55 mgl siang hari, kemudian naik menjadi 173,57 mgl sore hari dan turun menjadi 54,55 mgl malam. Fluktuasi kenaikan yang terjadi pada sore hari diduga karena adanya masukan limpasan bahan organik akibat dari kegiatan penduduk Kampung Lalamping. Pada malam harinya nilai BOD 5 nya kembali turun, hal ini diasumsikan bahwa pada malam hari keberadaan mikroba di stasiun 3 lebih sedikit, sehingga nilai BOD 5 nya pun lebih rendah. Secara umum pada kondisi stasiun 3 yang merupakan daerah pertemuan, keadaan nilai – nilai parameter yang diamati tidak menentu. Pada stasiun 4 terlihat pola yang relatif tidak jauh berubah sejak pagi hari niali BOD 5 sebesar 104,14 mgl lalu menurun pada siang hari menjadi 79,35 mgl dan naik kembali menjadi 99,28 mgl sore hari dan 94,22 mgl malam hari. Kondisi stasiun 4 yang tidak mengalami banyak perubahan dengan masukan hanya dari stasiun 3, mengambarkan bahwa besarnya bahan organik yang dapat terurai secara biologis karena masukkan air lindi berkisar antara 79,35 mgl sampai dengan 104,14 mgl. Apabila dibandingkan dengan baku mutu kualitas air kelas III kegiatan perikanan dan pengairan tanaman nilai BOD 5 tersebut sudah jauh melebihi baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001. Hal ini terlihat nyata pada lingkungan sekitar saluran pembuangan lindi, bahwa persawahan yang diairi dengan air irigasi yang tercampur dengan air lindi tidak produktif lagi. Oleh karena itu, perairan pada saluran pembuangan lindi ini dapat dianggap telah mengalami pencemaran.

d. COD Chemical Oxygen Demand

Pada Gambar 8 COD pada stasiun 1 menunjukkan nilai yang lebih rendah dan pola yang terus menurun dari pagi hari 2002,15 mgl sampai malam hari 706,34 mgl. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa COD stasiun 1 lebih besar dari pada nilai BOD 5 nya, tingginya nilai COD ini diduga karena adanya bocoran atau rembesan air lindi yang mempengaruhi kandungan bahan organik pada stasiun 1 ini. Oleh karena itu bahan organik yang melewati stasiun 1 berupa bahan organik yang sukar didegradasi secara biologis lebih banyak dari pada bahan organik yang mudah terdegradasi secara biologis. Pada stasiun 2, 3, dan 4 terlihat pola yang sama, terjadi kenaikan nilai COD masing-masing stasiun pada siang hari, menurun pada sore dan malam hari. Hal ini berarti pada siang hari kandungan bahan organik yang dapat dioksidasi dengan dikromat lebih banyak. Selain itu dapat menggambarkan bahwa pada siang hari di stasiun tersebut bahan organik yang sukar di degradasi secara biologis lebih banyak dan semakin besar pada stasiun 4 5541,55 mgl. Nilai COD yang meningkat pada siang hari ini diduga karena terjadinya masukan air hujan pada lahan TPA pada pagi harinya yang melarutkan bahan organik pada timbunan sampah dan membawa bahan organik terlarut tersebut melewati stasiun 2, 3 dan 4 pada siang harinya. baku mutu Gambar 8. Hasil pengukuran COD tiap pengamatan 1000 2000 3000 4000 5000 6000 pagi siang sore malam waktu COD mgl stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 Menurut Pohland dan Harper 1985 dengan nilai COD rata-rata pada saluran pembuangan lindi seperti diatas dapat dikategorikan bahwa kekuatan organik air lindinya dalam kategori menengah. Apabila dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82, 2001, keadaan perairan seperti ini dengan kandungan bahan organik yang telah melebihi 50 – 100 mgl sangat tidak cocok untuk kegiatan budidaya perikanan dan pengairan tanaman.

e. Amonia total

Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total NH 3 dan NH 4 + . Pada Gambar 9 terlihat bahwa kadar amonia total pada stasiun 1 saluran irigasi berkisar 2,15 - 4,12 mgl dengan rata -rata 2,97 mgl. Sedangkan pada stasiun 2 saluran buangan lindi rata-rata kadar amonia totalnya 138,19 mgl, stasiun 3 pencampuran antara air irigasi dan air lindi dan stasiun 4 berturut -turut berkadar rata-rata 122,13 mgl dan 123,82 mgl. Kadar amonia total yang terendah pada stasiun 1 berkaitan erat dengan tingginya oksigen terlarut, serta suhu dan bahan organik yang lebih rendah daripada stasiun lainnya. Kondisi oksigen terlarut yang lebih rendah, pH, dan bahan organik yang lebih tinggi menyebabkan pada stasiun 2 rata-rata amonia totalnya tertinggi. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian Effendi, 2003. Gambar 9. Hasil pengukuran amonia total tiap pengamatan 50 100 150 200 pagi siang sore malam waktu Amonia total mgl stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4

f. Nitrat

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Pada Gambar 10 terlihat bahwa nilai nitrat hasil pengamatan pada setiap stasiun berkisar antara 0,09 – 0,23 mgl. Gambar 10. Hasil pengukuran nitrat tiap pengamatan Kadar oksigen terlarut yang rendah di setiap stasiun dan kadar bahan organik yang tinggi, akan memperlambat proses oksidasi amonia menjadi nitrat sehingga pembentukan nitrat pun terhambat. Dalam keadaan terdapat oksigen yang cukup, amonia akan diubah oleh bakteri nitrosomonas menjadi nitrit dan oleh bakteri nitrobacter menjadi nitrat Wetzel, 2001. Menurut Davis dan Cornwell 1991 in Effendi 2003, kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mgl, sedangkan apabila lebih dari 5 mgl menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan.

g. Sulfat

Sulfur S berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik terutama terdapat dalam bentuk sulfat SO 4 2 - . Dari Gambar 11 diketahui bahwa kadar sulfat pada stasiun 1 secara keseluruhan paling rendah dengan nilai rata -rata 8,82 mgl. Pada stasiun pengamatan lainnya berkisar 22,7 – 32,9 mgl. Perbedaan ini diduga karena pada stasiun 1 merupakan saluran irigasi penduduk yang mempunyai kandungan sulfat dan bahan organik yang lebih sedikit. Pada stasiun 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 pagi siang sore malam waktu Nitrat mgl stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 2, 3, dan 4 kandungan sulfat SO 4 2 - dan bahan organik pada lindi hasil buangan TPA Galuga cukup banyak. Gambar 11. Hasil pengukuran sulfat tiap pengamatan Pada perairan yang mengandung banyak bahan organik dan sedikit kandungan oksigen, sulfat berperan sebagai sumber oksigen dalam proses oksidasi yang dilakukan bakteri anaerob. Pada kondisi ini, ion sulfat direduksi menjadi ion sulfit yang membentuk kesetimbangan dengan ion hidrogen untuk membentuk hidrogen sulfida H 2 S Effendi, 2003. Menurut Rump dan Krist 1992 in Effendi 2003, kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2 - 80 mgl. Secara keseluruhan kadar sulfat pada saluran pembuangan ini masih dibawah toleransi kadar baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 400 mgl, sehingga masih sesuai dipergunakan untuk pengairan tanaman dan budidaya perikanan.

h. Besi

Kadar besi pada tiap pengamatan berkisar antara 2,63 - 3,89 mgl. Menurut Rump dan Krist 1992 in Effendi 2003, kadar besi pada perairan yang cukup aerasi aerob hampir tidak pernah lebih dari 0,3 mgl. Sehingga dapat dikatakan bahwa kadar besi pada tiap stasiun pengamatan cukup tinggi yang disebabkan oleh banyaknya bahan organik dan kandungan oksigen terlarut yang rendah. 5 10 15 20 25 30 35 pagi siang sore malam waktu sulfat mgl stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 Gambar 12. Hasil pengukuran besi tiap pengamatan Kadar besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah juga mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam. Kadar besi melebihi 1,0 mgl dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik Moore 1991. Dalam Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kadar besi yang diperbolehkan dalam baku mutu kualitas air kelas I sebesar 0,3 mgl. Oleh karena itu air buangan lindi ini sebaiknya tidak digunakan untuk kegiatan rumah tangga dan konsumsi air minum, serta penga iran dan budidaya perikanan.

3. Parameter mikrobiologi air lindi

Dari hasil pengamatan mikrobiologi pada saluran pembuangan lindi TPA Galuga didapatkan jumlah total coliform sebanyak lebih dari 1,1 x 10 3 MPN100ml. Hal ini mengindikasikan bahwa pada air lindi tersebut juga mengandung bakteri patogen yang cukup banyak dan apabila digunakan untuk keperluan sehari-hari akan sangat membahayakan bagi kesehatan penduduk sekitarnya. Tabel 10. Hasil analisis total coliform air lindi Total coliform Jumlah Pengamatan 1 1,1 x 10 3 MPN100ml Pengamatan 2 1,1 x 10 3 MPN100ml 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 pagi siang sore malam waktu Fe mgl stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4

E. Kualitas air sumur

Masyarakat Kampung Lalamping, Desa Galuga yang merupakan daerah pemukiman yang letaknya sebelah barat TPA Galuga masih menggunakan air sumur untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Di lain pihak Dinas Kebersihan Kota Bogor telah menyediakan tangki penampungan air bersih yang dipasok dari mata air disekitar Desa Galuga dengan harapan masyarakat Kampung Lalamping dapat menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang masih menggunakan air sumurnya untuk kebutuhan sehari- harinya. Tabel 11. Hasil analisis kualitas air sumur Parameter Satuan Konsentrasi Baku mutu kelas I PP No. 82 tahun 2001 Kesesuaian Suhu o C 27,00 Alami ± 3 ü TSS mgl 5,00 50 ü pH - 4,92 6 - 9 x DO mgl 3,17 6 x BOD 5 mgl 34,72 2 x COD mgl 1557,87 10 x Amonia total mgl 1,28 0,5 x Nitrat mgl 0,91 - Besi mgl 0,06 0,3 ü Total coliform MPN100ml 1,1 x 10 3 1000 x Keterangan : ü = sesuai dengan baku mutu x = tidak sesuai baku mutu Kualitas air sumur masyarakat di Kampung Lalamping yang terletak dekat dengan saluran pembuangan lindi sekitar 15 - 20 m, kedalaman 3 meter, terlihat jelas pada Tabel 11 bahwa nilai kualitas air sumur yang s udah tidak sesuai dengan baku mutu adalah parameter pH, DO, BOD 5 , COD, amonia total dan total coliform. Nilai pH yang asam, BOD 5 dan COD sangat tinggi, dan total coliform yang cukup banyak, mengindikasikan bahwa air sumur tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Apabila air sumur ini masih digunakan, maka akan menimbulkan dampak negatif seperti gangguan pencernaan, gatal-gatal pada kulit dan penyakit yang lainnya.

F. Analisis beban pencemaran