B. Lindi Sampah TPA Galuga
Lindi sampah TPA Galuga dihasilkan oleh tumpukan sampah yang ditampung. Komposisi lindi yang terbentuk akan sesuai dengan jenis sampah
yang masuk kedalam TPA. Air lindi yang terbentuk berwarna hitam kemerahan dengan bau menyengat.
Secara gravitasi air lindi yang terbentuk mengalir ke tempat yang lebih rendah melalui saluran permanen yang terbuat dari tembok
beton dengan panjang saluran sekitar 400 m, lebar 1 – 1,5 m dan dalam 0,5 – 1 m. Lindi tersebut kemudian masuk kedalam kola m pengolahan pengendapan
permanen sebanyak 4 buah Lampiran 7. Pada keempat kolam
pengolahan
ini, lindi yang masuk akan diendapkan dan selanjutnya dikeluarkan kesaluran
pembuangan. Saluran pembuangan ini dibuat tidak permanen dengan lebar 1 m dan tinggi air sekitar 10 - 25 cm yang langsung berhubungan dengan saluran
irigasi penduduk.
C. Pengolahan Air Lindi
TPA sampah Galuga mempunyai 4 buah kolam pengolahan. Sebelum air lindi hasil buangan sampah terbuang keperairan umum, lindi tersebut diolah
terlebih dahulu pada kolam-kolam pengolahan. Menurut DKP 2003 keempat kolam tersebut dirancang dengan fungsi tertentu. Kolam pengolahan pertama
mempunyai fungsi sebagai kolam aerasi dengan ukuran ± 20 m
3
. Kolam pengolahan kedua dan ketiga sebagai kolam flokulasi dengan ukuran masing-
masing ± 40 m
3
dan kolam keempat sebagai kolam pengendapan mempunyai ukuran ± 12 m
3
Lampiran 7. Kenyataannya pada saat pengamatan setiap bak pengolahan tersebut tidak difungsikan sesuai dengan seharusnya. Pada setiap bak
pengolahan, air lindi yang masuk hanya dialirkan, diendapkan, kemudian dikeluarkan kesaluran perairan umum tanpa ada proses pengolahan lebih lanjut.
Hal ini sangat disayangkan, karena bak pengolahan yang telah dirancang tidak dioperasikan sesuai dengan fungsinya.
D. Kualitas Air Lindi 1. Parameter Fisika Air Lindi
a. Suhu
Pada tiap stasiun terlihat penyebaran suhu yang hampir sama, dari Gambar 3 terlihat sebaran suhu tertinggi pada setiap stasiun adalah pada pengamatan siang
hari yaitu berkisar antara 30 – 32
o
C. Sedangkan sebaran suhu terendah terjadi pada pa gi hari yang berkisar antara 23 – 26,5
o
C. Gambar 3 juga menunjukkan bahwa pola fluktuasi suhu pada saluran perairan tersebut adalah rendah pada pagi
hari, kemudian terjadi kenaikan suhu yang drastis pada siang hari, dan selanjutnya berangsur -angsur menurun pada sore sampai malam hari. Suhu dipengaruhi oleh
faktor penyinaran sinar matahari dan proses dekomposisi yang terjadi pada tiap stasiun. Apabila dibandingkan dengan baku mutu kelas III Peraturan Pemerintah
No. 82 tahun 2001, pada pengamatan pagi dan siang hari telah melebihi baku mutu sehingga perairan ini tidak sesuai untuk pengairan tanaman dan budidaya
perikanan.
Baku mutu
Gambar 3. Hasil pengukuran suhu tiap pengamatan
b. TSS Total Suspended Solid
Pada Gambar 4, TSS tiap pengamatan menunjukan nilai yang beragam. Pada stasiun 1 terlihat, nilai TSS dari pengamatan pagi sampai sore hari
mengalami kenaikan dar i 14 mgl sampai 41 mgl, akan tetapi pada malam hari terjadi penurunan sampai 4 mgl. Hal ini diduga karena pada pagi sampai siang
hari komposisi pasir dan lumpur akibat limpasan dari persawahan meningkat sedangkan pada malam hari komposisi pasir dan lumpurnya berkurang dapat
22 24
26 28
30 32
34
pagi siang
sore malam
waktu Suhu oC
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
dilihat dari penampakan air contoh yang lebih jernih daripada pagi, siang, dan sore.
Gambar 4. Hasil pengukuran TSS tiap pengamatan Pada stasiun 2 terlihat pola yang terus meningkat, pagi hari sebesar 23 mgl
sampai 27 mgl pada malam hari. Kondisi ini diduga karena adanya peningkatan kandungan pasir halus, lumpur, dan bahan organik tidak terlarut yang ikut terbawa
air lindi. Lain halnya dengan stasiun 3 dan 4, pada pengamatan pagi sampai sore
hari cenderung konstan, ke mudian mengalami kenaikan pada waktu malam hari sampai 76 mgl stasiun 3 dan 68 mgl stasiun 4. Nilai TSS yang lebih tinggi
pada malam hari ini diduga karena sebelum pengamatan terjadi hujan sehingga sedimen dasar yang berupa lumpur dan pasir terangka t kepermukaan.
Secara keseluruhan nilai TSS pada saluran pembuangan lindi ini berkisar antara 4 mgl terendah sampai 68 mgl tertinggi. Apabila dibandingkan
dengan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilainya masih di bawah 400 mgl. Oleh karena itu, dalam hal ini perairan tersebut masih sesuai digunakan
untuk budidaya ikan dan pengairan tanaman.
2. Parameter Kimia Air Lindi a. pH
Terlihat pada Gambar 5 adanya perbedaan nilai pH perairan pada stasiun 1 saluran irigasi dengan stasiun pengamatan yang lain. Pada stasiun 1 kondisi
nilai pH perairannya sebesar 6,44 pada pagi hari tertinggi dan 6,02 pada malam hari terendah. Pada stasiun pengamatan yang lainnya menunjukkan nilai pH
10 20
30 40
50 60
70 80
pagi siang
sore malam
waktu TSS mgl
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
yang konstan antara 7,36 – 7,58 yang masih bisa digolongkan dalam nilai pH yang netral.
Baku mutu
Gambar 5. Hasil pengukuran pH tiap pengamatan Pada stasiun 1 nilai pHnya sedikit lebih rendah diduga karena adanya run
off pupuk pertanian dan humus unsur hara yang terlarut masuk kedalam perairan. Pada stasiun 2, 3 dan 4 karena sudah adanya masukan lindi kedalam
perairan, maka perubahan nilai pH sangat tergantung kepada proses dekomposisi di dalam air lindi tersebut. Menurut Pohland dan Harper 1985 seiring dengan
pertambahan umur tumpukan sampah, pada tumpukan sampah akan terjadi fase fermentasi metana sebagai hasil dekomposisi biologis anaerobik yang hampir
sempurna dengan nilai pH yang berfluktuasi antara 7,5 – 9.
b. DO Dissolved Oxygen
Pada Gambar 6 terlihat bahwa pada stasiun 1 kandungan oksigen terlarut dipagi hari sebesar 5,06 mgl dan menunjukkan pola harian yang terus menurun
menjadi 3,67 mgl siang hari, 3,37 mgl sore hari, dan 2,18 mgl pada malam hari. Pada pagi hari sebelum pengamatan, terjadi hujan yang diduga
meningkatkan oksigen terlarut di perairan karena bertambahnya ketinggian air dan kecepatan aliran air sehingga difusi oksigen dari udara meningkat, walaupun
proses fotosintesis masih sedikit terjadi. Pada siang hari, karena kondisi stasiun 1 yang teduh, masukan sinar
mataharinya sedikit mengakibatkan proses fotosintesis yang terjadi pun sedikit.
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
pagi siang
sore malam
waktu pH
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa masukan oksigen hasil dari fotosintesis sedikit dan difusi dari udara pun berkurang karena menurunnya kecepatan aliran,
sehingga oksigen yang ada akan menurun karena terpakai oleh dekomposisi bahan organik dari limpasan persawahan.
Baku mutu
Gambar 6. Hasil pengukuran oksigen terlarut tiap pengamatan Kandungan oksigen pada stasiun 2 yang terlihat pada Gambar 6
menunjukkan nilai yang sangat rendah, pagi dan siang hari sebesar 0,79 mgl kemudian naik pada sore hari 1,29 mgl dan malam hari turun sampai 0,49 mgl.
Kondisi stasiun 2 yang terbuka memungkinkan penetrasi sinar matahari yang cukup untuk proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Kandungan bahan
organik yang tinggi dari buangan lindi menyebabkan pemakaian oksigen untuk menguraikan bahan organik oleh mikroba pada perairan juga tinggi, sehingga
oksigen dari hasil fotosintesis akan terpakai yang mengakibatkan oksigen yang terlarut di perairan tetap rendah.
Begitu pula yang terjadi pada stasiun 4, yang kandungan oksigen terlarut yang terukur sebesar 0,79 mgl pagi; 0,89 mgl siang dan sore; dan 0,39 mgl
malam. Kondisi stasiun 4 yang teduh menyebabkan proses fotosintesis yang terjadi hanya menghasilkan sedikit oksigen. Bahan organik yang melewati stasiun
4 merupakan akumulasi dari stasiun 1, 2 dan 3, sehingga banyaknya bahan organik yang terakumulasi akan mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan
oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut. Implikasinya kandungan oksigen terlarut dalam perairan akan semakin rendah. Terlebih lagi pada
1 2
3 4
5 6
pagi siang
sore malam
waktu DO mgl
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
pengamatan malam hari dengan tidak adanya masukan dari proses fotosintesis, maka oksigen akan semakin rendah.
Pada stasiun 3, kandungan oksigen terlarutnya cenderung fluktuatif, tertinggi pada pagi hari 3,18 mgl kemudian menurun menjadi 0,7 mgl pada
siang hari, tetapi pada sore hari naik sedikit menjadi 1,3 mgl dan kembali menurun menjadi 0,7 mgl pada malam hari. Kondisi kandungan oksigen terlarut
yang seperti ini diduga karena stasiun 3 merupakan pertemuan massa air dari
saluran irigasi stasiun 1 dengan saluran pembuangan lindi stasiun 2 sehingga kondisinya selalu berubah-ubah. Secara keseluruhan kandungan oksige n terlarut
pada saluran yang sudah tercampur dengan air lindi menunjukkan kondisi yang kurang dari 2 mgl. Apabila air tersebut digunakan untuk budidaya perikanan
akan mengakibatkan kematian pada ikan.
c. BOD
5
Biochemical Oxygen Demand
Pada Gambar 7, terlihat kebutuhan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik secara biologis sangat
bervariasi tiap waktu pengamatan. Pada stasiun 1 dan 2 membentuk pola fluktuasi kandungan BOD
5
yang sama, pada pagi hari sebesar 69,43 mgl stasiun 1, dan 99,18 mgl stasiun 2; pada siang hari naik menjadi 74,39 mgl stasiun 1, dan
119,02 mgl stasiun 2; kemudian sore hari turun menjadi 39,67 mgl stasiun 1, dan 54,55 mgl stasiun 2; dan malam harinya naik kembali menjadi 59,51 mgl
stasiun 1, dan 99,18 mgl stasiun 2.
baku mutu
Gambar 7. Hasil pengukuran BOD
5
tiap pengamatan
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
pagi siang
sore malam
waktu BOD mgl
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa pada siang hari suhu pada permukaan perairan yang meningkat dapat memicu aktivitas mikroba dalam
menguraikan bahan organik yang berada dalam perairan, sehingga kebutuhan oksigen untuk menguraikannya pun semakin besar. Kemudian pada sore hari
terlihat nilai BOD
5
menurun, hal ini diduga karena intensitas aktivitas mikroba yang menguraikan bahan organik menurun, sehingga jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik juga menurun. Peningkatan BOD
5
pada malam hari diduga karena bertambahnya masukan bahan organik pada stasiun 1 akibat limpasan dari persawahan karena terjadi hujan dan pada stasiun 2
bertambahnya bahan organik dari lindi tidak terendapkan pada kolam pengendapan, sehingga kebutuhan untuk mendekomposisikannya pun bertambah.
Pada stasiun 3 yang merupakan daerah pertemuan massa air dari saluran irigasi dengan saluran pe mbuangan lindi menunjukkan nilai BOD
5
sebesar 34,71 mgl pagi hari, 54,55 mgl siang hari, kemudian naik menjadi 173,57 mgl
sore hari dan turun menjadi 54,55 mgl malam. Fluktuasi kenaikan yang terjadi pada sore hari diduga karena adanya masukan limpasan bahan organik
akibat dari kegiatan penduduk Kampung Lalamping. Pada malam harinya nilai BOD
5
nya kembali turun, hal ini diasumsikan bahwa pada malam hari keberadaan mikroba di stasiun 3 lebih sedikit, sehingga nilai BOD
5
nya pun lebih rendah. Secara umum pada kondisi stasiun 3 yang merupakan daerah pertemuan, keadaan
nilai – nilai parameter yang diamati tidak menentu. Pada stasiun 4 terlihat pola yang relatif tidak jauh berubah sejak pagi hari
niali BOD
5
sebesar 104,14 mgl lalu menurun pada siang hari menjadi 79,35 mgl dan naik kembali menjadi 99,28 mgl sore hari dan 94,22 mgl malam hari.
Kondisi stasiun 4 yang tidak mengalami banyak perubahan dengan masukan hanya dari stasiun 3, mengambarkan bahwa besarnya bahan organik yang dapat
terurai secara biologis karena masukkan air lindi berkisar antara 79,35 mgl sampai dengan 104,14 mgl.
Apabila dibandingkan dengan baku mutu kualitas air kelas III kegiatan perikanan dan pengairan tanaman nilai BOD
5
tersebut sudah jauh melebihi baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001. Hal ini terlihat nyata pada
lingkungan sekitar saluran pembuangan lindi, bahwa persawahan yang diairi
dengan air irigasi yang tercampur dengan air lindi tidak produktif lagi. Oleh karena itu, perairan pada saluran pembuangan lindi ini dapat dianggap telah
mengalami pencemaran.
d. COD Chemical Oxygen Demand
Pada Gambar 8 COD pada stasiun 1 menunjukkan nilai yang lebih rendah dan pola yang terus menurun dari pagi hari 2002,15 mgl sampai malam hari
706,34 mgl. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa COD stasiun 1 lebih besar dari pada nilai BOD
5
nya, tingginya nilai COD ini diduga karena adanya bocoran atau rembesan air lindi yang mempengaruhi kandungan bahan organik
pada stasiun 1 ini. Oleh karena itu bahan organik yang melewati stasiun 1 berupa bahan organik yang sukar didegradasi secara biologis lebih banyak dari pada
bahan organik yang mudah terdegradasi secara biologis. Pada stasiun 2, 3, dan 4 terlihat pola yang sama, terjadi kenaikan nilai COD
masing-masing stasiun pada siang hari, menurun pada sore dan malam hari. Hal ini berarti pada siang hari kandungan bahan organik yang dapat dioksidasi dengan
dikromat lebih banyak. Selain itu dapat menggambarkan bahwa pada siang hari di stasiun tersebut bahan organik yang sukar di degradasi secara biologis lebih
banyak dan semakin besar pada stasiun 4 5541,55 mgl. Nilai COD yang meningkat pada siang hari ini diduga karena terjadinya masukan air hujan pada
lahan TPA pada pagi harinya yang melarutkan bahan organik pada timbunan sampah dan membawa bahan organik terlarut tersebut melewati stasiun 2, 3 dan 4
pada siang harinya.
baku mutu
Gambar 8. Hasil pengukuran COD tiap pengamatan
1000 2000
3000 4000
5000 6000
pagi siang
sore malam
waktu COD mgl
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
Menurut Pohland dan Harper 1985 dengan nilai COD rata-rata pada saluran pembuangan lindi seperti diatas dapat dikategorikan bahwa kekuatan
organik air lindinya dalam kategori menengah. Apabila dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82, 2001, keadaan perairan seperti ini
dengan kandungan bahan organik yang telah melebihi 50 – 100 mgl sangat tidak cocok untuk kegiatan budidaya perikanan dan pengairan tanaman.
e. Amonia total
Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total NH
3
dan NH
4 +
. Pada Gambar 9 terlihat bahwa kadar amonia total pada stasiun 1 saluran irigasi
berkisar 2,15 - 4,12 mgl dengan rata -rata 2,97 mgl. Sedangkan pada stasiun 2 saluran buangan lindi rata-rata kadar amonia totalnya 138,19 mgl, stasiun 3
pencampuran antara air irigasi dan air lindi dan stasiun 4 berturut -turut berkadar rata-rata 122,13 mgl dan 123,82 mgl.
Kadar amonia total yang terendah pada stasiun 1 berkaitan erat dengan tingginya oksigen terlarut, serta suhu dan bahan organik yang lebih rendah
daripada stasiun lainnya. Kondisi oksigen terlarut yang lebih rendah, pH, dan bahan organik yang lebih tinggi menyebabkan pada stasiun 2 rata-rata amonia
totalnya tertinggi. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan
limpasan pupuk pertanian Effendi, 2003.
Gambar 9. Hasil pengukuran amonia total tiap pengamatan
50 100
150 200
pagi siang
sore malam
waktu Amonia total mgl
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
f. Nitrat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Pada Gambar 10 terlihat
bahwa nilai nitrat hasil pengamatan pada setiap stasiun berkisar antara 0,09 – 0,23 mgl.
Gambar 10. Hasil pengukuran nitrat tiap pengamatan Kadar oksigen terlarut yang rendah di setiap stasiun dan kadar bahan
organik yang tinggi, akan memperlambat proses oksidasi amonia menjadi nitrat sehingga pembentukan nitrat pun terhambat.
Dalam keadaan terdapat oksigen yang cukup, amonia akan diubah oleh bakteri nitrosomonas menjadi nitrit dan
oleh bakteri nitrobacter menjadi nitrat Wetzel, 2001.
Menurut Davis dan Cornwell 1991 in Effendi 2003, kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mgl, sedangkan apabila lebih
dari 5 mgl menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan.
g. Sulfat
Sulfur S berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik terutama terdapat dalam bentuk sulfat SO
4 2 -
. Dari Gambar 11 diketahui bahwa kadar sulfat pada stasiun 1 secara keseluruhan paling rendah dengan nilai rata -rata
8,82 mgl. Pada stasiun pengamatan lainnya berkisar 22,7 – 32,9 mgl. Perbedaan ini diduga karena pada stasiun 1 merupakan saluran irigasi penduduk yang
mempunyai kandungan sulfat dan bahan organik yang lebih sedikit. Pada stasiun
0.00 0.10
0.20 0.30
0.40 0.50
pagi siang
sore malam
waktu Nitrat mgl
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
2, 3, dan 4 kandungan sulfat SO
4 2 -
dan bahan organik pada lindi hasil buangan TPA Galuga cukup banyak.
Gambar 11. Hasil pengukuran sulfat tiap pengamatan Pada perairan yang mengandung banyak bahan organik dan sedikit
kandungan oksigen, sulfat berperan sebagai sumber oksigen dalam proses oksidasi yang dilakukan bakteri anaerob. Pada kondisi ini, ion sulfat direduksi menjadi ion
sulfit yang membentuk kesetimbangan dengan ion hidrogen untuk membentuk hidrogen sulfida H
2
S Effendi, 2003. Menurut Rump dan Krist 1992 in Effendi 2003, kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2 - 80 mgl.
Secara keseluruhan kadar sulfat pada saluran pembuangan ini masih dibawah toleransi kadar baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 400 mgl,
sehingga masih sesuai dipergunakan untuk pengairan tanaman dan budidaya perikanan.
h. Besi
Kadar besi pada tiap pengamatan berkisar antara 2,63 - 3,89 mgl. Menurut Rump dan Krist 1992 in Effendi 2003, kadar besi pada perairan yang cukup
aerasi aerob hampir tidak pernah lebih dari 0,3 mgl. Sehingga dapat dikatakan bahwa kadar besi pada tiap stasiun pengamatan cukup tinggi yang disebabkan
oleh banyaknya bahan organik dan kandungan oksigen terlarut yang rendah.
5 10
15 20
25 30
35
pagi siang
sore malam
waktu sulfat mgl
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
Gambar 12. Hasil pengukuran besi tiap pengamatan Kadar besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna
merah juga mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam. Kadar besi melebihi 1,0 mgl dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik
Moore 1991. Dalam Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kadar besi yang diperbolehkan dalam baku mutu kualitas air kelas I sebesar 0,3 mgl. Oleh karena
itu air buangan lindi ini sebaiknya tidak digunakan untuk kegiatan rumah tangga dan konsumsi air minum, serta penga iran dan budidaya perikanan.
3. Parameter mikrobiologi air lindi
Dari hasil pengamatan mikrobiologi pada saluran pembuangan lindi TPA Galuga didapatkan jumlah total coliform sebanyak lebih dari 1,1 x 10
3
MPN100ml. Hal ini mengindikasikan bahwa pada air lindi tersebut juga mengandung bakteri patogen yang cukup banyak dan apabila digunakan untuk
keperluan sehari-hari akan sangat membahayakan bagi kesehatan penduduk sekitarnya.
Tabel 10. Hasil analisis total coliform air lindi Total coliform
Jumlah Pengamatan 1
1,1 x 10
3
MPN100ml Pengamatan 2
1,1 x 10
3
MPN100ml
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00
pagi siang
sore malam
waktu Fe mgl
stasiun 1 stasiun 2
stasiun 3 stasiun 4
E. Kualitas air sumur
Masyarakat Kampung Lalamping, Desa Galuga yang merupakan daerah pemukiman yang letaknya sebelah barat TPA Galuga masih menggunakan air
sumur untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Di lain pihak Dinas Kebersihan Kota Bogor telah menyediakan tangki penampungan air bersih yang dipasok dari
mata air disekitar Desa Galuga dengan harapan masyarakat Kampung Lalamping dapat menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi masih banyak
masyarakat yang masih menggunakan air sumurnya untuk kebutuhan sehari- harinya.
Tabel 11. Hasil analisis kualitas air sumur
Parameter Satuan
Konsentrasi Baku mutu
kelas I PP No. 82 tahun 2001
Kesesuaian Suhu
o
C 27,00
Alami ± 3 ü
TSS mgl
5,00 50
ü pH
- 4,92
6 - 9 x
DO mgl
3,17 6
x BOD
5
mgl 34,72
2 x
COD mgl
1557,87 10
x Amonia total
mgl 1,28
0,5 x
Nitrat mgl
0,91 -
Besi mgl
0,06 0,3
ü Total coliform
MPN100ml 1,1 x 10
3
1000 x
Keterangan : ü = sesuai dengan baku mutu
x = tidak sesuai baku mutu Kualitas air sumur masyarakat di Kampung Lalamping yang terletak dekat
dengan saluran pembuangan lindi sekitar 15 - 20 m, kedalaman 3 meter, terlihat jelas pada Tabel 11 bahwa nilai kualitas air sumur yang s udah tidak sesuai dengan
baku mutu adalah parameter pH, DO, BOD
5
, COD, amonia total dan total coliform. Nilai pH yang asam, BOD
5
dan COD sangat tinggi, dan total coliform yang cukup banyak, mengindikasikan bahwa air sumur tersebut sudah tidak layak
untuk dikonsumsi dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Apabila air sumur ini masih digunakan, maka akan menimbulkan dampak negatif seperti gangguan
pencernaan, gatal-gatal pada kulit dan penyakit yang lainnya.
F. Analisis beban pencemaran