dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar
untuk memahami, memikirkan, dan merasakan berbagai masalah tersebut.
Robbins 1998 dalam Kurniawan 2011 berpendapat bahwa terdapat tujuh karakteristik primer untuk memahami hakikat dari budaya
organisasi, yaitu: 1 inovasi dan pengambilan keputusan innovation and risk taking, 2 perhatian pada rincian attention to detail, 3 orientasi
pada hasil outcome orentation, 4orientasi pada orang people orentation, 5orientasi pada tim team orentation, 6 Agresivitas
agresiveness dan 7 kemantapan stability.
2.1.5 Pelatihan
The Urban Institute 2002 dalam Nurkhamid 2008 mengungkapkan “personil organisasi yang memiliki pemahaman dan
kemampuan teknis yang berkaitan dengan implementasi sistem pengukuran kinerja akan dapat membantu menyukseskan implementasi sistem
pengukuran kinerja tersebut”. Menurut Nurkhamid 2008 mengungkapkan bahwa “Kemampuan teknis yang dibutuhkan oleh personil dalam suatu
organisasi antara lain melakukan analisis data, menyajikan laporan kinerja dalam bentuk yang mudah dipahami, dan membuat laporan khusus sesuai
dengan karakteristik stakeholders”.
Nurkhamid 2008 mengungkapkan juga bahwa “pelatihan untuk para pegawai akan menciptakan mekanisme bagi pegawai untuk
memahami, menerima dan merasakan secara nyaman inovasi, dan mengurangi perasaan tertekan atau kebingungan akibat proses
implementasi”. Oleh karena itu, diperlukan bagi para personil organisasi dalam menyusun Rencana Strategis Renstra dan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah LAKIP, menentukan target kinerja suatu program, menggunakan informasi kinerja program untuk membuat
keputusan, menghubungkan kinerja suatu kebijakanprogram dengan pencapaian tujuan strategis organisasi tersebut Calluzo dan Ittner, 2003.
Selain itu Nurkhamid 2008, juga mengungkapkan bahwa “pelatihan yang diberikan kepada personil organisasi jugs dapat meningkatkan komunikasi
antar divisi dan departemen tentang pelayanan publik, kinerja, serta pengukuran kinerja. Selain itu jumlah personel yang memiliki kemampuan
tersebut dapat berpengaruh terhadap terwujudnya akuntabilitas kinerja”.
2.1.6 Akuntabilitas Kinerja
Lembaga Administrasi Negara LAN dan Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan BPKP mengatakan bahwa akuntabilitas
kinerja adalah:
Kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorangbadan hukumpimpinan suatu
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban, sesuai dengan tugas pokok
masing-masing yang juga hares dipahami lingkup akuntabilitas masing- masing, karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan juga
kegagalan pelaksanaan misi Instansi bersangkutan.
Dalam LAN dan BPKP mengatakan bahwa prinsip-prinsip akuntabilitas dalam pelaksanaannya di lingkungan instansi pemerintah
yang perlu diperhatikan adalah: a.
Harus ada komitmen dari pemimpin dan seluruh staf instansi untuk
melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.
b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan
sumbersumber daya, secara konsisten dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan.
d. Harus berorientasi pada, pencapaian visi dan misi serta hasil dan
manfaat yang diperoleh.
e. Harus jujur, obyektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator
perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kineda dan penyusunan
laporan akuntabilitas.
Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden nomor 7 Tahun 1999 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XIMPR1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam hal tersebut sudah ditegaskan
bahwa perlu adanya pengembangan sistem akuntabilitas oleh instansi pemerintah, yang diharapkan dapat lebih meningkatkan pelaksanaan
pemerintahan yang lebih berdayaguna, bersih, bertanggungjawab, dan berkinerja. Dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
SAKIP, diharapkan pemerintah dapat lebih mendorong peningkatan
kinerjanya.
Selanjutnya, dalam sistem akuntabilitas dikembangkan informasi kinerja yang disajikan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah LAKIP yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan instansi pemerintah dalam pencapaian visi, misi dan tujuannnya. Laporan
Akuntabilitas merupakan suatu media akuntabilitas yang digunakan oleh instansi pemerintah dalam melaksanakan kewajiban untuk membantu
proses pengambilan keputusan.
Informasi yang dihasilkan dalam laporan termasuk informasi yang formal yang mudah dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang
memerlukannya.
Menurut Haryono, dkk 2004:112 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah harus disusun secara jujur, akurat dan transparan. Di
samping itu, perlu diperhatikan yaitu:
a. Prinsip lingkungan pertanggungjawaban. Hal-hal yang dilaporkan
harus proporsional dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab masingmasing dan memuat baik mengenai kegagalan maupun
keberhasilan.
b. Prinsip prioritas. Yang dilaporkan adalah hal-hal yang penting dan
relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban
instansi yang diperlukan untuk upaya-upaya tindak lanjutnya.
c. Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar daripada
biaya penyusunannya, dan laporan harus mempunyai manfaat bagi
peningkatan pencapaian kinerja.
Bastian 2001 : 349 menyebutkan bahwa isi LAKIP adalah “uraian pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka
pencapaian visi dan misi serta, penjabarannya yang menjadi perhatian utama instansi pemerintah”. Selain itu perlu dimasukkan jugs beberapa
aspek pendukung meliputi uraianpertanggungjawaban mengenai:
a. Aspek keuangan
b. Aspek sumber daya
c. Aspek sarana dan prasarana
d. Metode Keda, pengendalian manajemen, dan kebijak sanaan lain
yang mendukung pelaksanaan tugas utama instansi
Menurut LAN dan BPKP menyebutkan bahwa agar LAKIP dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan,
maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan keunikan masing-masing instansi pemerintah. Penyeragaman dimaksudkan untuk
pelaporan yang bersifat rutin, sehingga evaluasi dapat dilakukan secara rutin. LAKIP dimasukkan pada kategori rutin, karena disusun dan
disampaikan kepada pihak-pihak berkepentingan setahun sekah.
Haryono dkk 2004 : 123 menyebutkan bahwa LAKIP sebagai media akuntabilitas, sangat bermanfaat untuk tujuan-tujuan:
a. Melakukan tindakan koreksi yang dianggap perlu untuk mengarahkan
kembali kepada pencapaian hasil.
b. Menentukan perubahan-perubahan yang diperlukan guna memperbaiki
keadaan. c. Menguasai perkembangan kegiatan atau pelaksanaan tugas.
d. Menilai unit-unit atau cabang kegiatan.