Reliabilitas Psychological Well Being Scale PWBS

Berdasarkan tabel 11, dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian ini merupakan individu dengan tingkat pendidikan SMA atau Sederajat 71,85. Kemudian pada tabel 12, dapat dilihat bahwa mayoritas subjek penelitian merupakan para individu yang belum menikah 81,98. Tabel 11 Deskripsi Subjek Penelitian berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir N Tidak tercatat 2 0,5 Di bawah SMA 1 0,3 SMA dan Sederajat 268 71,85 Perguruan Tinggi 102 27,34 Tabel 12 Deskripsi Subjek Penelitian berdasarkan Status Perkawinan Status Perkawinan N Sudah menikah 67 17,96 Belum menikah 306 81,98

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa adaptasi PWBS yang dilakukan memiliki construct bias. Construct bias tersebut menunjukkan bahwa adaptasi PWBS yang dilakukan tidak berhasil. Ketidak berhasilan adaptasi tersebut terjadi karena di Indonesia, PWBS memiliki model konstruk yang berbeda dengan model konstruk yang telah disusun oleh Carol Ryff. Hal tersebut terlihat dari model konstruk PWBS adaptasi memiliki hubungan aspek autonomy dengan self acceptance, purpose in life dengan personal growth, positive relations with others dengan environmental mastery, dan positive relations with others dengan autonomy. Hubungan antar aspek tersebut tidak muncul pada model konstruk yang disusun oleh Carol Ryff. Hal tersebut juga terjadi pada adaptasi PWBS di Pakistan, dimana terdapat perbedaan konsep psychological well-being di Pakistan dengan konsep yang disusun oleh Ryff Ansari, 2010. Perbedaaan tersebut terlihat dari korelasi yang rendah antara autonomy dengan purpose in life r=0,349 Ansari, 2010. Selain itu peneliti juga menemukan suatu konstruk baru mengenai psychological well-being yang muncul di Thailand Inggersoll-Dayton, Saengtienchai, Kespichayawattana Aungsuroch, 2001. Konstruk terdiri dari lima dimensi yaitu harmony, interdependece, acceptance, respect, dan enjoyment. Konstruk ini ditemukan dari penelitian yang dilakukan pada lansia di Thailand. Perbedaan-perbedaan tersebut diduga karena terdapat perbedaan antara budaya timur dan budaya barat mengenai pemahaman atas psychological well-being Christopher, 1999. Perbedaan tersebut bisa disebabkan oleh terdapatnya perbedaan budaya dalam pembentukan PWBS. PWBS yang disusun oleh Ryff merupakan alat ukur yang disusun oleh budaya individualis sedangkan Indonesia merupakan suatu negara dengan budaya kolektif Christopher, 1999. Perbedaan budaya juga menyebabkan individu memiliki pendekatan yang berbeda dalam mencapai kebahagiaan Lu, Gilmour, Kao, Weng, Hu, Chern, Huang Shih, 2000. Dimana dalam budaya individualis lebih menekankan mengenai bagaimana dirinya dapat memiliki kontrol atas dirinya dan lingkungan di luar dirinya. Sedangkan pada budaya kolektif, lebih menekankan mengenai bagaimana dirinya dapat memiliki keharmonisan dengan lingkungan di luar dirinya Lu, Gilmour, Kao, Weng, Hu, Chern, Huang Shih, 2000. Meskipun begitu, PWBS adaptasi memiliki skor reliabilitas sebesar 0,935. Hal tersebut menunjukkan bahwa PWBS memiliki reliabilitas yang baik Aron, Coups Aron, 2013. Reliabilitas yang baik menunjukkan bahwa PWBS adaptasi dapat digunakan di Indonesia karena memiliki konsistensi internal yang baik. Berdasarkan hal tersebut, peneliti kemudian mencoba untuk memeriksa hasil PWBS adaptasi yang dilakukan. Berdasarkan hasil pengambilan data, dapat dilihat bahwa psychological well-being yang dimiliki subjek cenderung tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari skor mean empirik subjek yang lebih tinggi daripada skor mean teoritik subjek. Deskripsi tersebut dapat dilihat pada tabel 13.