Deskripsi Subjek Penelitian Hasil adaptasi

Dimana dalam budaya individualis lebih menekankan mengenai bagaimana dirinya dapat memiliki kontrol atas dirinya dan lingkungan di luar dirinya. Sedangkan pada budaya kolektif, lebih menekankan mengenai bagaimana dirinya dapat memiliki keharmonisan dengan lingkungan di luar dirinya Lu, Gilmour, Kao, Weng, Hu, Chern, Huang Shih, 2000. Meskipun begitu, PWBS adaptasi memiliki skor reliabilitas sebesar 0,935. Hal tersebut menunjukkan bahwa PWBS memiliki reliabilitas yang baik Aron, Coups Aron, 2013. Reliabilitas yang baik menunjukkan bahwa PWBS adaptasi dapat digunakan di Indonesia karena memiliki konsistensi internal yang baik. Berdasarkan hal tersebut, peneliti kemudian mencoba untuk memeriksa hasil PWBS adaptasi yang dilakukan. Berdasarkan hasil pengambilan data, dapat dilihat bahwa psychological well-being yang dimiliki subjek cenderung tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari skor mean empirik subjek yang lebih tinggi daripada skor mean teoritik subjek. Deskripsi tersebut dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13 Deskripsi Data Penelitian N=373 Skala Skor Teoritik Skor Empirik Xmin Xmax Mean Xmin Xmax Mean PWBS 84 504 294 241 473 358,0912 AU 14 84 49 32 77 53,3646 EM 14 84 49 32 83 59,0456 PG 14 84 49 44 82 65,0563 PR 14 84 49 38 84 63,0885 PL 14 84 49 38 79 60,7105 SA 14 84 49 25 80 56,8257 Keterangan : PWBS = Psychological well-being scale, AU= autonomy, EM= environmental mastery, PG= personal growth, PR= positive relations with others, PL= purpose in life, SA= self acceptance Selain terdapat skor total yang tinggi, peneliti juga menemukan bahwa subjek juga memiliki skor yang tinggi terhadap semua aspek-aspek dalam PWBS. Meskipun begitu, dapat dilihat bahwa di Indonesia terdapat skor autonomy yang lebih rendah dibandingkan aspek lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang- orang Indonesia cenderung lebih tidak otonom. Sedangkan pada aspek personal growth dan positive relations with others didapatkan skor yang paling tinggi. Hal tersebut mendukung budaya kolektif yang terdapat di Indonesia dan menjelaskan bahwa terdapat perbedaan konstruk PWBS antara budaya Timur dan Barat. Perbedaan-perbedaan tersebut menunjukkan bahwa PWBS adaptasi masih dapat digunakan di Indonesia. Hanya saja penggunaan hasil adaptasi PWBS tidak digunakan seperti PWBS versi aslinya. Hal tersebut dikarenakan hasil adaptasi PWBS tidak memiliki model konstruk seperti versi aslinya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyarankan untuk dilakukannya exploratory factor analysis EFA untuk dapat dilakukannya pemetaan faktor baru dari PWBS sehingga dapat diketahui gambaran ideal mengenai kondisi PWBS seperti yang disarankan oleh Hopwood Donnellan 2010. Selain itu peneliti juga dapat membuat model CFA yang sesuai dengan model ideal dengan melakukan seleksi item terlebih dahulu, namun hal tersebut tidak dilakukan peneliti karena tindakan tersebut akan mengubah PWBS itu sendiri.