7. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada 2 level,
yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah CMC dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 4 g dan level tinggi sebanyak 6 g. Level rendah propilen glikol
dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 5 g dan level tinggi sebanyak 15 g. 8.
Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah hasil percobaan sifat fisik gel daya
sebar dan viskositas dan stabilitas sediaan gel perubahan viskositas. 9.
Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level
tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. 10.
Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum formula berdasar satu parameter kualitas gel ekstrak kering polifenol teh hijau.
11. Superimposed contour plot adalah penggabungan garis–garis pada daerah
optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas dan perubahan viskositas.
12. Sifat fisik dan stabilitas gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui
kualitas fisik gel. Dalam penelitian ini sifat fisik sediaan gel meliputi daya sebar dan viskositas gel, stabilitas sediaan gel meliputi perubahan viskositas gel setelah
disimpan selama 1 bulan.
D. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk teh hijau yang berasal dari salah satu produsen teh hijau di Wonosobo, metanol teknis,
kloroform teknis, etil asetat teknis, etanol teknis, aquadest, CMC farmasetis, propilen glikol farmasetis, metil paraben, asam sitrat farmasetis, aseton p.a.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah glasswares Pyrex- Germany, shake, vakum evaporator, alat sentrifuge, vortex, Mixer Cuchina,
viscometer seri VT 04 Rion-Japan, spektrofotometer UV-Vis seri Genesys
TM
10, alat uji daya sebar
E. Tata Cara Penelitian
1. Penetapan kadar air dalam serbuk teh hijau
Penetapan kadar air serbuk teh hijau dilakukan dengan menggunakan metode Karl Fischer. Serbuk teh hijau ditimbang 1 gram, kemudian ditambahkan 10
mL metanol, lalu didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar. Dilakukan pre-titrasi pada alat, lalu dilakukan uji kebocoran alat, hingga didapat angka drift 10-50 pada
alat. Standardisasi dilakukan dengan cara spuit berisi air ditimbang, kemudian 1 tetes air dimasukkan ke dalam alat. Kemudian ditimbang kembali untuk menentukan berat
air yang dimasukkan dan kesetaraan air dihitung. Masukkan 1 mL metanol dan dititrasi dengan alat blanko. Kadar air dihitung. Masukkan 1 mL sampel, titrasi
dengan alat, kadar air dalam sampel dihitung. Kadar air dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar air =
100 ×
− ditimbang
yang berat
blanko x
..............................................9 x = angka yang muncul pada alat mg.
Replikasi penetapan kadar air dilakukan 3 kali.
2. Ekstraksi polifenol teh hijau
Metode ekstraksi polifenol dari teh hijau ini merupakan modifikasi dari Nagayama, Iwamura, Shibata, Hirayama, Nakamura, 2002. Proses ekstraksi
polifenol dari teh hijau adalah sebagai berikut. Serbuk teh sebanyak 100 g kadar air kurang dari 10 dengan derajat halus
1220 diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol 500 mL menggunakan bantuan shaker 150 rpm selama 48 jam. Ekstrak metanol yang
diperoleh, dipekatkan dengan vakum evaporator suhu 70
o
C hingga volumenya 100 mL. Selanjutnya ditambahkan 100 mL kloroform, dan 100 mL aquadest.
Lapisan atas dipisahkan, kemudian diekstrak dua kali dengan etil asetat masing- masing 150 mL. Fase etil asetat dikumpulkan dan diuapkan hingga kering.
3. Penetapan kadar polifenol total dalam ekstrak kering polifenol teh hijau
modifikasi dari Lindorst 1998
a. Pembuatan larutan stock kuersetin 1 mgmL. Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dimasukkan dalam labu ukur 50 mL. Diencerkan dengan aseton 75 hingga
tanda. b. Penetapan operating time. Dibuat larutan dengan konsentrasi 0,4 mgmL
dengan mengambil 4 mL larutan stock dan diencerkan dengan aseton 75 hingga 10,0 mL. Diambil 0,5 mL larutan tersebut dan dimasukkan dalam labu ukur 50 mL.
Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu sebanyak 2,5 mL didiamkan selama 2 menit, kemudian ditambahkan 7,5 mL larutan Na
2
CO
3
dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik. Larutan diukur serapannya pada
panjang gelombang 726 nm. Dibuat kurva hubungan serapan dan waktu. Dicari operating time yang memberikan serapan yang stabil.
c. Penetapan panjang gelombang maksimum. Dibuat larutan dengan konsentrasi 0,4 mgmL dengan mengambil 4 mL larutan stock dan diencerkan
dengan aseton 75 hingga 10,0 mL. Diambil 0,5 mL larutan tersebut dan dimasukkan dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu
sebanyak 2,5 mL didiamkan selama 2 menit, kemudian ditambahkan 7,5 mL larutan Na
2
CO
3
dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik kemudian didiamkan selama operating time. Sebelum diukur serapannya,
larutan disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Larutan diukur
serapannya pada panjang gelombang antara 600-800 nm. Diperoleh kurva hubungan panjang gelombang dan serapan. Berdasarkan kurva tersebut, ditentukan panjang
gelombang yang memberikan serapan maksimum. d. Penetapan kurva baku. Dibuat larutan dengan seri konsentasi 0,2; 0,3;
0,4; 0,5; 0,6 dan 0,7 mgmL dengan mengambil 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 mL larutan stock dan diencerkan dengan aseton 75 hingga 10,0 mL. Diambil 0,5 mL larutan tersebut
dan dimasukkan dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu sebanyak 2,5 mL didiamkan selama 2 menit, kemudian ditambahkan 7,5 mL larutan
Na
2
CO
3
dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik kemudian didiamkan selama operating time. Sebelum diukur serapannya,
larutan disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Larutan diukur
serapannya pada panjang gelombang maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
e. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau. Sebanyak 500 mg ekstrak kering polifenol teh hijau dilarutkan dengan aseton 75
hingga volumenya 25,0 mL. Sebanyak 1 mL larutan tersebut dimasukkan dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Diambil 0,5 mL larutan
tersebut dan dimasukkan dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan pereaksi Folin- Ciocalteu sebanyak 2,5 mL dan didiamkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL
larutan Na
2
CO
3
kemudian diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik kemudian didiamkan selama operating time. Sebelum
diukur serapannya, larutan disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. Replikasi dilakukan
sebanyak 6 kali. Kadar polifenol dalam sampel dihitung menggunakan persamaan kurva baku.
4. Penentuan SPF ekstrak kering polifenol teh hijau secara in vitro
a. Pembuatan larutan stock polifenol teh hijau 30 mg. Ditimbang ekstrak kering polifenol teh hijau yang setara dengan 30 mg polifenol teh hijau. Kemudian
dilarutkan dengan etanol 90 hingga 100,0 Ml. b. Penentuan spektra UV ekstrak kering polifenol teh hijau. Diambil larutan
stock sebanyak 2 mL dan diencerkan dengan etanol 90 dalam labu ukur 10 mL sehingga diperoleh larutan polifenol teh hijau dengan konsentrasi 6 mg. Spektra
UV larutan diperoleh dengan scanning serapan larutan pada panjang gelombang 250- 400 nm.
b. Penentuan nilai SPF. Diambil larutan stock sebanyak 2, 4, dan 6 mL dan diencerkan dengan etanol 90 dalam labu ukur 10 mL sehingga diperoleh larutan
polifenol teh hijau dengan konsentrasi 6, 12, dan 18 mg. Serapan A masing- masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 290 nm
hingga panjang gelombang tertentu di atas 290 nm yang mempunyai nilai serapan 0,050.
Dihitung luas daerah di bawah kurva AUC antara dua panjang gelombang yang berurutan menggunakan rumus:
[ ]
a p
p p
a p
A A
AUC
p a
p
− −
− +
=
−
λ λ
λ λ
2
.................................................
Ap = serapan pada panjang gelombang yang lebih tinggi di antara
dua panjang gelombang yang berurutan Ap-a
= serapan pada panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan
p
λ
= panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang berurutan
a p
−
λ
= panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang berurutan
Harga SPF dapat dihitung dapat dihitung dengan rumus :
1
λ λ
− Σ
=
n
AUC SPF
Log
........................................................ Panjang gelombang n
n
λ adalah panjang gelombang terbesar di antara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai serapan
0,050; panjang gelombang 1
1
λ adalah panjang gelombang terkecil 290 nm Petro, 1981.
10
11
5. Optimasi formula gel sunscreen
a. Formula lubricating jelly menurut Allen 2002.
Methylcellulose, 4000 cps 0,8
Carbopol 934 0,24
Propylene glycol
16,7 Methylparaben
0,015 Sodium hydroxide, qs ad
pH 7 Purified water, qs ad
100
Dilakukan modifikasi formula dengan mengganti berbagai eksipiennya. Formula hasil modifikasi adalah sebagai berikut :
CMC 5
Propilen glikol
10 Etanol
11,7 Aquadest
72,5 Polifenol
teh hijau
0,022 Metil
paraben 0,3
Asam sitrat 0,5
Keterangan : Modifikasi formula dibuat berdasarkan orientasi Konsentrasi polifenol teh hijau = 0,022 bb
Penelitian ini menggunakan 2 faktor yaitu, CMC dan propilen glikol, dan 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah dan level tinggi gelling agent
dari formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dapat ditentukan sebagai berikut :
Tabel III. Level rendah dan level tinggi gelling agent dan humektan dalam formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau
Formula CMC g
Propilen glikol g 1 4 5
a 6 5 b 4 15
ab 6 15
Berdasarkan tabel tersebut, dibuat 4 formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau sebagai berikut :
Tabel IV. Formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau Formula 1 a b ab
CMC 4 6 4 6
Propilen glikol 5 5 15
15
Etanol 11,7 11,7 11,7 11,7
Aquadest 72,5 72,5 72,5 72,5
Asam sitrat 0,5 0,5 0,5 0,5
Metil paraben
0,3 0,3 0,3 0,3 Polifenol teh
hijau 0,020 0,021 0,022 0,023
b. Pembuatan gel sunscreen. CMC dicampurkan dengan 23 bagian etanol, diaduk 1. Aquadest dimasukkan sedikit demi sedikit ke larutan 1, diaduk sambil
dipanaskan dengan suhu 50-60
o
C selama 10 menit 2. Propilen glikol dicampurkan ke larutan 2 yang telah dingin, diaduk dengan mixer dengan kecepatan 400 rpm
selama 20 menit. Pada menit ke-5 ditambahkan asam sitrat dilarutkan terlebih dahulu dengan aquadest. Pada menit ke-10, ditambahkan metil paraben dilarutkan
dengan 13 bagian etanol. Pada menit ke-15, ditambahkan ekstrak kering polifenol teh hijau dilarutkan dengan aquadest, diaduk hingga menit ke-20.
6. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau
a. Uji daya sebar. Pengukuran daya sebar sediaan gel dilakukan setelah 48 jam pembuatan. Pengukuran daya sebar dilakukan dengan cara : gel ditimbang 1
gram, diletakkan di tengah lempeng kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan
selama 1 menit, kemudian dicatat penyebarannya Garg, Gard, Singla, 2002. Dilakukan replikasi sebanyak 6 kali.
b. Uji viskositas. Uji viskositas dilakukan dua kali, yaitu setelah 48 jam pembuatan gel dan setelah disimpan selama 1 bulan. Masing-masing formula gel
sebanyak 200 g ditentukan viskositasnya dengan menggunakan alat Viscometer Rion RION-JAPAN yang sesuai seri VT-04E Melani, Purwanti, Soeratri, 2005.
Dilakukan replikasi sebanyak 6 kali.
7. Subjective assessment
Subjective assessment dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada 30 responden. Responden diminta memberikan jawaban atas pertanyaan
seputar sediaan gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau yang telah dibuat formula 1, a, b, dan ab. Hasil dari subjective assessment digunakan sebagai
pertimbangan untuk menentukan batasan sifat fisik sediaan gel terutama viskositas gel.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari uji sifat fisik gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan perubahan viskositas dianalisis menggunakan metode desain
faktorial. Dari pengolahan data, dapat dihitung efek CMC, propilen glikol, dan efek interaksi, sehingga dapat diketahui efek yang dominan dalam menentukan setiap sifat
fisik gel. Dari persamaan desain faktorial dapat dibuat contour plot setiap sifat fisik gel, kemudian digabungkan dalam superimposed contour plot dan dicari area
komposisi optimum gelling agent dan humektan yang diprediksi sebagai formula gel yang optimum.
Analisis statistik dilakukan dengan Yate’s treatment untuk mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam mempengaruhi respon.
Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentukan ada atau tidaknya hubungan dari setiap faktor dan interaksi terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari harga
F hitung dan F tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif H
1
menyatakan adanya regresi hubungan antara faktor dengan respon, sedangkan H
merupakan negasi dari H
1
yang menyatakan tidak adanya regresi hubungan antara faktor dengan respon. H
1
diterima dan H ditolak apabila harga F
hitung lebih besar daripada harga F tabel, yang berarti faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari F
a
numerator, denominator dengan taraf kepercayaan 95 . Derajat bebas faktor dan interaksi experiment sebagai
numerator, yaitu 1, dan derajat bebas experimental error sebagai denominator, yaitu 15, sehingga diperoleh harga F tabel untuk faktor dan interaksi pada semua respon
adalah F
0,05 1, 15
= 4,5431.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemilihan Sampel
Teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari salah satu produsen teh di daerah Wonosobo. Serbuk teh hijau memiliki warna hijau lampiran
7 , aroma yang khas, dan rasa yang pahit.
B. Penetapan Kadar Air Dalam Serbuk Teh Hijau
Penetapan kadar air dalam serbuk teh hijau dilakukan dengan menggunakan metode Karl Fischer. Prinsip metode ini adalah terjadinya reaksi antara iodine
dengan sulfur dioxide SO
2
pada medium yang mengandung air. Alkohol akan bereaksi dengan SO
2
dan basa membentuk intermediet garam alkilsulfat, kemudian dioksidasi oleh iodine menjadi garam alkilsulfat. Reaksi oksidasi ini membutuhkan
air. Jumlah air dalam sampel dihitung berdasarkan konsentrasi iodine dalam pereaksi Karl Fischer yang digunakan. Metode Karl Fischer memiliki kelebihan selektif
terhadap air, membutuhkan sampel dalam jumlah yang kecil, preparasi sampelnya juga sederhana, cepat, dan memiliki range pengukuran 1ppm-100.
Tabel V. Hasil pengukuran kadar air dalam serbuk teh hijau
Replikasi Kadar air bb
1 8,206 2 7,624
3 8,089
Rata-rata 7,973 SD 0,308
34