simbolis. Menurut Ricoeur 1985:298;-2002:212, prosedur interpretasi terhadap gagasan simbol ada tiga langkah. Pertama, interpretasi dari simbol ke simbol.
Kedua, pemberian makna gagasan simbol. Ketiga, filosofisnya: berpikir dengan menggunakan simbol-simbol sebagai titik tolaknya. Pada tahap yang pertama
yaitu pemahaman simbol yang hanya terbatas pada memahami simbol tersebut sepengetahuan interpreter. Selanjutnya adalah makna yang membentuk simbol,
ketika kita sudah memasuki atau membaca suatu karya sastra, maka ada makna- makna khusus yang kemudian membentuk simbol-simbol tidak hanya sejauh
pemahaman kita sebelumnya. Sedangkan pemikiran simbolis adalah sejauhmana suatu pemikiran itu menampilkan simbol-simbol, tidak hanya pemahaman dari
diri interpreter saja tetapi juga dari data-data dan nara sumber yang terkait. Ketiga langkah tersebut berhubungan dengan langkah-langkah interpretasi bahasa, yaitu
semantik, reflektsif, dan eksistensial atau ontologis.
2.2.1 Interpretasi Masyarakat Jepang Mengenai Yakuza
Ayah Shoko Tendo yang seorang yakuza mulai terlibat dalam masalah- masalah yang berhubungan dengan polisi. Kemudian masyarakat dan anak-anak
dari keluarga non-yakuza mulai menggunjikan mereka. Seperti yang bisa terlihat dalam teks-teks berikut ini :
Tabel 2.2: Masyarakat Jepang Mengenai Yakuza dalam Yakuza Moon Narasi Teks
Pengada Mengada
Kemengadaan
Beberapa hari setelah itu, Ayah terlilit perkara dan
dijebloskan ke dalam penjara. Kami tidak pernah
punya urusan dengan tetangga kiri kanan sejak
kami pindah rumah, tetapi tiba-tiba setiap orang
menggunjingkan kami dan semuanya menjijikkan.
Inilah pengalaman pertamaku dilecehkan,
tetapi itu bukan yang terakhir. Bab 1, hal. 5
Ayah yakuza Anak yakuza
Masyarakat non- yakuza
Penjeblosan ke penjaran
Pergunjingan Pelecehan
Ayah dan anak yang menjadi
bagian dari yakuza menggalami
penolakan sosial. Sulit menjadi orang
atau bagian yang mendapatkan
pandangan negatif atau jahat dari
masyarakat.
Apa yang dikatakan perempuan itu tidak
memengaruhi perasaanku terhadap kakak lelakiku.
Aku hanya tidak paham kenapa seseorang harus
menyampaikan kepada anak kecil hal semacam itu.
Dan, anak-anak di sekitar rumah segera saja meniru
kelakukan orangtua mereka. Di sekolah, aku
dipanggil “Yakuza Kecil” dan diperlakukan sebagai
orang buangan. Masa pendidikanku di sekolah
dasar berubah menjadi masa enam tahun
penindasan. Bab 1, hal. 5
Perempuan masyarakat
Jepang Kakak Shoko
bagian dari keluarga yakuza
Yakuza kecil Anak buangan
Penindasan Penolakan sosial
dalam masyarakat dan terkadang
diiringi oleh penindasan.
Stigma-stigma yang didapatkan dari
sebuah kelompok masyarakat akan
mempengaruhi pola pemikiran
masyarakat yang lain agar
berpandangan sama dengan mereka.
“Ayahmu yakuza. Serem” “Aku yakin ayahmu tak
akan datang mengambil rapor karena ia di dalam
penjara” “Apa salahnya menjadi
yakuza?” balasku; satu- satunya yang membuatku
tak tahan adalah mendengar orang tuaku di
Ayah yakuza Penjara
Putri seorang yakuza
Dilecehkan Diperlakukan
seperti sampah Teman-teman dari
kalangan masyarakat biasa
sering menggun kan identitas ayah
Shoko yang seorang yakuza
untuk menjadi bahan pelecehan.
Perlakukan yang tak bersahabat dari
masyarakat membuat Shoko
sebagai bagian dari keluarga yakuza
menjadi terbiasa dan menerima walaupun
dianggap sebagai sampah.
lecehkan. Dan, sekalipun menjadi putri seorang
yakuza berarti aku akan terus diperlakukan seperti
sampah, aku memutuskan tidak perlu berpura-pura
menjadi orang lain, sekedar demi mendapatkan teman.
Bab 1, hal. 7 Reputasi buruk keluarga