Perkembangan Usaha Batik di Yogyakarta dan Daerah Prawirataman Tahun 1950-an

65 yang lebih baik kepada seluruh anggotanya. Kelima koperasi primer tersebut antara lain, Koperasi Batik Mataram, Koperasi Batik Senopati, Koperasi Batik Baratha yang kemudian berganti nama menjadi Koperasi Batik PPBI, Koperasi Batik Tamtama, dan Koperasi Batik Karang Tunggal. 29 Koperasi Batik Tamtama yang menaungi para pengusaha batik daerah Prawirataman dan sekitarnya didirikan pada tahun 1964. Saat itu jumlah anggotanya tercatat 158 orang, dan 68 di antaranya merupakan pengusaha batik yang berasal dari daerah Prawirataman. 30 Dalam mengembangkan usaha batiknya, para pengusaha batik Prawirataman juga membuat cap dagang batik yang menggambarkan ciri khas perusahaannya. Cap dagang batik ini merupakan merek dagang atau tanda yang dipakai dalam perdagangan batik. Di daerah Prawirataman sendiri paling tidak 29 Siska Narulita, op. cit. hal. 60 – 61. Blok I merupakan Koperasi Batik Mataram yang daerah kerjanya meliputi Wirabrajan, Nataprajan, Kauman, Gandamanan Kecamatan Wirabrajan, Ngampilan, Kraton dan Gandamanan dan berkantor di Jl. P. Tendean Yogyakarta. Sementara itu Blok II beralih menjadi Koperasi Batik Senopati yang wilayah kerjanya meliputi Panembahan, Siliran, Langenarjan, Suryoputran, Gamelan Kecamatan Kraton dan Gandakusuman. Kemudian Blok III menjadi Koperasi Batik PPBI, yang semula berkantor di Jl. Bridgen Katamso 59 Yogyakarta, namun kemudian pindah ke Jl. Suryadiningratan 39 Yogyakarta. Wilayah kerjanya meliputi Tirtodipuran, Mangkuyudan, Jagakaryan, Suryadiningratan, Pugeran Kecamatan Mantrijeron. Blok IV merupakan Koperasi Batik Tamtama, yang berkantor di Jl. Kolonel Sugiyono Yogyakarta, dan daerah kerjanya meliputi Prawirataman, Brantakusuman, Timuran, Pujakusuman Kecamatan Mergangsan bagian utara. Blok yang terakhir, yaitu Blok V kemudian beralih menjadi Koperasi Batik Karang Tunggal yang daerah kerjanya meliputi Karangkajen, Karangkunti, Karanganyar Kecamatan Mergangsan bagian selatan, dan berkantor di Jl. Karangkajen Yogyakarta. 30 Chiyo Inui Kawamura, op.cit, hal. 62 66 terdapat 38 cap dagang batik yang dihasilkan dan dipasarkan tahun 1950-an. 31 Adapun perincian dari 38 cap dagang batik tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3. Nama Cap Dagang dan Alamat Produsen Batik Daerah Prawirataman Pada Tahun 1950-an No Nama Cap Dagang Batik Alamat Produksi Batik 1 Cap Abimanyu Prawirataman 9A 2 Cap Anak Prawirataman 24B 3 Cap Baji Prawirataman 28, 68 4 Cap Baji Kembar Prawirataman 34 5 Cap Berlian Prawirataman 22 6 Cap Betet Prawirataman 31 7 Cap Bintang Prawirataman 30 8 Cap Bunga Anggrek Prawirataman 8, 9 9 Cap Bunga Mawar Prawirataman 74 10 Cap Dea Prawirataman 68 11 Cap Dewi Sinto Prawirataman 98 12 Cap Garuda Prawirataman 6-8 13 Cap Gunting Prawirataman 7 14 Cap Jatayu Prawirataman 26 15 Cap Jeep Prawirataman 5 16 Cap Kemonggo Prawirataman 24B 17 Cap Kidang Mas Prawirataman 55 18 Cap Kupu Prawirataman 26 19 Cap Menjangan Prawirataman 26 20 Cap Murni Prawirataman 44 21 Cap Mustika Prawirataman 633 22 Cap Narodo Prawirataman 9A 23 Cap Oenta Prawirataman 56 24 Cap Onta Mas Prawirataman 613 25 Cap Parikesit Prawirataman 24B 25 Cap Payung Prawirataman 6-8 27 Cap Permadi Prawirataman 29 28 Cap Prabu Romo Prawirataman 68 31 Ibid. hal. 62. 67 29 Cap Puntodewo Prawirataman 107 30 Cap Ringin Prawirataman 16 31 Cap Shinta Prawirataman 5 32 Cap Songsong Emas Prawirataman 68 33 Cap Sri Wisnoe Prawirataman 108 34 Cap Subali Prawirataman 98 35 Cap Tjiptoning Prawirataman 10B 36 Cap Traju Mas Prawirataman 22 37 Cap Tuti Prawirataman 4 38 Cap Werkudoro Prawirataman 34 Sumber: Chiyo Inui Kawamura, “Peralihan Usaha dan Perubahan Sosial di Prawirotaman, Yogyakarta 1950 – 1900-an”, Tesis: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2004. Hal. 64. Masing-masing cap dagang batik yang tertera dalam tabel di atas mewakili seorang pengusaha batik. Jumlah pengrajin batik dan buruh borongan yang dipekerjakan oleh masing-masing pengusaha atau juragan batik bisa sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Jumlah tersebut tidak dapat dibayangkan hanya dengan melihat jumlah cap dagang batik yang ada di daerah tersebut. Oleh karenanya Chiyo Inui Kawamura menggambarkan strukturnya seperti sebuah piramida. Dalam piramida tersebut para buruh dan pengrajin batik berada pada tingkat yang bawah, juragan penerima borongan batik berada pada tingkat menengah, dan kemudian sang pengusaha batik berada dipuncaknya. 32 Berdasarkan jumlah anggota Koperasi Tamtama yang khususnya berasal dari daerah Prawirataman, serta jumlah cap dagang batik sebagaimana diuraikan dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa usaha batik di daerah Prawirataman pada tahun 1950-an mengalami perkembangan yang cukup pesat. Usaha batik yang dirintis sebagai kegiatan rumah tangga itu berkembang menjadi suatu industri 32 Ibid . hal 62. 68 yang menguntungkan. Dalam situasi seperti itu lah daerah Prawirataman kemudian berkembang kembali menjadi salah satu sentra usaha dan industri batik di kota Yogyakarta.

E. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Usaha Batik di Daerah Prawirataman

Keberhasilan kembali daerah Prawirataman menjadi salah satu sentra usaha batik di Yogyakarta pada tahun 1950-an sangat didukung oleh berbagai faktor. Selain faktor-faktor eksternal seperti kebijakan-kebijakan pemerintah baik pusat ataupun daerah yang cenderung memberikan perlindungan terhadap perkembangan industri batik, faktor internal seperti orang-orang yang terlibat langsung dalam proses pembuatan dan produksi batik juga memegang perananan yang sangat penting. Tentunya terdapat banyak pihak yang terlibat dalam proses produksi kain batik di daerah Prawirataman ini. Mulai dari proses pembelian bahan baku pembuatan batik sampai dengan proses pendistribusian kain batik yang siap pakai. Kain mori sebagai bahan baku pembuatan batik dapat diperoleh dari Koperasi Batik Tamtama dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan yang beredar di pasaran karena subsidi dari pemerintah. Namun ketika stok kain mori di Koperasi Tamtama atau koperasi primer yang lain sedang mengalami kekurangan atau keterlambatan pasokan, para pengusaha batik di Prawirataman juga bisa membelinya di tempat yang lain seperti misalnya Pasar Beringharjo. Sama halnya dengan bahan baku batik yang lainnya seperti zat pewarna, malam 69 atau parafin. Selain itu masih ada tenaga yang terlibat secara langsung dalam proses pembuatan batik, yaitu para pengrajin dan buruh batik, serta para pemborong batik. Di daerah Prawirataman sendiri, proses produksi batiknya masih banyak dikerjakan secara manual. Produk batik tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kategori sesuai dengan teknik pembuatannya, yaitu teknik batik tulis, teknik batik cap dan kombinasi. Teknik batik kombinasi merupakan perpaduan antara teknik batik tulis dan cap. Di antara ketiga kategori tersebut, batik cap menduduki tempat pertama dalam skala prioritas produksi batik atau dengan kata lain yang paling banyak dibuat dan diproduksi di daerah Prawirataman. 33 Dalam proses produksi batik cap ini diperlukan alat-alat khusus, antara lain meja cap serta berbagai macam cap. Pekerjaan mereka ini biasanya dilakukan di rumah para juragan atau pengusaha batik. Proses produksi batik cap yang karena pekerjaannya dikategorikan sebagai pekerjaan berat, maka lebih banyak dikerjakan oleh laki- laki. 34 Sementara untuk pekerja yang mengerjakan proses produksi batik tulis lebih banyak perempuan. Pada umumnya mereka berasal dari desa-desa dari daerah Imogiri dan beberapa daerah lain di Kabupaten Bantul. Mereka datang 33 Wawancara dengan Ibu Sri Fitriyati, 52 tahun, tanggal 11 Maret 2013 dan Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, tanggal 12 Juni 2013. Sebagaimana dipaparkan pada halaman 67 dalam tesisnya Chiyo Inui Kawamura, menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan yang khusus memproduksi batik cap di daerah Prawirataman, antara lain perusahaan batik Cap Anggrek, Cap Betet, dan Cap Baji Kembar. 34 Wawancara dengan Ibu Sri Fitriyati, 52 tahun, tanggal 11 Maret 2013 dan Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, tanggal 12 Juni 2013, di Prawirataman. 70 pada pagi hari dan berbondong-bondong pulang pada sore harinya, baik dengan menggunakan sepeda atau berjalan kaki. 35 Selain pekerja tetap yang memang bekerja untuk rumah produksi batik, buruh batik sambilan juga memiliki peranan yang sangat penting. Buruh batik tersebut membatik hanya sebagai pekerjaan sambilan untuk menambah penghasilan keluarga, pekerjaannya dilakukan pada waktu luang di rumah masing-masing. Jumlah pekerja sambilan ini sangat banyak, pada tahun 1958 diperkirakan terdapat 25.000 orang pekerja sambilan di seluruh rumah industri batik di daerah Yogyakarta. Sedangkan orang yang menjadi pekerja tetap di rumah para pengusaha batik hanya sekitar 9.000 orang. 36 Pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh buruh sambilan tersebut antara lain ngerok, mbironi, 37 atau membatik tulis kain mori yang telah didesain oleh para juragan batik yang tinggal di Prawirataman. Membatik menjadi pekerjaan sambilan karena bagi mereka sektor pertanian adalah bidang pekerjaan utama yang mereka geluti. Jadi, para pekerja sambilan ini hanya membatik ketika sedang tidak memiliki kesibukan pada sektor pertanian. Pekerjaan membatik tersebut dikerjakan di rumah masing-masing, kemudian setelah selesai diantarkan kembali ke tempat juragan batik di Prawirataman, sekaligus mengambil upah yang 35 Wawancara dengan Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, tanggal 12 Juni 2013, di Prawirataman. 36 Chiyo Inui Kawamura, op. cit. hal 68. 37 Ibid. hal. 69. Istilah pada proses pembuatan batik. Ngerok adalah kegiatan menghilangkan lilin, terutama lilin klowong pada bagian-bagian yang kemudian dikehendaki berwarna merah coklat pada waktu disoga. Sedangkan mbironi bermaksud menutup dengan lilin bagian yang berwarna biru agar warnanya tetap biru ketika disoga; karena kalo tidak demikian, warna biru tersebut akan berubah menjadi hitam ketika disoga. 71 diperhitungkan sesuai dengan jumlah helai kain yang telah diselesaikan, serta mengambil bahan lagi untuk dikerjakan di rumah. Hasil pekerjaan dari para pekerja sambilan ini biasanya masih berupa batik yang setengah jadi. Pada tahap selanjutnya, yaitu penyelesaian atau finishing seperti pemberian warna dan proses menghilangkan lilin yang melekat pada kain batik dengan cara mencelupkannya ke dalam air panas secara berulang-ulang, biasanya dikerjakan oleh para pekerja tetap yang bekerja di rumah pengusaha batik. Dengan demikian, proses produksi batik tradisional yang rumit dan memakan waktu cukup lama itu dilakukan melalui kerjasama antara para pengusaha dengan pekerja tetapnya serta pekerja sambilan dari daerah pedesaan yang bekerja dengan sistem kontrak. 38 Kemudian pada tahap pemasaran dan distribusinya, para pengusaha batik tersebut melakukannya dengan berbagai macam cara. Baik dengan menjualnya secara langsung kepada konsumen yang datang ke rumah, menjual produknya melalui koperasi-koperasi primer, menjual atau menitipkannya kepada toko-toko atau pedagang di pasar, serta memasarkan dan menjual produknya ke daerah- daerah lain, baik di Jawa ataupun di luar Jawa seperti Bali, Sumatera, dan Kalimantan, baik dikirim langsung kepada pemesan ataupun melalui pedagang perantara. Sejumlah kecil pengusaha juga mempunyai pasar di luar negeri, terutama di Belanda. 39 38 Ibid . Hal. 70. 39 Ibid. hal 72.