Letak Geografis Kampung Prawirataman

30 Prajurit Pangeran Mangkubumi berjumlah 13.000 yang terdiri dari 2.000 pasukan kavaleri dan sisanya merupakan pasukan infantri. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari gabungan antara prajurit Mangkubumi sendiri dan prajurit dari Raden Mas Said. Desa Ayogya yang terletak di antara Kraton Kotagede dan Plered dijadikan sebagai markasbasis dalam menyusun strategi perang. 3 Bertambahnya jumlah kekuatan pasukan Pangeran Mangkubumi serta keberhasilannya menaklukkan berbagai daerah, menimbulkan kekhawatiran yang besar di pihak VOC. Upaya perundingan pun dilakukan. Akhirnya kesepakatan dicapai dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755 oleh Sunan Paku Buwana III dan Pangeran Mangkubumi. Kesepakatan dalam perjanjian tersebut diantaranya adalah tentang Palihan Nagari atau Pembagian Dua Kerajaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta. Setelah perjanjian tersebut, Pangeran Mangkubumi kemudian mendirikan Kota Istana atau Kota Kraton. Pendirian pusat pemukiman dilakukan dengan konsep “Babad Alas” atau membuka hutan dan kemudian menempatkan istana sebagai pusat pemerintahan kerajaan. 4 Kota Istana tersebut kemudian diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan ibukota Ngayogyakarta yang berarti baik dan 3 Ibid ., hal 17. 4 Djoko Suryo, op.cit. hal. 33 31 rahayu. Dengan artian yang lebih dalam yaitu masyarakat yang tinggal di Ngayogyakarta ini sebagai orang yang berakhlak baik dan berhati tulus. 5 Pangeran Mangkubumi kemudian bertahta sebagai raja yang pertama. Gelar yang digunakan adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga, Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping I ing Ngayogyakarta Hadiningrat , 6 atau kemudian lebih dikenal dengan Sri Sultan Hamengku Buwana I. Gelar tersebut menunjukkan bahwa raja Kasultanan Yogyakarta secara simbolis dan filosofis mencerminkan kerangka konseptual tentang raja, kerajaan, sifat keilahian dalam pandangan Islam. 7 Dalam hubungannya dengan masalah keprajuritan, Sri Sultan Hamengku Buwana I ini tidak begitu saja membubarkan pasukan prajurit bersenjata yang turut berjuang bersamanya. Akan tetapi, merupakan pilar penting berdirinya 5 Dwi Ratna Nurhajarini, dkk Yogyakarta: Dari Hutan Beringan Ke Ibukota Daerah Istimewa , Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional. 2002. Hal. 9. Pembahasan yang lain terdapat dalam Tim Penyusun, “Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” Yogyakarta: Tim Penyusun Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1990. Hal. 62. Di dalam buku tersebut disebutkan bahwa Yogyakarta berarti kota Yogya yang “karta” atau kota Yogya yang makmur. Sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat maksudnya adalah kota yang makmur dan yang paling utama atau yang merupakan keindahan di bumi. 6 Tim Penulis, Prajurit Kraton Yogyakarta Filosofi dan Nilai Budaya Yang Terkandung di Dalamnya , Yogyakarta: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Yogyakarta.2009. Hal. 6. 7 Dwi Ratna Nurhajarini, dkk. op cit. hal. 9. 32 Kasultanan Ngayogyakarta yang menjadi perangkat strategis dan taktik pertahanan kerajaan, serta representasi dari kekuatan politik seorang raja. Selain sebagai pasukan pertahanan dan pengamanan Kraton, pasukan- pasukan prajurit yang ada dibagi ke dalam kesatuan bregada yang memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Misalnya, terdapat pasukan khusus yang sangat handal dalam berperang, kemudian selain mengamankan kerajaan, terdapat juga pasukan prajurit yang bertanggung jawab sebagai pengawal raja pada saat melakukan kegiatan dan tugas-tugas di luar istana, berburu, dan lain-lain. Sebagai pasukan militer kerajaan, sarana dan prasarana prajurit serta persenjataan yang dimiliki menjadi sangat penting. Persenjataan prajurit terdiri atas beberapa jenis senjata api, serta senjata tradisional, seperti tombak, keris, panah, pedang dan alat pelindung badan berupa tameng. Selain itu juga beberapa alat musik unen-unen yang dibunyikan sebagai pertanda dimulainya kegiatan keprajuritan. 8 Namun demikian, pada masa pemerintahan Hamengku Buwana II 1792 – 1811, perubahan yang besar terjadi. Kekuatan asing yang menguasai wilayah Nusantara bukan lagi kongsi dagang VOC, akan tetapi berada langsung di bawah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda. 9 Perubahan tersebut juga turut memberikan pengaruh yang tidak sedikit bagi perjalanan sejarah Kraton Kasultanan Yogyakarta dan seluruh elemen yang terkandung di dalamnya. 8 Tim Penulis, op cit. hal. 8 - 9 9 Tim Penyusun, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta: Tim Penyusun Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 1990. Hal. 63.