Pasca Depresi Ekonomi, Proklamasi dan Awal Kebangkitan Kembali Usaha Batik

61 Kemudian setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia perubahan kembali terjadi. Proklamasi Kemerdekaan tersebut secara politis membawa banyak dampak positif dalam berbagai bidang, termasuk dalam sektor ekonomi dan perkembangan industri batik. Pemerintah berupaya untuk menciptakan sistem perekonomian yang dimaksudkan untuk menumbuhkan nasionalisme ekonomi. Sehingga kebijakan yang kemudian muncul lebih mengarah kepada pembangunan perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia. Selain itu, pemerintah juga turut memberikan dukungan dalam perkembangan usaha perkoperasian. Namun demikian agresi militer yang dilancarkan Pemerintah Kolonial Belanda menyulitkan perkembangan gerakan koperasi tersebut. Terlebih lagi dengan dilakukannya blokade ekonomi oleh Pemerintah Kolonial Belanda, kesulitan untuk mendapatkan bahan baku pembuatan batik menjadi semakin meningkat. Melihat situasi yang demikian, semangat dan antusiasme berkoperasi muncul kembali. Koperasi-koperasi kemudian mengambil peran sebagai distributor barang-barang kebutuhan rakyat, termasuk koperasi batik PPBBP yang ikut berjuang untuk mendatangkan kain mori dari luar negeri. Besarnya antusiasme dan semangat perjuangan koperasi batik PPBBP itu juga diikuti dengan perubahan namanya karena nama Bumi Putera tidak sesuai lagi dengan semangat dan jiwa nasionalisme Indonesia yang sedang berkobar pada saat itu. Sebagai gantinya kemudian didirikan Persatuan Pengusaha batik Indonesia atau PPBI. 22 22 Ibid ., hal. 39 62 Perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh PPBI di kemudian hari, memberikan andil besar terhadap berdirinya sebuah organisasi gabungan yang bersifat nasional. Tujuannya adalah sebagai wadah untuk mengorganisasi koperasi-koperasi batik di seluruh wilayah Indonesia yang telah berdiri pada tahun-tahun sebelumnya. Organisasi tersebut diberi nama Gabungan Koperasi Batik Indonesia GKBI dan didirikan pada tanggal 18 September 1948 bertempat di kantor Kementrian Kemakmuran, Jalan Malioboro no. 85 Yogyakarta. 23 Sejalan dengan pemindahan kembali ibu kota RI dari Yogyakarta ke Jakarta, kantor pusat GKBI juga ikut dipindahkan ke Jakarta. Dengan berdirinya GKBI tersebut, seluruh koperasi batik yang berada pada tingkat lokal menjadi berstatus koperasi batik primer yang digabungkan pada GKBI. Organisasi ini juga yang kemudian akan menjadi wadah dan basis bagi kejayaan industri batik pada masa-masa berikutnya. 24

D. Perkembangan Usaha Batik di Yogyakarta dan Daerah Prawirataman Tahun 1950-an

Pasca kemerdekaan RI, pemerintah mencoba menumbuhkan semangat nasionalisme dalam berbagai bidang. Salah satu kebijakan utama yang dibuat pada saat itu dikenal dengan istilah “Indonesianisasi” yang tujuan pentingnya adalah untuk mengubah struktur ekonomi Indonesia, dari sistem ekonomi kolonial ke sistem ekonomi nasional. Pelaksanaan perubahan sistem ekonomi tersebut 23 Ibid., hal. 40 – 42. 24 Chiyo Inui Kawamura, op. cit, hal. 51. 63 dilakukan dengan jalan membantu dan membina para pengusaha dalam negeri. Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah perlindungan terhadap usaha batik tradisional. Dalam pelaksanaan “Indonesianisasi” terutama yang bertalian dengan masalah batik, pada tahun 1951, pemerintah membuat kebijakan yang membebaskan para pengusaha batik dari pajak penjualan dan melarang impor tekstil yang bermotif batik serta kain batik imitasi. 25 Satu tahun kemudian, atau pada tahun 1952, pemerintah mulai mengontrol impor dan distribusi kain mori yang pada saat itu masih didatangkan dari luar negeri. Tahun berikutnya, dibentuk JPP atau Jajasan Yayasan Perbekalan Bahan-bahan Perindustrian yang merupakan importir tunggal kain mori dengan harga murah dan mendistribusikannya kepada para pengusaha batik melalui GKBI dan koperasi- koperasi primer lokal di masing-masing daerah. Hak monopoli untuk mengimpor 25 Ibid . hal. 53 -54. Kain batik imitasi merupakan kain bermotif batik. Siska Narulita dalam Sejarah Koperasi Batik PPBI Yogyakarta 1950 – 1980, Skripsi: Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 2004, menambahkan bahwa kain batik imitasi ini diproduksi oleh perusahaan percetakan tekstil di Inggris dengan menggunakan zat pewarna sintetis. Tujuan pembuatan batik imitasi ini adalah untuk menyediakan dan menawarkan kain batik buatan pabrik dengan harga yang murah dan mutu yang rendah untuk pasaran Jawa. Ketika Pemerintah Kolonial Belanda berhasil mengambil alih kekuasaan atas Jawa dari tangan Inggris, produksi batik imitasi ini pun diambil alih oleh perusahaan Belanda. Tidak lama kemudian beberapa perusahaan batik imitasi yang lain juga didirikan di berbagai kota di Belanda, yang selanjutnya menyebar dan diikuti oleh negara-negara Eropa yang lainnya, salah satunya Swiss. Perusahaan-perusahaan tersebut kemudian mengekspor hasil produksi mereka ke Jawa. 64 kain mori tersebut kemudian diserahkan kepada GKBI setelah JPP dibubarkan pada tahun 1955. 26 Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah permintaan akan kain batik, yang artinya produksi kain batik juga meningkat. Jumlah anggota koperasi batik di Jawa juga mengalami peningkatan, termasuk jumlah anggota PPBI di Yogyakarta. Jumlah anggota PPBI Yogyakarta pada tahun 1950 mencapai 522 pengusaha batik, dan dari jumlah tersebut 46 orang diantaranya tinggal di daerah Prawirataman. 27 Jumlah anggota PPBI tersebut tersebar di seluruh wilayah Yogyakarta dan terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya. Mengingat jumlah anggota koperasi yang terus mengalami peningkatan, maka kemudian dibentuk lima unit koperasi yang berada di bawah naungan GKBI sebagai koperasi batik primer di wilayah kota Yogyakarta. Lima unit koperasi batik tersebut dibentuk berdasarkan lima blok blok I – V yang telah ada dan dibuat pada tahun sebelumnya. 28 Tujuan dibentuknya koperasi-koperasi primer ini adalah untuk mendukung kelancaran penyaluran bahan baku pembuatan batik, dan memberikan pelayanan 26 Ibid. hal. 53. 27 Ibid . hal. 60 28 Blok I - V yang ada pada saat itu dibentuk dan diatur berdasarkan letak wilayah atau daerah pengembang usaha batik, yang kemudian digabungkan ke dalam suatu blok tertentu. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mendekatkan hubungan koperasi PPBI dengan jumlah anggotanya yang sangat banyak dengan letaknya yang tersebar di berbagai wilayah kota Yogyakarta. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, didirikan sebuah koperasi yang menjadi koperasi primer di tiap-tiap blok yang ada. 65 yang lebih baik kepada seluruh anggotanya. Kelima koperasi primer tersebut antara lain, Koperasi Batik Mataram, Koperasi Batik Senopati, Koperasi Batik Baratha yang kemudian berganti nama menjadi Koperasi Batik PPBI, Koperasi Batik Tamtama, dan Koperasi Batik Karang Tunggal. 29 Koperasi Batik Tamtama yang menaungi para pengusaha batik daerah Prawirataman dan sekitarnya didirikan pada tahun 1964. Saat itu jumlah anggotanya tercatat 158 orang, dan 68 di antaranya merupakan pengusaha batik yang berasal dari daerah Prawirataman. 30 Dalam mengembangkan usaha batiknya, para pengusaha batik Prawirataman juga membuat cap dagang batik yang menggambarkan ciri khas perusahaannya. Cap dagang batik ini merupakan merek dagang atau tanda yang dipakai dalam perdagangan batik. Di daerah Prawirataman sendiri paling tidak 29 Siska Narulita, op. cit. hal. 60 – 61. Blok I merupakan Koperasi Batik Mataram yang daerah kerjanya meliputi Wirabrajan, Nataprajan, Kauman, Gandamanan Kecamatan Wirabrajan, Ngampilan, Kraton dan Gandamanan dan berkantor di Jl. P. Tendean Yogyakarta. Sementara itu Blok II beralih menjadi Koperasi Batik Senopati yang wilayah kerjanya meliputi Panembahan, Siliran, Langenarjan, Suryoputran, Gamelan Kecamatan Kraton dan Gandakusuman. Kemudian Blok III menjadi Koperasi Batik PPBI, yang semula berkantor di Jl. Bridgen Katamso 59 Yogyakarta, namun kemudian pindah ke Jl. Suryadiningratan 39 Yogyakarta. Wilayah kerjanya meliputi Tirtodipuran, Mangkuyudan, Jagakaryan, Suryadiningratan, Pugeran Kecamatan Mantrijeron. Blok IV merupakan Koperasi Batik Tamtama, yang berkantor di Jl. Kolonel Sugiyono Yogyakarta, dan daerah kerjanya meliputi Prawirataman, Brantakusuman, Timuran, Pujakusuman Kecamatan Mergangsan bagian utara. Blok yang terakhir, yaitu Blok V kemudian beralih menjadi Koperasi Batik Karang Tunggal yang daerah kerjanya meliputi Karangkajen, Karangkunti, Karanganyar Kecamatan Mergangsan bagian selatan, dan berkantor di Jl. Karangkajen Yogyakarta. 30 Chiyo Inui Kawamura, op.cit, hal. 62