Dampak Ekonomi dari Perubahan di Prawirataman

kerajinan tangan dan suvenir, toko yang menjual barang keperluan pribadi, dan lain sebagainya. Namun demikian, pemilik usaha-usaha tersebut tidak semuanya berasal dari Kampung Prawirataman, walaupun tanah dan bangunan yang mereka tempati disewa dari orang setempat. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan situasi ketika usaha batik sedang sangat berkembang. Pada masa kejayaan industri batik, kegiatan usaha batik merupakan bisnis rumah tangga yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk Prawirataman sendiri, meskipun tenaga kerjanya berasal dari berbagai daerah. Sedangkan yang terjadi kemudian terutama pada saat usaha penginapan berkembang, para pengusaha dari luar Prawirataman datang dan membuka suatu bisnis tertentu yang berhubungan dengan kegiatan kepariwisataan dengan menyewa tanah dan bangunan dari mantan pengusaha batik dan penduduk setempat. Perubahan pada lingkungan kegiatan perekonomian tersebut merupakan suatu hubungan yang saling menguntungkan. Artinya bukan hanya pemilik usaha penunjang pariwisata yang mendapatkan keuntungan, akan tetapi juga sebagian anggota masyarakat di Prawirataman karena mereka dapat menyewakan tanah kosong atau bangunan rumahnya kepada para pengusaha tersebut, sehingga secara teratur mendapatkan uang sewa dari pihak penyewa. Selain itu, sebagian dari penduduk Prawirataman yang letak rumahnya agak masuk ke dalam dan tidak berada di sepanjang utama atau Jalan Prawirataman menjalankan usaha kos-kosan dan kontrakan. Kamar-kamar kosong di rumah mereka disewakan kepada para karyawan yang bekerja di guest house, restoran, biro perjalanan wisata serta usaha-usaha penunjang pariwisata lainnya yang berasal dari daerah pedesaan atau luar kota. Perkembangan usaha jasa penginapan tersebut juga memberi dampak dan manfaat bagi sebagian dari masyarakat setempat yang ingin turut ambil bagian dalam mencari celah yang diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai usaha untuk memperbaiki taraf perekonomiannya. Hal ini dapat dipandang sebagai salah satu bentuk perluasan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang tidak hanya diperuntukkan bagi penduduk setempat, tetapi juga dapat menarik pendatang- pendatang baru dari luar daerah. Sebagai salah satu contohnya adalah tukang becak. Ketika usaha penginapan mulai berkembang dan banyak wisatawan yang datang untuk menginap di daerah Prawirataman, pekerjaan sebagai penarik becak menjadi sangat populer. Banyak warga sekitar Prawirataman dan dari pedesaan yang berbondong-bondong mengadu peruntungan sebagai tukang becak di Prawirataman. Pekerjaan sebagai penarik becak secara fisik memang tidaklah ringan. Namun demikian, pekerjaan ini dirasa sangat menguntungkan terutama ketika mereka mendapat pelanggan wisatawan asing. Harga yang dipatok untuk wisatawan asing biasanya lebih tinggi, sehingga mereka mendapatkan penghasilan lebih. Selain mengantarkan para wisatawan ke obyek-obyek wisata terdekat, para tukang becak tersebut juga akan menawarkan program belanja batik atau suvenir ke toko-toko yang menawarkan sistem komisi. Artinya, ketika wisatawan yang dibawa tukang becak tersebut membeli sesuatu, pihak toko akan memberikan sekian persen dari total pembeliannya kepada tukang becak sebagai komisi. Dari situlah para tukang becak tersebut akan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Oleh karena itu lah, banyak sekali orang yang datang untuk mengadu nasib sebagai tukang becak di Prawirataman. Sehingga untuk mendata jumlah tukang becak dan menghindari konflik dibentuk suatu paguyuban. Paguyuban atau perkumpulan yang disebut P2BPJ atau Perkumpulan Pengemudi Becak Prawirataman Jogjakarta itu bertujuan untuk memberikan pelayanan transportasi lokal bagi para wisatawan. Melalui perkumpulan tersebut, para tukang becak tersebut mendapatkan pembagian tempat ‘mangkal’ untuk menunggu kedatangan tamu. Mereka juga membuat sistem pengaturan agar setiap tukang becak mendapatkan jatah penumpang secara bergiliran. Dari perkumpulan tersebut para tukang becak juga mendapatkan pelatihan Bahasa Inggris, baik dari wisatawan asing yang sering datang ke Prawirataman ataupun petugas-petugas dari Dinas Pariwisata. 10 Berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan, tidak sedikit cerita tentang tukang becak yang mendapatkan bantuan secara finansial dari para turis dan wisatawan asing yang datang berkunjung. Bapak Sarijan, salah satu tukang becak, sudah menjalankan pekerjaannya selama lebih dari 35 tahun di Prawirataman. Setelah mencoba berbagai macam pekerjaan akhirnya memutuskan untuk menjadi tukang becak karena banyaknya jumlah wisatawan yang datang 10 Wawancara dengan Bapak Sarijan, 67 tahun, dan Bapak Soegiran, 62 tahun, di Prawirataman. berkunjung di Yogyakarta. Prawirataman dipilih karena letaknya dekat dengan tempat tinggalnya. Pada saat menarik becak dan mengantarkan wisatawan asing, tidak sedikit dari wisatawan itu yang berbelanja batik ataupun kerajinan perak sehingga selain ongkos becak, Bapak sarijan sering mendapatkan komisi. Di samping itu, berdasarkan pengalamnnya hampir setiap wisatawan yang datang dari Belanda dan naik becaknya selalu memberikan pakaian sebagai tanda terima kasih. Ketika sedang beruntung, tidak jarang pula wisatawan asing yang memberikan uang tambahan atau tip dalam jumlah besar. Selain itu, tidak jarang pula wisatawan yang menawarkan bantuan finansial kepada para tukang becak. Salah satu bantuan besar yang diterima Bapak sarijan datang dari turis asal Amerika yang membantu biaya sekolah anak-anaknya. Bapak Sarijan memiliki tujuh orang anak, dan berhasil menyekolahkan ketujuh anaknya. Salah satu dari ketujuh anaknya, yaitu anak perempuan yang nomer tiga mendapatkan kesempatan untuk sekolah di Amerika berkat bantuan salah satu pelanggan becaknya. Saat ini anaknya tersebut bekerja di sebuah bank, sudah berkeluarga dan menetap di Amerika. Meskipun mendapatkan kiriman uang dari sang anak setipa bulannya, tetapi Bapak Sarijan masih mencintai pekerjaannya sebagai tukang becak. 11 Kasus seperti Bapak Sarijan di atas cukup sering terjadi dan dialami oleh beberapa tukang becak. Terdapat banyak cerita tentang tukang becak Prawirataman yang mendapatkan berbagai bantuan finansial dari wisatawan asing 11 Wawancara dengan Bapak Sarijan, 67 tahun, pada tanggal 16 Juli 2013, di Prawirataman. yang datang menginap di daerah tersebut. Ada yang dibelikan tanah, rumah, uang sebagai modal usaha, dibelikan becak dan kemudian menjadi juragan becak di Prawirataman, dan lain sebagainya. Cerita tentang kesuksesan para tukang becak tersebut juga diakui oleh penduduk setempat. 12 Selain pemilik penginapan dan usaha-usaha penunjang pariwisata, serta tukang becak seperti telah disebutkan di atas, perluasan lapangan pekerjaan juga terjadi dengan bertambahnya jumlah orang yang menekuni profesi guide atau pemandu wisata. Kehadiran pemandu wisata lokal berguna karena selain memandu wisatawan ke obyek-obyek wisata, juga mengantarkan wisatawan ke tempat penginapan milik orang yang dikenal baik. Sama halnya dengan toko-toko cinderamata, tidak jarang pula para pemandu wisata yang meminta komisi sebagai balas jasa karena telah membawa tamu menginap ke penginapan tersebut. Sebagian pemuda dari Prawirataman dan daerah-daerah sekitarnya juga turut merasakan keuntungan dari pesatnya perkembangan industri pariwisata di Prawirataman sebagai pemandu wisata tersebut. 13 Perubahan dalam bidang ekonomi tersebut, pada satu sisi memang memberikan keuntungan bagi sebagian anggota masyarakat Prawirataman dan daerah sekitarnya. Namun demikian, kecenderungan para tukang becak dan pemandu wisata untuk membawa wisatawan ke toko-toko suvenir dimana mereka 12 Wawancara dengan Ibu Sri Fitriyati, 52 tahun, tanggal 11 Maret 2013, Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, tanggal 12 Juni 2013, Bapak Sarijan, 67 tahun, dan Bapak Soegiran, 62 tahun, pada tanggal 16 Juli 2013 di Prawirataman. 13 Wawancara dengan Bapak Aryo, 55 tahun, tanggal 7 Juli 2013, di Prawirataman. mendapatkan komisi, bisa menjadi hal yang sangat merugikan pihak wisatawan. Lambat laun, hal semacam ini akan sangat berpengaruh pada pencitraan dunia pariwisata di Yogyakarta pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.

C. Dampak Sosial dari Perubahan di Prawirataman

Selain dampak-dampak dalam bidang ekonomi sebagaimana telah diuraikan di atas, berbagai perubahan dan pergantian bidang usaha yang ditekuni juga menimbulkan pengaruh pada bidang kehidupan yang lain. Persinggungan dengan dunia pariwisata dan pertemuan dengan kebudayaan-kebudayaan yang baru yang dibawa oleh wisatawan asing yang datang berkunjung dan menginap di Prawirataman, sedikit banyak turut memberikan pengaruh dan pergeseran pada kehidupan masyarakat setempat. Daerah Prawirataman yang kemudian menjadi salah satu pusat penginapan dapat dikategorikan sebagai daerah yang intensitas hubungan antara wisatawan dan penduduk lokal relatif tinggi. Jika berlangsung terus menerus, hal itu tentu saja akan memunculkan pergeseran-pergeseran yang pada akhirnya akan mendorong timbulnya perubahan sosial pada masyarakat. Perubahan yang terjadi di daerah Prawirataman, khususnya setelah terjadi alih profesi dari juragan batik menjadi pengusaha dalam bidang penginapan dan pariwisata, juga membawa pengaruh pada kebiasaan dan adat yang dulunya dikembangkan. Salah satunya adalah dalam hal pernikahan. Terdapat perubahan pada pola pernikahan yang terjadi di kalangan para pengusaha penginapan yang dulunya merupakan mantan juragan batik yang menjalankan usahanya secara turun-temurun. Runtuhnya usaha batik, membawa perubahan pada jenis usaha yang mereka kembangkan, sehingga ikatan pernikahan yang didasarkan pada jaringan usaha batik tidak lagi terjadi. Pada masa lalu sering terjadi pernikahan antar individu yang masih memiliki hubungan kekerabatan, dalam hal ini adalah anggota kekerabatan pengusaha batik di daerah Prawirataman. Hal ini merupakan suatu ekspresi yang dilakukan dengan harapan untuk tetap menjaga ruang lingkup kekeluargaannya, dan atau ketakutan mendapatkan pasangan yang kurang baik bagi keturunan keluarga tersebut. Sebagian memandang pernikahan sekerabat antar keluraga juragan batik tersebut dilakukan untuk menghindarkan terjadinya perpindahan kekayaan atau ‘ndak bandane keliyan’. 14 Jadi anak-anak dari juragan batik tersebut dicarikan jodoh yang tingkat atau status sosial dan ekonominya sederajat. Dan terkadang juga terjadi pernikahan sekerabat agar harta kekayaan yang telah dimiliki oleh trah-trah keluarga di Prawirataman tersebut tidak berpindah tangan. Namun kemudian, kebiasaan mencarikan jodoh dan pernikahan berdasarkan kekerabatan dan jaringan batik tersebut ikut memudar seiring dengan meredupnya usaha batik dan berbagai perubahan yang terjadi. Selain dalam hal pernikahan, kebebasan juga diberikan dalam pilihan mengembangkan usaha. Dahulu pada masa kejayaan industri batik, usaha tersebut merupakan usaha turun temurun dan anak-anaknya sudah belajar tentang dunia membatik sejak masih muda, namun ketika usaha baru mulai dikembangkan dan 14 Wawancara dengan Ibu Dalulu Wanisa, 50 tahun, pada tanggal 12 Juni 2013, di Prawirataman. faktor pendidikan serta pengetahuan yang lebih luas, mereka mendapatkan kebebasan untuk menentukan pilihan. “Ada anak yang mau meneruskan usaha keluarganya, ada yang tidak mau lalu memilih menjadi pegawai negeri, sekolah tinggi, dan lain-lain.” 15 Kebebasan pilihan tersebut secara tidak langsung juga memiliki pengaruh pada perubahan lingkungan di Prawirataman dalam hubungannya dengan hak kepemilikan tanah dan bangunan. Juragan batik yang memiliki rumah dan bangunan besar beserta tanah pekarangan yang sangat luas, kemudian membaginya untuk diberikan kepada anaknya sebagai warisan. Dari beberapa anak yang dimiliki tersebut, ada yang tetap bertahan dan meneruskan usaha peninggalan orang tuanya dan menetap di Prawirataman. Akan tetapi tidak sedikit pula yang menyewakan bahkan malah menjual tanah yang diwariskan kepadanya, serta memilih tinggal di daerah yang lain. Keadaan yang seperti itu tidak lagi menunjukkan kesesuaian dengan situasi yang terjadi di masa lalu ketika usaha batik begitu berkembang di Prawirataman, baik pada tahun 1920-an ataupun 1950-an. Pada saat daerah Prawirataman menjadi sentra industri batik, para pekerja tetap mendapatkan kamar untuk menginap. Di samping itu, para perajin batik yang bukan merupakan karyawan tetap dan datang dari tempat yang cukup jauh dari Prawirataman, dapat menumpang tinggal atau ‘ngindung’ 16 di pekarangan 15 Wawancara dengan Bapak Suprapto, 65 tahun, tangga 13 Juli 2013, di Prawirataman. 16 Ngindung adalah kata dalam Bahasa Jawa yang berarti induk. Ngindung adalah penduduk yang turut menghuni rumah atau tanah dari pemilik rumah atau yang dimiliki juragan-juragan batik tempat mereka bekerja ataupun penduduk asli Prawirataman yang memiliki tanah pekarangan yang luas. Seiring dengan perkembangan zaman, dan ketika rumah-rumah besar milik juragan batik dan pekarangannya dialih fungsikan menjadi penginapan, otomatis para pengindung tersebut harus meninggalkan tempat yang mereka tinggali. Selanjutnya seiring dengan tumbuh dan berkembangnya usaha jasa penginapan, tanah-tanah kosong atau sebagian dari bangunan yang dimiliki mulai disewakan kepada para pendatang yang berkeinginan untuk membuka usaha-usaha penunjang pariwisata. Hal ini dilakukan untuk tujuan komersial dan memperoleh keuntungan Konsekuensi lain yang kemudian timbul dari perubahan dan perkembangan usaha jasa penginapan di Prawirataman ini adalah timbulnya persaingan yang terkadang berlebihan dan kurang sehat. Para pemilik usaha-usaha jasa penunjang wisatawan itu tidak semuanya merupakan keluarga atau memiliki hubungan kekerabatan selayaknya terjadi pada masa Prawirataman menjadi sentra industri batik. Oleh karena itu persaingan, terutama dalam menentukan harga dan fasilitas antara satu pengusaha dan yang lainnya menjadi semakin jelas. Persaingan itu juga muncul dalam hubungannya dengan perluasan lapangan kerja. Maksudnya adalah kesempatan dan lapangan pekerjaan yang muncul seiring dengan berkembangnya usaha jasa penginapan di daerah Prawirataman menjadi semakin luas sehingga tidak hanya dinikmati oleh tanah tersebut. Para pengindung ini tidak memiliki hak milik atas tanah, melainkan hanya hak pakai saja. Adat ngindung ini pada prinsipnya hampir sama dengan sewa menyewa tanah. Namun demikian, dalam prakteknya, adat ngindung ini juga sangat tergantung adari pemilik tanah, ada dari mereka yang menuntut uang sewa ada yang tidak dan hanya didasarkan pada hubungan baik.