Interaksi Farmakodinamik Mekanisme Interaksi Obat

2.4.2.1.4 Interaksi Pada Level Ekskresi Obat

Kecuali obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu atau urin. Darah yang memasuki ginjal disepanjang arteri renal, pertama kali akan dikirim ke glomeruli tubulusmo dan molekul-molekul kecil akan melewati membran glomerulus air, garam dan beberapa obat tertentu disaring ke tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti protein plasma dan sel darah akan ditahan. Aliran darah kemudian melewati bagian lain tubulus ginjal sehingga terjadi transport aktif yang memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel tubulus kemudian melakukan transport aktif maupun pasif melalui difusi untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bisa terjadi karena perubahan ekskresi aktif di tubulus ginjal, perubahan pH, dan perubahan aliran darah ginjal Anonim, 2011.

2.4.2.2 Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik dapat terjadi dalam berbagai cara.. Berikut ini beberapa interaksi yang perlu dipertimbangkan. A ntagonis β-adrenoseptor mengurangi efektivitas agonis β-reseptor, seperti salbutamol atau terbutaline. Beberapa diuretik dapat menurunkan konsentrasi plasma kalium, sehingga meningkatkan efek digoksin dan menyebabkan risiko toksisitas glikosida tersebut. Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah norepinefrin yang disimpan dalam terminal saraf noradrenergik dan interaksinya dengan obat lain akan berbahaya, seperti efedrin atau tiramin yang bekerja melepaskan norepinefrin. Ini juga dapat terjadi dengan makanan kaya tiramin seperti keju hasil fermentasi misalnya keju Camembert. Warfarin bersaing dengan vitamin K, mencegah sintesis hepatik berbagai faktor koagulasi. Jika produksi vitamin K Universitas Sumatera Utara dalam usus dihambat misalnya dengan antibiotik, aksi antikoagulan warfarin meningkat. Obat yang menyebabkan perdarahan dengan mekanisme yang berbeda misalnya aspirin, yang menghambat biosintesis tromboksan A2 trombosit dan dapat merusak lambung akan meningkatkan risiko perdarahan yang disebabkan oleh warfarin. Sulfonamid mencegah sintesis asam folat oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya; trimetoprim menghambat pengurangan untuk tetrahydrofolate. Jika diberikan bersama dengan obat yang memiliki aksi sinergis dalam mengobati Pneumocystis carinii. Non-steroid anti-inflammatory drugs NSAID, seperti ibuprofen atau indometasin, menghambat biosintesis prostaglandin, yang bersifat sebagai vasodilator ginjal natriuretik prostaglandin PGE2, diikuti PGI2. Jika diberikan kepada pasien yang menerima pengobatan untuk hipertensi, akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, dan jika diberikan kepada pasien yang menerima diuretik untuk gagal jantung kronis akan menyebabkan retensi garam dan air dan dekompensasi jantung. Antagonis reseptor H1, seperti mepiramin, sering menyebabkan rasa kantuk sebagai efek yang tidak diinginkan. Ini lebih parah jika obat tersebut diberi bersamaan dengan alkohol, dan dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja atau di jalan Hashem, 2005.

2.5 Pemberian Dosis Obat pada Bayi

Pemberian dosis obat pada bayi perlu pertimbangan yang seksama karena adanya perbedaan antara bayi dan orang dewasa sehubungan dengan farmakokinetika dan farmakologi obat. Perbedaan komposisi tubuh dan kesempurnaan pertumbuhan hati dan fungsi ginjal merupakan sumber yang potensial dalam hal farmakokinetika obat yang berhubungan dengan umur. Untuk Universitas Sumatera Utara mudahnya, bayi yang dimaksud adalah anak yang berumur 0-2 tahun. Dalam kelompok ini diperlukan pertimbangan khusus untuk bayi yang berumur kurang dari 4 minggu, karena kemampuannya memperlakukan obat-obat sering berbeda dari bayi-bayi yang lebih tua. Pada umumnya, fungsi hepatik belum tercapai sampai minggu ketiga. Proses oksidasi pada bayi berkembang cukup baik, tetapi ada kekurangan enzim konjugasi. Sebagai tambahan, beberapa obat menunjukkan penurunan ikatan albumin plasma pada bayi. Bayi yang baru lahir memiliki aktivitas ginjal 30-50 dibandingkan orang dewasa. Obat-obat yang sangat bergantung pada ekskresi ginjal akan mengalami kenaikan waktu-paruh eliminasi yang tajam. Sebagai contoh, penisilin sebagian besar akan diekskresi melalui ginjal Shargel dan Yu, 1985.

2.6 Studi Retrospektif

Studi retrospektif adalah studi yang dilakukan setelah peristiwa yang diteliti terjadi. Kedua eksposur dan hasil sudah terjadi pada awal penelitian Strom dan Kimmel, 2006. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen survei dilakukan secara retrospektif terhadap rekam medik pasien yang dirawat di bagian rawat inap Pediatrik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik RSUP H. Adam Malik Medan. Prinsip penelitian ini adalah menghitung frekwensi interaksi obat-obat secara teoritik, mempelajari hubungan antara variabel bebas jumlah obat, pasien,dan jumlah diagnosis dengan variabel terikat interaksi obat, mempelajari pola mekanisme interaksi, jenis obat yang berinteraksi, dan tingkat keparahan interaksi. Untuk maksud tersebut dilakukan melalui pengumpulan data lembar rekam medis pasien rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan, selama periode Januari-Juni 2012. Hasil penelitian diperoleh adalah berupa: a. frekwensi interaksi obat-obat secara keseluruhan. b. frekwensi interaksi obat-obat berdasarkan mekanisme interaksi farmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown. c. frekwensi interaksi obat-obat berdasarkan level severitas interaksi. d. analisis mengenai mekanisme interaksi obat-obat. e. manajemen terhadap interaksi obat-obat yang terjadi untuk menghindari risiko interaksi yang dapat merugikan pasien di masa mendatang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada bulan Oktober – November 2012. Universitas Sumatera Utara 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pengobatan pasien pediatrik di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Juni 2012 yang dirawat di rindu B. Subjek yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah : a. rekam medis pasien rawat inap Jamkesmas di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Juni 2012. b. kategori usia pasien 0-18 tahun. c. mendapat terapi ≥ 2 obat. d. kategori semua gender. Kriteria eksklusi adalah : a. rekam medis pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan diluar periode Januari-Juni 2012. b. mendapat monoterapi obat sehingga tidak dapat diidentifikasi adanya interaksi obat-obat. c. rekam medis pasien rawat inap yang tidak lengkap tidak memuat informasi dasar yang dibutuhkan dalam penelitian.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling acak sederhana. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Krejcie dan Morgan Krejcie, et al., 1970. Universitas Sumatera Utara