D. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dan tanya jawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini.
2. Data Sekunder
a. Gambaran umum PT. AIC
b. Laporan Laba Rugi PT. AIC tahun 2011
c.
Neraca
PT. AIC tahun 2011 d.
Laporan Penyesuaian Fiskal
PT. AIC tahun 2011 e.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan 1771 Wajib Pajak Badan PT. AIC tahun 2011
f. Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal PT. AIC tahun 2011
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada kepala bagian keuangan dan perpajakan untuk mendapatkan penjelasan
mengenai gambaran umum perusahaan, data maupun informasi yang berkaitan laporan keuangan khususnya laporan laba rugi dan neraca, laporan
penyesuaian fiskal, Formulir 1771 lampiran I SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, dan daftar penyusutan dan amortisasi pada
PT. AIC
.
2. Dokumentasi
Teknik pengambilan
data dokumentasi
dilakukan dengan
mengumpulkan dan mengutip atau menyalin data-data yang sesuai dengan penelitian, seperti laporan laba rugi perusahaan tahun 2011, neraca
perusahaan tahun 2011, catatan-catatan yang berkaitan dengan masalah perpajakan khususnya mengenai SPT 1771, Laporan Penyesuaian Fiskal
PT. AIC tahun 2011, dan daftar penyusutan dan amortisasi
.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik komparatif. Analisis ini membandingkan penyesuaian fiskal yang dilakukan PT. AIC
apakah telah sesuai atau terdapat perbedaan dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Langkah-langkah analisis data yang digunakan sebagai
berikut: 1.
Menganalisis biaya dan pendapatan dalam laporan laba rugi PT. AIC. a.
Analisis biaya dilakukan dengan mengidentifikasi biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut Standar Akuntansi
Keuangan SAK tetapi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut peraturan perpajakan yang berlaku;
b. Analisis pendapatan dilakukan dengan mengidentifikasi pendapatan
yang diakui Standar Akuntansi Keuangan SAK tetapi tidak diakui sebagai penghasilan menurut peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Menghitung penyesuaian fiskal positif dan negatif berdasarkan peraturan
perpajakan yang berlaku sesuai dengan
Formulir 1771 lampiran I SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
. Dalam formulir tersebut penyesuaian fiskal dibedakan menjadi 2 dua yaitu penyesuaian fiskal
positif dan penyesuian fiskal negatif dengan penjelasan sebagai berikut : a.
Penyesuaian fiskal positif, terdiri dari : 1
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota. Berdasarkan Pasal 9 ayat
1 huruf b UU PPh, biaya tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
2 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan. Pembentukan atau
pemupukan dana cadangan tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 huruf c UU PPh, namun
terdapat pembentukan dana cadangan untuk jenis-jenis usaha tertentu yang boleh dikurangkan sebagai biaya, yang diatur lebih
lanjut pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81PMK.032009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan Yang
Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya. 3
Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan. Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf e UU PPh,
pengeluaran tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya, tetapi pemberian natura dan kenikmatan yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83PMK.032009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai serta
Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan
Di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Pemberi Kerja dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. 4
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sehubungan dengan pekerjaan. Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf f UU PPh, selisih yang melebihi kewajaran pembayaran imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan oleh pihak yang mempunyai hubungan istimewa tidak dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan karena dapat dikategorikan sebagai pembagian laba.
5 Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan. Berdasarkan
Pasal 9 ayat 1 huruf g UU PPh, pengeluaran tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
6 Pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf h UU PPh,
PPh badan dan kredit pajak tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
7 Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau CV
yang modalnya tidak terbagi atas saham. Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf j UU PPh, bagi perseroan komanditer pembayaran gaji
kepada anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
8 Sanksi administrasi. Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf k UU PPh,
sanksi administrasi tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
9 Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal. Selisih
tersebut diisi dari lampiran khusus IAIB Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal yang berisi jenis harta berwujud atau tidak
berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan yang dapat disusutkan atau diamortisasi.
10 Selisih amortisasi komersial di atas komersial fiskal. Selisih
tersebut diisi dari lampiran khusus IAIB Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal yang berisi jenis harta berwujud atau tidak
berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan yang dapat disusutkan atau diamortisasi.
11 Biaya yang ditangguhkan pengakuannya. Penyesuaian atas biaya
tersebut berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dan biaya dalam hal-hal tertentu dan atau bagi Wajib Pajak tertentu
sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. 12
Penyesuaian fiskal positif lainnya. Penyesuaian berdasarkan ketentuan pada Pasal 4 beserta peraturan pelaksanaannya mengenai
penghasilan yang tidak diakui secara komersial tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenai PPh tidak bersifat final dan berdasarkan