dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat :
1 Penghasilan yang dikenai zakat merupakan Objek Pajak yang telah
dilaporkan dalam SPT Tahunan; 2
Pembayaran zakat dilakukan kepada Badan Amil Zakat BAZ atau Lembaga Amil Zakat LAZ yang dibentuk atau disahkan
pembentukannya oleh Pemerintah Pusat atau Daerah; Dengan demikian zakat atas harta selain penghasilan dan zakat atas
penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan perlakuan pajaknya sama
dengan sumbangan. f.
Pajak Penghasilan Penyesuaian ini berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf h UU PPh, PPh
badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan. g.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham
Penyesuaian ini berdasarkan Pasal 4 ayat 3 huruf i UU PPh, bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh
karena itu sesuai dengan prinsip
taxability and deductibility
, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf j UU PPh, bagi
perseroan komanditer tersebut pembayaran gaji kepada anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
h. Sanksi administrasi
Penyesuaian ini berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf k UU PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang- undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan.
i. Selisih penyusutan komersial diatas penyusutan fiskal
Penyesuaian ini diisi dari Lampiran I AI B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
j. Selisih amortisasi komersial diatas amortisasi fiskal
Penyesuaian ini diisi dari Lampiran I AI B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya
Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat
ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijakan Pemerintah.
1. Penyesuaian fiskal positif lainnya
Penyesuaian ini berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal :
1 Terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan
tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenai PPh tidak bersifat final;
2 Terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui
secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal; 3
Terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap BUT ataupun bukan BUT, setelah dilakukan penyesuaian
fiskal positif dan negatif. 2.
Penyesuaian fiskal negatif Penyesuaian
fiskal negatif
adalah penyesuaian
terhadap penghasilan neto komersial di luar unsur penghasilan yang dikenai PPh
final dan yang tidak termasuk Objek Pajak dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan
pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan danatau menambah biaya-biaya komersial. Transaksi yang dapat mengakibatkan
penyesuaian fiskal negatif adalah : a.
Selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal Penyesuaian ini diisi dari Lampiran Khusus I AI B Daftar Penyusutan
dan Amortisasi Fiskal. b.
Selisih amortisasi komersial dibawah amortisasi fiskal Penyesuaian ini diisi dari Lampiran Khusus I AI B Daftar Penyusutan
dan Amortisasi Fiskal. c.
Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya Penyesuaian ini berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat
ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
d. Penyesuaian fiskal negatif lainnya
Penyesuaian ini berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 6 beserta peraturan
pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat
diakui secara fiskal.
E. Surat Tagihan Pajak
Menurut Rahayu 2009 : 186 - 187, surat tagihan pajak STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga
danatau denda. Dirjen Pajak menerbitkan SPT apabila : 1.
Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar 2.
Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak STP ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 perbulan paling
lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Tagihan Pajak STP. 3.
Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda danatau bunga
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu
5. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur paak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak 6.
Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan;
Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 perbulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal
penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak SKPKPP sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak STP,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 satu bulan. 7.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap selain :
a. Identitas pembeli
b. Identitas pembeli serta nama dan tandatangan dalam hal penyerahan
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran Surat Tagihan Pajak STP mempunyai kekuatan hukum sama dengan surat
ketetapan pajak SKP. Dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, DJP dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB dalam hal
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang tidak
atau kurang bayar. Setekah jangka waktu 5 tahun SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48 dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setalah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai ketetapan hokum tetap. Wajib Pajak yang
karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai saknsi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali
dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200 dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar SKPKB Rahayu, 2009 : 181-182.
F. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2010 oleh Natalia
Permatasari pada PT Madu Baru Yogyakarta dengan judul Analisis Ketepatan Penyesuaian Fiskal untuk Menentukan Penghasilan Neto
Fiskal Wajib Pajak Badan Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008. Hasil analisis atas ketepatan
penyesuaian fiskal menunjukkan bahwa penyesuaian fiskal yang dilakukan
PT Madu Baru Yogyakarta untuk menentukan penghasilan neto fiskal tidak tepat berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 tahun
2008. Hal ini dikarenakan PT Madu Baru Yogyakarta tidak melakukan penyesuaian fiskal untuk biaya pengeluaran khusus, biaya koran dan
majalah serta biaya resepsi tamu sehingga menimbulkan selisih sebesar Rp47.433.899,35. Selisih tersebut masih dapat diterima karena prosentase
tingkat kesalahan yang dilakukan PT Madu Baru Yogyakarta dalam melakukan penyesuaian fiskal sebesar 3,35.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Gita Ruth Vernanda pada tahun 2010
berjudul Evaluasi Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Badan, Studi Kasus di PT Madu Baru Yogyakarta. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penghitungan Pajak Penghasilan Badan PT Madu Baru tidak sesuai dengan Peraturan Pajak yang berlaku, karena
PT Madu Baru tidak melakukan penyesuaian terhadap biaya pengeluaran khusus dan biaya koran. Dampak yang muncul yaitu terdapat selisih
sebesar Rp9.020.760,00 dalam penghitungan besarnya penyesuaian fiskal positif.
3.
Fransiska Pordika pernah melakukan penelitian berjudul Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan, Studi
Kasus di Koperasi Bina Usaha PT Madu Baru Yogyakarta, pada tahun
2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghitungan Pajak Penghasilan Badan yang dilakukan oleh Koperasi Bina Usaha PT Madu
Baru Yogyakarta tidak sesuai dengan Peraturan Perundnag-Undangan
Perpajakan yang berlaku. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti, jumlah Pajak Penghasilan Terutang yang dilaporkan oleh
Koperasi Bina Usaha PT Madu Baru Yogyakarta lebih besar dari jumlah pajak yang sebenarnya sejumlah Rp2.528.701,34. Koperasi Bina Usaha PT
Madu Baru Yogyakarta kurang teliti dalam menghitung penyesuaian fiskal terhadap pendapatan bunga dan pendapatan sewa gedung, dan metode
penyusutan aktiva tetap Kelompok Bangunan Permanen tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan yang berlaku.
4. Penelitian sebelumnya, dilakukan oleh Hastoni, Robert Pius Pardede, dan
Yuni Astuti yang terdapat dalam Jurnal Ilmiah Ranggagading Volume 9
No.1, April 2009, halaman 34 sampai 37, berjudul Pengaruh Rekonsiliasi Fiskal Terhadap Penghitungan PPh Terutang pada PDAM Tirta
Pakuan Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDAM Tirta Pakuan
Bogor melakukan penghitungan laba rugi berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan untuk keperluan berbagai pihak dalam laporan keuangan,
sedangkan penghitungan laba rugi fiskal ditujukan untuk kepentingan perpajakan yang berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku. Hasil penghitungan Pajak Penghasilan Kurang Bayar Pasal 29 tahun 2006 menurut PDAM Tirta Pakuan Bogor setelah dilakukan
penyesuaian fiskal, menunjukkan hasil yang sesuai dengan ketentuan fiskal sebesar Rp 365.579.030,00.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Pamungkas, Daniel B. De Poere,
dan Amalia Ridwan dalam Jurnal Ilmiah Ranggagading Volume 9 No.1,
April 2009, halaman 9 sampai 17 berjudul Analisis Ketentuan Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Komersial untuk Menentukan
Besarnya PPh Terutang, Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan “YPKTH”. Hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan
bahwa Yayasan Pendidikan YPKTH tidak menerapkan ketentuan PSAK No. 45 tentang pelaporan keuangan organisasi nirlaba dalam menyajikan
laporan keuangannya. Seharusnya Yayasan Pendidikan YPKTH menggunakan ketentuan PSAK No. 45 dalam membuat laporan keuangan,
karena merupakan badan usaha nirlaba atau organisasi non komersial yang usahanya tidak semata-mata untuk mencari keuntungan. Yayasan
Pendidikan YPKTH tidak melakukan penyesuaian fiskal, dan menganggap bahwa laba atau rugi yang dihasilkan atas laporan keuangan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan yang berlaku.