Menganalisis Biaya dan Pendapatan Dalam Laporan Laba Rugi PT. AIC
Tabel 5.4 Penyesuaian Fiskal Biaya iklan dan promosi
Keterangan Komersial
dalam Rupiah Penyesuaian Fiskal
dalam Rupiah Fiskal
dalam Rupiah
Positif Negatif
Biaya Iklan dan
Promosi 63.677.000
63.677.000 -
Sumber : Data diolah
2 Biaya Kerugian Piutang
Biaya kerugian piutang PT. AIC tahun 2011 sebesar Rp153.396.580,00. Biaya kerugian piutang perusahaan merupakan
akumulasi dari jumlah kerugian piutang yang tidak dapat ditagih. Perusahaan tidak mempunyai daftar piutang yang tidak dapat
ditagih yang diserahkan ke Direktorat Jenderal Pajak. Dalam biaya kerugian piutang tidak terdapat perjanjian secara lisan maupun
tertulis antara perusahaan dengan pihak yang bersangkutan yaitu konsumen yang memiliki hutang dan belum dapat membayar
sesuai dengan perpanjian mengenai penghapusan kerugian piutang. Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK, biaya
kerugian piutang karena adanya piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan piutang yang sekiranya dapat ditagih boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto. Menurut peraturan perpajakan, biaya kerugian piutang yang boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto adalah biaya kerugian piutang yang timbul karena adanya piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Perbedaan pengakuan
biaya kerugian piutang tersebut menimbulkan penyesuaian fiskal positif.
Menurut Standar
Akuntansi Keuangan
SAK, penghitungan biaya kerugian piutang sebesar Rp153.396.580,00.
Menurut peraturan perpajakan, penghitungan biaya kerugian piutang sebesar Rp0,00. Perbedaan penghitungan biaya kerugian
piutang tersebut menimbulkan penyesuaian fiskal positif sebesar Rp153.396.580,00. Penyesuaian fiskal positif terjadi karena
menurut peraturan perpajakan yang berlaku, piutang yang nyata- nyata tidak dapat ditagih yang dapat menjadi pengurang
penghasilan bruto apabila piutang yang tidak dapat ditagih telah dibebankan sebagai biaya, Wajib Pajak harus menyerahkan daftar
piutang tidak dapat ditagih kepada Dirjen Pajak, dan telah menyerahkan perkara penagihannya kepada pemerintah atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang. Penyesuaian fiskal positif pada biaya kerugian piutang sebesar
Rp153.396.580,00 dapat dikelompokkan ke dalam penyesuaian fiskal positif lainnya pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.. Dasar dari penyesuaian fiskal positif pada biaya kerugian
piutang adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1 huruf h. Pasal 6 ayat 1 huruf h UU
PPh menjelaskan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat menjadi pengurang penghasilan bruto dengan syarat:
a Telah dibebankan sebagai biaya daam laporan laba rugi
komersial; b
Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
Dalam hal pengakuan biaya kerugian piutang, perusahaan tidak boleh mengurangkan biaya kerugian piutang dari penghasilan
bruto, karena perusahaan tidak dapat membuktikan bahwa biaya kerugian piutang tersebut berasal dari piutang yang nyata-nyata
tidak dapat ditagih seperti yang tertuang dalam Pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh tentang piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Peraturan perpajakan lainnya yang mendukung penyesuaian
fiskal pada biaya kerugian piutang adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57PMK.032010 dan Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-62PJ2010 tentang Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57PMK.032010 tentang
Perubahan atas
Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
105PMK.032009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.
Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
57PMK.032010 menjelaskan lebih lanjut mengenai piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih, penerbitan umum, penerbitan khusus, dan piutag yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau
debitur kecil lainnya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Tabel 5.5 Penyesuaian Fiskal Biaya Kerugian Piutang
Keterangan Komersial
dalam Rupiah Penyesuaian Fiskal
dalam Rupiah Fiskal
dalam Rupiah
Positif Negatif
Biaya kerugian
piutang 153.396.580
153.396.580 -
Sumber : Data Diolah
b. Biaya Administrasi dan Umum
Biaya administrasi dan umum PT. AIC tahun 2011 sebesar Rp960.240.177,00. Biaya administrasi dan umum dimaksudkan
perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan. Biaya administrasi dan umum terdiri dari biaya telepon, biaya internet, biaya
pajak, PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan, pajak kendaraan, biaya pengurusan dan perijinan, biaya entertaint, biaya kesehatan,
biaya kesejahteraan karyawan, biaya keperluan rumah tangga, biaya sumbangan, biaya perpustakaan, biaya alat tulis dan keperluan kantor,
biaya fotocopy dan barang cetakan, biaya pos materai dan paket, biaya
surans, biaya perjalanan dinas, biaya bensin dan solar, biaya konsultan, biaya keperluan IT, biaya pendidikan karyawan, biaya seragam
karyawan, biaya rapat, biaya reparasi dan pemeliharaan bangunan kantor, biaya reparasi dan pemeliharaan kendaraan, biaya reparasi dan
pemeliharaan komputer, biaya reparasi dan pemeliharaan inventaris kantor, biaya penyusutan kendaraan, biaya penyusutan inventaris, dan
biaya penyusutan aktiva tak berwujud. Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK, biaya yang termasuk dalam biaya adminisrasi dan
umum dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Menurut peraturan perpajakan yang berlaku, tidak semua biaya yang termasuk dalam
biaya administrasi dan umum dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Dari biaya-
biaya administrasi dan umum, biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan perlu disesuaikan adalah sebagai berikut :
1 Biaya Pajak
Biaya pajak PT. AIC tahun 2011 sebesar Rp2.616.300,00. Biaya ini dikeluarkan perusahaan untuk membiayai pajak
penghasilan dan denda yang berhubungan dengan perpajakan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK, biaya pajak
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, tetapi menurut peraturan perpajakan biaya pajak tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto. Perbedaan pengkauan tersebut menimbulkan penyesuaian fiskal positif.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK besarnya biaya pajak yang boleh diakui sebesar Rp2.616.300,00. Sedangkan
menurut peraturan perpajakan penghitungan untuk biaya pajak sebesar Rp0,00. Perbedaan penghitungan tersebut menimbulkan
penyesuaian fiskal positif sebesar Rp2.616.300,00. Penyesuaian fiskal positif ini timbul karena menurut peraturan perpajakan yang
berlaku, biaya pajak tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak.
Penyesuaian fiskal
positif pada
biaya pajak
sebesar Rp2.616.300,00 dapat dikelompokkan ke dalam pajak penghasilan
pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
Dasar dari penyesuaian fiskal positif pada biaya pajak adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
Pasal 9 ayat 1 huruf h dan huruf k. Pasal 9 ayat 1 huruf h UU PPh menjelaskan bahwa pajak penghasilan tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto. Pasal 9 ayat 1 huruf k UU PPh menyatakan bahwa sanksi administrasi berupa bunga, denda,
dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Tabel 5.6 Penyesuaian Fiskal Biaya Pajak
Keterangan Komersial
dalam Rupiah Penyesuaian Fiskal
dalam Rupiah Fiskal
dalam Rupiah
Positif Negatif
Biaya pajak
2.616.300 2.616.300
-
Sumber : Data Diolah
2 Biaya Entertaint
Biaya entertaint PT. AIC tahun 2011 adalah sebesar Rp24.025.200,00. Perusahaan tidak membuatkan daftar nominatif
atas pengeluaran biaya entertaint. Biaya entertaint digunakan oleh perusahaan untuk membiayai perjalanan kunjungan customer ke
perusahaan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK, biaya
entertaint dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Menurut peraturan perpajakan yang berlaku, biaya entertaint tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto. Perbedaan pengakuan biaya entertaint tersebut menyebabkan adanya penyesuaian fiskal positif.
Menurut Standar
Akuntansi Keuangan
SAK, penghitungan biaya entertaint sebesar Rp24.025.200,00, sedangkan
penghitungan biaya entertaint menurut peraturan perpajakan yang berlaku sebesar Rp0,00. Perbedaan penghitungan biaya entertaint
tersebut menyebabkan penyesuaian fiskal positif sebesar Rp24.025.200,00. Penyesuaian fiskal positif pada biaya entertaint
terjadi karena menurut peraturan perpajakan yang berlaku, agar biaya entertaint dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, maka
Wajib Pajak wajib melampirkan datar nominatif pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan sebagai bukti bahwa pengeluaran
untuk biaya entertaint benar-benar dikeluarkan dan berhubungan dengan kegiatan perusahaan. Wajib Pajak yang tidak melampirkan
daftar nominatif sebagai bukti bahwa pengeluaran untuk biaya entertaint benar-benar dikeluarkan dan berhubungan dengan
kegiatan perusahaan, maka biaya entertaintnya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan besarnya
penghasilan kena pajak. Penyesuaian fiskal positif pada biaya entertaint sebesar Rp24.025.200,00 dapat dikelompokkan ke dalam
penyesuaian fiskal positif lainnya pada Formulir 1771-I Lampiran- I SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
Dasar penyesuaian fiskal positif pada biaya entertaint adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
Pasal 9. UU PPh Pasal 9 menjelaskan bahwa biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai
hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakab objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari
pengeluaran tersebut. Peraturan
Perpajakan lainnya
yang mendukung
penyesuaian fiskal positif pada biaya entertaint adalah Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27PJ.221986. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa biaya entertainment dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan usaha. Wajib pajak dapat
membuktikan bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar dikeluarkan dan
berhubungan dengan
kegiatan perusahaan
dengan melampirkan daftar nominatif pada Surat Pemberitahuan Tahunan.
Dalam hal ini, perusahaan sebenarnya boleh mengurangkan biaya entertaint dari penghasilan bruto tetapi karena perusahaan
tidak dapat membuktikan bahwa biaya entertaint benar-benar terjadi dan secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
usaha serta tidak membuat daftar nominatif atas pengeluaran biaya promosi seperti yang tertuang dalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-27PJ.221986, maka biaya entertaint tersebut harus disesuaikan.
Tabel 5.7 Penyesuaian Fiskal Biaya Entertaint
Keterangan Komersial
dalam Rupiah Penyesuaian Fiskal
dalam Rupiah Fiskal
dalam Rupiah
Positif Negatif
Biaya entertaint
24.025.200 24.025.200
-
Sumber : Data Diolah
3 Biaya Kesejahteraan Karyawan
Biaya kesejahteraan karyawan PT. AIC tahun 2011 sebesar Rp71.775.440,00. Biaya ini dikeluarkan perusahaan untuk piknik
dan rekreasi karyawan. Piknik dan rekreasi karyawan merupakan
penggantian atau imbalan yang diberikan perusahaan kepada karyawannya sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan. Menurut Standar Akuntansi Keuanga SAK biaya
kesejahteraan karyawan boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Menurut peraturan perpajakan, biaya kesejahteraan karyawan
berupa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diberikan dalam bentuk natura tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto. Perbedaan pengakuan tersebut menimbulkan penyesuaian fiskal positif.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK penghitungan untuk biaya kesejahteraan karyawan sebesar Rp71.775.440,00,
sedangkan menurut
peraturan perpajakan
yang berlaku,
penghitungan biaya kesejahteraan karyawan sebesar Rp0,00. Hasil penghitungan yang berbeda menimbulkan penyesuaian fiskal
positif sebesar Rp71.775.440,00. Penyesuaian fiskal positif ini terjadi karena pemberian dari perusahaan kepada karyawan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak. Penyesuaian fiskal positif pada biaya kesejahteraan
karyawan sebesar Rp71.775.440,00 dapat dikelompokkan ke dalam penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura
dan kenikmatan pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
Dasar dari penyesuaian fiskal positif pada biaya kesejahteraan karyawan adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan
Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat 1 huruf e. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Tabel 5.8 Penyesuaian Fiskal Biaya Kesejahteraan Karyawan
Keterangan Komersial
dalam Rupiah
Penyesuaian Fiskal dalam Rupiah
Fiskal dalam
Rupiah Positif
Negatif Biaya
kesejahteraan karyawan
71.775.440 71.775.440
-
Sumber : Data Diolah
4 Biaya Sumbangan
Biaya sumbangan PT. AIC tahun 2011 adalah sebesar Rp9.226.700,00. Biaya sumbangan ini dimaksudkan perusahaan
untuk membiayai pengeluaran berupa sumbangan bagi karyawan yang melahirkan, sumbangan dukacita untuk pelanggan, dan
sumbangan atas undangan acara yang diselenggarakan oleh pelanggan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK biaya sumbangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sedangkan
menurut peraturan perpajakan biaya sumbangan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Perbedaan pengakuan
biaya sumbangan antara Standar Akuntansi Keuanga SAK dengan peraturan perpajakan yang berlaku menyebabkan
peenyesuaian fiskal positif pada biaya sumbangan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK
penghitungan biaya
sumbangan sebesar
Rp9.226.700,00, sedangkan menurut peraturan perpajakan yang berlaku besarnya
penghitungan biaya sumbangan sebesar Rp0,00. Perbedaan penghitungan pada biaya sumbangan menimbulkan penyesuaian
fiskal positif sebesar Rp9.226.700,00. Penyesuaian fiskal positif ini terjadi karena dalam peraturan perpajakan yang berlaku tidak
memperbolehkan biaya
sumbangan menjadi
pengurang penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak.
Penyesuaian fiskal positif pada biaya sumbangan sebesar Rp9.226.700,00 dapat dikelompokkan ke dalam harta yang
dihibahkan, bantuan atau sumbangan pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
Dasar dari penyesuaian fiskal positif tersebut adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9
ayat 1 huruf g. Peraturan perpajakan yang melandasi penyesuaian fiskal positif pada biaya sumbangan menjelaskan
bahwa harta yang dihibahkan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf a dan b tidak
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf i sampai
dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah. Sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36
Tahun 2008 pasal 6 ayat 1 adalah sebagai berikut : a
sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
b sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
c biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah; d
sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
e sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sumbangan yang diberikan PT. AIC pada tahun 2011 tidak
termasuk dalam sumbangan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, maka biaya sumbangan PT. AIC tahun 2011
perlu disesuaikan. Tabel 5.9 Penyesuaian Fiskal Biaya Sumbangan
Keterangan Komersial
dalam Rupiah Penyesuaian Fiskal
dalam Rupiah Fiskal
dalam Rupiah
Positif Negatif
Biaya sumbangan
9.226.700 9.226.700
-
Sumber : Data Diolah
5 Biaya Asuransi
Biaya asuransi PT. AIC tahun 2011 adalah sebesar Rp101.408.708,00. Biaya ini dimaksudkan untuk membiayai
premi asuransi karyawan yang dibayarkan ke perusahaan asuransi swasta. Premi asuransi ini tidak dimasukkan dalam daftar
penghitungan gaji karyawan yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 sehingga tidak dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib
Pajak yang bersangkutan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK biaya asuransi yang dimaksudkan untuk karyawan tersebut dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto, sedangkan menurut peraturan perpajakan yang berlaku, biaya asuransi tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak. Perbedaan pengakuan tersebut mengakibatkan penyesuaian fiskal
positif. Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK penghitungan
biaya asuransi sebesar Rp101.408.708,00, sedangkan menurut peraturan perpajakan yang berlaku, penghitungan biaya asuransi
sebesar Rp0,00.
Perbedaan penghitungan
biaya asuransi
menimbulkan penyesuaian
fiskal positif
sebesar Rp101.408.708,00. Penyesuaian fiskal positif terjadi karena
menurut peraturan perpajakan yang berlaku biaya asuransi karyawan yang dibayarkan oleh perusahaan tersebut tidak dihitung
sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. Penyesuaian
fiskal positif
pada biaya
asuransi sebesar
Rp101.408.708,00 dapat dikelompokkan ke dalam penyesuaian fiskal positif lainnya pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Dasar penyesuaian fiskal positif pada biaya asuransi ini
adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1 huruf d yang menjelaskan bahwa pembayaran premi
asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang
bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan. Peraturan tersebut selaras dengan Undang-Undang Pajak
Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat 1 huruf d bahwa premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
Berdasarkan Undang-Undang PPh Pasal 6 ayat 1 huruf d yang selaras dengan UU PPh Pasal 9 ayat 1 huruf d, biaya
asuransi untuk karyawan yang dibayarkan oleh PT. AIC tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto karena premi yang
dibayarkan tidak dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang menerimanya, sehingga biaya asuransi PT. AIC tahun 2011
perlu disesuaikan. Tabel 5.10 Penyesuaian Fiskal Biaya Asuransi
Keterangan Komersial
dalam Rupiah Penyesuaian Fiskal
dalam Rupiah Fiskal
dalam Rupiah
Positif Negatif
Biaya asuransi
101.408.708 101.408.708
-
Sumber : Data Diolah
6 Biaya Penyusutan Inventaris
Biaya penyusutan inventaris PT. AIC tahun 2011 adalah sebesar Rp97.945.100,00. Biaya penyusutan ini merupakan
akumulasi dari biaya penyusutan semua inventaris yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan menggunakan metode penyusutan
garis lurus dalam menghitung besarnya penyusutan untuk keperluan penyusunan laporan keuangan berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan SAK dan untuk keperluan perpajakan. Perusahaan mengelompokkan semua inventaris yang dimiliki
kedalam kelompok harta berwujud kelompok 1 satu, dengan masa manfaat 4 empat tahun dan tarif penyusutan sebesar 25.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK penyusutan aktiva tetap dapat dilakukan dengan menggunakan 3 metode, yaitu
metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode rata-rata. Menurut peraturan perpajakan yang berlaku, penyusutan aktiva
tetap berupa harta berwujud dapat dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus dan metode saldo menurun, sedangkan
penyusutan untuk harta berwujud berupa bangunan hanya boleh menggunakan metode garis lurus. Metode penyusutan aktiva tetap
yang digunakan PT. AIC dalam menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi adalah metode garis lurus, untuk
kepentingan perpajakan perusahan juga menggunakan metode garis lurus untuk menghitung biaya penyusutan aktiva berwujud dan
aktiva tidak berwujud.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK penghitungan biaya penyusutan inventaris sebesar Rp97.945.100,00, sedangkan
menurut peraturan perpajakan biaya penyusutan inventaris sebesar Rp96.040.350,00. Perbedaan penghitungan tersebut menyebabkan
penyesuaian fiskal positif sebesar Rp1.904.750,00. Penyesuaian fiskal positif pada biaya penyusutan inventaris terjadi karena
adanya perbedaan pengelompokkan aktiva berwujud berupa inventaris antara Standar Akuntansi Keuangan SAK dengan
peraturan perpajakan yang berlaku, sehingga terdapat perbedaan masa manfaat dan tarif penyusutan yang ditetapkan untuk
menghitung besarnya biaya penyusutan. Penyesuaian fiskal positif pada biaya penyusutan inventaris sebesar Rp1.779.749,00 dapat
dikelompokkan ke dalam selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Dasar dari penyesuaian fiskal positif pada biaya penyusutan
inventaris adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 yang menuliskan bahwa metode penyusutan
yang dibolehkan berdasarkan ketentuan perpajakan adalah metode garis lurus dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa
mafaat yang ditetapkan bagi harta tersebut dan metode saldo menurun dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara
menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku.
Peraturan Menteri Keuangan yang mendukung pelaksanaan penyesuaian fiskal positif pada biaya penyusutan inventaris adalah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96PMK.032009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta
Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan. Berdasarkan peraturan tersebut, inventaris yang dimiliki oleh PT.
AIC dapat digolongkan ke dalam jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam kelompok 1 dan kelompok 2 dengan masa manfaat
4 tahun dan 8 tahun serta tarif penyusutan sebesar 25 dua puluh lima persen dan 12,5 dua belas koma lima persen. Perbedaan
masa manfaat dan tarif penyusutan menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK dan peraturan perpajakan yang berlaku
menyebabkan biaya penyusutan inventaris perlu disesuaikan. Tabel 5.11 Penyesuaian Fiskal Biaya Penyusutan Inventaris
Keterangan Komersial
dalam Rupiah Penyesuaian Fiskal
dalam Rupiah Fiskal
dalam Rupiah
Positif Negatif
Biaya penyusutan
inventaris 97.945.100
1.904.750 -
96.040.350
Sumber : Data Diolah
7 Biaya Penyusutan Kendaraan
Biaya penyusutan kendaraan PT. AIC dalam laporan keuangan tahun 2011 sebesar Rp71.671.583,00. Biaya penyusutan
kendaraan merupakan akumulasi dari jumlah biaya penyusutan kendaraan-kendaraan yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan
menggunakan metode penyusutan garis lurus untuk keperluan
perpajakan dan untuk keperluan penyusunan laporan keuangan yang berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan SAK.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK, metode penyusutan yang diperbolehkan untuk menghitung besarnya biaya
penyusutan kendaraan adalah metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode rata-rata. Menurut peraturan perpajakan
yang berlaku, metode penyusutan yang diperbolehkan untuk menghitung besarnya biaya penyusutan kendaraan adalah metode
garis lurus dan metode saldo menurun. Dalam perpajakan, masa manfaat dan tarif penyusutan kendaraan didasarkan pada
kelompok-kelompok harta berwujud yang tertuang dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 ayat 6
beserta peraturan pelaksanaannya. Perbedaan metode penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan tersebut untuk menghitung
besarnya biaya penyusutan kendaraan menyebabkan penyesuaian fiskal positif.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK penghitungan biaya penyusutan kendaraan sebesar Rp71.671.583,00. Menurut
peraturan perpajakan yang berlaku, penghitungan biaya penyusutan kendaraan sebesar Rp35.294.125,00. Perbedaan penghitungan
biaya penyusutan kendaraan menimbulkan penyesuaian fiskal positif sebesar Rp36.377.458,00. Penyesuaian fiskal positif pada
biaya penyusutan kendaraan terjadi karena masa manfaat dan tarif
penyusutan yang digunakan pada perpajakan berbeda dengan masa mafaat dan tarif penyusutan berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan SAK. Penyesuaian fiskal positif pada biaya penyusutan
kendaraan sebesar
Rp36.377.458,00 dapat
dikelompokkan ke dalam selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Dasar dari penyesuaian fiskal positif pada biaya penyusutan
kendaraan adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11, yang menjelaskan bahwa metode penyusutan
yang dibolehkan dalam ketentuan perpajakan adalah metode garis lurus dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa mafaat
yang ditetapkan bagi harta tersebut dan metode saldo menurun dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku. Peraturan Menteri Keuangan yang mendukung pelaksanaan
penyesuaian fiskal positif pada biaya penyusutan kendaraan adalah Peraturan
Menteri Keuangan
Nomor 96PMK.032009.
Berdasarkan peraturan perpajakan tersebut, semua kendaraan yang dimiliki oleh PT. AIC dikelompokkan kedalam harta berwujud
kelompok 2 dengan masa manfaat selama 8 tahun dan tarif penyusutan sebesar 12,5. Berdasarkan laporan keuangan PT. AIC
tahun 2011 yang disusun menurut Standar Akuntansi Keuangan
SAK, kendaraan yang dimiliki oleh perusahaan mempunyai masa manfaat 4 tahun, 8 tahun, dan 12 tahun. Biaya penyusutan
kendaraan perlu disesuaika karena perbedaan masa manfaat dan tarif penyusutan kendaraan antara peraturan perpajakan dengan
SAK. Tabel 5.12 Penyesuaian Fiskal Biaya Penyusutan Kendaraan
Keterangan Komersial
dalam Rupiah Penyesuaian Fiskal
dalam Rupiah Fiskal
dalam Rupiah
Positif Negatif
Biaya penyusutan
kendaraan 71.671.583
36.377.458 -
35.294.125
Sumber : Data Diolah
2. Biaya Lain-Lain
Biaya lain-lain PT. AIC tahun 2011 adalah sebesar Rp15.560.257,00. Biaya lain-lain dari luar usaha merupakan biaya
yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar pajak jasa giro, membayar biaya admisitrasi bank, dan biaya non operasional lainnya.
Biaya non operasional lainnya merupakan biaya yang jumlahnya merupakan akumulasi selisih pembulatan biaya-biaya yang tidak
bersifat material. Analisis pada biaya yang termasuk dalam biaya lain- lain PT. AIC adalah sebagai berikut :
a. Pajak Jasa Giro
Pajak jasa
giro PT.
AIC tahun
2011 sebesar
Rp4.110.427,00. Pajak jasa giro merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan sehubunga dengan pendapatan jasa giro.
Pajak jasa giro dapat dikurangkan dari penghasilan bruto menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK. Menurut peraturan
perpajakan yang berlaku, pajak jasa giro tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Perbedaan pengakuan pajak jasa giro
menyebabkan perlunya penyesuaian fiskal positif. Penghitungan pajak jasa giro menurut Standar Akuntansi
Keuangan SAK adalah sebesar Rp4.110.427,00, sedangkan menurut peraturan perpajakan yang berlaku penghitungan pajak
jasa giro yang boleh diakui sebagai biaya adalah sebesar Rp0,00. Perbedaan jumlah penghitungan tersebut menyebabkan perlunya
penyesuaian fiskal positif pada pajak jasa giro sebesar Rp4.110.427,00. Penyesuaian fiskal positif pada pajak jasa giro
sebesar Rp4.110.427,00
dapat dikelompokkan
ke dalam
penyusutan fiskal lainnya pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
Dasar pelaksanaan penyesuaian fiskal positif pada pajak jasa giro adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 huruf a, yang menjelaskan bahwa penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,
bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
merupakan penghasilan yang dikenai pajak bersifat final.
Pelaksanaan UU PPh Pasal 4 ayat 2 huruf a didukung dengan
Keputusan Menteri
Keuangan R.I
Nomor 51KMK.042001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Atas
Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang menyatakan bahwa pengenaan Pajak Penghasilan
atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia adalah dikenakan tarif PPh final sebesar 20 dua puluh
persen dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak Badan dan bentuk usaha tetap. Biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
perolehan penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final tidak dapat dikurangkan dari penghasilan sebagai dasar penghitungan
pajak terutang. Pajak jasa giro merupakan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pendapatan jasa giro, oleh karena itu pajak jasa
giro tidak dapat dikurangkan dari penghasilan. Tabel 5.13 Penyesuaian Fiskal Pajak Jasa Giro
Keterangan Komersial
dalam Rupiah Penyesuaian Fiskal
dalam Rupiah Fiskal
dalam Rupiah
Positif Negatif
Pajak Jasa Giro
4.110.427 4.110.427
-
Sumber : Data Diolah
b. Biaya Administrasi Bank
Biaya admisitrasi bank sebesar Rp2.810.737,00 dikeluarkan perusahaan untuk membayar administrasi bank selama tahun 2011.
Biaya administrasi bank ini boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK. Menurut
peraturan perpajakan yang berlaku, biaya administrasi merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
sehingga boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Persamaan pengakuan biaya administrasi bank membuat perusahaan tidak
perlu melakukan penyesuaian fiskal. Penghitungan biaya administrasi bank menurut Standar
Akuntansi Keuangan SAK sebesar Rp2.810.737,00, sedangkan penghitungan biaya administrasi bank menurut peraturan
perpajakan sebesar Rp2.810.737,00. Hasil penghitungan biaya administrasi bank berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku
sama dengan hasil penghitungan biaya administrasi bank menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK, sehingga tidak ada
penyesuaian fiskal. Dasar tidak diperlukannya penyesuaian fiskal pada biaya
administrasi bank adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1 huruf a, yang menyatakan
bahwa biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha seperti biaya administrasi termasuk dalam
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sehingga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. 3.
Penjualan
Penjualan PT. AIC tahun 2011 sebesar Rp21.303.704.497,00. Penjualan tersebut merupakan hasil bersih dari transaksi penjualan
produk yang dihasilkan selama tahun 2011. Semua hasil penjualan telah dibukukan dan tidak ada yang dialihkan untuk kepentingan
lainnya. Menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK hasil penjualan
perusahaan merupakan penghasilan. Menurut peraturan perpajakan yang berlaku, hasil penjualan perusahaan selama tahun 2011
merupakan penghasilan karena dapat digunakan untuk konsumsi perusahaan atau untuk menambah kekayaan. Persamaan pengakuan
pada penjualan
tersebut mengakibatkan
tidak diperlukannya
penyesuaian fiskal positif maupun negatif yang harus dilakukan oleh perusahaan.
Penghitungan penjualan PT. AIC menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK sebesar Rp21.303.704.497,00. Menurut peraturan
perpajakan, penghitungan penjualan PT. AIC yang merupakan penghasilan adalah sebesar Rp21.303.704.497,00. Hasil penghitungan
yang sama antara Standar Akuntansi Keuangan SAK dengan peraturan perpajakan yang berlaku mengakibatkan tidak adanya
penyesuaian fiskal positif maupun negatif yang harus dilakukan atau penyesuaian fiskalnya sebesar Rp0,00.
Dasar tidak dilakukannya penyesuaian fiskal pada penjualan PT. AIC adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun
2008 Pasal 4 ayat 1. Berdasarkan peraturan perpajakan tersebut, hasil penjualan perusahaan tahun 2011 merupakan penghasilan. Penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak, yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.
4. Pendapatan Lain-Lain
Pendapatan lain-lain PT. AIC dalam laporan keuangan tahun 2011 adalah sebesar Rp119.876.120,00. Pendapatan yang diperoleh
PT. AIC tidak hanya berasal dari transaksi penjualan, tetapi juga diperoleh dari transaksi diluar penjualan seperti laba dari penjualan
aktiva tetap. Pendapatan lain-lain ini terdiri dari pendapatan jasa giro, bunga deposito, selisih kurs, dan laba penjualan aktiva tetap.
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4, penghasilan dapat diklasifikasikan menjadi penghasilan
yang menjadi objek pajak, penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final, dan penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Pendapatan atau keuntungan dalam pendapatan lain-lain yang termasuk objek pajak, yaitu penghasilan adalah sebagai berikut :
a. Selisih Kurs
Selisih kurs PT. AIC tahun 2011 adalah sebesar Rp18.368.089,00. Selisih kurs tersebut berasal dari keuntungan
yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing.
Selisih kurs ini diakui diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Menurut peraturan perpajakan yang berlaku, selisih kurs mata uang
asing merupakan penghasilan yang dapat digunakan Wajib Pajak untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan. Pendapatan dari
selisih kurs mendapat pengakuan yang sama antara SAK dengan peraturan perpajakan, sehingga tidak perlu melakukan penyesuaian
fiskal positif maupun negatif terhadap selisih kurs. Penghitungan penghasilan yang berasal dari selisih kurs
menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK adalah sebesar Rp18.368.089,00. Menurut peraturan perpajakan, penghitungan
besarnya penghasilan dari selisih kurs adalah Rp18.368.089,00. Hasil penghitungan yang sama antara Standar Akuntansi Keuangan
SAK dengan peraturan perpajakan yang berlaku menyebabkan tidak adanya penyesuaian fiskal yang dilakukan atau besarnya
penyesuaian fiskal adalah Rp0,00. Dasar tidak dilakukannnya penyesuaian fiskal oleh PT. AIC
pada selisih kurs adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1 huruf l, yang menjelaskan
bahwa keuntungan karena selisih kurs mata uang asing merupakan objek pajak penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima Wajib Pajak yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs
mata uang asing tersebut diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. b.
Laba Penjualan Aktiva Tetap Laba Penjualan Aktiva Tetap PT. ATMI IGI Center tahun
2011 sebesar Rp45.000.000,00. Pendapatan dari laba penjualan aktiva tetap merupakan laba atau keuntungan yang diperoleh dari
penjualan aktiva tetap yang dimiliki oleh PT. AIC karena depresiasinya berakhir pada tahun 2011. Pada tahun 2011, terdapat
aktiva tetap yang depresianya telah habis kemudian dijual oleh perusahaan, yaitu aktiva tetap berupa mobil box.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan, laba penjualan aktiva tetap tergolong penghasilan. Menurut peraturan perpajakan
yang berlaku, laba penjualan aktiva tetap merupakan objek penghasilan. Persamaan pengakuan penghasilan terhadap laba
penjualan aktiva tetap menurut Standar Akuntansi Keuangan SAK dengan peraturan perpajakan yang berlaku tersebut
mengakibatkan tidak perlu dilakukannya penyesuaian fiskal. Penghitungan laba penjualan aktiva tetap yang dilakukan
oleh PT. AIC berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan SAK adalah sebesar Rp45.000.000,00, dan penghitungan laba penjualan
aktiva tetap berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku sebesar Rp45.000.000,00. Hasil penghitungan yang sama menyebabkan
tidak adanya penyesuaian fiskal positif dan negatif terhadap laba penjualan aktiva tetap.
Dasar dari tidak dilakukannya penyesuaian fiskal terhadap laba penjualan aktiva tetap adalah Undang-Undang Pajak
Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 huruf d, yang menyatakan bahwa keuntungan karena penjualan atau karena
pengalihan harta merupakan salah satu yang menjadi objek pajak penghasilan.
c. Pendapatan Jasa Giro
Pendapatan jasa giro PT. AIC tahun 2011 sebesar Rp20.552.138,00. Menurut peraturan perpajakan yang berlaku,
pendapatan jasa giro termasuk dalam penghasilan yang dikenai pajak bersifat final. Untuk menghitung penghasilan neto fiskal
yang dikenai Pajak Penghasilan, penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk objek
pajak harus dikurangkan dari penghasilan neto komersial. Pendapatan jasa giro tersebut dikelompokkan kedalam penghasilan
yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk objek pajak pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Badan.
Dalam Standar Akuntansi, tidak terdapat penggolongan penghasilan seperti penghasilan final pada peraturan perpajakan
yang berlaku, sehingga hasil penghitungan pendapatan jasa giro adalah sebesar Rp20.552.138,00. Menurut peraturan perpajakan
yang berlaku, penghitungan pendapatan jasa giro adalah sebesar Rp0,00.
Perbedaan penghitungan
tersebut mengakibatkan
pengurangan pedapatan jasa giro sebesar Rp20.552.138,00 dari penghasilan
neto komersial
untuk menghitung
besarnya penghasilan neto fiskal.
Peraturan pelaksanaannya adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 2 huruf a yang
menyatakan bahwa penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi merupakan penghasilan yang dapat dikenai
pajak bersifat final. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-
01PJ.432001 tentang Peraturan Pemerintah No. 131 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga
Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, penghasilan bunga deposito, tabungan, dan termasuk pendapatan
jasa giro dikenakan tarif PPh sebesar 20 dua puluh persen yang pengenaan pajaknya bersifat final.
d. Bunga Deposito
Bunga Deposito
PT. AIC
tahun 2011
sebesar Rp35.955.895,00. Menurut peraturan perpajakan yang berlaku,
bunga deposito dapat digolongkan kedalam penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final. Menurut Standar Akuntansi Keuangan
SAK, bunga deposito merupakan penghasilan. Perbedaan pengakuan penghasilan tersebut dikarenakan dalam SAK tidak
terdapat penggolongan penghasilan seperti pada peraturan perpajakan sehingga untuk menghitung penghasilan neto fiskal,
penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk objek pajak harus dikurangkan dari
penghasilan neto komersial. Penghitungan bunga deposito menurut SAK adalah sebesar
Rp35.955.895,00, sedangkan penghitungan bunga deposito menurut peraturan perpajakan adalah sebesar Rp0,00. Perbedaan
penghitungan tersebut menyebabkan pengurangan bunga deposito sebesar Rp35.955.895,00 dari penghasilan neto komersial untuk
menghitung penghasilan neto fiskal. Bunga deposito tersebut dikelompokkan kedalam penghasilan yang dikenakan PPh final
dan yang tidak termasuk objek pajak pada Formulir 1771-I Lampiran-I SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
Dasar peraturan perpajakannya adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 2 huruf a,
yang menyatakan bahwa penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi merupakan penghasilan yang dapat dikenai
pajak bersifat final. Tarif PPh atas bunga deposito adalah sebesar 20 dua puluh persen sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.
131 Tahun 2000 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE- 01PJ.432001 tentang Peraturan Pemerintah No. 131 Tahun 2000
Tanggal 15 Desember 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.