Hasil Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN

“Saya orangnya yang menggebu-gebu, suami saya yang kalem, dia menetralkan. Kalo pas dia yang emosi ya saya yang menenangkan. Jadi saling melengkapi. ” M, 181-187 Kebahagiaan pernikahan ia dapat dari kehidupan pernikahan yang ia jalani bersama pasangan dan anak. Dalam kesehariannya ia mendapat dukungan emosional dari pasangan dan menjalani relasi romantis bersama pasangan. Pasangan memberikan perhatian melalui hal sederhana yang membuatnya terharu. Selain itu, sifat pasangan yang pengertian dan memberikan kepercayaan membuatnya merasa beruntung. Sesuai dengan tujuan pernikahan dimana pernikahan adalah untuk membangun keluarga dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Dalam kehidupan pernikahannya ia berusaha mewujudkan tujuan dari pernikahannya bersama dengan pasangan. “Kebahagiaan. Saya dapet suami yang pengertian, trus punya anak. Ya bahagia mbak, bisa menjalani kehidupan bareng mereka, syukur.” M, 259-264 “Tapi dia lakuin hal-hal kecil yang bikin saya terharu. Pulang kantor bawain saya jus, trus pas huja n bawain saya payung.” M, 163-168 “Seiring berjalan waktu saya sudah cinta sama dia.” M, 241- 243 “Membangun sebuah keluarga yang baru, bertanggung jawab atas keluarga sendiri, punya anak gi mana bisa merawat anak.” M, 143-147 2. Informan W a. Proses Perjodohan Informan W mengalami proses perjodohan melalui kerabat dan orangtua calon pasangan. Sebelumnya, informan mengalami pengalaman tidak menyenangkan saat menjalani hubungan dengan pasangan pilihannya sendiri. Akhirnya informan memutuskan untuk tidak menjalin hubungan dengan orang lain hingga akhirnya informan dipertemukan dengan calon pasangan. Dengan pertimbangan sifat dari calon pasangan dan pandangan baik terhadap perjodohan, informan menerima perjodohan dan menjalin hubungan singkat dengan calon pasangan kemudian memutuskan untuk menikah. Informan beranggapan bahwa calon yang dipilihkan orangtua pastilah baik dan belum tentu dapat menemukan pasangan yang baik dengan usaha sendiri. Dengan menerima perjodohan dan menikah, informan berharap dapat memiliki kehidupan yang lebih baik, yang jauh dari masalah. “Awal ketemu, ngene yo, tangga kenal karo bapak ibune trus bapak kene cerita, anakku pengen nduwe bojo trus tangga kene kenalke aku, kowe gelem ra, trus ak yo jawabe yo kenalan sek, mengko lebih lanjut kan jalanin sek. Yo gur ngono trus kenalan. ” W, 5-15 “Yo yen ak, kabeh uwong kan punya masa lalu. pikirku wes wegah pacaran. Ak nonton mas s wi bener-bener tanggung jawab isoh nampa aku apa anane lan mas s juga wes cerita. ” W, 39-47 “Aku menanamkan nang atiku dewe bahwa daripada aku golek dewe malah salah uwong. Iki malah uwong sek dikenalke wong tuwa mungkin lebih baik dan ngebimbing. ” W, 122-125 “Yo dapet kehidupan yang lebih baik. W, 153-154 Jauh dari masalah. ” W, 157 b. Penyesuaian dengan pasangan Dalam penyesuaian dengan pasangan, informan mencoba untuk terbuka terhadap pasangan begitu pula sebaliknya. Melalui komunikasi langsung informan mencoba memahami apa yang disukai dan yang tidak disukai dari pasangan. Informan dan pasangan berusaha saling mengkomunikasikan perbedaan pendapat sehingga mengurangi kesalahpahaman dalam rumah tangga. Dalam hal komunikasi, informan dan pasangan saling berdiskusi ketika menghadapi permasalahan. Ketika menghadapi konflik, informan dan pasangan memberikan waktu untuk mereka introspeksi diri. Selain itu, perilaku mengalah terhadap pasangan juga menjadi solusi terhadap konflik yang sedang dialami. “Lewat komunikasi, yo wes suwe suwe yo ngerti apa sek disenengi dek e, apa sek ora disenengi dek e. ” W, 57-61 “Penyelesaiane yo wes dirembug meneh, kan pas meneng ya awak dewe sih intropeksi dewe yo salah siji kudu ngalah. ” W, 91-95 “Pas dek e meneng ak lagi berusaha njelaske, umpama sek dadi masalah ceritaku yo aku jelaske nganti dek e ngerti. Yo wis rukun meneh. ” W, 108-114 c. Makna pernikahan Informan W memaknai pernikahan yang ia jalani sebagai anugerah. Sebelum menjalani pernikahan, ia memiliki harapan pernikahan adalah untuk dapat memiliki kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut ia dapat dari pernikahan yang ia jalani saat ini dimana ia dapat menjalani kehidupan yang mapan dan dapat menentukan tujuan hidupnya untuk membahagiakan keluarga kecilnya. Ia merasa bahagia terhadap pernikahan yang ia jalani, selain karena dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, ia juga menjalani relasi romantis bersama pasangan. Pernikahan dipandang sebagai pernikahan yang serius dan sekali untuk seumur hidup. Ia tidak ingin dalam menjalani kehidupan pernikahan yang berujung kegagalan. Sehingga ia memiliki harapan pernikahan yang ia jalani saat ini untuk memiliki keturunan, membangun sebuah rumah, dan hidup berkecukupan bersama pasangan. “Yo dapet kehidupan yang lebih baik.” W, 153-154 “Yo anugrah, lebih mapan, aku punya tujuan. Kemarin-kemarin tujuanku masih ngambang, sekarang punya suami jadi punya tujuan. ” W, 259-265 “Iya, saiki lebih subur. Haha… aku seneng, aku karo bojoku urip dewe, mandiri. ” W, 212-215 “Aku wes seneng. Ngangeni juga nek pisah. Dek e juga kangen.“ W, 281-283 “Pernikahan, aku pengen pernikahan sekali nikah seumur hidup. Aku ga mau buat main-main. ” W, 221-224 3. Informan S a. Proses Perjodohan Sebelumnya informan S sudah terlebih dahulu mengenal pasangan saat mengikuti pelajaran mengaji. Kemudian oleh orangtua dijodohkan dan dinikahkan. Informan menerima perjodohan karena sudah terlebih dahulu mengenal pasangan. “Ketemu, ya ketemu. Sama-sama ngaji.” S, 44-45 “Awal tahun pernikahan, tunangan dulu. Tunangan terus menikah. ” S, 50-52 b. Penyesuaian dengan pasangan Dalam penyesuaian dengan pasangan, informan S berusaha memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pasangan. Informan berusaha menanyakan secara langsung apa yang dibutuhkan oleh pasangan. Melalui komunikasi, informan memahami kekurangan dan kelebihan dari pasangan sehingga informan dapat mengerti pasangan begitu pula sebaliknya. Informan juga menjalin hubungan yang saling menghormati dan menyayangi sehingga mengurangi permasalahan dan konflik dalam rumah tangga. “Saling mengerti, umpamanya kekurangannya suami saya begini, saya harus mengerti begini. Kalau kekurangan saya begini ya suami saya harus mengerti saya begini. ” S, 95-130 “Ga pernah. Kan saling mengerti. Dalam rumah tangga kalau saling mengerti kan ga pernah ada masalah. ” S, 87-91 c. Makna pernikahan Informan S memaknai pernikahan yang ia jalani sebagai pernikahan yang bahagia. kebahagiaan ia peroleh dari pasangan dan kedua anaknya. Ia berpandangan bahwa pernikahan adalah sakral dimana jodoh merupakan takdir Tuhan. Ia merasa berjodoh dengan pasangan sehingga ia merasa pernikahan yang dijalani merupakan pemenuhan takdir dari Tuhan. Sesuai dengan tujuan pernikahan yaitu untuk memenuhi takdir Tuhan. Ia menjalani pernikahan bersama dengan pasangan dan berusaha untuk saling menerima, menghormati, dan menyayangi satu sama lain. Ia merasa bahagia dengan pernikahan yang ia jalani. Selain itu, hubungan saling sayang menyayangi dengan pasangan membuat dirinya merasa bangga memiliki pasangan yang baik. Baginya pernikahan yang ia jalani saat ini merupakan pernikahan yang sudah sesuai dengan hukum Islam dimana menjalani pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. “Bahagia yang sakinah, mawaddah, warahmah.” S, 217-218 “Ya bahagia yang seperti ini, dikaruniani anak. Udah bangga dikaruniani anak dua. ” S, 121-124 “Pernikahan itu, emh pernikahan itu sakral.” S, 15 “Nggih ya kabeh uwong kan wonten jodohe dewe-dewe. Pun ditakdirke kalih Gusti Allah wonten jodohe niki kalih niki, kedah berjodoh. ” S, 18-24 “Ya itu saling menghormati, saling sayang menyayangi.” S, 189-191

D. Pembahasan

1. Proses perjodohan Dilihat dari pengalaman proses perjodohan yang dialami ketiga informan, ketiga informan mengalami perjodohan dengan tipe Joint Venture. Zaidi 1999 menjelaskan bahwa tipe Joint Venture merupakan salah satu metode perjodohan dimana baik orangtua dan anak secara aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan pasangan. Orangtua atau kerabat mempertimbangkan faktor-faktor tertentu dalam mencari calon pasangan. Namun, keputusan dalam menerima pasangan untuk melakukan pernikahan tetap dilakukan oleh calon pasangan yang bersangkutan. Keterlibatan orangtua dalam pemilihan pasangan dialami oleh Informan M dan informan S, sedangkan pemilihan pasangan terhadap informan W dilakukan oleh kerabat dekat dan orangtua calon pasangan. Baik ketiga informan memiliki respon yang baik terhadap perjodohan dan mau menerima dikarenakan terdapat pandangan bahwa pasangan yang dipilihkan oleh orangtua pasti merupakan calon pasangan yang baik. Cornack, Shah, dan Kurian dalam Zaidi, 1999 menyebutkan bahwa latar belakang keluarga, status ekonomi, dan karakteristik umum menjadi beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan pasangan. Faktor-faktor ini yang menjadi dasar orangtua dalam memilihkan calon pasangan. Berdasarkan cerita pengalaman dari para informan, diketahui bahwa dorongan dalam menerima perjodohan adalah berdasarkan dari pengalaman masa lalu dimana informan gagal dalam menjalin hubungan dengan orang lain atas pilihan sendiri. Informan M dan informan W mengalami pengalaman kegagalan dalam menjalani hubungan bahkan mengalami penipuan yang dilakukan oleh pasangan. Akibat dari kegagalan hubungan yang dialami, informan M berusaha untuk mendapatkan kepastian hubungan dari orang lain melalui perjodohan. Sedangkan informan W berprinsip untuk tidak melakukan proses pacaran terhadap pasangan pilihan sendiri sehingga, informan W menerima pasangan yang telah dipilihkan dengan harapan dapat memiliki kehidupan yang lebih baik. Kegagalan hubungan dengan pasangan pilihan sendiri yang dialami di masa lalu menjadi dorongan informan untuk menerima perjodohan. Dorongan tersebut didukung dengan pandangan baik mengenai calon pasangan yang dipilihkan oleh orangtua dan kemungkinan tinggi dalam hal dukungan baik dari pihak keluarga. 2. Penyesuaian pernikahan terhadap pasangan Penyesuaian pernikahan merupakan proses penyesuaian diri yang dilakukan oleh pasangan suami-istri untuk dapat mencegah dan menyelesaikan konflik dalam rumah tangga demi tercapainya kebahagiaan hubungan. Hal tersebut dialami oleh ketiga subjek, dimana dalam menjalani kehidupan rumah tangga dari masa awal pernikahan hingga saat sudah memiliki anak secara terus menerus berusaha menyesuaikan diri. Masalah penyesuaian diri yang paling nampak dalam pasangan yang dijodohkan adalah penyesuaian dengan pasangan. Ketiga informan menunjukkan penyesuaian dengan pasangan melalui bentuk komunikasi dengan pasangan dan bentuk hubungan romantis terhadap pasangan. Informan M mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan kepada pasangan. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lasswel dan Lasswel 1987 dimana penyesuaian perkawinan merupakan bentuk pembelajaran suami-istri dalam mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan utnuk tercapainya kebahagiaan dalam hubungan. Selain itu, informan mengkomunikasikan hal yang tidak disukai dari pasangan dengan tujuan untuk dapat menerima perbedaan yang dimiliki dari pasangan. Begitu pula dengan perilaku pasangan yang juga mau mengkomunikasikan kebutuhan terhadap diri informan. Di sisi lain, hubungan romantis ditunjukkan melalui perilaku sehari-hari dalam memberikan perhatian terhadap pasangan. Secara tidak langsung hal tersebut merupakan bentuk afeksi yang ditunjukkan kepada pasangan yang membuat diri informan merasa diperhatikan dan dicintai oleh pasangan. Bentuk penyesuaian dengan pasangan yang dialami informan W sedikit berbeda dengan informan M dimana bentuk komunikasi yang terjadi merupakan salah satu solusi dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dalam kehidupan pernikahan. Hurlock 1991 menyatakan bahwa penyesuaian perkawinan merupakan proses adaptasi pasangan suami-istri untuk dapat mencegah dan menyelesaikan konflik. Informan W mengkomunikasikan perbedaan pendapat dalam tujuan untuk memberi penjelasan terhadap pasangan mengenai kesalahpahaman yang terjadi. Komunikasi yang dilakukan merupakan media untuk berdiskusi dengan pasangan untuk menemukan solusi serta menjadi bagian dari introspeksi diri ketika menghadapi konflik dengan pasangan. Selain itu, informan W berusaha untuk terbuka terhadap pasangan mengenai perasaan yang dirasakan. Hubungan romantis juga ditunjukkan melalui perilaku dalam menunjukkan bentuk perhatian dan adanya keinginan untuk selalu bersama. Informan M dan informan W merupakan pasangan dengan usia pernikahan yang tergolong pada usia pernikahan di tahun-tahun awal. Tahun-tahun awal masa pernikahan merupakan masa yang paling rawan dikarenakan minimnya pengalaman bersama. Menurut Clinebell Clinebell 2005, periode awal pernikahan merupakan masa penyesuaian diri, dan krisi muncul saat pertama kali memasuki jenjang pernikahan. Pasangan suami istri harus banyak belajar tentang pasangan masing- masing dan diri sendiri yang muali dihadapkan dengan berbagai masalah. Walaupun masa awal pernikahan merupakan masa bahagia karena memulai hubungan keluarga yang baru, pasangan tetap dituntut untuk saling memahami, memberi, dan menerima. Sehingga dibutuhkan penyesuaian yang lebih dibandingkan dengan pasangan yang sudah menikah dalam jangka waktu lama. Bentuk penyesuaian dengan pasangan yang dialami informan S dalam bentuk komunikasi lebih bersifat toleransi terhadap pasangan. Dalam usahanya menyesuaikan diri dengan pasangan, informan berusaha untuk mengerti, memahami, dan menerima diri pasangan. Informan S berusaha untuk mengerti kekurangan dan kelebihan yang dimiliki pasangan. Pengetahuan yang dimiliki mengenai pasangan menjadikan informan S untuk menerima diri pasangan apa adanya. Informan berusaha menghormati apa yang ada pada diri pasangan, begitu pula sebaliknya dimana pasangan juga menghormati apa yang ada pada diri informan. Hal inilah yang membuat informan merasa bahwa kehidupan pernikahan yang dialami sudah mencapai kebahagiaan dan kepuasaan pernikahan. Tidak ada hubungan saling menuntut dalam kehidupan pernikahan. Melainkan, hubungan pernikahan yang didasari dari saling sayang menyayangi. Sesuai dengan penyesuaian dengan pasangan yang telah disampaikan oleh Hurlock 1990 bahwa, penyesuaian dengan pasangan merupakan masalah pertama dan umum yang dialami oleh pasangan menikah. Dalam penyesuaian perkawinan yang baik haruslah adanya kesanggupan dan kemauan suami-istri untuk berhubungan dengan mesra dan saling memberi dan menerima cinta. Adanya kemampuan komunikasi yang baik, pasangan suami-istri dapat terhindar dari banyak kesalahpahaman yang terjadi dalam kehidupan pernikahan.