Kriteria keberhasilan penyesuaian pernikahan

kehidupan yang kita bangun merupakan hasil dari proses konstruksi makna, dimana sudah tertanam dalam budaya makna. Pemaknaan membebaskan individu untuk lebih memaknai dan memahami peristiwa masa lalu dan lebih mudah untuk memprediksi peristiwa yang akan datang. Proses pemaknaan melibatkan beberapa komponen aktivitas seperti: kemampuan kognitif dalam mengingat, menganalisis, pikiran seseorang, dan membangun cabang aktivitas seperti reaksi afeksi dan ekspektasi perilaku. Gergen and Gergen 1987 mengungkapkan bahwa makna pernikahan merupakan sebuah narasi atau kenyataan psikologis yang mungkin berhubungan dengan tujuan yang lebih objektif, atau realitas sejarah. Sehingga makna pernikahan merupakan bagian dari struktur kognitif yang membebaskan individu untuk memahami dan mengevaluasi hubungan pernikahan. Makna pernikahan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, termasuk makna pasangan dan interpretasi mengenai pernikahan. Melalui interaksi, individu membangun suatu makna mengenai kejadian-kejadian, objek-objek, dan mengenai seseorang di dalam lingkungan sosialnya. Ketika pasangan menikah, individu dalam memaknai makna mengenai pernikahan lebih ditentukan oleh keseluruhan pengalaman sosial, bahasa dan budaya kepercayaan umum mengenai pernikahan dibandingkan dengan interaksi dengan pasangan. Susan Orbuch, 2001

D. Perempuan yang Dijodohkan

1. Perempuan

Perempuan atau wanita dibedakan secara fisik dari laki-laki melalui jenis kelamin yang melekat. Kartono Ekawati Wulandari, 2011 menyebutkan bahwa perempuan lebih tertarik pada masalah-masalah kehidupan yang praktis konkrit, sedangkan laki-laki lebih tertarik pada segi-segi yang abstrak. Perempuan dalam fungsi sosial lebih sering memaknai suatu peristiwa dibandingkan dengan laki-laki.

2. Gambaran Perempuan Jawa

Dalam budaya Jawa, perempuan digambarkan sebagai individu dengan perilaku dan sikap yang halus. Menurut Handayani dan Novianto 2004, perempuan Jawa identik dengan kultur Jawa, seperti bertutur kata halusm tenang, kalem, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, pengendalian diri tinggi atau terkontrol, daya tahan untuk menderita tinggi, memegang peranan secara ekonomi dan setia atau loyalitas tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan sikap hidup orang Jawa dalam Jong 1976, yaitu rila, narima, dan sabar. Rila merupakan langkah pertama ke arah hidup sempurna dimana seseorang harus belajar menyerahkan segala milik, kemampuan, dan hasil kerjanya dengan segala keikhlasan hati. Nerima artinya, merasa puas dengan nasibnya, tidak memberontak, menerima dengan rasa terima kasih. Sikap hidup yang ketiga adalah sabar dimana sering dijumpai bersama-sama dengan kedua istilah tadi dan memang merupakan akibatnya. Hanya orang yang menjalankan rila dan narima yang akan menjadi sabar. Seorang yang dengan rela hati menyerahkan diri dan yang menerima dengan senang hati sudah bersikap sabar.

3. Perjodohan

Perjodohan arranged marriage adalah suatu pernikahan yang diatur oleh orang tua, atau kerabat dekat untuk sang pasangan, dan biasanya dilakukan pada wanita Zaidi Shuraydi, 2002. Zaidi 1999 menjelaskan bahwa terdapat tiga metode dalam pernikahan yang diatur atau perjodohan, yaitu: a. Tipe direncanakan planned type Pada tipe ini orangtua merencanakan keseluruhan proses dan mempertimbangkan variabel dari segi keluarga dan komunitas. Dalam tipe ini individu yang dijodohkan memiliki interaksi yang rendah dan hanya melihat profil gambar atau bahkan tidak pernah bertemu dengan calon pasangan sampai pada hari pernikahan. Dalam beberapa kasus, pasangan yang dijodohkan mungkin belum pernah bertemu Hampton, 2010.