Latar Belakang Latar Belakang Pengalaman Deskripsi Tekstural

32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Tekstural dan Struktural P1

1. Latar Belakang

P1 adalah mahasiswi jurusan Farmasi berusia 22 tahun. Selain berkuliah, kegiatan P1 adalah aktif dalam pelayanan di gereja. P1 bertugas sebagai penari tambourine dan pengajar tambourin untuk anak-anak. P1 juga seorang pemimpin persekutuan doa yang memiliki 6 anggota. Pertemuan ini rutin yang dilakukan rutin 1 kali dalam seminggu, begitu juga dengan tugas pelayanan dan tugas mengajarnya.

2. Latar Belakang Pengalaman

Pengalaman marah dialami ketika sang ayah berbohong yaitu kedapatan memiliki hubungan dengan wanita lain yang menyebabkan ibu sering menangis. P1 semakin marah karena ayah yang sering meninggalkannya selama berbulan-bulan. Pengalaman ini dialami ketika P1 saat berusia 1 atau 2 SMP dan keputusan memaafkan terjadi ketika subyek sudah SMA dalam kegiatan retreat. Dalam kegiatan retreat ini, ada sesi pengampunan yang mengajak peserta untuk memaafkan orang yang telah menyakiti dengan mengatakan bahwa ia mengasihi orang yang telah menyakitinya. 33

3. Deskripsi Tekstural

P1 akan mudah untuk marah ketika ada orang yang melukai hati orang terdekatnya terutama ibu. Pengalaman marah yang dialami P1 ini dipicu oleh ayah yang terbukti menyelingkuhi sang ibsehingga ibu marah dan menangis. Peristiwa ini dapat dimasukkan dalam kategori perusakan kepercayaan. “Karena papa ku pernah kedapatan selingkuh, mama ku marah, dan terus mamaku nangis ”, siapapun yang nangisin mama itu rasanya memang sangat mudah untuk ku benci ”. Selain itu, P1 sering merasa diabaikan oleh ayah yang sering pergi meninggalkannya. “Yang bikin susah dimaafkan. Natal itu tidak pernah sama kita. Sekitar 6 7 tahun. Itu pergi kemana ga tau. Pokoknya sekali meninggalkan rumah itu bisa sampe 1- 2 bulan ga ada dirumah, itu ga balik-balik, Pergi tanpa kabar lag i”. Pada peristiwa ini, perasaan marah muncul sehingga ia merasa sangat sulit untuk memaafkan. “Rasanya kesel sama papa ku. Jadi sulit banget untuk memaafkannya,.Bahkan meliat muka papaku aja kesel rasanya ”. Selain itu, reaksi yang muncul P1 ketika berada dalam keadaan sakit hati adalah pikiran untuk merusak seperti menghukum dan perilaku keengganan mengakui sang ayah. “hukuman moral utuk dia aja. Biar dia tau rasa ga perlu punya nama baik ”. bilang aja ma, bilang aja kalo dia selingkuh. Biarin aja, bodo. Yang malu Biar aja dia yang malu, dia juga bukan papaku ”. 34 Ada dua proses memaafkan yang dialami oleh P1. Pertama, proses pengalaman gagal memaafkan. Proses ini terdapat dorongan dari luar dirinya yaitu ketika P1 melihat sosok ibu yang memaafkan, dan ia mencoba mengidentifikasi perilaku tersebut. Namun usaha tersebut dirasa gagal karena merasa masih marah ketika mengingat kejadian. “belajar dari my mother. Karena termotivasi dari dia. Liat dia itu, kok bisa itu lho mengampuni dengan sangat sangat setulus- tulusnya, kok aku ga bisa. Jadi aku belajar. Jadi ya aku maafin papa, padahal sebenarnya itu cuman dibibir doank.”. Proses kedua, memaafkan yang melibatkan Tuhan ini terdapat motivasi, tantangan, dan strategi yang digunakan oleh P1. Motivasi dalam memaafkan pada proses ini adalah keinginan mengidentifikasi Tuhan dan mempratekkan perintah Tuhan. “Kalo Tuhan aja bisa maafin aku, kenapa enggak ”. Namun, tantangan untuk mempraktekkan hal tersebut, muncul konflik dalam diri P1 yaitu rasa tidak pantas untuk memaafkan sang ayah: “perang sama diri sendiri.. Karena dari dalam lubuk hati yang paling dalam ada yang ngomong ayo maafin. Tapi rasanya secara manusia orang itu ga layak untuk dimaafkan. Kenapa saya harus maafkan. aku merasa harus dipaksa untuk mengucapkan itu, Aku ngomong mengasihi dia, tapi hatiku gak mengasihi dia. Jadi nangis. kalau ingat luka hati nya, itu sangat- sangat menggalaukan. Antara haduh mengampuni tapi Kesalahannya terlalu luar biasa tidak layak untuk diampuni ”. Namun, dengan 35 berdoa mendapat kemudahan untuk memafkan. P1 merasa akan Tuhan yang lebih dulu memaafkan dan bukan ia yang berhak menghukum. Hal ini terlihat bahwa P1 melakukan perbandingan bahwa ia mengecilkan dirinya dan membesarkan Tuhan “waktu doa baru ngambil keputusan untuk mengampuni. Aku aja sudah diampuni Tuhan Yesus, masa aku gak ngampuni.. Tuhan yang lebih berhak, hakim atas segala hakim, gitu lho, isa mengampuni dia, masa kita gak, siapakah kita ”. Setelah memaafkan, maka dampak yang muncul adalah perasaan yaitu rasa kepuasan “Nangis lega karena aku sudah mengampuninya dengan setulus-tulusnya. pas ending-endingnya tangisan sukacita. Rasanya itu lebih sehat. Ga tau kenapa lebih sehat. Lega, sukacita, senang, Jauh lebih baik. sampai sekarang, semakin hari semakin membaik ”. Selain perasaaan maka perilaku yang menghukum berubah menjadi kasih dan ada rekonsiliasi. Tema-tema inti yang ada dalam pengalaman marah ini adalah 1 kehilangan kepercayaan terhadap pelaku, 2 merasa diabaikan, 3 reaksi berupa perasaan seperti membenci dan marah; pikiran seperti keinginan untuk menghukum, dan perilaku yang dan tidak mengakui menjadi penghambat keputusan untuk memaafkan. Tema inti yang muncul dalam proses memaafkan adalah 1 Pengalaman gagal memaafkan dengan mengidentifikasi ibu, 2 pengalaman berhasil memaafkan yang meliputi motivasi untuk mengidentifikasi Tuhan; 36 tantangan karena merasa benar dan sulit menerima rasa menyakitkan, dan strategi yang dilakukan dengan berdoa dan mengecilkan diri bahwa ia sudah dimaafkan Tuhan. Terakhir adalah dampak memaafkan kesehatan berupa kesehatan fisik, dan kesehatan psikologis seperti sukacita, lega, serta hubungan dengan pelaku berjalan baik.

4. Deskripsi Struktural