Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung
mekanisme rekruitmen Hakim Agung berbeda dari hakim biasa. Calon Hakim Agung diseleksi oleh Komisi Yudisial dan diajukan untuk
mendapatkan persetujuan DPR sebagaimana mestinya. Menurut ketentuan Pasal 24A ayat 3 UUD 1945,yang berbunyi :
“Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya
ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden” Definisi profesi secara singkat adalah sebuah sebutan untuk jabatan
pekerjaan, di mana orang yang menyandangnya dianggap mempunyai keahlian khusus yang diperoleh melalui training dan pengalaman kerja.
36
Terminologi profesi paralel dengan profesionalitas yang dicirikan dengan tiga karakter penting. Pertama, keterkaitan profesi tersebut dengan disiplin
ilmu yang dipelajarinya dan karenanya bersifat khusus. Kedua, mempunyai kemampuan merealisasikan teori-teori ilmunya dalam ranah
praktis dengan baik. Ketiga, mempunyai banyak pengalaman kerja.
37
Adanya keterlibatan DPR dalam proses pengangkatan Hakim Agung tersebut juga berkaitan dengan kepentingan untuk menjamin adanya
akuntabilitas public accountability dalam pengangkatan, dan juga dalam pemberhentian Hakim Agung. bagaimanapun juga, pengakuan akan
penting dan sentralnya prinsip independensi peradilan the independence of judiciary sebagai Negara Hukum modern haruslah diimbangi dengan
36
E. Soemaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi Penegak Hukum,cet-ke 1, Penerbit Kanisius : Yogyakarta, 1995, h. 32.
37
E. Soemaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi Penegak Hukum, cet-ke 1, Penerbit Kanisius : Yogyakarta, 1995, ., h. 33-34.
penerapan prinsip akuntabilitas publik. karena itu, fungsi partisipasi publik dipandang penting, dan hal itu terkait dengan fungsi di DPR, bukan di KY
sebagai lembaga teknis yang bersifat administratif. Cara perekrutan hakim, Mahkamah Agung dapat disebut multi-
voters model karena melibatkan banyak pihak. UUD 1945 menegaskan peran Komisi Yudisial sebagai panitia tetap seleksi MA yang hasil
akhirnya ditentukan oleh pilihan Komisi III DPR. Presiden hanya menerbitkan keputusan pengangkatan Hakim Agung. KY mengimbangi
Presiden dan DPR meski anggota KY diangkat oleh presiden dengan persetujuan DPR.
b. Pemberhentian Hakim Agung
Hakim Agung juga dapat diberhentikan di tengah jabatannya. Komisi Yudisial berwenang untuk mengevaluasi dan menilai setiap hakim agung.
Dalam hal terjadi pelanggaran kode etika, maka terhadap hakim agung yang bersangkutan dikenakan sanksi etika sebagaimana mestinya. Dalam
hal hakim agung melakukan pelanggaran yang berat, baik pelanggaran etika maupun pelanggaran hukum, yang menyebabkannya terancam sanksi
pemberhentian, maka usul pemberhentian itu diajukan oleh Komisi Yudisial untuk mendapatkann persetujuan atau penolakan dari DPR
sebagaimana mestinya. Apabila DPR menyetujui usul pemberhentian itu barulah usul itu
diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Apabila DPR menyatakan menolak usul pemberhentian tersebut, maka
sanksi pemberhentian yang diusulkan oleh Komisi Yudisial tidak dapat dilaksanakan, dan Komisi Yudisial wajib mengadakan penyesuaian
terhadap keputusannya menyangkut Hakim Agung yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya.
Maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah agar warga masyarakat di luar struktur
resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan pemberhentian hakim. Semua ini
dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran martabat dan perilaku hakim.
38
Jika usul pemberhentian Hakim Agung itu mendapat persetujuan DPR, maka Komisi Yudisial segera mengajukan
usul itu kepada Presiden untuk ditetapkan secara administratif dengan Keputusan Presiden.
Untuk mengsi kekosongan itu, Komisi Yudisial segera mengajukan usul calon pengganti kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan
sebelum diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai Hakim Agung sebagaimana mestinya. Untuk menghadapi kemungkinan kekosongan
jabatan semacam ini, sebaiknya, Komisi Yudisial telah memiliki daftar bakal calon Hakim Agung yang dicadangkan dari proses seleksi yang
sudah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, kekosongan dalam jabatan Hakim Agung dapat dicegah dengan sebaik-baiknya di masa
mendatang.
38
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, cet-ke 2, Pusat Studi HukumTata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia : Jakarta, 2002, h. 42.
Hakim dilarang untuk merangkap jabatan. Yang dimaksud dengan “merangkap jabatan” antara lain:
a. Wali, Pengampu, Dan Pejabat Yang Berkaitan Dengan Suatu
Perkara Yang Diperiksa Olehnya, b.
Pengusaha, dan c.
Advokat. Dalam hal Hakim yang merangkap sebagai pengusaha antara lain
Hakim yang merangkap sebagai direktur perusahaan, menjadi pemegang saham perseroan atau mengadakan usaha perdagangan lain.
39
Di dalam Komisi Yudisial ditegaskan mengenai usul penjatuhan sanksi yang dapat
diberikan Komisi Yudisial kepada hakim sesuai dengan tingkat pelanggarannya, yaitu:
a. Teguran tertulis;
b. Pemberhentian sementara; atau
c. Pemberhentian.
40
Manakala Hakim akan diperiksa Komisi Yudisial, maka menegaskan: “Badan peradilan dan hakim wajib memberikan keterangan atau data yang
diminta Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku hakim dalam jangka waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal
permintaan Komisi Yudisial diterima.
41
39
Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
40
pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
41
pasal 22 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban tersebut, Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan
penetapan berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang diminta
42
. Apabila badan peradilan atau hakim telah diberikan peringatan atau
paksaan tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya, maka pimpinan badan peradilan atau hakim yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai
dengan peraturan perundangundangan dibidang kepegawaian.
43
Semua keterangan dan data ini bersifat rahasia.
44
Sedangkan mengenai ketentuan tata cara pelaksanaan tugas sebagai mana dimaksud pada pasal 22 ayat 1
di atur oleh Komisi Yudisial. Secara universal, kewenangan pengawasan Komisi Yudisial tidak
menjangkau Hakim Agung pada Mahkamah Agung, karena Komisi Yudisial adalah merupakan mitra dari Mahkamah Agung dalam
melakukan pengawasan terhadap para hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang ada dibawah Mahkamah Agung; Pasal
32 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi sebagai berikut :
1. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap
penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
42
pasal 22 ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
43
pasal 22 ayat 6 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
44
pasal 22 ayat 7 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
2. Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan pada Hakim
di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya. Mahkamah Agung juga diharapkan meningkatkan pengawasan
terutama dengan cara lebih membuka diri dalam merespons kritik, harapan, dan saran dari berbagai pihak. Prinsip kebebasan hakim oleh
hakim sendiri harus dimaknai sebagai adanya kewajiban untuk mewujudkan peradilan yang bebas fair trial yang merupakan
prasyarat bagi tegaknya rule of law. Oleh karena itu, dalam prinsip kebebasan hakim tersebut
terkandung kewajiban bagi hakim untuk membebaskan dirinya dari bujuk rayu, tekanan, paksaan, ancaman, atau rasa takut akan adanya
tindakan balasan karena kepentingan politik atau ekonomi tertentu dari pemerintah atau kekuatan politik yang berkuasa, kelompok atau
golongan tertentu, dengan imbalan atau janji imbalan berupa keuntungan jabatan, keuntungan ekonomi, atau bentuk lainnya, serta
tidak menyalah gunakan prinsip kebebasan hakim sebagai perisai untuk berlindung dari pengawasan