Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, baik Mahkamah Agung dan peradilan dibawahnya serta Mahkamah Konstitusi merupakan kekuasaan
yang merdeka
58
sehingga dalam melaksanakan kewenangan justisialnya lembaga peradilan tidak dapat diawasi oleh lembaga negara lain.
Mekanisme pengawasan dalam lingkungan peradilan, saat ini dilakukan oleh dua lembaga, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Mahkamah Agung yang dibentuk menurut pasal 24 UUD 1945, adalah pemegang kekuasaan kehakiman. Untuk pengawasan terhadap
peradilan, oleh pasal 32 UU no.14 tahun 1985, ia diberikan tugas melakukan pengawasan tertinggi atas penyelenggaraan peradilan di
semua lingkungan peradilan dan jugamengawasi perilaku para hakim di semua lingkungna peradilan.
Lembaga kedua adalah Komisi Yudisial. Lembaga ini dibentuk berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945, Komisi Yudisial bersifat
mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain demi menjaga dan menegakkan kehormatan,
martabat, dan perilaku hakim.
59
Secara spesifik, pasal 20 UU no 22 tahun 2004 menyatakan upaya menjaga dan menegakkan kehormatan, martabat, dan perilaku hakim
dilakukan melalui pengawasan perilaku hakim. Kemudian pasal 22 menguraikan tugas Komisi Yudisial dalam melaksanakan pengawasan itu,
yaitu dengan menerima laporan masyarkat tentang perilaku hakim, serta
58
pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945
59
pasal 24B ayat 1 amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945
membuat laporan pemeriksaan dan rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, dengan tembusan
pada Presiden dan DPR. Undang Undang Mahkamah Agung sebernarnya memberikan
kewenangan pengawasan terhadap para hakim semata. Selain itu, Mahakamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman, jelaslah
fungsi pengawasan di Mahkamah Agung bersifat internal. Pelaksanaa fungsi pengawasan di Mahkamah agung telah berjalan secara bertingkat
maupun melekat, melalui pengawasan fungsional dan Dewan Kehormatan Hakim Agung DKHA.
Tapi, berdasarkan penelitian ditemukan, fungsi para pejabat pengawasan di Mahkamah agung dan Pengadilan Tinggi tak berjalan
efektif. DKHA yang dibentuk berdasarkan penjelasan umum UU no 35 tahun 1999, dikategorikan sebagia pengawasan internal, sekalipun
Mahkamah Agung berpendapat DKHA melakukan fungsi pengawasan eksternal, dan bersifat independen.
DKHA pun sudah harus dipertanyakan fungsinya, karena hasil penelitian menujukkan bahwa DKHA tak bekerja secara optimal. Sebagai
bukti, tindak lanjut hasil pengawasan lembaga peradilan selama ini cenderung bersifat tertutup, sehingga menimbulkan keraguan atas
efektifitas pengawasan oleh Mahkamah Agung. Dengan hadirnya Komisi Yudisial, dapat diposisikan sebagai pengawasan eksternal dan independen
Mahkamah Agung dan para hakim di Mahkamah Konstitusi, karena
lembaga ini dibentuk dengan persetujuan DPR. Sehingga Mahkamah Agung dapat berkosentrasi menangani kasus-kasus yang saat ini
menumpuk. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial seharusnya dapat
bekerja sinergis. Dalam hal ini temuan Komisi Yudisial dapat direspon positif oleh Makamah Agung dengan ikut menindaklanjutinya, demikian
sebaliknya mengenai mekanismenya Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dapat duduk bersama menyelesaikan masalah mereka. Jika yang
menjadi tujuan aalah tegaknya martabat hakim, kehadiran Komisi Yudisial tak perlu dianggap sebagai pesaing. Justru Mahkamah Agung
dapat memanfaatkan Komisi Yudisial untuk membantu menegakkan martabat hakim.
60
60
Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan, dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945,
cet-ke 1
, Prestasi Pustaka: Jakarta, 2007, h. 121-125.
54
BAB IV IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA KOMISI YUDISIAL DAN
MAHKAMAH AGUNG
A. Tindakan Mahkamah Agung Dalam Menangani Pelanggaran Kode Etik
dan Perilaku Hakim
Melalui keputusan Mahkamah Agung nomor 215KMASKXII2007 tentang petunjuk pelaksanaan pedoman perilaku hakim, Mahkamah Agung
bisa melakukan penindakan terhadap hakim yang melanggar melalui Majelis Kehormatan Mahkamah Agung dan Majelis Kehormatan Hakim.
Majelis Kehormatan Mahkamah Agung, adalah forum tempat mengajukan pembelaan diri bagi Hakim Agung yang akan diusulkan untuk
diberhentikan tidak dengan hormat atau diberhentikan sementara sebagaimana diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
: KMA057SKVI2006 Tentang Pembentukan, Susunan, dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Agung.
61
Sementara Majelis Kehormatan Hakim, adalah forum tempat mengajukan pembelaan diri bagi Hakim yang akan diusulkan untuk
diberhentikan tidak dengan hormat atau diberhentikan sementara sebagaimana diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
61
Pasal 1 huruf f Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA058SKVI2006 Tentang Petunjuk pelaksanaan pedoman Perilaku Hakim
: KMA058SKVI2006 Tentang Pembentukan, Susunan, dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Hakim.
62
Dalam menangani pelanggaran kode etik dan perilaku hakim oleh Mahkamah Agung, jika ketua Mahkamah Agung, para wakil ketua Mahkamah
Agung dan para ketua muda diduga melakukan pelanggaran Pedoman Perilaku Hakim, maka rapat pimpinan membentuk tim khusus pemeriksa yang terdiri
atas 3 tiga orang yang diketuai salah seorang wakil ketua dan 2 dua orang ketua muda, yang salah seorang diantaranya merangkap sebagai sekretaris
tim.
63
Kelompok pemeriksa berwenang mengumpulkan data, informasi, dan melakukan pemeriksaan untuk membuktikan kebenaran dugaan
pelanggaran tersebut, Kelompok pemeriksa wajib membuat laporan hasil pemeriksaan yang disertai dengan kesimpulan atau pendapat, dan rekomendasi
yang disampaikan kepada pimpinan Mahkamah Agung, apabila sanksi yang akan dijatuhkan berupa pemberhentian maka ketua Mahkamah Agung
memerintahkan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Agung atau Majelis Kehormatan Hakim untuk memberikan kesempatan kepada yang
bersangkutan melakukan pembelaan diri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
62
Pasal 1 huruf g Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA058SKVI2006 Tentang Petunjuk pelaksanaan pedoman Perilaku Hakim
63
Pasal 8 ayat 1 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA058SKVI2006 Tentang Petunjuk pelaksanaan pedoman Perilaku Hakim
Di samping hukuman disiplin yang diberikan oleh Mahkamah Agung kepada hakim yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim ada
juga hukuman yang bersifat ringan dan berat, Dalam hal pelanggaran yang
bersifat sedang, terhadap hakim yang melanggar dapat dikenakan tindakan antara lain :
a. tidak diperkenankan menangani perkara selama 6 enam bulan.
b. mutasi ke pengadilan lain tanpa promosi;
c. pembatalan atau penangguhan promosi; atau
d. didemosiditurunkan dari jabatan struktural.
64
Dalam hal pelanggaran yang bersifat berat, terhadap hakim yang melanggar dapat dikenakan tindakan antara lain :
a. tidak diperkenankan menangani perkara paling kurang 1 satu
tahun dan paling lama 2 dua tahun. b.
mutasi ke pengadilan lain tanpa promosi; c.
pembatalan atau penangguhan promosi; atau d.
didemosiditurunkan dari jabatan struktural.
65
Dan tindakan terhadap hakim agung yang tidak berasal dari hakim karir, Hakim ad hoc pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, pada pengadilan
tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama yang bukan pegawai negeri sipil, yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan tindakan antara lain :
64
Pasal 14 ayat 2 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA058SKVI2006 Tentang Petunjuk pelaksanaan pedoman Perilaku Hakim
65
Pasal 14 ayat 3 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA058SKVI2006 Tentang Petunjuk pelaksanaan pedoman Perilaku Hakim
a. dalam hal melakukan pelanggaran ringan, dapat dikenakan
tindakan berupa tegoran tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum.
b. dalam hal melakukan pelanggaran sedang, dapat dikenakan
tindakan berupa tidak diperkenankan menangani perkara selama 6 enam bulan.
c. dalam hal melakukan pelanggaran berat, dapat dikenakan tindakan
berupa Tidak diperkenankan menangani perkara selama paling kurang 1 satu tahun dan paling lama 2 dua tahun, atau
Diberhentikan.
66
B. Tindakan Komisi Yudisial Dalam Menangani Pelanggaran Kode Etik dan
Perilaku Hakim
Melalui Undang-undang no 18 tahun 2011 perubahan atas Undang- Undang 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial bisa
melakukan penindakan terhadap hakim yang melanggar kode etik dan perilaku hakim. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas: a.
melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim, b.
menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran kode etik dan atau pedoman perilaku hakim,
66
Pasal 15 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA058SKVI2006 Tentang Petunjuk pelaksanaan pedoman Perilaku Hakim