Lembaga Pendukung Kekuasaan Kehakiman
Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 tiga orang oleh Mahkamah Agung, 3 tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 tiga orang
oleh Presiden.
33
dalam hal ini Mahkamah Agung berhak untuk mengajukan 3 tiga orang Hakim Konstitusi.
1. Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung
a. Pengangkatan Hakim Agung
Terdapat beberapa perbedaan antara pengangkatan Hakim Agung sebelum reformasi, dan setelah reformasi, dengan amandemen UUD
1945.Pada masa Orde Lama proses pengangkatan rekrutmen Hakim Agung melibatkan ketiga lembaga tinggi negara yaitu eksekutif
Presiden dan Menteri Kehakiman, Yudikatif MA dan Legislatif DPR. Aturan ini khusus ditetapkan bagi pemilihan Hakim Agung,
sedangkan dalam pemilihan hakim biasa hanya melibatkan pihak yudikatif dan eksekutif.
Dalam Pasal 4-11 Ayat 2 Konstitusi Republik Indonesia Serikat KRIS ditetapkan bahwa Ketua, Wakil Ketua dan hakim
Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden atas anjuran DPR dari sekurang-kurangnya 2 dua calon bagi tiap-tiap pengangkatan.
Pengangkatan pemilihan Hakim Agung pada masa orde lama meski melibatkan lembaga negara lainnya yakni DPR, namun keputusan akhir
tetaplah berada di tangan eksekutif Presiden.
33
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Setelah tahun 1998, terjadi reformasi, kata “reformasi” tiba-tiba menjadi hangat dibicarakan. “Reformasi ekonomi”, “reformasi
struktural”, dan “reformasi politik” menjadi bahan diskusi berbagai kalangan, baik kalangan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat
LSM, kampus, hingga rakyat jelata. Pada intinya, semua pihak mendambakan reformasi yang segera agar dapat keluar dari himpitan
krisis ekonomi pada saat itu
34
dan diantaranya reformasi dalam bidang hukum. Menurut Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, bentuk-
bentuk reformasi hukum dikelompokkan menjadi 7 tujuh, yaitu
35
1. Kajian Dan Forum Ilmiah; 2. Perancangan Peraturan;
3. Implementasi Peraturan; 4. Pelatihan Hukum;
5. Advokasi Dan Kesadaran Masyarakat; 6. Lembaga Hukum; dan
7. Penyusunan Rencana. Reformasi hukum tersebut salah satunya dituangkan dalam bentuk
amandemen UUD Republik Indonesia 1945. Setelah Amandemen,
34
Satya Arinanto, Reformasi Hukum, Demokrasi, dan Hak-hak Asasi Manusia, Hukum dan Pembangunan,nomor 1-3, Tahun XXVIII, Januari-Juni 1998, h. 124-125.
35
Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, Peta Reformasi Hukum di Indonesia 1999-2001: Transisi di Bawah Bayang-bayang Negara, Komisi Hukum Nasional Republik
Indonesia : Jakarta, 2002, h. 35.
mekanisme rekruitmen Hakim Agung berbeda dari hakim biasa. Calon Hakim Agung diseleksi oleh Komisi Yudisial dan diajukan untuk
mendapatkan persetujuan DPR sebagaimana mestinya. Menurut ketentuan Pasal 24A ayat 3 UUD 1945,yang berbunyi :
“Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya
ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden” Definisi profesi secara singkat adalah sebuah sebutan untuk jabatan
pekerjaan, di mana orang yang menyandangnya dianggap mempunyai keahlian khusus yang diperoleh melalui training dan pengalaman kerja.
36
Terminologi profesi paralel dengan profesionalitas yang dicirikan dengan tiga karakter penting. Pertama, keterkaitan profesi tersebut dengan disiplin
ilmu yang dipelajarinya dan karenanya bersifat khusus. Kedua, mempunyai kemampuan merealisasikan teori-teori ilmunya dalam ranah
praktis dengan baik. Ketiga, mempunyai banyak pengalaman kerja.
37
Adanya keterlibatan DPR dalam proses pengangkatan Hakim Agung tersebut juga berkaitan dengan kepentingan untuk menjamin adanya
akuntabilitas public accountability dalam pengangkatan, dan juga dalam pemberhentian Hakim Agung. bagaimanapun juga, pengakuan akan
penting dan sentralnya prinsip independensi peradilan the independence of judiciary sebagai Negara Hukum modern haruslah diimbangi dengan
36
E. Soemaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi Penegak Hukum,cet-ke 1, Penerbit Kanisius : Yogyakarta, 1995, h. 32.
37
E. Soemaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi Penegak Hukum, cet-ke 1, Penerbit Kanisius : Yogyakarta, 1995, ., h. 33-34.