Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial

dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. 48 Disamping itu Komisi Yudisialdalam menjalankan peranannya diberi tugas lain yaitu mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. 49 Sebaliknya Komisi Yudisial didalam menjalankan peranannya diberi kewenangan untuk dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. 50 Jadi untuk menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim Komisi Yudisial diberi beberapa kewenangan antara lain yaitu: pengawasan terhadap perilaku kaim, pengajuan usulan penjatuhan sanksi terhadap hakim, pengusulan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya. a. Pengawasan Perilaku Hakim Ruang lingkup kewenangan Komisi Yudisial, dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta peilaku hakim, sesungguhnya merujuk kepada code of ethics atau code of conduct. Dikatakan bahwa suatu code of conduct menetapkan tingkah laku atau 48 Pasal 20 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial 49 Pasal 21 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial 50 Pasal 124 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial perilaku hakim yang bagaimana yang tidak dapat diterima. Code of conduct akan mengingatkan hakim mengenai perilaku apa yang dilarang dan bahwa tiap pelanggaran code of conduct mungkin akan menimbulkan sanksi. Setiap hakim harus mengetahui bahwa ia tidak dapat berperilaku di bawah standar yang ditetapkan. Oleh sebab itu etik berbeda dari perilaku yang dilarang. Etik berkenaan dengan harapan atau cita-cita. Etik adalah tujuan ideal yang dicoba untuk dicapai, yaitu untuk sedapat mungkin menjadi hakim yang terbaik. 51 b. Mengusulkan Pemberian Sanksi Peranan Komisi Yudisial melakukan pengawasan perilaku hakim dapat dilakukan secara mandiri, karena tidak mempunyai hubungan administrasi, struktural, kolega maupun secara psikologis yang selama ini menjadi menjadi hambatan dalam melaksanakan pengawasan di dalam instansi atau lembaga sendiri. Sebaliknya menegakkan kehormatan dan keluhuran mmartabat serta menjaga perilaku hakim terlihat dari usul penjatuhan sanksi seperti teguran tertulis, pemberhentian sementara atau pemberhentian yang dilakukan oleh Komisi Yudisial bersifat mengikat. 52 Selanjutnya usul penjatuhan sanksi tersebut diserahkan oleh Komisi Yudisial kepada 51 Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan, dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, cet-ke 1, Prestasi Pustaka: Jakarta, 2007, h. 165. 52 Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. Namun, usulan tersebut masih dapat dianulir oleh ketentuan yang berbunyi bahwa hakim yang akan dijatuhi sanksi diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim. 53 c. Mengusulkan Pemberian Penghargaan Selain kedua langkah di atas satu hal yang tidak kalah penting dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku para hakim adalah pemberian reward and punishment bagi para hakim yang benar-benar telah menunjukkan kinerja yang baik dan prestasi tinggi yang mampu menjadi teladan bagi lingkungannya. Berkaitan dengan itu, bahwa dalam menjalankan peranannya menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjag perilaku hakim, Komisi Yudisial diberi wewenang untuk dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung atau Mahakamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. 54 ketentuan tersebut cukup logis, hal ini mengingat semakin minimnya para hakim yang mampu menunjukkan kredibilitas dan loyalitas serta perilaku hakim yang terpuji di negeri ini. Kewenangan Komisi Yudisial dalam menegakkan dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku 53 Pasal 23 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial 54 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial hakim pada dasarnya merupakan bentuk kesadaran bahwa pengawasan objektif terhadap kekuasaan kehakiman hanya dapt dilakukan denga cara melibatkan unsur-unsur masyarakat seluas-luasnya, bukan hanya pengawasan secara internal agar terhindar dari semangat korupsi, manipulasi, dan distori. 55

C. Korelasi Antara Kewenangan Mahkamah Agung Dengan Komisi

Yudisial Terhadap Kode Etik Perilaku Hakim Dalam pasal 24A Undang-Undang kekuasaan kehakiman mengatur tentang Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial diatur dalam pasal 24A ayat 3 dan pasal 24B. Pengaturan yang demikian sekaligus menunjukkan, bahwa menurut Undang-Undang Dasar 1945 Komisi Yudisial berada dalam lingkup kekuasaan kehakiman,meskipun bukan pelaku kekuasaan kehakiman. Pengaturan yang menunjukkan keberadaan Komisi Yudisial dalm sistem ketatanegaran adalah terkait Mahkamah Agung. Akan tetapi, pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 telah menegaskan, bahwa Komisi Yudisial bukan merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman, melainkan sebagai supporting element unsur penunjang atau state auxiliary organ organ penunjang negara, Oleh karena itu, prinsip check and balances prinsip saling mengimbangi antar lembaga negara tidak benar jika diterapkan pola hubungan internal 55 Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan, dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, cet-ke 1, Prestasi Pustaka: Jakarta, 2007, h. 178. kekuasaan kehakiman, karena hubungan check and balances tidak dapat berlangsung antar Mahkamah Agung sebagai principal organ lembaga utama dengan Komisi Yudisial sebagai auxiliary organ lembaga penunjang Komisi Yudisial bukanlah pelaksana kekuasaan kehakiman, melainkan sebagai supporting element dalam rangka mendukung kekuasaan kehakiman yang merdeka, bersih, dan berwibawa, meskipun untuk melaksanakan tugasnya tersebut Komisi Yudisial sendiri pun bersifat mandiri. Oleh karena itu, dalam perspektif yang demikian, hubungan antara Komisi yudisial sebagai supporting organ dan Mahkamah Agung sebagin main organ dalam bidang pengawasan perilaku hakim seharusnya lebih tepat dipahami sebagai hubungan kemitraan partnership tanpa mengganggu kemandirian lembaga masing-masing. Terdapat beberapa ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur korelasi kewenangan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Yaitu pencalonan hakim agung dan pengawasan perilaku hakim. 56 a. Pencalonan Hakim Agung Pasal 24A ayat 3 UUD 1945 menyatakan, bahwa Komisi Yudisial berwenang mengusulkan calon hakim agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Dan di dalam pasal 24 ayat 4 UUD 1945 56 Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan, dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, cet-ke 1 , Prestasi Pustaka: Jakarta, 2007, h. 117-119 menyatakan ketua dan wakil Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. Sebagaimana kita ketahui, sebelum dibentuknya Komisi Yudisial, mekanisme pengisian calon hakim agung dan hakim konstitusi berbeda pula. Hakim konstitusi diusulkan Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden, sedangkan hakim agung dipilih melalui fit dan proper test di DPR. Untuk menjaga kemandirian dari Mahkamah Agung, Dibentuklah Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung. Permasalahannya adalah, bahwa Komisi Yudisial hanya merekrut calon sedangkan kewenangan penuh untuk memilih calon tetap berada di tangan DPR. Dengan demikian kedudukan Komisi Yudisial tidak sama dengan DPR yang menyetujui, juga tidak sama dengan Presiden yang menetapkan. Melalui konstruksi demikian, maka kedudukan Komisi Yudisial dalam hal ini adalah lemah, sebab apa yang telah dilakukan Komisi Yudisial melaui proses seleksi calon hakim sewaktu-waktu dapat saja dibatalkan oleh DPR atu Presiden bahkan Mahkamah Agung selaku user, jika timbul indikasi like and dislike dari apa yang dihasilkan oleh Komisi Yudisial. 57 b. Pengawasan Perilaku Hakim 57 Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan, dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, cet-ke 1 , Prestasi Pustaka: Jakarta, 2007, h. 119-121. Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, baik Mahkamah Agung dan peradilan dibawahnya serta Mahkamah Konstitusi merupakan kekuasaan yang merdeka 58 sehingga dalam melaksanakan kewenangan justisialnya lembaga peradilan tidak dapat diawasi oleh lembaga negara lain. Mekanisme pengawasan dalam lingkungan peradilan, saat ini dilakukan oleh dua lembaga, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Mahkamah Agung yang dibentuk menurut pasal 24 UUD 1945, adalah pemegang kekuasaan kehakiman. Untuk pengawasan terhadap peradilan, oleh pasal 32 UU no.14 tahun 1985, ia diberikan tugas melakukan pengawasan tertinggi atas penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dan jugamengawasi perilaku para hakim di semua lingkungna peradilan. Lembaga kedua adalah Komisi Yudisial. Lembaga ini dibentuk berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945, Komisi Yudisial bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain demi menjaga dan menegakkan kehormatan, martabat, dan perilaku hakim. 59 Secara spesifik, pasal 20 UU no 22 tahun 2004 menyatakan upaya menjaga dan menegakkan kehormatan, martabat, dan perilaku hakim dilakukan melalui pengawasan perilaku hakim. Kemudian pasal 22 menguraikan tugas Komisi Yudisial dalam melaksanakan pengawasan itu, yaitu dengan menerima laporan masyarkat tentang perilaku hakim, serta 58 pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 59 pasal 24B ayat 1 amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945