Pengertian Konflik Tinjauan Tentang Konflik

Menurut Abdul Syani 2007:102, bahwa adanya sejumlah rangkaian atau system yang dapat menyebabkan kelompok dikatakan berstruktur, yaitu: 1 Adanya system dari status-status para anggotanya, seperti sebuah organisasi pemuda misalnya. Ia memiliki susunan pengurus yang merupakan suatu rangkaian yang bersifat hierarkis. 2 Terdapat atau berlakunya nilai-nilai, norma-norma keebudayaan dalam mempertahankan kehidupan kelompoknya, artinya struktur selalu ditanamkan kstabilanya. 3 Terdapat peranan-peranan sosial sosial role yang merupakan aspek dinamis dari struktur. Sebuah keselarasan dalam berkehidupan sehari hari akan tercipta apabila struktur yang ada merupakan hasil dari kesepakatan bersama antar golongan yang tinggal bersama dalam teritori tertentu. Lahirnya kelompok ini dapat menggambarkan bahwa individu itu tidak mampu untuk hidup sendiri, artinya rasa lemah ketika sendiri ini akan hilang menjadi sebuah kekauatan ketika berkelompok, karena rasa saling melindungi antar anggota kelompok ini yang menciptakan kekuatan kebersamaan itu. Rasa memiliki ini yang kemudian akan menjadikan benteng untuk menjaga gangguan yang timbul dari luar kelompok, sehingga ketika terjadi gangguan, kelompok itu akan berusaha mebela diri dan membuktikan akan kekuatan kelompok tersebut.

2.3. Tinjauan Tentang Konflik

2.3.1. Pengertian Konflik

Ada berbagai definisi konflik yang diungkapkan oleh para ahli, diantaranya diungkapkan oleh Putman dan Pool dalam Sutarto wijono, 2012:203 mengenai konflik bahwa: Konflik didefinisikan sebagai interaksi antar individu, kelompok dan organisasi yang membuat tujuan atau arti yang berlawanan, dan merasa bahwa orang lain sebagai pengganggu yang potensial terhadap pencapaian tujuan mereka. Pendapat lain sebagaimana dikemukakan Simmel dalam Poloma 2003:107 bahwa, konflik merupakan bentuk interaksi dimana tempat, waktu serta intensitas dan lain sebagainya tunduk pada perubahan, sebagaimana dengan isi segitiga yang dapat berubah. Sedangkan menurut Coser dalam Zeitlin 1998:156 bahwa konflik sosial adalah suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuanya terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisisr atau dilangsungkan, atau dieliminir saingan-sainganya. Selanjutnya Mulins dalam Sutarto wijono, 2012:203 mendefinisikan konflik sebagai kondisi terjadinya ketidak sesuaian tujuan dan munculnya berbagai pertentangan prilaku, baik yang ada dalam diri individu, kelompok maupun organisasi. Dalam penjelasan K.J. Veeger 1993:211 bahwa : keadaan yang dalam penampakanya satu dan tertib teratur, sebenarnya dihasilkan oleh struktur-struktur kuasa yang menutupi dan menyembunyikan keterbagian dan perpecahan yang ada dibawah permukaanya. Apa yang disangka keseimbangan sistem sosial akibat mekanisme-mekanisme fungsional mulai dilucuti kedoknya dan ditelanjangi menjadi tidak lain dari manipulasi pihak yang sedang berkuasa. Apa yang tadinya disebut “kestabilan masyarakat” keadaan mantab ternyata mengandung mesiu yang sewaktu-waktu bisa meledak dan menggoyahkan semua. Konflik merupakan hal yang sulit dihidari ketika kita hidup di Negara yang sangat kompleks seperti Negara Indonesia tercinta ini, karena keberanekaragaman yang begitu banyaknya sehingga perbedaan itu menjadi sangat sensitif dan rentan untuk terjadi perselisihan. Konflik sosial terutama yang bernuansa SARA Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan bukan hal yang baru dalam sejarah Indonesia, baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan. Konflik sangat erat kaitanya dengan kerusuhan. Dalam kerusuhan ini objek yang paling sering menjadi sasaran adalah benda- benda yang mudah dilihat dan ada di mana-mana, misalnya, fasilitas umum kota. Berikutnya, objek yang menjadi sasaran kerusuhan, adalah benda-benda yang mewakili atribut atau simbol kemapanan dan kemakmuran, seperti : kios, toko swalayan, bangunan megah, dan sebagainya. Benda lainnya adalah yang mewakili simbol kekuasaan dan otoritas, seperti : pos keamanan, kantor pemerintahan, dan sebagainya. Objek kerusuhan tidak hanya berupa material tetapi juga objek fisik yang lebih sering memakan korban jiwa.

2.3.2. Hakikat konflik