Konflik merupakan hal yang sulit dihidari ketika kita hidup di Negara yang sangat kompleks seperti Negara Indonesia tercinta ini, karena keberanekaragaman yang
begitu banyaknya sehingga perbedaan itu menjadi sangat sensitif dan rentan untuk terjadi perselisihan.
Konflik sosial terutama yang bernuansa SARA Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan bukan hal yang baru dalam sejarah Indonesia, baik sebelum maupun
sesudah proklamasi kemerdekaan. Konflik sangat erat kaitanya dengan kerusuhan. Dalam kerusuhan ini objek yang paling sering menjadi sasaran adalah benda-
benda yang mudah dilihat dan ada di mana-mana, misalnya, fasilitas umum kota. Berikutnya, objek yang menjadi sasaran kerusuhan, adalah benda-benda yang
mewakili atribut atau simbol kemapanan dan kemakmuran, seperti : kios, toko swalayan, bangunan megah, dan sebagainya. Benda lainnya adalah yang mewakili
simbol kekuasaan dan otoritas, seperti : pos keamanan, kantor pemerintahan, dan sebagainya. Objek kerusuhan tidak hanya berupa material tetapi juga objek fisik
yang lebih sering memakan korban jiwa.
2.3.2. Hakikat konflik
Menurut KLBI halaman 1998:234, hakikat adalah kebenaran, kenyataan yang sebenar-benarnya, sedangkan menurut KBBI adalah intisari atau dasar. Jadi
hakikat itu adalah sebagai suatu hal yang mendasar, menurut fitrahnya yang melekat pada sesuatu hal tertentu. Sehingga hakikat konflik dapat diartikan
sebagai sesuatu intisari dan dasar yang melekat dalam konflik itu, identik dan menjadi sebuah ciri tersendiri sehingga intisari tersebut dapat dikatakan dasar
penyebab terjadinya konflik.
Menurut Wijono 2012:231-232, konflik itu dapat dipahami dan dipelajari sebagai suatu proses yang dinamis. Sebaliknya, konflik tidak dapat dipahami, jika
konflik tersebut dipandang sebagai suatu yang sifatnya statis dan kaku. Pada umumnya, konflik sering kali melibatkan intervensi di antara berbagai pihak yang
saling betentangan, baik konflik dalam diri individu, konflik antar pribadikelompok, maupun konflik organisasi.
Adapun ciri-ciri konflik adalah sebagai berikut: 1.
Paling tidak ada dua pihak secara pribadi maupun kelompok terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan satu sama lain.
2. Timbul ertentangan antara dua pihak secara pribadi maupun kelompok
dalam mencapai tujuan, memaikan peran, ambigus, dan adanya nilai- nilai atau norma-norma yang saling bertentangan satu sama lain.
3. Munculnya interaksi yang sering kali ditandai oleh gejala-gejala
perilaku yang direncanakan untuk saling mengadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain. Tujuanya adalah untuk memperoleh
keuntungan di antaranya untuk pemenuhan kebutuhan fisik, seperti materi, tatus dan jabatan. Selain itu, untuk pemenuhan kebutuhan sosial
psikologis, seperti rasa aman, relasi, kepercayaan diri, kasih, penghargaan, dan alkulturasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat dari
adanya perselisihan dan pertentangan yang berlarut-larut. 5.
Adanya ketidak seimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan misalnya kedudukan, status sosial, pangkat,
golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, dan prestasi.
2.3.3. Bentuk-bentuk Konflik 1.