Kekayaan akan keberaneka ragaman ini merupakan sebuah kebanggaan sekaligus tantangan bagi Pemerintah Republik Indosesia pada khususnya dan seluruh warga
Negara pada umumnya untuk selalu menjaga keamanan, ketertiban dan kenyamanan dalam berkehidupan sehari-hari agar tidak terjadi perselisihan atar
etnis satu denagn etnis lainya.
Suku bangsa merupakan sesuatu cirikhas yang melekat kepada setiap individu manusia, yang tidak dapat diganti, memilih dan atau mengaku-aku. Suku bangsa
ini bisa menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya, hal ini dikarenakan kebiasaan adat yang berbeda dengan suku lainya, namun rasa bangga
ini dapat menimbulkan sikap etnsentrisme. Dalam KBBI disebutkan Etnosentrisme merupakan sikap atau pandangan yg berpangkal pads masyarakat
dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain, sehingga sikap etnsentrisme ini
bisa menjakan setiap pemilik suku menganggap bahwa sukunya adalah suku terbaik daripada suku lainya. Anggapan seperti ini yang kemudian menjadi sebuah
celah kearogansian pemilik suku yang bisa menjadi penyebab timbulnya konflik antar suku.
2.2.2. Agama
Rolan Robertson dalam Stephen K. Sanderson 1995:518 mendefinisikan agama menjadi dua jenis, inklusif dan ekslusif. Defininsi inklusif merumuskan agama
dalam arti seluas mungkin, yang memandang sebagai setiap sistem kepercayaan dan ritual yang diresapi dengan “kesucian” atau yang diorentasikan kepada
“penderitaan manusia yang abadi”. Definisi eksklusif membatasi istilah agama itu pada sistem-sistem kepercayaan yang mempostulakan eksistensi mahluk,
kekuasaan, atau kekuatan supranatural.
Artinya sebuah agama itu adalah prinsipil setiap individu, tidak bisa diganggu gugat, tidak bisa bisa dipaksakan, bahkan tidak boleh dibahas atau disangkut
pautkan dengan permasalahan-permasalahan lainya. Karena permasalahan agama ini adalah permasalahan kepercayaan yang menyangkut hati. Hadirnya sebuah
agama dalam kehidupan bukanlah menjadi batasan dalam bermasyarakat atau bahkan menjadi celah perselisihan.
Sebagaimana pendapat yang diungkapkan oleh Durkheim dalam Stephen 1995:518 mendefinisikan agama ialah suatu sistem kepercayaan yang disatukan
oleh praktek-praktek yang bertalian dengan hal-hal yang suci, yakni, hal-hal yang dibolehkan dan dilarang. Sedangkan menurut Thomas F. O’dea 1995:22
menyebutkan bahwa agama adalah pensucian tradisi, yang menyatukan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam perilaku manusia atas tumpuan akhir
masyarakat itu.
2.2.3. RAS
Menurut ensiklopedia bebas wikipedia Ras berasal dari bahasa Prancis race, yang artinya sendirinya, sedangkan dari bahasa Latin radix, yang berarti akar.
Sedangkan Templeton 1998 mendefinisikan Ras adalah :
A subspecies race is a distinct evolutionary lineage within a species. This definition requires that a subspecies be genetically differentiated due to barriers
to genetic exchange that have persisted for long periods of time; that is, the subspecies must have historical continuity in addition to current genetic
differentiation.
Suatu subspesies ras adalah suatu garis evolusi yang berbeda dalam suatu spesies. Definisi ini menentukan bahwa suatu subspesies berbeda secara genetis
karena kendala dalam pertukaran genetis yang sudah bertahan selama jangka waktu yang panjang. Artinya, subspesies tersebut harus memiliki kesinambungan
sejarah di samping pembedaan genetis masa kini.
Sehingga disimpulkan Ras adalah suatu sistem klasifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan manusia dalam kelompok besar dan berbeda melalui ciri-ciri
fisik, tampang jasmani, asal-usul geografis, dan kesukuan yang terwarisi secara turun menurun. Ras ini termasuk identitas diri yang sangat mudah diketahui dan
dibedakan, karena sifatnya yang bisa langsung dilihat oleh panca indra mata sehingga akan semakin terlihat perbedaanya ketika individu tersebut bercampur
dengan individu lainya dalam masyarakat.
2.2.4. Antar Golongan kelompok