d. Aktivitas emosi virtual yaitu sisa dari aktivitas internet lainnya seperti berjudi atau berkencan. Aktivitas emosi virtual mendeskripsikan aktivitas
online yang tidak dapat dikategorisasikan dengan aktivitas lainnya seperti berbelanja online atau mencari pacar secara online.
Adapun jenis cyberloafing yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah jenis cyberloafing yang dikemukakan oleh Lim Chen yaitu emailing dan
browsing.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Cyberloafing
a. Faktor Individual 1. Persepsi dan Sikap
Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki sikap yang positif terhadap komputer cenderung untuk menggunakan komputer untuk alasan
personal dan ada hubungan positif antara favorable attitude towards cyberloafing dengan cyberloafing Liberman, Seidman, McKenna, 2011. Karyawan yang
mempersepsikan penggunaan internet mendatangkan keuntungan bagi performa kerjanya secara keseluruhan lebih cenderung terlibat dalam cyberloafing
dibanding karyawan yang lain Vitak et al, 2011. 2. Personal Trait
Menurut Johnson and Culpa dalam Ozler Polat, 2012Perilaku pengguna internet merefleksikan motif psikologis yang bervariasi. Karakter
pribadi seperti malu, kesepian, isolasi, kontrol diri, self-esteem, dan locus of control bisa mempengaruhi pola penggunaan internet. Individu yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melakukan penyimpangan di tempat kerja Restubog, 2011. Orang-orang yang berorientasi
eksternal atau mereka yang meyakini bahwa orang lain memiliki kontrol terhadap dirinya ditemukan kurang mampu dalam mengontrol penggunaan internet Chak
and Leung, 2004. Landers dan Lounsbury 2006 meneliti kaitan kepribadian Big-Five
dengan Penggunaan internet. Hasilnya tidak ada hubungan antara neuroticism dan openness
dengan penggunaan
internet. Akan
tetapi, Agreeableness,
Conscientiousness, dan extraversion berhubungan negatif dengan penggunaan internet. Orang dengan agreeableness yang rendah lebih sering menggunakan
internet. Orang-orang conscientiousness yang tinggi cenderung terorganisir dan rendah dalam penggunaan internet. Orang dengan kepribadian introverted lebih
sering online daripada kepribadian extraversion. Hal ini karena orang-orang extraversion terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial tidak termasuk aktivitas
komputer. 3. Kebiasaan dan Adiksi Internet
Kebiasaan habit merupakan rangkaian perilaku dan situasi yang terjadi secara otomatis tanpa instruksi diri, kognisi, dan pertimbangan dalam merespon
lingkungan Woon and Pee, 2008. Diperkirakan, lebih dari setengah perilaku di media merupakan sebuah kebiasaan LaRose, 2010. Hubungan antara kebiasaan
media dan cyberloafing memiliki peran yang signifikan dalam memprediksi perilaku tersebut. Tingginya adiksi terhadap internet bisa menyebabkan
penyalahgunaan internet Chen, Ross, Yang, 2008.
Universitas Sumatera Utara
4. Faktor Demografis Garret dan Danziger 2008 menemukan bahwa status pekerjaan, persepsi
otonomi dalam organisasi, tingkat pemasukan, dan gender merupakan prediktor cyberloafing yang signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang
berpendidikan cenderung melibatkan dirinya dalam aktivitas-aktivitas seperti mencari informasi secara online, sementara orang-orang yang berpendidikan
rendah cenderung menggunakan internet untuk bermain game online Chak and Leung, 2004. Penelitian lain menunjukkan bahwa pria cenderung melakukan
cyberloafing lebih sering dan durasi yang lebih lam dibanding perempuan Lim and Chen, 2012.
5. Intention to Engage, Social Norms and Personal Ethical Codes Intention merupakan prediktor yang akurat untuk perilaku dalam banyak
studi. Meskipun demikian penelitian juga menunjukkan bahwa intentions tidak selalu berujung pada munculnya sebuah perilaku, namun hubungan antara
intention dan perilaku merupakan sebuah hubungan kompleks. Persepsi tentang pentingnya larangan etis akan cyberloafing berhubungan negatif dengan perilaku
cyberloafing. Belief normative seseorang misalnya, secara moral cyberloafing salah mengurangi intensi untuk terlibat dalam perilaku cyberloafing Vitak et al,
2011.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor Organisasional 1. Pembatasan Penggunaan Internet
Meskipun tidak ada persetujuan umum bahwa cyberloafing memiliki dampak negatif, banyak organisasi menggunakan internet policy untuk membatasi
penggunaan internet. Tujuannya adalah untuk mengatur perilaku karyawan dan terbukti memiliki peran yang penting dalam cyberloafing Doorn, 2011
Dengan membatasi penggunaan internet karyawan, pemimpin organisasi mengurangi kemungkinan penggunaan internet untuk kegiatan-kegiatan yang
tidak berkaitan dengan pekerjaan karyawan Garret dan Danziger, 2008. Demikian sebaliknya, karyawan yang akan menerima hukuman yang berat apabila
melakukan perbuatan yang menyimpang akan memiliki kecenderungan cyberloafing rendah Vitak et al, 2011.
2. Anticipated Outcome Penelitian menunjukkan bahwa karyawan cenderung tidak melakukan
cyberloafing yang mereka persepsikan memiliki konsekuensi yang negatif kepada organisasi maupun dirinya sendiri Lim and Teo, 2005.
3. Dukungan Manajerial Dukungan manajerial untuk penggunaan internet pada jam kerja tanpa
menentukan bagaimana harusnya hal tersebut dilakukan cenderung meningkatkan penggunaan internet untuk kegiatan bisnis maupun aktivitas personal oleh
karyawan. Dukungan ini bisa disalahartikan oleh karyawan yang menganggap bahwa dukungan tersebut mensahkan semua jenis penggunaan internet, termasuk
Universitas Sumatera Utara
cyberloafing Garret and Danziger, 2008. Dukungan manajerial termasuk didalamnya kebijaksanaan yang ditetapkan oleh organisasi.
Beberapa kebijakan dalam organisasi bisa menjadi faktor yang mempengaruhi cyberloafing. Salah satu kebijaksanaan mengenai hal ini adalah
BYOH yaitu kebijaksanaan yang mengizinkan karyawan untuk menggunakan perangkat pribadi selain perangkat yang disediakan oleh organisasiperusahaan.
Kebijaksaan ini bisa meningkatkan perilaku cyberloafing karena karyawan menggunakan perangkat mereka sendiri Doorn, 2011.
Kebijaksanaan lain yaitu fleksibilitas kerja baik waktu maupun tempat. Kebijaksanaan ini memungkinkan karyawan untuk bekerja di luar kantor.
Kebijaksanaan ini memang memiliki efek pada performa karyawan. Namun, kerugiannya adalah beberapa organisasi menetapkan kebijaksanaan ini tanpa
memberikan aturan yang jelas pada karyawannya sehingga hal ini bisa meningkatkan cyberloafing karyawan Doorn, 2011.
4. Perceived Coworker Cyberloafing Norms Penelitian menunjukkan bahwa norma rekan sejawat dan supervisor yang
mendukung cyberloafing berhubungan positif dengan cyberloafing. Blau 2006 menunjukkan bahwa karyawan melihat karyawan lain yang berpotensi menjadi
role model mereka dalam organisasi dan cyberloafing dipelajari dari perilaku yang mereka lihat dari orang tersebut Liberman et al, 2011. Selain itu, Lim dan Teo
2005 mengemukakan bahwa individu menggunakan iklim normatif sebagai penyesuaian untuk melakukan perilaku yang dilakukan rekannya.
Universitas Sumatera Utara
5. Employee Job Attitude Cyberloafing merupakan respon emosional terhadap pekerjaan yang
membuat frustasi, oleh sebab itu sikap terhadap pekerjaan bisa mempengaruhi munculnya cyberloafing Liberman et al, 2011. Penelitian lain menemukan
bahwa karyawan cenderung melakukan perbuatan yang tidak sesuai ketika mereka memiliki sikap yang tidak baik Garret and Danziger, 2008. Adapun yang
termasuk dalam job attitude adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan prejudice dalam tempat kerja Greenberg, 1998.
6. Job Demands and Resources Studi menemukan bahwa ketika individu memiliki tuntutan kerja yang
rendah kemungkinan untuk cyberloafing tinggi, hal ini dikarenakan waktu luang yang dimiliki. Ketika karyawan tidak memiliki banyak pekerjaan, mereka akan
terlibat dalam aktivitas cyberloafing untuk mengahabiskan waktu Doorn, 2011. c.
Faktor Situasional Penyalahgunaan komputer biasanya terjadi ketika individu memiliki akses
internet dalam pekerjaannya, hal ini disebut sebagai pemicu situasional yaitu efek keadaan yang memoderasi perilaku dan hasilnya Weatherbee, 2010. Kondisi
fasilitas merupakan hal yang penting, sehingga individu yang memiliki intensi untuk melakukan sebuah tindakan tidak mampu melakukannya karena
lingkungannya tidak memungkinkan untuk dilakukannya tindakan tersebut. Studi menemukan bahwa ada hubungan positif antara kondisi cyberloafing dengan
perilaku cyberloafing itu sendiri Woon and Pee, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku cyberloafing adalah sikap karyawan yaitu
komitmen organisasi.
B. KOMITMEN ORGANISASI 1. Pengertian Komitmen Organisasi