Seperti yang telah disebutkan, Individu dengan continuance commitment berada di sebuah organisasi karena tidak ada pekerjaan lain dan pertimbangan
materi lainnya bukan didasarkan pada keinginannya secara emosional untuk berada dalam organisasi. Hal ini bisa berarti individu memiliki tujuan dan nilai-
nilai yang berbeda dengan organsasi. Sehingga toleransi perilaku yang menyimpang seperti cyberloafing juga lebih tinggi karena asosiasi individu
dengan organisasi didasarkan pada perhitungan keuntungan ekonomi yang bisa diperoleh bukan pada kesamaan nilai dan tujuan Beck Wilson, 2000. Selain
itu, komponen continuance yang tinggi pada individu membuat dirinya tidak ingin melakukan pekerjaan lebih dari apa yang menjadi tanggunjawab pekerjaannya
karena pada dasarnya bekerja dalam organisasi adalah untuk memenuhi kebutuhan. Komitmen continuance merupakan komitmen yang muncul atas dasar
pertimbangan ekonomi bukan kelekatan emosional sehingga terdapat
kemungkinan individu dengan komponen continuance yang tinggi lebih mudah bosan ketika bekerja sehingga terlibat dalam cyberloafing.
3. Hubungan
normative commitment dengan cyberloafing
Dari hasil pengujian statistik yang dilakukan, didapat korelasi sebesar - 0,433 dan p = 0,000 dengan hipotesa 1 arah Tabel 4.7. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara normative commitment dengan cyberloafing. Hasil analisis data tersebut mendukung hipotesa penelitian
yaitu normative commitment berhubungan negatif dengan cyberloafing. Artinya,
Universitas Sumatera Utara
semakin tinggi normative commitment karyawan, semakin rendah cyberloafing demikian pula sebaliknya.
Normative commitment didefinisikan sebagai keinginan karyawan untuk berada di organsiasi didasarkan pada tugas, loyalitas, dan kewajiban moral Meyer
dan Allen, 1990. Individu dengan normative commitment bekerja pada organisasi karena merasa itu adalah hal yang wajib dilakukan. Seperti affective commitment,
individu dengan normative commitment juga bekerja untuk memberikan keuntungan bagi organisasi dan menjunjung tinggi nilai dan norma dalam
organisasi. Oleh karena itu individu dengan normative commitment memiliki tingkat cyberloafing yang rendah.
Affective, continuance,
normative memiliki
hubungan terhadap
cyberloafing. Akan tetapi ketiganya memiliki arah dan besar hubungan yang berbeda dengan cyberloafing.
4. Hasil Tambahan
Berdasarkan hasil kategorisasi juga dapat dilihat bahwa ada 48 68,6 subjek penelitian yang memiliki affective commitment dalam kategori tinggi.
Terdapat 6 orang subjek 8,58 yang memiliki skor komitmen continuance yang tergolong tinggi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa karyawan
yang memiliki continuance commitment pada subjek penelitian tergolong rendah, yakni sekitar 6 orang subjek dari total 70 orang subjek penelitian. Terdapat 46
orang subjek 65,71 yang memiliki normative commitment dalam kategori tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga dapat disimpulkan bahwa karyawan pada kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara sebagian besar memiliki affective
commitment yaitu sekitar 68,6 dari subjek penelitian. Hal ini kemudian berdampak pada frekuensi cyberloafing dimana frekuensi cyberloafing karyawan
tergolong rendah menurut hasil analisa data, yang menunjukkan bahwa terdapat 36 subjek 51,42 memiliki cyberloafing yang tergolong rendah. Affective
commitment mendorong individu untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak menguntungkan organisasi termasuk penggunaan internet yang tidak berkaitan
dengan pekerjaan. Dalam kaitannya dengan subjek penelitian, telah dipaparkan pada Bab 1
yakni dalam kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara tersedia fasilitas berupa komputer dan internet untuk setiap karyawan. Tidak ada larangan
khusus bagi karyawan dalam menggunakan internet baik lewat komputer organisasi maupun fasilitas pribadi karyawan. Meskipun demikian, cyberloafing
dalam kantor tersebut tergolong rendah. Hal ini bisa disebabkan komitmen afektif yang tinggi pada karyawan sehingga meskipun terdapat kebebasan untuk
mengakses internet, mereka tidak menggunakannya untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. Selain itu juga bisa dikarenakan banyaknya pekerjaan
dan setiap karyawan memiliki target setiap harinya sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk cyberloafing.
Universitas Sumatera Utara
62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN