Produksi Tetrakuark Dan Pentakuark Pada Peluruhan Meson B

(1)

PRODUKSI TETRAKUARK DAN PENTAKUARK PADA PELURUHAN MESON B

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

Ronald Pangidoan Marpaung 030801042

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

ii

PERSETUJUAN

Judul : PRODUKSI TETRAKUARK DAN PENTAKUARK

PADA PELURUHAN MESON B

Kategori : SKRIPSI

Nama : RONALD P. MARPAUNG

Nomor Induk Mahasiswa : 030801042

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing

Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang, M.Sc. Drs. H. Oloan Harahap, M.Sc.


(3)

iii

PERNYATAAN

PRODUKSI TETRAKUARK DAN PENTAKUARK PADA PELURUHAN MESON B

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2009

Ronald P. Marpaung 030801042


(4)

iv

PENGHARGAAN

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat serta kasih setia-Nya yang senantiasa melindungi, menyertai, memimpin, dan membimbing penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan kesungguhan.

Banyak hal yang telah penulis dapatkan selama berkuliah di program studi Fisika khususnya di bidang peminatan fisika teoritis. Suatu keindahan dan juga kekaguman melihat keajaiban dan keteraturan alam yang direpresentasikan dalam bentuk matematika yang sangat kompleks, terlebih ketika penulis mulai menyusun skripsi ini. Bukan hanya pengetahuan yang penulis peroleh tetapi juga cara berpikir, pengalaman, dan nilai-nilai kehidupan yang telah disharingkan. Kiranya di waktu-waktu kedepan Tuhan mengizinkan penulis untuk tetap berkontribusi di bidang ini.

Banyak orang-orang yang telah berjasa selama penulis mengikuti perkuliahan hingga berkelut dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada mereka. Terlebih dahulu kepada Ayahanda Drs. J. Marpaung dan Ibunda P. Br Bakkara yang keduanya telah tiada, atas semua kasih, doa, kerja keras dan nasehat yang diberikan ketika masa hidupnya, maka penulis bisa kuliah sampai menyelesaikan studi di kampus ini. Ucapan terima kasih kepada Drs. H. Oloan Harahap, M.Sc sebagai pembimbing pada penyusunan skripsi ini yang telah memberikan kepercayaan penuh pada penulis untuk penyelesaian skripsi ini. Beberapa panduan ringkas dan cermat telah diberikan kepada penulis untuk secepatnya menyelesaikan skripsi ini. Juga ucapan terima kasih kepada semua dosen Fisika lainnya yang telah memberikan pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis selama berkuliah. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Departemen Fisika FMIPA USU terutama kepada Ketua Departemen Dr. Marhaposan Situmorang, M.Sc, Sekretaris Departemen Dra. Justinon, MS beserta staf dan pegawai yang membantu dalam proses administrasi. Tak terlupa juga ucapan terima kasih kepada staf dan pegawai di lingkungan perpustakaan USU.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan kuliah seperjuangan mahasiswa Fisika, khususnya angkatan 2003 dan bidang peminatan fisika teoritis. Demikian juga teman-teman lain yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu, penulis mengucapkan salam dan banyak terima kasih atas bantuannya. Akhirnya tak akan terlupakan ucapan terima kasih kepada keluarga dekat,


(5)

v kakak dan adik-adik penulis yang telah memberikan doa, dukungan, dan perhatiannya selama ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini memberikan gagasan-gagasan baru bagi pembacanya sehingga memberikan kontribusi bagi penelitian-penelitian fisika selanjutnya. Semoga bidang fisika, khususnya fisika teori dapat lebih berkembang di negeri ini.


(6)

vi

ABSTRAK

Laju peluruhan meson B yang memproduksi tetrakuark dan pentakuark telah dihitung dalam kerangka standard model. Dengan pendekatan sampai tree-level, proses peluruhan tingkat hadron, BH+Z, dihitung dari peluruhan pada tingkat kuark,

u

b → +d q u. Diprediksi tetrakuark dan pentakuark yang berpeluang besar diproduksi oleh eksperimen pada B-factory.


(7)

vii

PRODUCTION OF TETRAQUARK AND PENTAQUARK IN B MESON DECAYS

ABSTRACT

Decay rate of B meson that produce the tetraquark and pentaquark has been counted in a standard model framework. By using tree-level approximation, decay process of hadronic level, BH+Z , has been calculated from quark level, b → +d q uu . Predicted tetraquark and pentaquark which possibly produced by experiment at B-factory.


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ……….. ii

Pernyataan……… iii

Penghargaan ………... iv

Abstrak ………... vi

Abstract ………... vii

Daftar Isi………... viii

Daftar Gambar ………. x

Daftar Tabel ... xi

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Metode Penelitian ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 6

2.1 Kuark dan Interaksinya ... 6

2.2 Meson B ... 7

2.3 Electroweak Standard Model ... 8

2.3.1 Lagrangian untuk Sektor Kuark ... 8

2.3.2 Mekanisme Higgs ... 10

2.3.3 Massa Kuark ... 13

2.3.4 Mixing pada Kuark ... 14

2.4 Feynman Rules ... 15

2.5 Peluruhan Tiga Benda ... 17

2.6 Resonansi Eksotik dalam Peluruhan Meson B ... 19

Bab 3. Hasil Dan Pembahasan ... 20

3.1 Diagram Peluruhan Meson B ... 20

3.2 Perhitungan Amplitudo ... 23

3.3 Perhitungan Laju Peluruhan ... 29

3.4 Parameter yang digunakan ... 31

3.5 Produksi Tetrakuark ... 32

3.6 Produksi Pentakuark ... 34

3.7 Pembahasan ... 35

Bab 4. Penutup ... 37

4.1 Kesimpulan ... 37


(9)

ix

Daftar Pustaka ... 38

Lampiran ... 39

A. Satuan dan Konversi ... 39

B. Vektor-Empat dan Produk Skalar ... 39

C. Aljabar Dirac Matriks Gamma ... 41

D. Teorema Trace dan Identitas Kontraksi ... 43

E. Spinor Dirac ... 44


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Potensial interaksi Higgs ……… 11 Gambar 2.2 Peluruhan tiga-benda ... 17 Gambar 3.1 Peluruhan BH+Z... 20 Gambar 3.2 Diagram tingkat kuark produksi tetrakuark (a) dan pentakuark (b)

pada peluruhan meson B ... 21 Gambar 3.3 Peluruhan b → +d q uu ... 22 Gambar 3.4 Diagram Feynman peluruhan b → +d q uu ... 23


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Pembagian jenis kuark ………. 6 Tabel 3.1 Kanal peluruhan meson B yang memproduksi tetrakuark

berdasarkan matriks CKM ... 35 Tabel 3.1 Kanal peluruhan meson B yang memproduksi pentakuark


(12)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hal yang terus dilakukan oleh fisikawan energi tinggi adalah mencari satuan terkecil dari materi dan sekaligus memahami interaksi diantaranya. Pencarian materi terkecil ini akan mengungkap apa sebenarnya materi dasar penyusun alam semesta ini. Dan dengan memahami interaksi antar materi, kita akan mengetahui bagaimana kuark berikatan membentuk nukleon, nukleon berikatan membentuk inti, inti bersama-sama dengan elektron (lepton) membentuk atom atau molekul, dan sampai pada interaksi benda-benda yang dapat kita lihat di sekeliling kita.

Hingga saat ini telah diketahui bahwa partikel dasar penyusun alam semesta terbagi menjadi dua macam, yaitu fermion dan boson. Fermion yang menjadi partikel dasar utama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kuark dan lepton. Kuark terbagi atas enam jenis yang disebut flavor, mereka adalah up (u), down (d), charm (c), strange (s), top (t), dan bottom (b). Kuark ini berinteraksi melalui gaya kuat, gaya elektromagnetik dan gaya lemah. Lepton terdiri atas elektron ( )e , muon ( ) , dan tau ( )τ , beserta neutrino-neutrinonya. Lepton berinteraksi melalui gaya elektromagnetik dan gaya lemah. Sedangkan partikel boson berfungsi sebagai perantara interaksi-interaksi ini. Interaksi kuat diperantarai oleh gluon, interaksi elektromagnetik diperantarai oleh foton, interaksi lemah diperantarai oleh boson W dan Z. Sebenarnya terdapat satu lagi interaksi di alam semesta ini yang terlebih dahulu ditemukan, yaitu interaksi gravitasi yang diduga diperantarai boson graviton.

Keseluruhan teori mengenai partikel dan interaksinya di atas (tidak termasuk gravitasi), merupakan kesatuan teori yang disebut standard model (SM). Memang


(13)

2 bidang high energy physics (HEP) merupakan bidang fisika yang cukup sulit untuk digali, tetapi di bidang ini masih terdapat fenomena-fenomena yang sangat menarik dan belum terpecahkan sampai saat ini. SM muncul sebagai teori yang mampu menjelaskan hampir sebagian besar fenomena dalam HEP.

Salah satu partikel elementer yang cukup menarik untuk dibahas belakangan ini adalah kuark. Kuark memiliki sifat yang unik, SM memberikan penjelasan bahwa kuark tidak pernah teramati sebagai partikel bebas. Kuark harus berikatan dengan kuark lainnya oleh partikel gluon dan membentuk partikel yang disebut hadron. Hadron ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu baryon dan meson. Baryon terbentuk dari gabungan tiga kuark (qqq), sedangkan meson terbentuk dari gabungan satu kuark dan satu anti-kuark (qq). Sampai saat ini, komposisi ini merupakan model yang ideal bagi SM dalam memahami partikel dan interaksinya. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan adanya model dengan komposisi yang berbeda, seiring dengan perkembangan akselerator-akselerator berkecepatan tinggi di dunia.

Hal ini dibuktikan dengan eksperimen di beberapa negara yang telah mengkonfirmasi adanya partikel baru, yaitu X dengan massa 3870 MeV/c2 dan θ+

dengan massa 1540 MeV/c2 (Roy, 2003). Partikel tersebut mempunyai komposisi kuark yang berbeda, yaitu tetrakuark (qqqq) dan pentakuark (qqqqq). Dalam perkembangannya kedua partikel ini disebut sebagai meson eksotik dan baryon eksotik. Partikel tersebut dikatakan eksotik karena tidak bisa dikategorikan dalam model kuark (konvensional) yang sudah ada. Adanya partikel baru ini, memberikan pemahaman kita mengenai interaksi kuat yang umumnya hanya bisa didekati dengan metode perturbasi (perturbative of Quantum Chromodynamic atau pQCD).

Konfirmasi dari beberapa eksperimen terhadap partikel yang berada di luar model konvensional membuat para fisikawan tertantang untuk mengusulkan jenis partikel baru dengan bermacam cara produksinya dan mempelajari sifat kuantumnya. Dalam skripsi ini, penulis mencoba mengamati produksi partikel tetrakuark dan pentakuark yang terjadi pada peluruhan meson B.


(14)

3

1.2 Perumusan Masalah

Ketika peluruhan suatu hadron terjadi, maka peluruhan sebenarnya merupakan peluruhan dari subsistemnya yaitu peluruhan kuark yang ada didalamnya. Meson B dengan komposisi kuark b didalamnya yang tergolong bermassa besar, ditemani kuark lain yaitu u atau d dengan massa yang jauh lebih kecil. Dengan komposisi seperti ini, meson B cenderung mudah sekali meluruh menjadi partikel lain, termasuk membentuk partikel dengan komposisi tetrakuark dan pentakuark.

Sifat meson B yang mudah meluruh menyebabkan dominasi interaksi kuatnya relatif kecil. Ini menjadi hal yang aneh ketika interaksi lemah yang berperan dalam proses peluruhan menjadi dominan dibandingkan interaksi kuat. Konsekuensinya adalah pada SM, dimana perhitungan QCD yang menaungi interaksi kuat dapat diabaikan dalam peluruhan ini. Konsekuensi lain adalah diabaikannya koreksi satu-loop pada setiap verteks diagram Feynman, juga interaksi antar kuarknya. Walaupun demikian SM masih mempunyai aturan pada interaksi lemah dan elektromagnetik dalam peluruhan meson B ini. Tidak semua kanal reaksi yang dihasilkan dari peluruhan meson B untuk memproduksi tetrakuark dan pentakuark dapat berlangsung sesuai teori SM. Setiap kanal harus mematuhi hukum konservasi yang ada, diantaranya konservasi muatan dan bilangan kuantum flavor, juga transisi kuark dalam pencampuran kuark (kuark mixing).

Mengingat banyaknya kanal peluruhan yang dapat diproduksi dari meson B termasuk partikel tetrakuark dan pentakuark, maka diperlukan perumusan untuk menghitung laju peluruhan setiap kanal. Perlu juga diamati kanal peluruhan yang berpeluang terbesar untuk berlangsung dalam eksperimen B-factory. Untuk itu diperlukan juga besaran fisis branching ratio (BR).

1.3 Batasan Masalah

Kajian masalah dalam skripsi ini dibatasi hanya penelusuran pada teori standard model tanpa interaksi kuat. Penerapannya dalam proses peluruhan ini juga dibatasi


(15)

4 hanya sampai tree-level standard model. Penurunan standard model mulai dari lagrangian hingga feynman rules secara detail tidak dilakukan, karena tidak relevan dengan topik penelitian. Penurunan lagrangian dan feynman rules secara detail dan lengkap dapat dilihat di semua buku-buku Field Theory.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan,

1. Menghitung laju peluruhan meson B yang memproduksi partikel tetrakuark dan pentakuark.

2. Menyelidiki lebih lanjut apakah partikel hadron di luar model konvesional bisa diamati atau tidak.

3. Perhitungan lebih lanjut dengan menghitung nilai branching ratio dari setiap kanal peluruhan untuk melihat kemungkinannnya pada eksperimen B-factory.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian yang dikerjakan ini bersifat teoritis, sehingga kita memerlukan kerangka teoritis yang sudah diakui kebenarannya, yaitu standard model. Kita memerlukan standard model dalam menurunkan amplitudo invarian sehingga dari perumusan peluruhan tiga benda diperoleh laju peluruhan. Laju peluruhan ini selanjutnya diaplikasikan ke setiap kanal peluruhan. Karena penelitian ini bersifat teoritis, maka diperlukan sumber informasi yang langsung tepat mengenai topik penelitian. Sumber informasi ini diperoleh dari buku dan jurnal.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis terbagi menjadi empat bab, dengan penjelasan bab demi bab adalah sebagai berikut,


(16)

5 Pada bab 1 dikemukakan latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan metode penelitian yang digunakan.

Bab 2 merupakan tinjauan pustaka yang membahas mengenai kuark dan interaksinya. Dilanjutkan pembahasan meson B sebagai sumber untuk memperoleh tetrakuark dan pentakuark. Kemudian dibahas model standar elektro-lemah sebagai landasan perhitungan yang dikonsentrasikan pada sektor kuark. Demikian juga aturan Feynman dan perumusan laju peluruhan tiga benda juga dibahas pada bab ini.

Bab 3 berisi hasil dan pembahasan. Pada bab ini akan dibahas bagaimana partikel tetrakuark dan pentakuark dapat diproduksi dari peluruhan meson B. Dengan melihat diagram Feynman, pembaca bisa mengetahui bahwa peluruhan hadron merupakan peluruhan dari subsistemnya yaitu kuark. Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan amplitudo, laju peluruhan, dan penerapannya pada beberapa kanal peluruhan. Kemudian dibahas bagaimana kemungkinan partikel ini untuk bisa dideteksi oleh eksperimen dengan mengamati besar laju peluruhan dan nilai branching ratio-nya.

Bab 4 berisi kesimpulan mengenai penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran untuk penelitian mendatang dengan topik yang berkaitan dalam skripsi ini.


(17)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kuark dan Interaksinya

Kuark yang tergolong fermion memiliki spin 1/2 sama seperti elektron, sehingga meson yang juga bound state dari kuark-antikuark bisa dipandang sebagai kuarkonium dengan menggunakan analogi dari positronium yang merupakan bound state elektron e−dan positron e+ (Perkins, 1986). Sama seperti lepton, kuark juga tergolong dalam enam jenis dan tiga generasi dari massa yang ringan (light kuark) sampai massa yang terberat (heavy kuark).

Tabel 2.1 Pembagian jenis kuark

Kuark Muatan Massa (GeV/c2) Generasi down d -1/3 3 x 10-3 s/d 7 x 10-3

up u 2/3 1,5 x 10-3 s/d 3,5 x 10-3 I

strange s -1/3 0,07 s/d 0,13

charm c 2/3 1,0 s/d 1,5 II

bottom b -1/3 4,0 s/d 4,5

top t 2/3 170 s/d 175 III

Selain meson, kuark memiliki cara lain untuk berikatan yang kita sebut sebagai baryon yang membentuk kumpulan tiga kuark. Proton dan neutron adalah contoh baryon yang teringan yang secara kolektif disebut nukleon. Baryon memiliki keistimewaan. Keistimewaannya adalah karena dari sinilah kita memperkenalkan konsep warna. Kita mengetahui bahwa kuark adalah fermion, dan fermion memenuhi prinsip larangan Pauli, yaitu tidak terdapat dua partikel yang berada dalam keadaan kuantum yang sama pada tingkat energi yang sama. Dengan kata lain, fungsi gelombang haruslah antisimetrik untuk setiap pertukaran fermion.


(18)

7 Kuark dapat memiliki komposisi uuu atau ddd, ambil contoh dari partikel . Kalau kita tinjau prinsip larangan Pauli, maka ia akan melanggar, karena pertukaran kuark-nya selalu simetrik. Jadi diperlukan konsep baru di sini agar eksklusi Pauli tetap berlaku pada partikel , yaitu konsep warna, dimana warna-warna tersebut adalah red, green, blue (RGB). Penjelasan lengkap tentang penggabungan kuark dan konsep warna ini diberikan oleh oleh teori kromodinamika kuantum (QCD). Konsep warna dalam teori ini tidaklah sama dengan istilah warna dalam kehidupan sehari-hari.

Kuark berinteraksi melalui gaya kuat, gaya elektromagnetik dan gaya lemah. Interaksi lemah berperan ketika kuark ini meluruh, dan peluruhan kuark hanya terjadi jika kuark tersebut lebih berat dari hasil peluruhannya. Kuark-kuark yang dapat meluruh adalah, diurutkan dari yang paling berat, t, b, c, dan s. Keempat kuark ini bisa meluruh menjadi u dan d. Tapi, kuark berat seperti t dan b kemungkinan meluruh dahulu ke c atau s baru ke u dan d seperti yang diketahui dari matriks CKM.

2.2 Meson B

Meson B adalah partikel berat yang merupakan gabungan dari kuark b dan kuark u atau d. Meson B ini sangat menarik untuk dibahas, terutama peluruhannya. Alasannya adalah sebagai berikut:

a) Komposisi dalam meson B dengan kuark b yang jauh lebih berat mengakibatkan meson B cenderung mudah sekali meluruh.

b) Adanya kebebasan asimptotik pada QCD dan besarnya massa momentum yang dilepaskan oleh kuark ini, maka interaksi electroweak dan kuat sangat berkorelasi. Peran yang dimainkan oleh perhitungan perturbatif dapat diperbaiki lebih jauh dengan metode grup renormalisasi.

c) Simetri baru yang disebut heavy flavor symmetry (HFS) muncul dalam Lagrangian efektif yang diturunkan dari QCD dengan limit M → ∞ (M adalah kuark berat). Simetri ini membolehkan penentuan faktor bentuk yang terlibat dalam mode peluruhan eksklusif. Beberapa dari prediksi ini memainkan peranan penting dalam penentuan elemen matriks CKM. Ekspansi 1/M memberikan kerangka teoritik yang solid untuk model spektator dimana hanya kuark berat saja yang mengalami


(19)

8 peluruhan, sementara konstituen lainnya adalah pengamat (spektator) (Barger, 1987).

Maka ketika meson B meluruh, interaksi kuat menjadi relatif lebih kecil dibanding interaksi lemah. Konsekuensi yang muncul dari alasan diatas adalah pada SM dimana perhitungan QCD yang menjelaskan interaksi kuat dapat diabaikan. Dengan demikian teori SM yang kita gunakan untuk menjelaskan peluruhan meson B ini adalah standard model elektro-lemah (elektroweak standard model).

2.3 Electroweak Standard Model

Pada bagian ini penulis akan menguraikan secara singkat interaksi elektroweak dalam SM. Teori ini diperkenalkan oleh S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam (sehingga sering juga disebut sebagai teori GWS) yang merupakan unifikasi dari interaksi lemah dan elektromagnetik. Kedua interaksi tersebut sebelumnya dirumuskan secara terpisah. Perumusan elektromagnetik diberikan oleh model QED (Quantum Electro Dynamic), dan interaksi lemah dirumuskan oleh model V-A (Vector – Axial Vector) dan model IVB (Intermediate Vector Boson) (Barger, 1987). Grup simetri yang sesuai untuk interaksi elektro-lemah adalah grup

( )

2

( )

1

L Y

SU ×U . Secara garis besar SM dikembangkan dari teori medan kuantum yang merupakan penggabungan dari teori relativitas khusus dan mekanika kuantum.

2.3.1 Lagrangian untuk Sektor Kuark

Pada pembahasan mengenai partikel elementer, keadaan mengenai sistem partikel tersebut direpresentasikan dalam medan (field). Dari eksperimen peluruhan inti beta didapat bahwa state untuk kuark left-handed adalah doublet sedangkan kuark right-handed adalah singlet.

i L

L i

L

u Q

d    

≡     dan i, i,

R R R

Qu d (2.1)


(20)

9 Keseluruhan interaksi pada sistem fermion (kuark) di atas tercakup pada lagrangiannya. Dari persamaan Dirac (Martin, 2008), lagrangian dapat ditulis sebagai =iψγψmψψ. (2.2) Suku pertama pada ruas kanan disebut suku kinetik. Suku inilah yang bertanggung jawab terhadap keberadaan partikel atau medan tersebut. Sedangkan suku kedua merupakan suku massa, yang ditandai oleh interaksi partikel dengan antipartikelnya.

Karena hukum fisika mengenai partikel tersebut ada dalam lagrangiannya, maka jika mengacu ke postulat Einstein, seluruh hukum fisika harus invarian terhadap setiap transformasi. Artinya, jika dilakukan transformasi gauge lokal, secara umum berbentuk U =eiα( )x , pada medan, maka lagrangian tidak berubah, yang dinyatakan oleh

δ =0. (2.3) Berdasarkan syarat di atas, maka penambahan suku apapun pada lagrangian dapat dibenarkan sepanjang tidak mengubah lagrangian.

Model GWS menggunakan simetri gauge lokal

( )

2

( )

1 ,

L Y

SU ×U dengan

operator transformasi yang berbentuk

a 2 ( ),

Y ig x igT

U=e eθ (2.4)

dengan g dan g′merupakan konstanta kopling, 1 , 2

a a

T = σ adalah operator isospin 2 2,× dan a=1, 2,3. Jika ini dilakukan pada medan, maka agar persamaan (2.3) berlaku maka perlu dikonstruksi suatu covariant derivative, D , yang berbentuk ,

2

a a i

D = ∂ −igT Wg YB′ (2.5) dimana Y merupakan parameter bebas yang disebut hypercharge. Operator isospin dan hypercharge memenuhi hubungan Gell-Mann-Nishijima (Quigg, 1983)dimana 3 .

2 Y

Q=T + (2.6)

Disini diperkenalkan juga medan vektor baru WadanB .

Sebagai konsekuensi diperkenalkannnya medan gauge baru, maka perlu dibentuk suku kinetik dari medan gauge sebagai berikut

1 1

4 4

i

G F Fi B B

ν ν

ν ν


(21)

10 dimana Fiν adalah kuat medan SU

( )

2 ,

Fiν= ∂ Wνi−∂νWuigǫijkW Wj νk (2.8) dan B ν adalah kuat medan U

( )

1 ,

B ν= ∂ Bν−∂νB (2.9) Jika persamaan (2.5) digunakan pada suku kinetik persamaan (2.2), maka diperoleh sektor fermion dari lagrangian sebagai berikut

(

)

(

)

3 1 2

1 2 3 .

2

F

gW g YB g W iW i

i

g W iW gW g YB

ψγ ψ

  +



= ∂ − 

  + − + ′ 

 

 

(2.10)

2.3.2 Mekanisme Higgs

Prinsip invarian yang dibangun pada subbab sebelumnya, menyatakan bahwa lagrangian harus invarian terhadap simetri yang dibawa. Konsekuensinya adalah tidak terdapat suku massa boson gauge yang berbentuk M W WW dan M B BW karena tidak invarian terhadap simetri

( )

2

( )

1 ,

L Y

SU ×U yang berarti boson gauge itu tidak bermassa. Medan boson gauge ini biasa disebut sebagai Yang-Mills field.

Untuk kasus teori elektroweak, telah diketahui dari hasil peluruhan beta, bahwa boson gauge yang terlibat sangat masif. Ini bertentangan dengan teorema Yang-Mills bahwa boson gauge harus massless. Untuk mengakomodasi boson gauge masif ini, maka simetri

( )

2

( )

1

L Y

SU ×U harus dirusak. Namun, penambahan suku

W

M W W tetap tidak diperbolehkan karena mengakibatkan teori electroweak ini tidak bisa direnormalisasi. Renormalisasi adalah syarat bagi teori dalam fisika partikel agar besaran fisis yang dihitung berdasarkan teori tersebut, dalam hal ini matriks transisi

( )

yang akan memberikan decay rate, tidak bernilai divergen.

Salah satu cara perusakan simetri ini adalah melalui mekanisme Higgs (Kane, 1987), yang dilakukan dengan memperkenalkan boson Φ yang berbentuk doublet sebagai berikut


(22)

11

φ0 .

φ

+

   

Φ =     (2.11)

Boson ini memiliki hypercharge, Y =1. Akibat adanya boson Higgs, maka muncul suku kinetik Higgs pada lagrangian yang berbentuk

HG =

(

D Φ

)

DΦ−V

( )

Φ (2.12) dengan D dinyatakan dalam persamaan (2.5). Sedangkan V dinyatakan dalam V

( )

2 †

( )

† 2

λ

Φ = − Φ Φ + Φ Φ (2.13)

yang jelas invarian terhadap transformasi gauge. Disini adalah parameter massa dan λ adalah kontanta kopling diri. Untuk 2 dan

λ bernilai positif, kurva V terlihat seperti pada gambar 2.1, yang memiliki vacuum expectation value (VEV) pada keadaan dasar yang besarnya

0

0 , 2

υ



Φ =  

  (2.14)

dimana

2 .

υ λ

≡ (2.15)

Sehingga medan Higgs kini dapat ditulis menjadi φ 0 .

υ φ

+



Φ =   +

  (2.16)

Gambar 2.1 Potensial interaksi Higgs

Karena VEV dipilih untuk nilai yang tidak sama dengan nol, maka terlihat dari gambar 2.1 bahwa lagrangian tidak simetris pada keadaan dasar, yang berarti simetri telah dirusak. Namun, karena perhitungan tetap dilakukan pada daerah di sekitar


(23)

12 ground state Φ 0 yang tidak sama dengan nol tersebut, maka hasil ini didapat tetap konvergen. Massa boson gauge dapat ditentukan dari persamaan (2.12) dengan mengganti Φ pada persamaan tersebut dengan persamaan (2.16). Suku yang relevan memberikan

1 2 2

( )

1 2 2

( ) (

2 3

)

2

8

massa gauge υ g W g W gW g B

= + + − +

 

(

)

2 2 2 3

3

2

2 8

g gg W

g

W W W B

gg g B

υ + − υ  ′ 

 

  

= +   (2.17)

karena 1

(

1 2

)

,

2

W±≡ WiW yang akan memberikan massa W sebesar 1 .

2υg Bagian yang tidak diagonal harus didiagonalisasi untuk memberikan boson gauge yang fisis. Proses ini menyebabkan medan gauge W3

dan B teredefenisi menjadi

3

3

cos sin

sin cos

Z W B

A W B

ω ω

ω ω

θ θ

θ θ

≡ −

≡ + (2.18)

dengan tanθω =g g′ . Salah satu nilai eigen matriks massa 2 2× pada persamaan (2.17) memiliki harga nol. Ini terkait dengan medan baru A . Dengan demikian, interaksi electroweak diperantarai oleh tiga boson gauge masif dan satu boson gauge massless. Sebagai akibatnya, turunan kovarian pada persamaan (2.5) dinyatakan dalam

(

)

2 3 2

2 2

1

2 2

g Y

D i W T W T i Z g T g

g g + + − −   = ∂ − + −  −  ′ + 3

2 2 2 ,

gg Y

i A T

g g   ′ −  +  ′ + (2.19)

dimana T±=

(

T1±iT2

)

. Suku terakhir pada persamaan diatas memperlihatkan bahwa boson gauge massless A terikat dengan generator gauge

(

3

)

2 .

Y

T + Sesuai dengan persamaan (2.6), maka suku ini berarti interaksi elektromagnetik. Jadi, dapat didefenisikan

2 2 ,

gg e g g ′ ≡ ′ + (2.20)


(24)

13 dimana e adalah muatan elektron. Jelas terlihat bahwa boson gauge massless tersebut adalah foton.

Proses perusakan simetri diatas telah berhasil mendapatkan massa boson gauge, yang memerantarai interaksi electroweak ini. Dengan demikian, lagrangian untuk sektor kuark jika ditulis dalam ketiga boson gauge baru tersebut menjadi

F =Q iL

( )

∂/ QL+uRi

( )

i∂/ uRi +dRi

( )

i∂/ dRi

+g W J

(

+ W++W JW−+Z JZ

)

+eA JEM, (2.21) dimana

(

)

1

, 2

i i

W L L

J += u γ d

(

)

1

, 2

i i

W L L

J −= d γ u

2 2

1 1 2 2

sin sin

cos 2 3 3

i i i i

Z L L R R

J u ω u u ω u

ω

γ θ γ θ

θ

 

=  −  + 

1 1sin2 1sin2 ,

2 3 3

i i i i

L L R R

d γ  θωd d γ  θωd  + − +  +   

2 1

.

3 3

i i i i

EM

J =u γ    u +d γ − d (2.22)

2.3.3 Massa Kuark

Prinsip mekanisme Higgs di atas tidak hanya bisa mendapatkan massa untuk boson, namun juga dikembangkan untuk menentukan massa fermion. Untuk itulah, maka suku massa harus diperkenalkan pada lagrangian, yang berbentuk interaksi antara partikel dan antipartikelnya,

massa=mψψ. (2.23) Disini, m merupakan besaran kopling interaksi yang diinterpretasikan sebagai massa. Jika ditulis dalam komponen left-handed dan right-handed,

massa=m

(

ψ ψL R+ψ ψR L

)

. (2.24) Mengingat persamaan (2.1), komponen left-handed harus berbentuk doublet dan komponen right-handed berbentuk singlet, maka persamaan (2.24) diatas tidak


(25)

14 bisa dikalikan. Untuk itulah, mekanisme Higgs kembali digunakan, yaitu dengan menyelipkan medan Higgs Φ di antara fermion. Sehingga suku massa sekarang mengandung medan boson Higgs dan fermion, yang dituliskan sebagai

HF = −f Quij iLΦ −uRj f Quij LiΦuRj

= −fuij

(

uL0uRj+dLuRj+υu uLi Rj

)

fdij

(

uL+dRj+dL0dRj+υd dLi Rj

)

(2.25) dimana

Φ =2Φ∗ (2.26) Disini terdapat besaran kopling baru, yaitu fu dan fd yang menandakan adanya interaksi kuark dengan boson Higgs, yaitu interaksi tiga field yang biasa disebut interaksi Yukawa. Interaksi ini berjalan dengan perantaraan boson φ0, φ−, dan φ+.

Sedangkan interaksi partikel dan antipartikel pada persamaan (2.25) memberikan suku massa,

i ij j i ij j

massa= −uLυf uu RdLυf dd R (2.27)

Namun, karena konstanta kopling fu dan fd secara umum tidak diagonal, maka secara fisis massa kuark belum didapat. Agar didapat massa fisis dari kuark, maka harus dilakukan diagonalisasi.

massa= −uLk(U†)kiυf U uuij jl RjdLk(V†)kiυf V ddij jl Rj

= −u mLk uklδkluRld mLk dklδkldRl, (2.28) dimana

mukl =(U†)kiυf Uuij jl, dan mdkl =(V†)kiυf Vdij jl. (2.29) Disini, field untuk kuark telah teredefenisi menjadi

ui=U u′ij j, dan di=V dijj, (2.30) Dengan state yang mengandung tanda prima merupakan eigenstate massa.

2.3.4 Mixing pada Kuark

Akibat meredefinisi medan pada suku massa, maka secara umum, eigenstate pada lagrangian yang gauge invariant (biasa disebut weak eigenstate) juga harus


(26)

15 diredefenisi. Dari lagrangian suku kinetik pada persamaan (2.21), proses redefenisi saling menghilangkan pada interaksi yang melibatkan pertukaran boson Z dan foton. Sedangkan untuk interaksi yang melibatkan pertukaran boson W menjadi

1

(

)

1

(

)

( )

2 2

i i i ik kj j

W L L L L

J += u γ d = uγ U V d

1

(

)

. 2

i ij j

L CKM L

uγ V d′ =

1

(

)

1

(

()

)

2 2

i i i ik kj j

W L L L L

J −= d γ u = dγ V U u

1

(

)

. 2

i ij j

L CKM L

dγ V u

= (2.31)

dimana, VCKM disebut matriks Cabibbo-Kobayashi-Maskawa atau matriks CKM (Pich, 2005), yang nilainya diperoleh dari data eksperimen.

ud us ub

CKM cd cs cb

td ts tb

V V V

V V V

V V V

         V =

0,9738 0, 9750 0, 218 0, 224 0, 001 0, 007

0, 218 0, 224 0, 9734 0,9752 0, 030 0, 058

0, 003 0, 019 0, 029 0, 058 0,9983 0, 9996

 − − −  − − −     − − −   (2.32)

Matriks diatas menunjukkan bahwa pada sektor kuark terjadi pencampuran (mixing). Artinya, keadaan kuark merupakan kombinasi linier dari kuark lainnya. Ini berarti terdapat probabilitas untuk bertransisi dari satu generasi kuark ke generasi lainnya.

2.4 Feynman Rules

Pada subbab sebelumnya telah dibahas tentang penurunan lagrangian sistem yang dikonsentrasikan pada sektor kuark, kemudian dilanjutkan dengan penjabaran kuark mixing. Dari lagrangian ini dapat dijabarkan bagaimana interaksi antara fermion dengan fermion, fermion dengan boson, fermion dengan partikel Higgs dan seterusnya. Demikian juga dengan matriks CKM, dari sini dapat diketahui transisi yang bisa terjadi antara kuark satu dengan kuark lainnya. Sekarang setelah didapatkan lagrangian yang lengkap maka dapat dibuat daftar Feynman rule yang diperlukan


(27)

16 dalam perhitungan amplitudo peluruhan. Tetapi tidak semua Feynman rule dituliskan disini, hal ini hanya untuk memfokuskan penulisan dan pembahasan hanya pada proses peluruhan yang sedang ditinjau.

Berikut daftar Feynman rule-nya (Barger, 1987),

a. Garis eksternal

Keadaan awal fermion:

u p s( , )

Keadaan akhir fermion:

u k s( , )

Keadaan awal antifermion:

υ( , )p s

Keadaan akhir antifermion:

υ( , )k s

b. Propagator Boson W

Boson W memediasi interaksi lemah dengan nilai propagator:

2 2 .

W W W

ig

p M i M

ν

− + Γ

Dimana p adalah jumlah momentum partikel keadaan awal, sedangkan ΓW dan

W

M merupakan laju peluruhan dan massa dari boson W.

c. Verteks interaksi

(

1 5

)

.

2 2 ab

ig

V

γ γ

(

1 5

)

.

2 2 dc

ig

V

ν

γ γ


(28)

17

2.5 Peluruhan Tiga Benda

Kita perhatikan proses peluruhan tiga benda dimana partikel dengan massa M meluruh menjadi tiga partikel yang lebih ringan dengan massa m m1, 2,dan m3. Kita akan bekerja dalam kerangka acuan partikel yang meluruh. Sehingga four vector-nya adalah

( , 0, 0, 0),

p = M dan vektor-empat partikel yang tertinggal berturut-turut adalah 1, 2,

k k dan k3.

Gambar 2.2 Peluruhan Tiga-benda

Secara umum, rumus untuk laju peluruhan tiga-benda adalah 1 2 3,

2

d d

M

Γ = Φ (2.33)

dimana

( )

( )

(

)

( )

( )

( )

3

3 3

4 4 1 2 3

3 1 2 3 3 3 3

1 2 3

2 ,

2 2 2 2 2 2

d k d k d k

d p k k k

E E E

π δ

π π π

Φ = − − − (2.34)

adalah ruang fasa invariant. Karena ada sembilan integral yang harus dikerjakan, dan empat fungsi delta, hasil untuk dΓ adalah diferensial terhadap lima variabel sisa. Dua dari lima variabel dapat dipilih sebagai energi E1 dan E2 dari dua partikel keadaan akhir; kemudian energi dari partikel ketiga E3=M− −E1 E2 juga diketahui dari kekekalan energi. Dalam kerangka acuan partikel yang meluruh, tiga partikel keadaan-akhir dengan 3-momentum harus berada dalam bidang, karena kekekalan momentum. Dengan merincikan E1 dan E2 secara unik bisa membakukan sudut antara ketiga momentum partikel dalam bidang peluruhan. Ketiga variabel sisa bersesuaian dengan arah bidang peluruhan terhadap beberapa sumbu koordinat tetap.


(29)

18

Disini, spin partikel awal tidak diketahui atau diperdulikan sehingga bisa dirata-ratakan, akibatnya partikel akhir tidak memiliki arah preferensi tertentu. Maka kita dapat,

3 1 3 1 2, 32

d dE dE

π

Φ = (2.35)

dan juga

13 2 1 2. 64

d dE dE

M

π

Γ = (2.36)

Untuk melakukan integral terhadap energi yang tersisa, maka harus ditetapkan batas integrasi. Jika kita putuskan untuk menghitung integral E2 dulu, kemudian dengan mengerjakan kinematiknya dapat ditunjukkan syarat batas untuk E2 tertentu (Martin, 2008)

,

(

)

(

2 2 2

) (

2 2

) (

2 2 2

)

2 2 1 23 2 3 1 1 23 2 1

23 1

, , ,

2

maks min

E M E m m m E m m m m

m λ

 

= − + − ± −

  (2.37)

dimana

m232 =

(

k2+k3

)

2=

(

pk1

)

2=M2−2E M1 +m12, (2.38) adalah massa campuran yang merupakan kombinasi dari partikel 2 dan 3. Kemudian diperkenalkan juga λ

(

x y z, ,

)

yang merupakan triangel function berbentuk,

λ

(

x y z, ,

)

x2+y2+ −z2 2xy−2xz−2yz. (2.39) Batas integrasi untuk integral terakhirE1 adalah:

(

)

2

2 2

1 2 3

1 1 .

2

M m m m

m E

M

+ − +

< < (2.40)

Strategi yang baik biasanya dengan memilih partikel dengan label ”1” untuk partikel dimana energinya kita perhitungkan. Perlu diperhatikan, dalam kasus tertentu dimana massa partikel keadaan akhir sangat kecil dibandingkan massa partikel induk, maka batas integrasi dapat disederhanakan menjadi,

1 2 ,

2 2

M M

E E

− < < (2.41)

0 1 . 2 M E


(30)

19

2.6 Resonansi Eksotik dalam Peluruhan meson B

Fakta bahwa beberapa peluruhan B menghasilkan peningkatan (enhancement) baryon-antibaryon bermassa-ringan. Sehingga mendukung terbukanya lagi pertanyaan lama: jika enhancement seperti itu ada, apakah hanya terbatas pada bilangan kuantum biasa seperti meson

( )

qq ? Beberapa argumen yang didasarkan pada formasi dualitas atau sistematika resonansi mengusulkan bahwa enhancement baryon-antibaryon dimungkinkan dalam semua sistem dengan bilangan kuantum yang memiliki dua kuark dan dua antikuark. Kemudian muncul pertanyaan lagi seperti: jika resonansi tersebut ada, mengapa tidak bisa diamati dalam kanal peluruhan meson–meson biasa? Beberapa aturan seleksi yang diusulkan melarang terjadinya kopling seperti itu. Peluruhan meson B memberikan kesempatan untuk menguji aturan itu.

Kita ambil contoh peluruhan B+ pada tingkat kuark: busudq+qc.

Keadaan akhirnya adalah eksotik karena tidak berbagi bilangan kuantum flavor dengan keadaan kuark-antikuark. Sekarang, kita misalkan antikuark charm c bergabung dengan q membentuk Dq. Dengan demikian selain menghasilkan meson

q

D kita juga memperoleh meson dengan isi sudq. Ini adalah meson eksotik (Rosner, 2003).


(31)

20

BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Diagram Peluruhan Meson B

Setelah landasan teori selesai dibentuk pada bab sebelumnya, maka sekarang kita mulai membahas masalah sebenarnya yaitu peluruhan meson B yang memproduksi partikel tetrakuark dan pentaquark. Secara umum, proses tersebut dapat diilustrasikan melalui diagram pada gambar 3.1. Dimana B menyatakan partikel induk meson B, H adalah partikel meson atau baryon model konvensional, sedangkan X dan Z berturut-turut adalah partikel tetrakuark dan pentakuark yang diproduksi. Bagian yang diarsir adalah tempat terjadinya interaksi fisika, tidak bisa dilihat dengan eksperimen tetapi diprediksi oleh teori Model Standard.

Gambar 3.1 Peluruhan BH+Z.

Memang diagram peluruhan yang kita amati diatas masih peluruhan pada tingkat hadron. Sedangkan teori yang ingin kita tinjau adalah pada tingkat kuark, sehingga diagram peluruhan tersebut harus kita terjemahkan ke dalam tingkat kuark. Diagram peluruhan pada tingkat kuark dapat kita lihat pada gambar 3.2.


(32)

21

(a)

(b)

Gambar 3.2 Diagram tingkat kuark produksi tetrakuark (a) dan pentakuark (b) pada peluruhan meson B.

Peninjauan ke tingkat kuark dilakukan karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi dari kuark yang terlibat. Meson B, tetrakuark, dan pentaquark dipecah berdasarkan kuark penyusunnya seperti terlihat pada gambar 3.2.


(33)

22 Langkah selanjutnya adalah kita memahami interaksi dari tiap-tiap kuark kemudian mengusahakan penyederhanaan dari diagram diatas untuk mempermudah perhitungan selanjutnya. Disini perlu diperjelas bahwa dalam penelitian ini digunakan model spektator (spectator model) untuk menyederhanakan kedua proses peluruhan diatas. Model spektator dipilih karena massa meson B yang sangat didominasi oleh massa kuark b daripada massa kuark q yang merupakan kuark u atau d (Martin,2008).

Selain model spektator, dominasi kuark b yang tergolong berat juga menyebabkan kuark ini mudah meluruh. Kuark b yang cenderung mudah meluruh ini menyebabkan dominasi dari interaksi lemah sangat besar dibandingkan interaksi kuat pada proses ini. Adanya dominasi interaksi lemah juga praktis menguntungkan kita dalam hal perhitungan amplitudo dan perhitungan selanjutnya, sehingga kita tidak terjebak dalam kerumitan perhitungan yang dimiliki oleh QCD dengan lattice-nya. Interaksi kuat memang mempunyai pengaruh pada tingkat kuark seperti koreksi satu-loop pada setiap verteks dalam diagram Feyman dan juga interaksi antar kuark. Di sini, kita tidak memperhitungkan adanya pengaruh interaksi kuat, sehingga koreksi tersebut tidaklah diperlukan.

Dengan kedua anggapan diatas, maka kita dapat dengan mudah menyederhanakan kedua diagram pada gambar 3.2 menjadi satu diagram yang lebih sederhana. Diagram yang sederhana ini mewakili kedua diagram produksi tetrakuark dan pentaquark pada peluruhan meson B tersebut, seperti terlihat pada gambar 3.3


(34)

23

3.2 Perhitungan Amplitudo

Setelah kita menyederhanakan diagram peluruhan dengan interaksi kuark yang tersisa, langkah selanjutnya adalah membuat diagram Feynman sesuai dengan teori model standar. Disinilah perhitungan dengan model standar diperlukan untuk memberikan penjelasan tentang bagaimana interaksi terjadi. Perhitungan yang dilakukan hanya pada tree level model standar karena keterbatasan waktu dan juga pengalaman, tetapi hal ini bukanlah penghalang kalau ada peminat lain yang ingin melanjutkan penelitian ke orde yang lebih tinggi. Adapun diagram Feynman tree level dari proses yang kita bahas adalah ditunjukkan pada gambar 3.4.

Gambar 3.4. Diagram Feynman peluruhan b → +d q uu

Dimana kita defenisikan momentum dan spin dari tiap tiap partikel keadaan awal dan akhir dalam bentuk spinor sebagai berikut,

Partikel Momentum Spin Spinor

b p s υ

(

p s,

)

(3.1)

u k1 s1 υ

(

k s1, 1

)

(3.2)

qu k2 s2 u k s

(

2, 2

)

(3.3)


(35)

24 Setelah menggambarkan diagram Feynman-nya, kita lalu mencari amplitudo untuk proses ini. Untuk menurunkan amplitudo digunakan Feynman rules yang terdapat pada subbab 2.4. Kita mulai dari bentuk −i ,

(

,

)

(

1, 1

)

2 2

2 L bu W W W

ig ig

i p s P V k s

p M i M

ν

υ − γ υ  − 

− = 

− + Γ

(

2, 2

)

(

3, 3

)

2 L q du

ig

u k s− γνP V∗ υ k s (3.5)

dimana, 1

(

1 5

)

2

L

P = −γ .

Kita dapat menulis hasil diatas menjadi lebih sederhana dengan penyingkatan pada notasi spinor Dirac υ

(

p s,

)

=υ, υ

(

k s1, 1

)

=υ1 dan yang lainnya. Sehingga diperoleh,

(

)

(

)(

)

2

1 2 3

2 2

2

u

bu q d

L L

W W W

V V g

P u P

p M i M υγ υ γ υ

=

− + Γ (3.6)

Karena persamaan laju peluruhan dinyatakan dalam kuadrat kompleks dari , maka kita cari 2, dimana 2= ∗. Bentuk konjugate kompleks ∗ adalah,

(

)

(

)

(

)

2

1 2 3

2 2

2

u

bu q d

L L

W W W

V V g

P u P

p M i M

ν

ν

υγ υ γ υ

∗ ∗

=

− − Γ (3.7)

Sehingga kita dapatkan,

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

2 2 4 2

1 2 3 1 2 3

2

2 2 2 2

4

u

bu q d

L L L L

W W W

V V

g

P u P P u P

p M M

ν

ν

υγ υ γ υ υγ υγ υ

=

− + Γ (3.8)

Untuk mengevaluasi bentuk konjugate kompleks dapat dilakukan dengan mengubah spinor dan matriks Dirac ke bentuk konjugate hermit, kemudian mengubahnya kembali ke bentuk semula. Untuk suku konjugate kompleks yang kedua,

(

)

(

† 0

)

† † † 0

2 L 3 2 L 3 3 L 2

ν ∗= u γ γν ∗=υ P γ γν u † 0 † 0

3PL νu2 3 PR νu2 υ γ γ υ γ γ

= =


(36)

25 Di sini kita gunakan hubungan dalam mekanika kuantum seperti pada lampiran dimana PL†=PL, dan γ γν 0=γ γ0 ν, dan PLγ0=γ0PR, dan υ γ3† 0=υ3. Maka dengan cara yang sama, dapat diperoleh suku konjugate kompleks yang pertama,

(

υγνPLυ1

)

=υ1PRγ υν (3.10)

Sehingga persamaan (3.8) dapat kita tuliskan menjadi,

(

)

(

)(

)

(

)

(

)

2 4

2

1 1 2 3 3 2

2

2 2 2 2

4

u

bu q d

L R L R

W W W

V V g

P P u P P u

p M M

ν

ν

υγ υ υ γ υ γ υ υ γ

=

− + Γ (3.11)

Karena matriks proyeksi spin hanya diijinkan dihitung pada spin yang memberikan kontribusi, maka kita dapat menjumlahkan semua semua spin yang berlabel s, s1,

2

s ,s3.

(

)

1 2 3

(

)(

)

(

)

(

)

2 4

2

1 1 2 3 3 2

2

2 2 2 2

, , ,

4

u

bu q d

L R L R

s s s s

W W W

V V g

P P u P P u

p M M

ν

ν

υγ υ υ γ υ γ υ υ γ

=

− + Γ

(3.12)

Maka dengan menggunakan trik yang terdapat pada lampiran (E.9) diperoleh,

1

1 1 1 1

s

k m

υ υ = −/

(3.13)

3

3 3 3 3

s

k m

υ υ = −/

(3.14)

Massa dapat diabaikan karena batas energi tinggi. Sehingga persamaan (3.12) menjadi,

(

)

1 2

(

)

(

)

2 4

2

1 2 3 2

2

2 2 2 2

,

4

u

bu q d

L R L R

s s

W W W

V V g

P k P u P k P u

p M M

ν

ν

υγ / γ υ γ / γ

=

− + Γ

(3.15)

Kemudian kita sederhanakan persamaan diatas dengan mengeliminasi matriks proyeksi menggunakan ketentuan,

P k PL/1 R=k P P/1 R R=k P/1 R (3.16) P k PL/3 R=k P P/3 R R=k P/3 R (3.17) Sehingga persamaan (3.15) menjadi,

(

)

1 2

(

)

(

)

2 4

2

1 2 3 2

2

2 2 2 2

,

4

u

bu q d

R R

s s

W W W

V V g

k P u k P u

p M M

ν

ν

υγ / γ υ γ / γ

=


(37)

26 Langkah selanjutnya kita gunakan trik lain. Sebuah perkalian dot dari dua matriks adalah sama dengan trace dari perkalian dua matriks itu dalam orde kebalikannya. Misalnya,

(

)

(

)

1 1 1 2 1 3 1 4

1 1

2 1 2 2 2 3 2 4

2 2

1 2 3 4 1 2 3 4

3 1 3 2 3 3 3 4

3 3

4 1 4 2 4 3 4 4

4 4

Tr Tr

b a b a b a b a

b b

b a b a b a b a

b b

a a a a a a a a

b a b a b a b a

b b

b a b a b a b a

b b                 =   =                      (3.19)

Dengan menggunakan trik ini untuk tiap-tiap ekspansi dalam tanda kurung pada persamaan (3.18), kita pindahkan spinor yang berada didepan ke belakang sehingga menjadi sebuah trace.

υγ k P/1 Rγ υν =Trγ /k P1 Rγ υυν (3.20) u2γ /k P3 Rγνu2=Trγ k P/3 Rγνu u2 2 (3.21)

Sehingga persamaannya berubah menjadi,

(

)

1 2

2 4

2

1 3 2 2

2

2 2 2 2

,

Tr Tr

4

u

bu q d

R R

s s

W W W

V V g

k P k P u u

p M M

ν

ν

γ γ υυ γ γ

 /   / 

=

− + Γ

(3.22)

Kemudian lakukan penjumlahan terhadap s1 dan s2 dengan menggunakan trik biasa seperti pada persamaan (3.13) dan (3.14). Sehingga diperoleh,

(

)

2 4

2

1 3 2

2

2 2 2 2Tr Tr

4

u

bu q d

R R

W W W

V V g

k P p k P k

p M M

ν

ν

γ γ γ γ

 /   / / 

= + Γ  /   (3.23)

Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi trace yang tersisa. Kita mempunyai trace suku kedua lalu kita pecah menjadi dua suku,

5

3 2 3 2

1

Tr Tr

2 R

k P νk k γ νk

γ γγ  + γ

 / / =  /   / 

  

     

1Tr 3 2 1Tr 3 2 5 2 γ kγνk 2 γ kγνk γ

 / /   / / 

= + (3.24)

Untuk suku kedua pada persamaan (3.24) diatas, kita menggunakan keadaan bahwa 5

γ adalah anti komutatif dengan semua matriks gamma. Dengan menggunakan sifat-sifat matriks gamma dan teorema trace yang terdapat pada lampiran maka diperoleh, Trγ /k3γνk/2γ5=k k3α 2βTrγ γ γ γ γα ν β 5


(38)

27 =k k3α 2β

(

4iǫ ανβ

)

(3.25) Dimana ǫανβ adalah tensor Levi-Civita antisimetrik total yang didefenisikan dalam lampiran (D.9). Sedangkan untuk suku yang pertama juga bisa kita hitung,

Trγ / / =k3γνk2k k3α 2βTrγ γ γ γα ν β

=k k3α 2β

(

4g gα νβ−4g gν αβ+4g gβ αν

)

=4k k3 2ν−4g ν

(

k k32

)

+4k k2 3ν (3.26) Sehingga dengan menggabungkan persamaan (3.25) dan persamaan (3.26) diatas, kita peroleh nilai trace suku kedua pada persamaan (3.23),

Trγ /k P3 Rγνk/ =2 2k k3 2νg ν

(

k k32

)

+k k2 3ν+ik k3α 2βǫανβ (3.27) Dengan cara yang sama kita dapatkan bentuk trace suku yang pertama dari persamaan (3.23) yaitu,

Trγ /k P1 Rγν/p=2k p1 νg ν

(

k1p

)

+p k1ν+ik1ρp ǫσ ρνσ (3.28) Sekarang kita kalikan bersama kedua trace ini melibatkan indeks danν. Sebagai catatan bahwa perkalian silang yang hanya berisi satu tensor ǫ dapat dihilangkan. Hal ini dikarenakan tensor epsilon yang antisimetrik pada relasi dan ν, dimana bentuk perkalian lainnya adalah simetrik. Perkalian kedua trace menghasilkan,

Trγ /k P1 Rγν/pTrγ k P/3 Rγνk/ =2 4k p1 νg ν

(

k p1

)

+p k1ν+ik1ρp ǫσ ρνσ× k k3 2 g

(

k k3 2

)

k k2 3 ik k3α 2β

ν ν ν ανβ

+ +

 

 ǫ 

=16

(

k k13

)(

p k2

)

(3.29) Setelah kita selesai mengevaluasi semua trace yang tersisa, maka kita kembalikan hasil perkalian trace yang diperoleh ke persamaan (3.23). Maka diperoleh kuadrat amplitudo invarian untuk proses yang kita tinjau,

(

)

(

)(

)

2 4

2

1 3 2

2

2 2 2 2

4

u

bu q d

W W W

g V V

k k p k

p M M

= ⋅ ⋅

− + Γ (3.30)

Setelah kita berhasil mereduksi persamaan kuadrat amplitudo invarian diatas menjadi lebih sederhana, langkah selanjutnya adalah kita kembali ke proses peluruhan yang ditinjau sebelumnya. Seperti yang pernah dijelaskan diatas, bahwa proses


(39)

28 peluruhan tingkat kuark b→ +d q uu adalah merupakan proses peluruhan tiga benda seperti yang dibahas di subbab 2.4. Selanjutnya kita akan menghitung laju peluruhan dari proses yang kita tinjau pada tingkat kuark dengan menggunakan persamaan-persamaan peluruhan tiga benda tersebut.

Kita terapkan diagram peluruhan tingkat kuark pada gambar 3.3 ke diagram peluruhan tiga benda pada gambar 2.1, dimana M =mb sedang indeks 1,2, dan 3 dapat kita ganti berturut-turut dengan u, qu, dan d.

Kembali ke hasil yang kita peroleh pada persamaan (3.30), kita perlu sekali lagi mengevaluasi perkalian dot dari

(

k k13

)

dan

(

p k2

)

. Untuk itu, sekarang kita tinggal menentukan di dalam kerangka acuan mana kita mulai menghitung. Kita pilih partikel induk mb sebagai acuannya, dimana k2 berada pada sumbu-z. Sehingga, p=

(

mb, 0, 0, 0

)

(3.31) 2

(

, 0, 0,

)

u u

q q

k = E E (3.32)

Maka,

2

u

b q

p k⋅ =m E (3.33)

Kemudian kita hitung

(

k k13

)

dengan menggunakan hukum kekekalan momentum, p= + +k1 k2 k3 (3.34) Sehingga kita dapatkan,

1 3 1

(

1 3

)

2 12 32 2

k k⋅ =  k +kkk

 

(

)

2 2 2

2 1 3

1

2 p k k k

 

= − − −

 

2 2 2 2

2 2 1 3

1

2

2 p k p k k k

 

= + − ⋅ − − 1 3 1 2 2 2 2 2

2 b qu b qu u d

k k⋅ = m +mm Emm (3.35) Nilai mb juga dapat langsung kita masukkan ke nilai p pada propagator Boson W. Setelah kita berhasil mengevaluasi kinematikanya, maka sekarang kita telah memiliki hasil akhir dari perhitungan kuadrat kompleks amplitudo 2 , yaitu:


(40)

29

(

)

2 4

2 2 2 2 2

2

2 2 2 2

2

2

u

u u u

bu q d

b q b q u d b q

b W W W

g V V

m m m E m m m E

m M M

 

= + − − −

− + Γ (3.36)

3.3 Perhitungan Laju Peluruhan

Setelah hasil akhir perhitungan kuadrat kompleks amplitudo diketahui, maka langkah selanjutnya adalah menghitung laju peluruhan pada tingkat kuark dengan menggunakan persamaan peluruhan tiga benda. Seperti dijelaskan pada akhir sub bab sebelumnya bahwa kita menerapkan M =mb sedang indeks 1, 2, dan 3 dapat kita ganti berturut-turut dengan u, qu, dan d. Sehingga persamaan Laju peluruhan diferensial untuk peluruhan tingkat kuark b → +d q uu adalah,

13 2

64 u qu

b

d dE dE

m

π

Γ = (3.37)

Kita masukkan nilai kuadrat amplitudo invarian pada persamaan (3.36) ke persamaan (3.37) dan diperoleh,

(

)

2 4 2 2 2

3 2 2 2 2

1

2 32

u

u u

bu q d

b q b q

b W W W

g V V

d m m m E

m M M

π

Γ =  + − −

− + Γ

2 2

u u

u d q u q

mmE dE dE (3.38) Selanjutnya kita tinggal menentukan syarat batas untuk dapat mengerjakan laju peluruhan differensial diatas. Syarat batas yang kita gunakan juga merupakan syarat batas yang digunakan pada persamaan peluruhan tiga benda. Sama seperti yang telah dilakukan diatas, kita tinggal mengganti indeks yang sesuai dengan persamaan tersebut. Perlu diketahui disini karena nilai mb yang jauh lebih besar dari mu,

u

q

m , dan md . Maka kita dapat menggunakan batas seperti pada persamaan (2.41) dan (2.42) sehingga menjadi,

2 u 2

b b

u q

m m

E E

− < < (3.39)

0 2 b u m E


(41)

30

Kedua syarat batas diataslah yang akan kita gunakan untuk menyelesaikan persamaan laju peluruhan differensial pada persamaan (3.38). Kita mulai dengan pengintegralan terhadap u q E .

(

)

(

2 4

2 2 2

2 2

3 2 2 2 2

2 1

32

b u

b u u u u

u

m bu q d

m

u b q q q u q

E

b W W W

g V V

d dE m E m E m E

m M M

π

Γ = + − −

− + Γ

2 2 2

)

u u u

d q b q q

m Em E dE (3.41)

Sehingga diperoleh laju peluruhan diferensial terhadap Eu yaitu,

(

)

2

4 2 2 2 2 2 2

2

3 2 2 2 2

1

32 2 2 2

u u

bu q d b u q u u u

u b W W W

g V V m E m E m E

d

dE π m M M

Γ 

= + − −



− + Γ

2 2 3

2

2 3

d u b u

m E m E 

 (3.42)

Langkah selanjutnya adalah memperoleh persamaan laju peluruhan tingkat kuark, dengan melakukan pengintegralan terhadap Eu.

(

)

(

)

2

4 2 2 2 2

2 2

3 2 2 2 2 0

1

32 2 2

b

u u

m

bu q d b u q u

u

b W W W

g V V m E m E

b dq u

m M M

π

 

Γ → = + −



− + Γ

2 2 2 2 2 3

2 2 3

u u d u b u

u

m E m E m E

dE 

− −  (3.43)

Maka diperoleh,

(

)

(

)

2

4 5 2 3

2

3 2 2 2 2

1

32 48 48

u u

bu q d b q b

u

b W W W

g V V m m m

b dq u

m M M

π

 

Γ → = + −



− + Γ

2 3 2 3 5

48 48 96

u b d b b

m m m m m 

− −  (3.44)

Sehingga jika disederhanakan dapat kita peroleh laju peluruhan pada tingkat kuark yaitu,

(

)

(

)

(

(

)

)

2 4

5 3 2 2 2

2

3 2 2 2 2

1

2 3072

u

u

bu q d

u b b q u d

b W W W

g V V

b dq u m m m m m

m M M

π

Γ → = + − −

− + Γ


(1)

42 0 0 0 0 , 0 σ γ σ =    0 , 0 j j j σ γ σ =  −

 

(

j=1, 2,3

)

(C.6) Disini σ0 adalah matriks identitas 2 2× dan 0 adalah matriks nol 2 2× , sedang σj adalah matriks Pauli.

Beberapa sifat penting dari matriks Dirac adalah sebagai berikut, 0 † 0

,

γ =γ

,

j j

γ = −γ

(

j=1, 2,3

)

(C.7)

( )

γ0 2=1,

( )

γj 2= −1,

(

j=1, 2,3

)

(C.8) γ γ γ0 † 0=γ ,

( )

γγ0=γ γ0 (C.9)

{

γ γ, ν

}

=γ γν+γ γν =2g ν (C.10) Sekarang kita defenisikan juga dalam representasi Chiral matriks Dirac kelima dari empat matriks sebelumnya,

5 5 0 1 2 3 1 0

0 1

i

γ =γ = γ γ γ γ = − 

  (C.11)

Matriks Dirac γ5 ini memenuhi hubungan,

γ5†=γ5, γ52=1,

{

γ γ5,

}

=0, γ γ5 = −γ γ5 (C.12) Dalam matriks Dirac perlu juga didefenisikan perkalian skalarnya dengan momentum empat yang dituliskan dalam notasi Feynman slash.

γ a = /a (C.13) Sekarang kita defenisikan operator proyeksi left-handed dan right-handed, PL dan PR

dalam representasi Chiral,

1 5 1 0 ,

0 0

2 L

P = −γ =  

 

5 0 0

1

0 1

2 L

P = +γ =  

  (C.14)

Dimana 1 dan 0 adalah matriks identitas dan matriks nol orde 2 2× . Kedua proyektor diatas memenuhi beberapa aturan,

2 ,

L L

P =P 2 ,

R R

P =P,

L L

P =P

R R

P =P (C.15)


(2)

43

D. Teorema Trace dan Identitas Kontraksi

Teorema Trace

Untuk menghitung amplitudo diperlukan teorema trace dan juga sifat-sifat matriks Dirac diatas. Adapun beberapa teorema trace yang digunakan adalah,

Tr 1

( )

=4 (D.1) Untuk trace dari matriks Dirac γ dalam jumlah ganjil adalah nol,

(

)

1 2 2 1

Tr 0

n

γ γγ + = (D.2)

Untuk beberapa matriks Dirac γ dalam jumlah genap digunakan teorema,

Tr

(

γ γν

)

=4g ν (D.3) Tr

(

γ γ γ γν ρ σ

)

=4g gν ρσg gρ νσ+g gσ νρ (D.4) Beberapa teorema trace yang melibatkan matriks Dirac γ5,

Tr

(

γ γ5

)

=0 (D.5) Tr

(

γ γ γν 5

)

=0 (D.6) Tr

(

γ γ γ γν ρ 5

)

=0 (D.7) Tr

(

γ γ γ γ γν ρ σ 5

)

=4iǫ νρσ (D.8) dimana ǫ νρσ adalah tensor anti-simetrik Levi-Civita yang didefenisikan sebagai,

1 untuk permutasi genap, 1 untuk permutasi ganjil,

0 jika dua indeks atau lebih adalah sama. νρσ

  = −



ǫ (D.9)

Identitas Kontraksi

Beberapa aturan kontraksi dalam matriks Dirac γ,

γ γ =4 (D.10) γ γ γν = −2γν (D.11) γ γ γ γν ρ =4gνρ (D.12) γ γ γ γ γν ρ σ = −2γ γ γσ ρ ν (D.13)


(3)

44

E. Spinor Dirac

Spinor Dirac untuk partikel bebas memiliki bentuk u p s

(

,

)

dan υ

(

p s,

)

, dimana masing-masing memiliki spinor adjoint yang didefenisikan dengan,

u p s

(

,

)

=u p s

(

,

)

γ0 (E.1)

υ

(

p s,

)

=υ

(

p s,

)

γ0 (E.2) Dengan menggunakan spinor Dirac ini, maka persamaan Dirac dapat ditulis dalam bentuk,

(

/pm u p s

)

(

,

)

=0,

(

/p+m

)

υ

(

p s,

)

=0 (E.3) Sedangkan dalam bentuk spinor adjoint menjadi,

u p s

(

,

)

(

/pm

)

=0, υ

(

p s,

)

(

/p+m

)

=0 (E.4) Normalisasi pada spinor Dirac,

u p s u p r

(

,

) (

,

)

=2sr (E.5) υ

(

p s,

) (

υ p r,

)

= −2sr (E.6) u p s

(

,

) (

υ p r,

)

=υ

(

p s u p r,

) (

,

)

=0 (E.7) Operator penjumlahan spin dalam spinor Dirac didefenisikan sebagai,

(

,

) (

,

)

s

u p s u p s = +/p m

(E.8)

(

,

) (

,

)

s

p s p s p m

υ υ = −/

(E.9)

F. Arti Simbol dan Singkatan

L

Q State kuark left-handed R

Q State kuark right-handed γ Matriks Dirac

a

σ Matriks Pauli

∂ Turunan


(4)

45 ( )x

α Fungsi ruang waktu

( )x

θ Parameter transformasi lokal (2)L

SU Sub grup weak isospin

(1)Y

U Sub grup weakhypercharge

g Konstanta kopling SU(2)L

g′ Konstanta kopling U(1)Y a

W Medan vektor boson untuk SU(2)L

B Medan vektor boson untuk U(1)Y a

T Operator isospin

Y Operator hypercharge

i

Fν Kuat medan SU(2)L

B ν Kuat medan U(1)Y ijk

ǫ Konstanta struktur SU(2)L Φ Medan boson Higgs

φ+ Medan skalar kompleks untuk muatan positif φ− Medan skalar kompleks untuk muatan negatif

0

φ Medan skalar kompleks netral

Φ Konjugate hermit medan Higgs

D Derivatif kontravarian ( )

V Φ Potensial Higgs

Parameter massa dalam mekanisme Higgs λ Konstanta kopling diri dalam mekanisme Higgs υ Parameter radius dalam mekanisme Higgs

0

Φ Vacuum expectation value pada keadaan dasar

W± Medan bermuatan boson W

Z Medan netral boson Z

A Medan foton


(5)

46

ω

θ Sudut Weinberg atau sudut mixing lemah

e Koefisien interaksi elektromagnetik (muatan elektron) /∂ Feynman slash untuk gradien kovarian (γ ∂ )

W

J + Arus boson W bermuatan positif W

J − Arus boson W bermuatan negatif Z

J Arus boson Z EM

J Arus elektromagnetik

u

f Konstanta kopling kuark u, c, dan t d

f Konstanta kopling kuark d, s, dan b

U Matriks satuan untuk kuark u, c, dan t

V Matriks satuan untuk kuark d, s, dan b CKM

V Matriks Cabibbo-Kobayashi-Maskawa

g ν Tensor metrik

p Momentum partikel awal

k Momentum partikel akhir W

M Massa boson W

W

Γ Laju peluruhan boson W

ij

V Elemen matriks CKM transisi i ke j Γ Laju peluruhan

Amplitudo invarian

p Vektor empat momentum

s Spin partikel dalam spinor L

P Operator proyeksi left-handed R

P Operator proyeksi right-handed τ Waktu hidup


(6)