Frasa Endosentris Jenis-jenis Frasa

Ada juga frasa endosentris atributif klitikal yaitu frasa endosentris yang unsur atributnya berupa klitik. Klitik adalah bentuk terikat yang secara fonologis tidak mempunyai tekanan sendiri dan yang dapat dianggap morfem terikat karena dapat mengisi gatra pada tingkat frasa atau klausa, tetapi tidak mempunyai ciri- ciri kata karena tidak dapat berlaku sebagai bentuk bebas. 18 Contoh-contoh frasa endosentris atribut klitikal adalah sebagai berikut: - majalahku - tabloidmu - artiklelnya - kaubaca c. Frasa Endosentris Apositif Frasa ini memiliki sifat yang berbeda dengan frasa endosentris koordinatif dan atributif. Dalam frasa endosentris yang koordinatif unsur-unsurnya dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau, dan dalam frasa endosentris yang atributif unsur-unsurnya tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau dan secara semantik ada unsur terpenting, yang lebih penting dari unsur lainnya. Dalam frasa Ahmad, anak Pak Sastro unsur-unsurnya tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau dan secara semantik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Sastro, sama dengan unsur lainnya, yaitu sama dengan unsur Ahmad. Karena sama, maka unsur anak Pak Sastro dapat menggantikan unsur Ahmad: - Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar - Ahmad __ sedang belajar - __anak Pak Sastro sedang belajar Unsur Ahmad merupakan unsur pusat atau inti, sedangkan unsur anak Pak Sastro merupakan aposisi Ap. Menurut Kridalaksana dalam Imam Baehaqie menjelaskan bahwa frasa endosentris yang apositif mempunyai unsur-unsur 1 dihubungkan dengan konjungsi yang 2 hanya dirangkai oleh tanda koma, atau 18 Imam Baehaqie, op. cit., h. 30 3 dipisahkan dengan tanda pisah -- yang diikuti ungkapan pengukuhan atau perbaikanperalatan. 19 Misalnya: - Imielda yang ketua Hima Bahasa dan Sastra Indonesia - Barik, adiku - Jokowi, Presiden RI - Goblok –eh maaf, bodoh

2. Frasa Eksosentris

Menurut Ramlan, frasa eksosentrik adalah frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya. 20 Berbeda dengan pendapat Alwi dalam Heny Sulistyowati bahwa konstruksi eksosentris tidak mempunyai konstituen inti karena tidak ada konstituen yang dapat mewakil seluruh konstruksi itu. 21 Frasa eksosentris mempunyai dua komponen. Komponen yang pertama berupa perangkai dan perangkai itu berwujud preposisi partikel dan komponen kedua berupa sumbu. Frasa yang berperangkai preposisi disebut frasa preposisional atau frasa eksosentris direktif seperti di, ke, dari, oleh, sebagai, dan untuk. Frasa yang berperangkai lain disebut frasa eksosentris nondirektif. 22 Frasa eksosentris nondirektif yang berperangkai lain yaitu berupa artikula, sedangkan unsur sumbunya berupa kata atau kelompok kata yang berkategori nomina, adjektiva, atau verba. Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina. Dalam bahasa Indonesia ada beberapa kelompok artikula, yaitu 1 yang bersifat gelar, seperti sang, sri, hang, dan dang 2 yang mengacu ke makna kelompok, seperti para, kaum, dan umat, serta 3 yang menominalkan. Artikula jenis ini dapat mengacu pada makna tunggal maupun generik, bergantung kepada konteks kalimatnya. Contoh artikula jenis ini adalah si dan yang. 23 Adapun contoh frasa eksosentris direktif adalah sebagai berikut: 19 Ibid., h. 33 20 M. Ramlan, op. cit., h. 142. 21 Heny Sulistyowati, op. cit., h. 19. 22 E. Zaenal Arifin dan Junaiyah, Sintaksis, Jakarta: PT. Grasindo, anggota IKapi, 2008, h.19. 23 Imam Baehaqie, op. cit., h. 38. - Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di- dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru - perpustakaan - Lulu ingin bekerja sebagai dokter Lulu ingin bekerja sebagai – Lulu ingin bekerja –dokter - Roti itu dimakan oleh Ajeng Roti itu dimakan Ajeng Roti dimakan oleh – - Ayah pergi ke sawah Ayah pergi ke- Ayah pergi – sawah Contoh frasa eksosentris nondirektif: - Sang suami sudah datang - Para tamu sudah datang - Si miskin perlu diperhatikan - Kaum marginal perlu diperhatikan - Umat Islam cinta kebersihan Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dalam bahasa Indonesia konteks verbal tertentu dapat pengecualian berkaitan dengan penggunaan preposisi oleh, yang tidak wajib hadir dalam kalimat pasif. Hal inilah yang menyebabkan kontruksi frasa eksosentris berperangkai oleh menjadi unik.

C. Hakikat Karangan

Kita dapat menggunakan bahasa secara lisan maupun tulisan. Baik secara lisan maupun tulisan diharapkan bahasa itu digunakan dengan terpilih dan tersusun. Lamudin Finoza memberi batasan mengarang adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan dan atau mengulas topik dan tema tertentu guna memperoleh hasil akhir berupa karangan, adapun pengertian karangan adalah hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan. 24 Bahasa merupakan alat komunikasi yang memiliki prinsip-prinsip umum dari semua bentuk komunikasi. Komunikasi dengan bahasa tulis berarti menghubungkan antara penulis dengan pembaca. Dengan demikian segala pikiran, gagasan, dan perasaan penulis dapat dituangkan melalui bahasa tulis. Jadi secara tidak langsung penulis menceritakan segala perasaannya kepada pembaca. Karangan menurut pendapat Widyamartaya adalah hasil dari suatu proses kegiatan berfikir manusia yang hendak mengungkapkan kandungan jiwanya kepada orang lain atau kepada diri sendiri dalam tulisan. Kegiatan mengarang ini adalah suatu kegiatan manusiawi yang sadar dan berarah, mempunyai mekanika yang perlu diperhatikan agar karangan berhasil baik. 25 Karangan dihasilkan dari penerapan aturan-aturan dan kaidah-kaidah tertentu dengan menarik informasi yang didapat penulis, atau dengan mencari informasi dari ingatan yang kuat. Karangan juga dihasilkan dari proses menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan makna yang bersifat interaktif antara penulis dengan pembaca. Selanjutnya Marwoto menjelaskan, karangan merupakan media komunikasi antara penulis dan pembaca. Penguasaan bahasa adalah modal utama seorang pengarang atau penulis, fiksi maupun ilmiah. Seseorang dapat berbahasa secara teratur, tertib, dan konsisten terhadap kaidah-kaidah kebahasaan yang hidup dalam bahasa yang bersangkutan. 26 Seorang dapat mempelajari teknik dalam membuat kalimat-kalimat bukan hanya harus benar secara kaidah, tetapi juga mengikat, jelas, tegas dan menarik. Dengan melatih dan mempraktikkan secara terus-menerus, akan meluaskan gaya bahasanya. Semuanya itu merupakan aktivitas yang dapat dikerjakan berdasarkan kaidah-kaidah bahasa, sehingga penulis dapat menghasilkan karangan yang baik. 24 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan Bahasa, Jakarta: Diksi Insan Media, 2005, h. 192. 25 A. Widyamartaya. Kreatif Mengarang, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1978, h. 9. 26 Marwoto Ms, dkk, Komposisi Praktis,Yogyakarta: Hanindita, 1985, h. 17. H. Guntur Tarigan menjekaskan bahwa, menulis merupakan keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspersif. Oleh karena itu harus dilatih dan dipraktekkan yang banyak dan teratur. 27 Yang paling penting bagi seorang penulis adalah menguasai prinsip-prinsip menulis dan berfikir yang akan membantunya dalam mencapai tujuan penulisannya, karena untuk menghasilkan karangan yang terpadu adanya suatu peraturan dan penyusunan secara sistematis. Peraturan penyusunan di sini maksudnya adalah proses pencarian dan peratuan prinsip-prinsip sehingga penulis dapat mengorganisasikan gagasan sedemikian rupa agar gagasan itu dimengerti dan dipercaya oleh pembaca. Pendapat lain diungkapkan oleh Nurudin bahwa menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami. 28 M. Yunus mengemukakan bahwa menulis merupakan bentuk komunikasi berbahasa verbal yang menggunakan simbol-simbol tulis sebagai mediumnya. Sebagai sebuah ragam komunikasi, menulis melibatkan empat unsur, yaitu penulis sebagai penyampaian pesan, pesan atau suatu yang disampaikan penulis, saluran atau medium berupa lambang-lambang bahasa tulis seperti huruf dan tanda baca, serta pembaca sebagai penerima pesan. 29 Keterampilan berkomunikasi dengan bahasa tulis yang baik dan benar merupakan nilai materi yang sangat besar. Kekurangan atau ketidakterampilan dalam menyatakan diri akan menjadi hambatan untuk mendukung pikiran, maksud, keinginan, pengalaman, dan perasaan. Oleh sebab itu penulis hendaknya dapat mengatur, menyusun, merangkai, dan menyampaikan bahan-bahannya dengan cara yang logis. Semuanya itu merupakan materi pengetahuan dan keterampilan yang sangat penting untuk dapat menghasilkan bentuk dan cara 27 Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Ketermpilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, 1994, h. 3. 28 Nurudin, Dasar-Dasar Penulisan, Malang: UMM Press, 2010, h. 4. 29 M. Yunus, dkk., Menulis 1, Jakarta: Universitas Terbuka 2008, h. 1.3.