Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 15
c Makna Perkawinan menurut Pandangan Hukum yuridis Dari segi hukum perkawinan sering dipandang sebagai
suatu ”perjanjian”. Dengan perkawinan, seorang pria dan seorang wanita saling berjanji untuk hidup bersama, di depan
masyarakat agama atau masyarakat negara, yang menerima dan mengakui perkawinan itu sebagai sah.
d Makna Perkawinan Pandangan Sosiologi
Secara sosiologi, perkawinan merupakan suatu ”persekutuan hidup” yang mempunyai bentuk, tujuan, dan hubungan yang
khusus antaranggota. Ia merupakan suatu lingkungan hidup yang khas. Dalam lingkungan hidup ini, suami dan istri
dapat mencapai kesempurnaan atau kepenuhannya sebagai manusia, sebagai bapak dan sebagai ibu.
e Makna Perkawinan menurut Pandangan Antropologis
Perkawinan dapat pula dilihat sebagai suatu ”persekutuan cinta”. Pada umumnya, hidup perkawinan dimulai dengan
cinta. Ia ada dan akan berkembang atas dasar cinta. Seluruh kehidupan bersama sebagai suami-istri didasarkan dan
diresapi seluruhnya oleh cinta.
2. Ajaran Kitab Suci Alkitab tentang Perkawinan
a. Menyimak teks Kitab Suci
1 Cobalah temukan teks-teks Kitab Suci yang menjelaskan tentang makna dan hakikat perkawinan Katolik. Tuliskan pasal dan
ayatnya. 2 Sekarang cobalah menyimak teks-teks Kitab Suci berikut ini dan
bandingkan dengan teks Kitab Suci yang kamu temukan.
Kejadian 2:18 - 25
18
TUHAN Allah berirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang
sepadan dengan dia.”
19
Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-
Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu
kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.
20
Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang
16 Kelas XII SMASMK
Semester 1
hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.
21
Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah
satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.
22
Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada
manusia itu.
23
Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan,
sebab ia diambil dari laki-laki.”
24
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya menjadi satu daging.
25
Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa
malu.
Mrk 10:2-12; bdk Luk 16:18
2
Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami
diperbolehkan menceraikan isterinya?”:
3
Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?”
4
Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan
membuat surat cerai.”
5
Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini
untuk kamu.
6
Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan,
7
sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
8
sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan
lagi dua, melainkan satu.
9
Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
10
Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal
itu.
11
Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam
perzinahan terhadap isterinya itu.
12
Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”
b. PendalamanDiskusi
Setelah menyimak teks-teks Kitab Suci, cobalah menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
1 Apa maksud teks Kejadian 2:18-25 berkaitan dengan perkawinan? 2 Apa maksud teks Mrk 10:2-12, berkaitan dengan perkawinan?
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 17
3. Ajaran Gereja tentang Perkawinan