realitas  homo  duplex  masyarakat  Prancis  yang  terepresentasikan  oleh  keluarga Marcel Pagnol.
4.1.1 Realitas Homo Huplex Masyarakat Prancis  secara Umum
Marcel  Pagnol  sebagai  penulis  dan  tokoh  utama,  menunjukkan  adanya perwujudan  homo  duplex  melalui  tokoh-tokoh  yang  terdapat  dalam  roman  La
Gloire de Mon Père . Sebelum masuk pada inti analisis terhadap keluarga Pagnol, berikut representasi kondisi masyarakat Prancis secara umum, atau lebih tepatnya
representasi  masyarakat Prancis dari segi gereja dan pendidikan pada masa itu. 1
Il  est  vrai,  d‟autre  part,  que  le  curé  de  mon  village,  qui  était  fort intelligent,  et  d‟une  charité  que  rien  ne  rebutait,  considérait  la  Sainte
Inquisition  comme  une  sorte  de  Conseil  de  Famille :  il  disait  que  si  les prélats  avaient  brûlé  tant  de  Juifs  et  de  savants,  ils  l‟avaients  fais  les
larmes aux yeux, et pour leur assurer une place au Paradis. LGMP116 „Betul,  selain  itu,  pastor  di  desaku,  yang  sangat  pintar,  dan
memiliki rasa kasih  sayang terhadap sesama  yang tabah terhadap apapun yang  dihadapinya,  dia  menghormati  pengadilan  Katolik  seperti  dewan
keluarga. Dia mengatakan jika gereja membakar banyak orang Yahudi dan orang pandai, mereka membuat pastor tersebut mencurahkan air mata, dan
menjamin mereka sebuah tempat di surga.‟ Bukan  rahasia  lagi,  bahwa  gereja-gereja  di  Prancis  pada  masa  sebelum
revolusi  menduduki  kedudukan  yang  paling  tinggi  dan  sangat  penting.  Selain sebagai  fungsi  relijius,  gereja  juga  memiliki  fungsi  politik  dan  sosial.
Pemerintahan  Prancis  diatur  oleh  undang-undang  gereja.  Pada  masa  Marcel Pagnol,  kekuasaan  gereja  mulai  padam.  Data  di  atas  memberikan  gambaran
realitas  homo  duplex  masyarakat  prancis  yang  diwakili  oleh  pastor  yang  ada  di desa Pagnol tinggal pada masa itu.
Pada kutipan  « ils l‟avaients fais les larmes aux yeux, et pour leur assurer
une  place  au  Paradis „mereka  membuat  pastor  tersebut  mencurahkan  air  mata,
dan menjamin mereka sebuah t empat di surga‟» menunjukan sebuah pertentangan
dalam diri  dan kehidupan sosial sang pastor. Di satu sisi dia merasa sedih sampai harus  menangis  dan  mendoakan  korban  pembakaran  gereja  terhadap  bangsa
Yahudi  dan  orang-orang  pandai  yang  ada  di  Prancis,  sedangkan  di  sisi  lain lingkungan  gerejalah  lingkungan  sosial  sang  pastor  yang  melakukan
pembakaran  tersebut.  Sehingga  antara  kehidupan  diri  sendiri  dan  kehidupan sosialnya  mengalami  sebuah  pertentangan.  Pertentangan  dalam  diri  pastor
membuktikan dengan jelas bahwa terdapat fenomena dua diri dalam dirinya yang disebut homo duplex.
Roman  La Gloire de Mon Père merupakan refleksi  masyarakat pada masa lanjutan  kebijakan  République  Parlementaire  et  Laïcité  1870-1914  yang
merupakan  masa  Republik  ketiga.  Pada  masa  itu  pemerintah  mengeluarkan kebijakan  sekulerisme  http:id.wikipedia.orgwikiLaïcité.  Bentuk  nyata
kebijakan  ini  melalui  roman  La  Gloire  de  Mon  Père  digambarkan  adanya pernggantian pelajaran ilmu ketuhanan dengan ilmu anti gereja, yang dapat dilihat
pada halaman 44 dalam roman tersebut. Kutipan  berikut  ini  menyoroti  masalah  pendidikan  di  Prancis  yang
menjadikan  buku  pegangan  murid-murid,  khususnya  buku  sejarah  sebagai  teks propaganda  bagi  generasi  masa  depan  Prancis  oleh  pemerintah  yang  sedang
berkuasa. 2
Je  n‟en  fais  pas  grief  à  la  République :  tous  les  manuels  d‟histoire  du monde  n‟ont  jamais  été  que  des  livrets  de  propagande  au  service  des
gouvernements. LGMP116 „Saya  tidak  mengeluh  pada  Republik :  semua  buku  pegangan
sejarah  dunia  tidak  lain  merupakan  buku-buku  propaganda  demi kepentingan pemerintah.‟
Masyarakat Prancis pada masa itu terbagi menjadi dua, yaitu masyarakat atheis dan masyarakat relijius. Pagnol merupakan individu  yang termasuk dalam
masyarakat atheis. Dalam kalimat « Je n‟en fais pas grief à la République „Saya
tidak  mengeluh  pada  Republik‟ »  menegaskan  bahwa  Pagnol  tidak  keberatan dengan  adanya  pemerintahan  sekuler  di  negaranaya.  Baginya,  bukan  suatu
masalah  jika  pemerintahannya  melepaskan  diri  dari  kekuasaan  gereja.  Dia menerima  kebijakan  pemerintah  Prancis  untuk  menjadikan  negaranya  menganut
paham  sekularisme.  Dia  tidak  keberatan  ketika  pemerintahnya  menghegemoni generasi muda melalui institusi pendidikan dengan dalih sejarah.
Realita  homo  duplex  dalam  kasus  ini  hadir  dalam  diri  tokoh  Marcel Pagnol,  meskipun  ideologi  antara  pemerintah  dan  Pagnol  sama.  Mengenai  hal
tersebut,  bisa  jadi  karena  ideologi  Pagnol  merupakan  hasil  dari  hegemoni pemerintahnya.  Bagaimanapun  juga  dengan  pemerintahan  sekuler,  kehidupan
individu  bisa  lebih  bebas  dibandingkan  jika  pemerintahan  berada  di  bawah kendali  gereja  atau  agama.  Fakta  homo  duplex  dalam  kasus  ini  muncul  tanpa
adanya pertentangan, karena sebagai individu dan sebagai makhluk sosial, Pagnol dan  pemerintahnya  sama-sama  memilih  sekularisme  sebagai  falsafah  hidup.
Hakikat diri individu Pagnol mengikuti hakikat diri sosialnya tanpa menghadirkan sebuah pertentangan.
Masih  membahas  mengenai  pendidikan  di  Prancis,  murid-murid  dididik agar lebih menyadari tentang bahaya gereja, kerajaan, dan alkohol yang dianggap
sebagai  kemelut  di  negara  mereka.  Para  murid  diajarkan  untuk  menentang kekuasaan mereka.
3 Mais  ce  qu‟ils  haïssaient  le  plus  farouchement,  c‟étaient  les  liqueurs
dites « disgestives », les bénédictines et les chartreuses, « avec privilège du Roy
», qui réunissaient, dans une trinité atroce, l‟Eglise, l‟alcool et la Royauté.
Au-dela  de  lutte  contre  ces  trios  fléaux,  le  programme  de  leurs  etudes était très vaste, et admirablement conçu pour en faire les instructeurs du
peuple, qu‟ils pouvaient comprendre à merveille, car ils étaient presque tou
s fils de paysans ou d‟oùvriers. LGMP117-18 „Namun, yang mereka benci paling sengit, adalah minuman keras
yang  disebut  “digestives”  atau  yang  membantu  pencernaan,  yaitu bénédictines  dan  chartreuses,  « dengan  hak  istimewa  raja »,  yang
mempersatukan  dalam  sebuah  tri  tunggal  mengerikan,  yakni  gereja, alkohol dan kerajaan.
Lebih  jauh  mengenai  pergulatan  melawan  tiga  kemelut  ini, program  dari  pendidikan  mereka  sangatlah  luas.  Dengan  hebat
membentuk  pendidik-pendidik  dari  masyarakat,  yang  dapat  memahami keajaiban,  karena  mereka  hampir  semua  merupakan  anak  petani  atau
buruh.‟ Dua jenis minuman keras digestives atau  yang disebut sebagai minuman
pembantu  pencernaan  yaitu  bénédictines  dan  chartreuses  merupakan  minuman keras buatan rahib atau biarawan dari ordo Bénédictine dan Chartreux Arifin dan
Soemargono  1999:95,157.  Para  biarawan  tersebut  diberi  hak  oleh  pemerintah yang  sedang  berkuasa  ketika  itu  sedang  berkuasa  untuk  memproduksi  minuman
beralkohol  tersebut.  Hal  itu  sebagaimana  tercermin  dalam  kutipan  « « avec privilège du Roy
», qui réunissaient, dans une trinité atroce, l‟Eglise, l‟alcool et la Royauté
„« dengan hak istimewa raja », yang mempersatukan dalam sebuah tri tunggal mengerikan, yakni gereja, alkohol dan
kerajaan‟». Tiga kemelut yang dimaksud di atas adalah gereja, alkohol, dan kerajaan.
Hal  itu  disebut  kemelut  karena  ketiganya  memiliki  kekuasaan  tirani  untuk menghancurkan  masyarakat.  Dengan  asumsi  bahwa  kerajaan  sebagai  kekuasaan
tertinggi  di  Prancis  melegalkan  gereja  untuk  memproduksi  minuman  keras  yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat secara berlebihan sehingga mengakibatkan
kerusakan  moral  masyarakat  pada  waktu  itu.  Oleh  karena  itu,  para  murid  diberi
penjelasan  yang  mampu  menyadarkan  mereka  untuk  melawan  tiga  kekuasaan yang mampu membinasakan masyarakat secara moral tersebut.
Dalam kutipan « Au-dela de lutte contre ces trios fléaux, le programme de leurs etudes était très vaste, et admirablement conçu pour en faire les instructeurs
du peuple, qu‟ils pouvaient comprendre à merveille, car ils étaient presque tous fils  de  paysans  ou  d‟oùvriers  „Lebih  jauh  mengenai  pergulatan  melawan  tiga
kemelut  ini,  program  dari  pendidikan  mereka  sangatlah  luas.  Dengan  hebat membentuk pendidik-pendidik dari masyarakat, yang dapat memahami keajaiban,
karena mereka hampir semua merupakan anak petani atau buruh‟ » membuktikan bahwa  masyarakat  di  sekitar  mereka,  termasuk  orang  tua  mereka  sendiri  yang
berada dibawah kendali kerajaan dan gereja yang juga tergantung pada minuman keras, akan tetapi jiwa anak-anak muda ini terdidik dan diajari agar tidak percaya
pada  gereja dan tidak terpengaruh oleh kerajaan juga agar tidak  mengikuti jejak orang tua mereka yang kecanduan minuman keras.
Unsur  homo  duplex  yang  terdapat  dalam  kutipan  tersebut  dibuktikan  oleh adanya  dua  diri  dalam  masyarakat  Prancis,  khususnya  murid-murid  di  sekolah
keguruan École Normale Supérieure. École Normale Supérieure atau yang biasa disebut
Normale Sup‟, Normale, atau biasa disingkat ENS ini merupakan sebuah perguruan  tinggi  negeri  yang  menelurkan  guru-guru  berkualitas  di  Prancis.
Sekolah tinggi ini didirikan pada tahun 1794, atau sekitar masa revolusi Prancis. Di  sekolah  tinggi  filsafat  ini  para  murid  dilatih  untuk  berjiwa  kritis  dan
dipahamkan tentang nilai-nilai sekular. Para alumninya tersebar di seluruh Prancis dengan  profesi  sebagai  filsuf,  penulis,  ilmuan,  negarawan,  dan  bahkan  orang
gereja http:en.wikipedia.orgwikiécole_Normale_Supérieure.
Secara otomatis, ketika sedang berada di rumah bersama keluarga, mereka harus  menerima  kenyataan  bahwa  orang  tua  mereka  adalah  pecandu  alkohol.
Selain itu, para murid ini harus berada di bawah kendali aturan pemerintah yang secara otomatis dipengaruhi oleh gereja, sementara itu di sekolah mereka diajari
untuk  menentang  ketiga  hal  tersebut,  sehingga  tampak  jelas  adanya  fakta  homo duplex dalam diri setiap murid di sekolah tinggi fisafat tersebut.
Pagnol  menggambarkan  tentang  kondisi  ENS  yang  ada  di  Prancis  pada masa  itu.  Di  sekolah  tersebut,  para  guru  mengajarkan  kepada  murid-muridnya
pelajaran  tentang  paham  yang  menentang  gereja  alih-alih  memberi  pelajaran agama.  Kutipan  berikut  ini  merupakan  realitas  pendidikan  pada  masa  itu.  Bagi
para murid yang telah lulus dari sekolah pendidikan, mereka disebar di beberapa tempat di Prancis untuk menjadi guru. Biasanya mereka akan ditempatkan di desa
lalu akan dipindah ke daerah pinggiran kota kemudian bagi guru yang berprestasi akan  dipindah  dan  menetap  di  kota.  Setelah  menyelesaikan  tugas,  mereka  akan
pensiun  dan  hidup  di  pedasaan  untuk  bercocok  tanam,  seperti  terdapat  dalam kutipan berikut ini.
4 On  fêtait  un  jour,  solennellement,  ses  palmes  académiques :  trois  ans
plus  tard,  il  « prenait  sa  retraite »,  c‟est  le  règlement  la  lui  imposait.
Alors,  souriant  de  plaisir,  il  disait  « je  vais  enfin  pouvoir  planter  mes choux »
Sur quoi, il se couchait, et il mourait. J‟en ai connu beaucoup, de ces maîtres d‟autrefois. LGMP119
„Suatu hari kelak mereka membuat perayaan, sebuah pesta resmi. Medali  penghargaan  dalam  bidang  akademik  mereka:  tiga  tahun
kemudian, dia pensiun, yaitu karena peraturanlah yang membuatnya harus begitu.  Jadi,  sambil  tersenyum  bahagia,  dia  berkata  “akhirnya  saya  bisa
menanam kubis” Di atas mana, dia tidur dan dia meninggal dunia.
Saya mengenal model guru-guru sepe rti ini jaman dulu.‟
Pernyataan  Pagnol  di  atas  menunjukkan  bahwa  para  guru  yang  rata-rata sudah  pensiun  memilih  untuk  hidup  di  desa  dan  menanam  kubis.  Anasir  homo
duplex  terlihat  pada  kutipan  « c‟est  le  règlement  la  lui  imposait.  „yaitu  karena
peraturanla h  yang  membuatnya  harus  begitu‟  ».  Peraturan  di  sini  merupakan
perwakilan dari masyarakat karena peraturan dibuat oleh masyarakat. Peraturanlah yang  membuat  para  guru  ini  harus  melakukan  perayaan  penghargaan  bidang
akademik  dan  mereka  harus  pensiun  pada  waktu  yang  telah  ditentukan.  Secara individu,  tentu  saja  masing-masing  individu  memiliki  keinginaan  dan  harapan-
harapan tersendiri. Misalnya ada di antara para guru yang pensiun itu yang masih ingin mengajar tapi kembali pada peraturan sebagai representasi masyarakat yang
mengharuskannya pensiun pada waktunya. Termasuk rata-rata pensiunan guru yang senang hidup tenang dan menjadi
petani kemudian mati dengan tenang pula di tempat tidur, meskipun tidak semua individu  pensiunan  guru  di  Prancis  masa  itu  yang  menginginkan  menghabiskan
sisa  umur  mereka  di  desa.  Namun,  sebagian  pensiunan  guru  menghabiskan  sisa umur  mereka  dengan  tinggal  di  desa  kemudian  bertani  sebagaimana  tercantum
dalam  kutipan  « je  vais  enfin  pouvoir  planter  mes  choux „akhirnya  saya  bisa
menanam kubis‟ ». Hal tersebut dipertegas oleh Pagnol sebagai saksi hidup yang
mengetahui  fakta-fakta  tentang  pensiunan  guru-guru  negeri  di  Prancis  melalui kutipan  «
J‟en  ai  connu  beaucoup,  de  ces  maîtres  d‟autrefois „Saya  mengenal model guru-guru seperti ini jama
n dulu‟».
4.1.2 Realitas  Homo  Duplex  Masyarakat  Prancis  yang  Direpresentasikan