4.1.2 Realitas  Homo  Duplex  Masyarakat  Prancis  yang  Direpresentasikan
oleh Keluarga Marcel Pagnol
Data-data berikut ini menunjukkan analisis mengenai ideologi masyarakat Prancis  yang  tercermin  oleh  keluarga  Marcel  Pagnol.  Keluarga  Pagnol  menjadi
representasi kolektif masyarakat Prancis pada abad ke-20. Pagnol memulai roman La  Gloire  de  Mon  Père  dengan  menceritakan  tentang  tempat  dia  dilahirkan  dan
asal usul keluarganya. Kutipan berikut ini bercerita mengenai kakek Pagnol yang berprofesi sebagai seorang pemahat batu.
5 Dès qu‟il avait un jour de liberté – c‟est-à-dire cinq ou six fois par an –
il emmenait toute la famille déjeuner sur l‟herbe, à cinquante mètres du pont du Gard.
Pendant  que  ma  grande-mère  préparait  le  repas,  et  les  enfants petaugeaient  dans  la  rivière,  il  montait  sur  les  tabliers  du  monument,
prenait des messures, examinait des joints, relevait des coupes, caressait des pierres.
Après le déjeuner, il s‟asseyait dans l‟herbe, devant la famille en arc de cercle,  en  face  du  chef  d‟œuvre  millénaire,  et  jusqu‟au  soir,  il  le
regardait. C‟est pourqoui, trente ans plus tard, ses fils et ses filles, au seul nom du
pont  du  Gard,  levaient  les  yeux  au  ciel,  et  poussaient  de  longs gémissements.  LGMP1 13-14
„Segera  setelah  dia  memiliki  hari  libur  yaitu  lima  atau  enam  kali per-tahun,  dia  mengajak  seluruh  anggota  keluarga  untuk  sarapan  di  atas
rumput, berjarak lima puluh meter dari  Pont du Gard. Selama nenekku menyiapkan menu, sedangkan anak-anak bermain
air di sungai, dia naik ke atas tirai bangunan, mengukur, menguji engsel, menangkap pukulan, membelai-belai batunya.
Setelah  selesai  sarapan,  dia  duduk  di  atas  rerumputan,  di  depan keluarganya yang membentuk setengah lingkaran, di hadapan hasil karya
agung  yang  berusia  lebih  dari  seribu  tahun,  dan  dia  memandanginya sampai sore.
Itulah  mengapa,  tigapuluh  tahun  kemudian,  anak-anaknya,  ketika sekali  saja  mendengar  nama  Pont  du  Gard  disebut,  mereka  langsung
menengadahkan  wajah  ke  langit  dengan  mata  terbuka  sambil mengeluarkan keluhan yang panjang.‟
Tokoh Marcel  Pagnol  mencoba mengungkapkan  sebuah perwujudan  homo duplex  melalui  karakter  kakeknya  yang  ketika  memiliki  hari  libur  ia  sering
mengajak seluruh anggota keluarga untuk berekreasi di dekat Pont du Gard. Pont du Gard dibangun oleh Marcus Vipsanius Agrippa 63  - 12 SM. Pont-du-Gard
adalah  tempat  untuk  mengalirkan  air  yang  terbuat  dari  batu  yang  beratnya mencapai  enam  ton.  Bangunannya  terdiri  dari  tiga  tingkatan  melintasi  sungai
Gardon,  yang  paling  atas  adalah  kanal  air  walaupun  tampak  seperti  jembatan. Pont-du-Gard
terletak di
kota Vers-Pont-du-Gard
, dekat
Remoulins ,
Departemen Gard
di daerah  selatan Perancis
.  Bangunan  ini  diciptakan  untuk memasok  air  bagi  Romawi  dari
Uzès ke
Nimes ketika  masih  menjadi  kota
Romawi  kuno  bernama  Nemausus.  Bangunan  ini  telah  ditambahkan  oleh UNESCO  sebagai  situs  warisan  dunia  pada  tahun  1985  karena  adanya  nilai
sejarah yang penting http:en.wikipedia.orgwikiPont_du_Gard
. Kakek Pagnol yang seorang tukang pahat batu sangat mengagumi jembatan
tersebut,  sebagaimana  tampak  dalam  kutipan  «il  montait  sur  les  tabliers  du monument,  prenait  des  messures,  examinait  des  joints,  relevait  des  coupes,
caressait des pierres „dia naik ke atas tirai bangunan, mengukur, menguji engsel,
menangkap  pukulan,  membelai- belai  batunya‟»  dan  «en  face  du  chef  d‟œuvre
millénaire,  et  jusqu‟au  soir,  il  le  regardait „di  hadapan  hasil  karya  agung  yang berusia lebih dari seribu tahun, dan dia memandanginya sampai sore‟».
Dalam kutipan di atas tampak bahwa hakikat kakek Pagnol sebagai makhluk individu  lah  yang  ditonjolkannya.  Dalam  hakikat  dua  diri  manusia  sebagai
makhluk  individu  dan  makhluk  sosial,  tidak  selamanya  sisi  sosial  yang diutamakan.  Sebagaimana  data  di  atas,  kakek  Pagnol  tidak  mempedulikan
bagaimana perasaan anak-anaknya sebagai makhluk sosial yang ada di sekitarnya. Pada  kenyataanya,  anak-anaknya  tidak  menyukai  kegiatan  tersebut.  Namun
karena  memerankan  tokoh  masyarakat  sebagai  seorang  anak  yang  harus  hormat dan taat kepada orang tua maka mereka pun menuruti keinginan ayahnya. Bentuk
ketidaksenangan anak-anaknya tersirat dalam kutipan « C‟est pourqoui, trente ans
plus tard, ses fils et ses filles, au seul nom du pont du Gard, levaient les yeux au ciel,  et  poussaient  de  longs  gémissements
„Itulah  mengapa,  tigapuluh  tahun kemudian,  anak-anaknya,  ketika  sekali  saja  mendengar  nama  Pont  du  Gard
disebut,  mereka  langsung  menengadahkan  wajah  ke  langit  dengan  mata  terbuka sambil  mengeluarkan  keluhan  yang  panjang‟».  Kutipan  tersebut  juga
menunjukkan bahwa dikarenakan ayah mereka sangat mengagumi Pont du Gard, dengan  sekali  mendengar  nama  jembatan  yang  terkenal  di  Prancis  itu  disebut,
anak-anaknya  langsung  teringat  dengan  ayahnya.  Kemudian  secara  spontan, mereka mengeluarkan keluhan yang panjang.
Di  dekat  rumah  Pagnol  ada  rumah  pemotongan  hewan.  Selagi  ada kesempatan dia memperhatikan proses penjagalan di tempat tersebut.
6 Pendant  que  ma  mere  faisait  son  petit  ménage,  je  grimpais  sur  une
chaise, devant la fenêtre de la salla à manger, et je r egardais l‟assasinat
des bœufs et des porcs avec le plus vif intérêt. Je crois que l‟homme est naturellement cruel : les enfants et les sauvages en font la preuve chaque
jour. LGMP130 „« Selama ibuku mengerjakan pekerjaan rumah kecilnya, aku naik
ke  atas  kursi,  di  depan  jendela  di  ruang  makan,  dan  aku  menyaksikan pembunuhan sapi dan babi dengan perhatian yang paling besar. Aku yakin
bahwa manusia memiliki sifal alami yang kejam : anak-anak dan binatang buas membuktikannya setiap hari.‟
Dalam  kalimat  « J e  crois  que  l‟homme  est  naturellement  cruel :  les
enfants et les sauvages en font la preuve chaque jour „Aku yakin bahwa manusia
memiliki sifal alami yang kejam : anak-anak dan binatang buas membuktikannya setiap hari‟», menggambarkan sebuah pemikiran homo duplex bahwa diri Pagnol
secara  pribadi  menganggap  manusia  itu  memiliki  sifat  dasar  nakal  karena  tega
membunuh  binatang,  padahal  beberapa  hewan  memang  diciptakan  untuk dikonsumsi manusia. Terlepas dari dia masih kanak-kanak, dia melihat pada anak-
anak  dan  binatang-binatang  buas  yang  tega  melakukan  pembantaian  terhadap makhluk  yang  lebih  lemah.  Misalnya  anak-anak  tega  membunuh  semut.  Dilihat
dari kacamata masyarakat, hal itu memang wajar dan alami. Hal  tersebut  terbukti  dengan  anggapan  bahwa  Pagnol  yang  masih  anak-
anak  menganggap  penyembelihan  terhadap  hewan-hewan  ternak  merupakan sesuatu  yang  lucu  dan  bisa  membuat  tertawa,  namun  ibunya  ternyata  memiliki
pendapat lain. 7
Mais  ma  mère,  qui  survenait  toujours  au  meilleur  moment,  me  faisait descendre  de  mon  observatoire,  et  tout  en  coupant  des  cubes  de  viande
pour le pot-au-feu familial elle me tenait des propos incompréhensible sur la  douceur  du  pauvre  bœuf,  la  gentillesse  du  petit  mouton  frisé,  et  la
méchanceté de ce boucher. LGMP131 „Tapi ibuku, yang selalu datang di saat yang terbaik, menurunkan
diriku  dari  pengamatanku.  Dan  sambil  memotong  daging  membentuk kubus untuk menu le pot-au-feu dia mencekokiku dengan omongan yang
tak bisa dimengerti mengenai penderitaan si sapi yang malang, keramahan domba kecil
yang berbulu keriting, dan tentang kekejaman si jagal itu.‟ Melalui  kutipan  « elle  me  tenait  des  propos  incompréhensible  sur  la
douceur du pauvre bœuf, la gentillesse du petit mouton frisé, et la méchanceté de ce  boucher
„dia  mencekokiku  dengan  omongan  yang  tak  bisa  dimengerti mengenai penderitaan si sapi yang malang, keramahan domba kecil yang berbulu
keriting,  dan  tentang  kekejaman  si  jagal  itu‟»,  ibu  Marcel  Pagnol  berusaha menanamkan  perasaan  simpati  pada  diri  putranya.  Pagnol  menganggap  proses
penyembelihan  dan  proses  hewan  yang  sekarat  adalah  sesuatu  yang  lucu  dan untuk ditertawakan, padahal menurut ibunya dan bisa juga menurut orang lain di
sekitarnya,  proses  penjagalan  memang  harus  ada  tetapi  sebagai  manusia  tidak boleh  menertawakannya  atau  menjadikannya  lelucon  melainkan  harus  kasihan,
karena  hewan-hewan  tersebut  tidak  punya  pilihan  lain  selain  agar  dapat dikonsumsi manusia. Dari hal yang kecil itulah manusia akan mampu bersimpati
dan berempati terhadap sesama makhluk hidup. Realitas  homo  duplex  yang  terdapat  dalam  analisis  di  atas  dapat  dilihat
ketika Pagnol mengamati proses penjagalan dan menganggapnya sebagai lelucon, di  sisi  lain dia harus mendengarkan pendapat  ibunya meskipun dia menganggap
pendapatnya itu tidak masuk akal. Namun karena pada kenyataanya selain Pagnol adalah  makhluk  individu  dia  juga  makhluk  sosial,  maka  dia  pun  lebih
mengutamakan  hakikat  dirinya  sebagai  makhluk  sosial  sehingga  dia  tidak membantah  ibunya  meskipun  ibunya  dianggap  memunculkan  ide  yang
dianggapnya tidak logis. Terkadang  ibu  Marcel  Pagnol  juga  memiliki  kekhawatiran  yang
berlebihan mengenai kecerdasan anaknya. Ketika ibunya hendak belanja ke pasar, Pagnol  kecil  yang  belum  berusia  enam  tahun  selalu  dititipkan  di  kelas  ayahnya
mengajar.  Dia  menjadi  terbiasa  melihat  ayahnya  mengajar  di  kelas  membaca. Pagnol  sendiri  memiliki  kecerdasan  lebih  dibanding  anak-anak  lain  yang
seusianya  atau  bahkan  yang  lebih  tua  darinya  sehingga  dia  bisa  membaca  lebih dini  hanya  dengan  sering  melihat  sang  ayah  mengajari  murid-muridnya.  Hal
tersebut  membuat  ibunya  ketakutan  karena  umurnya  yang  belum  cukup  untuk menerima  pelajaran.  Ibunya  khawatir  otaknya  akan  meledak.  Kekhawatiran
tersebut muncul pada kalimat berikut. 8
Non, je n‟avais mal à la tête, mais jusqu‟à l‟age de six ans, il ne me fut plus  pe
rmis  d‟entrer  dans  une  classe,  ni  d‟ouvrir  un  livre,  par  crainte d‟une explosion cérébrale. Elle ne fut rassurée que deux ans plus tard, à
la  fin  de  mon  premier  trimestre  scolaire,  quand  mon  institutrice  lui
déclara  que  j‟étais  doué  d‟une  mémoire  surprenante,  mais  que  ma maturité d‟esprit était celle d‟un enfant au berceau. LGMP133
„Tidak, saya tidak sakit kepala, tapi sampai umur enam tahun, ayah tidak mengizinkan lagi saya untuk masuk ke dalam kelas, juga tidak boleh
membuka  sebuah  buku,  karena  takut  otak  meletus.  Ibu  tidak  percaya sampai dua tahun kemudian, pada akhir triwulan sekolahku, ketika guruku
memberitahu dia bahwa saya memiliki bakat ingatan yang mengagumkan,
tapi kematangan psikologis saya adalah anak yang masih dalam buaian.‟ Pada  dasarnya,  Pagnol  pandai  membaca  tetapi  kedua  orang  tuanya
melarang  karena  takut  anaknya  mengalami  kerusakan  otak.  Mereka  belum menyadari  jika  anak  mereka  memiliki  bakat.  Kutipan  « Elle  ne  fut  rassurée  que
deux  ans  plus  tard,  à  la  fin  de  mon  premier  trimestre  scolaire,  quand  mon institutrice lui déclara que j‟étais doué d‟une mémoire surprenante, mais que ma
maturité d‟esprit était celle d‟un enfant au berceau „Ibu tidak percaya sampai dua tahun  kemudian,  pada  akhir  triwulan  sekolahku,  ketika  guruku  memberitahu  dia
bahwa  saya  memiliki  bakat  ingatan  yang  mengagumkan,  tapi  kematangan psikologis  saya  adalah  anak  yang  masih  dalam  buaian‟»  menunjukkan  bahwa
orang tua Pagnol  tetap  menghawatirkan jika otak anaknya  rusak.  Sejak  kejadian Pagnol  bisa  membaca,  dia  tidak  diizinkan  lagi  oleh  kedua  orang  tua  mereka
mengikuti  kelas  sang  ayah  atau  membaca  buku  apapun  sampai  dua  tahun kemudian  ketika  dia  sudah  masuk  sekolah.  Bahkan  ibunya  baru  percaya  jika
anaknya  memiliki  bakat  setelah  guru  Pagnol  mengatakan  pada  akhir  triwulan bahwa, meskipun secara psikis Pagnol masih anak-anak namun secara kecerdasan
dia  memiliki  tingkat  intelelektualitas  yang  lebih  tinggi  dibanding  anak-anak seusianya.
Dari  kutipan  8  tampak  adanya  unsur  homo  duplex,  karena  adanya hakikat  dua  diri  dalam  individu  ibu  Pagnol  yakni  ketika  dia  melarang  anaknya
belajar  membaca  dengan  ikut  di  kelas  ayahnya  atau  membaca  buku  apapun.
Sebagai  individu  dia  takut  anaknya  mengalami  kerusakan  otak,  dia  tidak mempedulikan keinginan anaknya untuk mengasah kemampuannya sejak usia dini
dikarenakan  ketidakmengertiannya  mengenai  bakat  bawaan  yang  dimiliki  oleh anak sulungnya tersebut.
Bentuk  pemikiran  homo  duplex  juga  muncul  saat  Marcel  Pagnol memperkenalkan adiknya, Paul.
9 Mon frère Paul était un petit bonhomme de trois ans, la peau blanche, les
joues  rondes,  avec  de  grands  yeux  d‟un  bleu  très  clair,  et  les  boucles dorées de notre grand-père inconnu. Il était pensif, ne pleurait jamais, et
joait  tout  seul,  sous  une  table,  avec  un  bouchonou  un  bigoudi ;  mais  sa voracité était surprenante : de temps à autre, il y avait un drame éclaire :
on  le  voyait  tout  à  coup  s‟avancer,  titubant,  les  bras  écartés,  la  figure violette. Il était en train de mourir suffoque.
Ma  mère  affolée  frappait  dans  son  dos,  enfonçait  un  doight  dans  sa gorge, ou le secouait en le tenant par les talons, comme fit jadis la mère
d‟achille. Alors dans un râle affreux, il expulsait une grosse olive noire, un noyau
de pêche, ou une longue lanière de lard. Après  quoi,  il  reprenait  ses  jeux  solitaires,  accroupi  comme  un  grand
crapaud. LGdMP135
„Adikku  Paul  adalah  seorang  anak  kecil  berumur  tiga  tahun, kulitnya  putih,  pipinya  tembam,  dengan  bola  mata  besar  berwarna  biru
cerah,  dan  rambut  ikalnya  yang  berwarna  keemasan  didapatnya  dari kakek  kami  yang  tak  dikenal.  Dia  asik  dengan  pikirannya  sendiri,  tidak
pernah  menangis,  dan  selalu  bermain  sendirian  di  bawah  meja,  dengan sebuah  gabus  atau  dengan  sebuah  rol  rambut ;  tetapi  kerakusannya
mengejutkan :  kadang-kadang,  terjadi  tragedi :  tiba-tiba  dia  berjalan terhuyung-huyung dengan lengan direntangkan, wajahnya pucat pasi. Dia
sedang setengah mati tercekik.
Ibuku  memukuli  punggungnya  dengan  bingung,  dia  memasukkan jari  ke  dalam  tenggorokan  Paul,  atau  menggoyang-goyangkan  tubuhnya
sambil memegangi tumitnya, seperti yang dilakukan ibunya Achille dulu. Sesudah  itu,  dengan  suara  nafas  yang  menegerikan,  dia
memuntahkan buah zaitun berwarna hitam  besar, biji  persik, atau lemak babi yang dipotong panjang.
Setelah  itu,  dia  kembali  bermain  sendirian  dengan  mainan- mainannya, berjongkok sepe
rti seekor katak besar.‟ Pada kutipan  « Il était pensif, ne pleurait jamais, et joait tout seul, sous
une  table,  avec  un  bouchonou  un  bigoudi „Dia  asik  dengan  pikirannya  sendiri,
tidak  pernah  menangis,  dan  selalu  bermain  sendirian  di  bawah  meja,  dengan seb
uah gabus atau dengan sebuah rol rambut‟», menegaskan bahwa Paul memiliki karakter  penyendiri.  Paul  bisa  menyenangkan  dirinya  sendiri  hanya  dengan
bermain  mainan  remeh  temeh.  Pagnol  mengatakan  bahwa  adiknya  sangat  rakus sampai  membuatnya  keheranan.  Hal  itu  terlihat  dengan  kebiasaanya  menelan
makanan bulat-bulat tanpa perlu banyak mengunyahnya. Sampai-sampai anak itu pernah  hampir  mati  tersedak  makanan,  sehingga  ibunya  yang  berjuang
mengeluarkan makanan yang menyumbat kerongkongan adiknya. Tampak dalam kalimat  « Ma  mère  affolée  frappait  dans  son  dos,  enfonçait  un  doight  dans  sa
gorge, ou le secouait en le tenant par les talons „Ibuku memukuli punggungnya
dengan  bingung,  dia  memasukkan  jari  ke  dalam  tenggorokan  Paul,  atau menggoyang-goyangkan  tubuhnya  sambil  m
emegangi  tumitnya‟ »,  jika  ibu Pagnol  yang  membantu  mengeluarkan  makanan-makanan  yang  hampir
membunuh adiknya itu. Usaha  ibunya  memberi  bukti  bahwa  Paul  sebagai  makhluk  sosial  lebih
utama  daripada  Paul  sebagai  makhluk  individu.  Meskipun  pada  akhirnya  dia kembali  kepada  individualitasnya  sebagai  dirinya  sendiri  yang  penyendiri  yang
tampak dalam kutipan «Après quoi, il reprenait ses jeux solitaires „Setelah itu, dia
kembali bermain sendirian dengan mainan-mainannya, berjongkok seperti seekor katak  besar‟».  Meskipun  demikian,  Paul merupakan  makhluk  sosial  yang  selalu
membutuhkan  orang  lain,  apalagi  dia  masih  anak-anak  yang  berusia  tiga  tahun. Fenomena  homo  duplex  pada  diri  Paul  ialah  ketika  ia  yang  penyendiri  ternyata
masih  membutuhkan  ibunya  untuk  bertahan  hidup  ketika  dia  tersedak  makanan yang biasa ditelannya tanpa banyak dukunyahnya.
Ketika umur Marcel Pagnol mendekati enam tahun, dia masuk ke sekolah taman kanak-kanak. Setiap hari kamis dan minggu, Bibi Rose mengajaknya jalan-
jalan  di  taman  Borély  dan  selalu  duduk  di  bangku  yang  sama.  Biasanya  ketika bibinya  sedang  merajut,  Pagnol  akan  bermain  sendirian  seperti  yang  terdapat
dalam kalimat-kalimat berikut ini. 10
Ma  principale  occupation  était  de  lancer  du  pain  aux  canards.  Ces stupides animaux me connaissaient bien. Dès que je montrai un croûton,
leur  flottille  venait  vers  moi,  à  force  de  palmes,  et  je  commençais  ma distribution.
Lorsque  ma  tante  ne  me  regardait  pas,  t out  en  leur  disant,  d‟une  voix
suave, des paroles de tendresse, je leur lançais aussi des pierres, avec la ferme intention d‟en tuer un. Cet espoir, toujours deçu, faisait le charme
de  ces  sorties,  et  dans  le  grinçant  tramway  du  Prado,  j‟avais  des frémissements d‟impatience. LGMP138-39
„Kesibukan  utamaku  adalah  memberi  roti  pada  itik-itik.  Binatang bodoh  ini  sudah  mengenalku  dengan  baik.  Segera  setelah  saya
mengangkat kulit roti, armada kecil mereka datang ke arahku, pada kaki selaput yang kuat, dan saya mulai membagikan.
Dikarenakan  bibi  tidak  memperhatikanku,  semua  dari  mereka berbicara,  dengan  suara  merdu,  berbicara  lembut,  saya  juga  melempari
mereka  dengan  batu-batu,  dengan  niat  yang  kuat  agar  bisa  membunuh satu ekor. Harapan itu, selalu kecewa, melakukan dengan indah pelepasan
itu, dan deritan trem dari Prado, saya gelisah dalam ketidaksabara n.‟
Sebagai  makhluk  individu,  tampak  dalam  kutipan  di  atas  bahwa  Marcel Pagnol memiliki karakter yang cukup bandel untuk ukuran anak-anak seusianya.
Pada kutipan « je leur lançais aussi des pierres , avec la ferme intention d‟en tuer
un „saya  juga  melempari  mereka  dengan  batu-batu,  dengan  niat  yang  kuat  agar
bisa  membunuh  satu  ekor‟»,  menegaskan  bahwa  jika  bibinya  tidak  melihat perbuatannya, dia ingin membunuh salah satu ekor itik. Dia berpura-pura menjadi
anak  yang manis dengan memberi roti pada itik-itik  yang ada di  sungai  padahal dia  juga  menyertakan  batu  ketika  melemparkan  rotinya.  Harapan  Pagnol  yang
besar agar batu-batunya berhasil membunuh salah satu itik-itik itu selalu kandas,
dikarenakan  kebisingan  dari  trem  yang  lewat  sehingga  dia  merasa  gelisah  dan tidak sabar.
Realitas  homo  duplex  pada  data  10  di  atas  hadir  ketika  Pagnol  secara individu  berhasrat  ingin  membunuh  salah  satu  itik  namun  dia  menyadari  jika
dilihat dari moralitas masyarakat, hal itu merupaka perbuatan yang amoral. Oleh karena itu, dia melakukan aksinya dengan sembunyi-sembunyi, yaitu dengan cara
berpura-pura membagikan roti pada para penghuni sungai Borély tersebut. Begitu  pula  ketika  penjaga  taman  tersebut  memperhatikan  apa  yang  dia
lakukan,  dia  akan  bersikap  manis  dan  membagikan  roti  pada  itik  sambil melontarkan  kalimat-kalimat  menyenangkan.  Kalimat  berikut  mempertegas  ide
mengenai homo duplex pada tokoh Marcel Pagnol. 11
Le  garde  –  un  blassé  –  me  parut  peu  intéressé  par  ce  spectacle :  il tourna simplement le dos, et s‟en alla à pas comptés. Je sortis aussitôt
ma pierre, et j‟eus la joie – un peu inquiète – d‟atteindre en pleine tête le vieux père canard. Mais au lieu de chavirer et de couler à pic
– comme je l‟espérais – ce dur-à-cuire vira de bord, et s‟enfuit à toutes palmes, en
pouss ant de grands cris d‟indignation. A dix mètres du bord, il me lança
toutes les injures qu‟il savait, soutenu par les cris déchirants de toute sa famille. LGMP139-40
„Penjaga  yang  bosan  tampak  olehku  kurang  tertarik  pada pertunjukan ini : dia berbalik dengan sederhana, dan dia beranjak dengan
langkah pasti. Saya segera mengeluarkan batu, dan saya senang – sidikat
cemas – mengenai tengah-tengah kepala bapak itik tua. Tapi di tengah-
tengah terbalik karam dengan menukik – seperti yang saya harapkan – si
sukar untuk dimasak ini menepi, dan melarikan kaki-kaki berselaputnya, sambil  meneriakkan  teriakan  keras  karena  kesal.  Sepuluh  meter  dari
tepian  dia  berhenti  dan  kembali  ke  arah  saya,  masuk  ke  dalam  air  dan mengepak-epakkan  sayapnya,  dia  melontarkan  pada  saya  semua  luka
yang  dia  bisa,  tertahan  oleh  jeritan  yang  menyayat  hati  dari  semua
keluarganya.‟ Dari kutipan «
il tourna simplement le dos, et s‟en alla à pas comptés. Je sortis aussitôt ma pierre, et j‟eus la joie – un peu inquiète – d‟atteindre en pleine
tête le vieux père canard „dia berbalik dengan sederhana, dan dia beranjak dengan
langkah pasti. Saya segera mengeluarkan batu, dan saya senang – sidikat cemas –
mengenai tengah- tengah kepala bapak itik tua‟» dapat diketahui jika Pagnol hanya
akan  melakukan  usahanya  untuk  membunuh  itik-itik  tersebut  ketika  tidak  ada seorang pun yang melihat aksinya.
Realitas  homo  duplex  dari  data  tersebut  muncul  ketika  Marcel  Pagnol tidak  berani  melempari  itik  dengan  batu  ketika  ada  penjaga  taman.  Sebaliknya
ketika  tidak  ada  penjaga  yang  mengamatinya  dia  segera  melempari  itik  dengan batu  meskipun  tentu  saja  dengan  perasaan  cemas,  karena  jika  ada  orang  yang
melihat apa yang dikerjakannya, tentu orang itu akan melarangnya. Alhasil Pagnol melempari  itik  dengan  sembunyi-sembunyi  dan  perasaan  cemas  yang
menghinggapinya  karena  takut  ada  yang  menangkap  basah  perbuatanya  itu merupakan wujud adanya elemen homo duplex. Di satu sisi, dia sangat berhasrat
membunuh  si  itik  namun  disisi  lain,  sebagai  makhluk  sosial  perbuatannya  itu merupakan sebuah tindakan yang menyalahi aturan masyarakat.
Pada  suatu  pagi  ketika  sedang  sarapan,  ayah  dan  ibu  Pagnol  sedang berkumpul di ruang makan, kemudian Pagnol menyambangi mereka karena kopi
susunya pun sudah tersedia di meja makan. 12
Elle me demanda : -
Tu t‟es lavé les pieds ? Comme  je  savais  qu‟elle  attachait  une  importance  particulière  à  cette
opération futile, et  dont la  nécessité me parassait  inexplicable  puisque les pieds, ça ne voit pas, je repondis avec assurence :
- Tous les deux.
- Tu t‟es coupé les ongles ?
Il me sembla que l‟aveu d‟un oubli confirmerait la réalité du reste. -
Non, dis-je, je n‟y ai pas pensé. Mais je les ai taillés dimanche. -
Bien, dit-elle. Elle parut satisfaite. Je les fus aussi. LGMP155
„Dia bertanya pada saya : -
Kamu sudah mencuci kakimu?
Karena saya tahu bahwa dia menambatkan suatu kepentingan tertentu pada pekerjaan remeh-temeh ini, dan kebutuhan yang bagiku terlihat tak
dapat dijelaskan dikarenakan kaki tidak terlihat, saya menjawab dengan pasti :
-
Dua-duanya. -
Kamu sudah memotong kuku jari kakimu? Sepertinya  pengakuan  bahwa  saya  lupa  mengonfirmasi  kenyataan
yang tersisa. -
Tidak,  saya  bilang,  saya  tidak  kepikiran.  Tapi  saya  sudah memotongnya pada hari minggu.
- Bagus, katanya.
- Dia tampak puas. Begitu pula saya.‟
Bagi ibu Pagnol atau ibu-ibu lainnya, sudah menjadi hal yang biasa untuk menanyakan  apakah  anaknya  sudah  mengerjakan  kewajibannya.  Salah  satunya
dengan  menanyakan  apakah  Pagnol  sudah  membersihkan  kakinya  atau  belum, sebagaimana  terdapat  dalam  kutipan  «
Comme  je  savais  qu‟elle  attachait  une importance particulière à cette opération futile, et dont la nécessité me parassait
inexplicable  puisque  les  pieds,  ça  ne  voit  pas,  je  repondis  avec assurence
„Karena saya tahu bahwa dia menambatkan suatu kepentingan tertentu pada  pekerjaan  remeh-temeh  ini,  dan  kebutuhan  yang  bagiku  terlihat  tak  dapat
dijelaskan  dikarenakan  kaki  tidak  terlihat,  saya  menjawab  dengan  pasti‟». Menurut  sudut  pandang  Pagnol  saat  itu,  ibunya  sangat  berlebihan  dalam
mengurusi hal-hal sepele seperti mencuci kaki dan memotong kuku. Dikarenakan sudah  terbiasa  dengan  pertanyaan  macam  itu,  Pagnol  memilih  untuk  berbohong
pada ibunya bahwa dia sudah mengerjakan pekerjaan tersebut. Realitas homo duplex yang terdapat dalam pribadi Marcel Pagnol adalah
ketika dia memilih untuk membohongi ibunya demi menghindari kemarahan sang ibu  atau  perintah  untuk  mengerjakan  pekerjaan  yang  dianggap  sepele  olehnya
namun penting bagi ibunya saat itu juga. Perintah-perintah yang sama pun dialami
oleh Paul ketika dia ikut bergabung dalam rutinitas pagi itu, yang tampak dalam percakapan 13 berikut ini.
13 J‟allais poser mille questions, lorsque ma mère me dit:
- Mange.
Et  comme  j‟oubliais  ma  tartine,  elle  poussa  ma  main  vers  ma  bouche. Puis, elle se tourna vers Paul :
- Toi, va d‟abord mettre tes pantoufles, sinon tu vas nous faire encore
une angine. Allez, file Il fila. LGMP156
„Saya hendak mengajukan ribuan pertanyaan, ketika ibu berbicara pada saya :
- Makan.
Dan karena saya lupa kue saya, dia mendorong ke arah mulut saya. Kemudian, dia beralih kepada Paul :
- Kamu,  pakai  dulu  sepatu  rumahmu,  jika  tidak  kamu  akan  terkena
radang amandel. Ayo segera Paul pun beranjak.‟
Dalam kalimat  « comme j‟oubliais ma tartine, elle poussa ma main vers
ma  bouche „karena  saya  lupa  kue  saya,  dia  mendorong  ke  arah  mulut  saya‟ »,
Pagnol  menunjukkan  bahwa  hasrat  individunya  yang  ingin  menanyakan  banyak hal dihalau oleh ibunya dan agar dia segera memakan kuenya. Begitu pula dengan
yang  terjadi  dengan  Paul.  Paul  yang  dengan  sesuka  hatinya  tidak  mau  memakai sandal  rumah  harus  rela  menepis  hasrat  individunya  itu,  yang  kemudian  ia  pun
beranjak dan mengambil sandal rumahnya. Hal itu terlihat dalam kutipan « Toi, va d‟abord mettre tes pantoufles, sinon tu vas nous faire encore une angine. Allez,
file   -  Il  fila „Kamu, pakai dulu sepatu rumahmu, jika tidak kamu akan terkena
radang amandel. Ayo segera  - Paul pun beranjak‟ ».
Sikap menurut yang dilakukan oleh Pagnol dan saudaranya memunculkan fenomena homo duplex. Di satu sisi menuruti pribadi masing-masing, Marcel dan
Paul ingin melakukan sesuatu yang menurut orang lain di sini ibunya tidak boleh dilakukan akan tetapi pada akhirnya mereka menurut dengan melakukan hal yang
sama yang diharapkan orang lain atau masyarakat lain di sekitarnya. Seperti untuk tidak  banyak  berbicara  ketika  sedang  makan  dan  memakai  sandal  rumah  agar
tidak terkena radang amandel. Meskipun mereka ingin melakukan segala sesuatu sesuai kehendak individu masing-masing tetapi mereka tidak bisa melakukannya
karena  ibunya  yang  merupakan  representasi  dari  masyarakat  melarang  mereka bertindak di luar kebiasaan.
Pagnol  beserta  keluarganya  sedang  mengadakan  perjalanan  menuju  vila untuk  menghabiskan  liburan  musim  panas.  Mereka  menyewa  petani  yang
memiliki  bagal  jantan  untuk  membawakan  barang-barang  kebutuhan  mereka. Dalam perjalanan, mereka kadang-kadang beristirahat. Kesempatan ini digunakan
Paul  untuk  bersenang-senang  bersama  si  bagal  jantan.  Perasaan  iri  yang menghinggapi  hati  kecil  Marcel  Pagnol  ketika  menyaksikan  adiknya  naik  bagal
jantan pada kutipan 14 berikut ini juga menunjukan adanya fakta homo duplex. 14
Paul poussa un cri de joie et courut à la rencontre du mulet : le paysan le  prit  par  les  hanches  et  le  mit  à  califourchon  sur  l‟encolure  de
l‟animal… C‟est ainsi qu‟il vint à notre hauteur : cramponné au collier, ivre  de  fierté  et  de  peur,  il  avait  un  petit  sourire,  à  mi-chemin  entre  la
joie  et  la  panique.  Cependant,  une  honteuse  jalousie  me  dévorait. LGMP181
„Paul mengeluarkan jeritan senang dan berlari mendekati si bagal jantan : pak tani menaikkannya ke pangkal paha lalu mendudukannya de
leher binatang tersebut yang tingginya sampai setinggi kami : menempel terus pada leher, terbuai oleh kebanggaan dan ketakutan, dia tersenyum
kecil, di tengah-tengah antara senang dan panik. Meskipun demikian, aku
diserang perasaan malu karena iri.‟ Paul  sangat  senang  ketika  pak  tani  menaikkannya  ke  punggung  bagal
jantan yang mengangkut barang-barang mereka dalam sebuah perjalanan menuju vila  musim  panas.  Hal  itu  membuat  Pagnol  ingin  merasakan  kebahagiaan  yang
sama,  namun  karena  dia  menyadari  bahwa  status  sosialnya  sudah  lebih  dewasa dibanding  adiknya,  dia  pun  merasa  malu  karna  sempat  merasa  iri  terhadap
adiknya  yang  dibuktikan  dengan  kalimat  «Cependant,  une  honteuse  jalousie  me dévorait
„Meskipun demikian, aku diserang perasaan malu karena iri‟». Rasa  malu  karena  telah  cemburu  pada  kebahagiaan  adiknya  merupakan
pembuktian  adanya  elemen  homo  duplex,  karena  Marcel  Pagnol  tidak  dapat menghindari  rasa  iri  hati  saat  melihat  adiknya  dinaikkan  bagal  jantan  oleh  pak
tani.  Hanya  saja,  Marcel  Pagnol  sadar  bahwa  dia  sudah  lebih  besar  dan  tidak pantas  diperlakukan  seperti  adiknya  yang  tentu  saja  lebih  kecil  dibandingkan
dirinya.  Kesadaran  akan  status  sosial  sebagai  seorang  kakak  inilah  yang membuatnya merasa malu karena sempat merasa iri terhadap saudaranya.
Mereka  tiba  di  tempat  tujuan  mereka  di  Bastide  Neuve.  Bastide  Neuve, sebagaimana  disebutkan  dalam  novel  La  Gloire  de  Mon  Père  pada  halaman  99
merupakan  reruntuhan  tanah  pertanian  tua,  yang  dibangun  kembali  tiga  puluh tahun kemudian oleh seorang pria dari kota, yang menjual kain untuk tenda, kain
pel, dan sapu. Ayah dan paman Marcel Pagnol menyewanya seharga 80 francs per tahun  atau  empat  mata  uang  emas  Prancis  lama.  Ketika  sedang  terjadi  badai,
keluarga  Pagnol  dan  Paman  Jules  berkumpul  di  ruang  keluarga.  Paman  Jules bercerita  tentang  kebun  anggur.  Hingga  suatu  ketika  Paman  Jules  melontarkan
pertanyaan  pada  Marcel  Pagnol,  yang  jawabannya  justru  membuat  Paman  Jules tidak senang.
15 -  Voilà  le  résultat  d‟une  école  sans  Dieu   Les  effets  grandioses  de
l‟Amour, il les attribue à la crainte du Sulfate de Cuivre  Cet enfant, qui n‟est  pas  un  monstre,  vient  donc  de  faire  spontanément  une  réponse
montrueuse.  Mesurez,  mon  cher  Joseph,  la  grandeur  de  vos  effrayentes responsabilités
- V oyons, Jules, dit ma mère, vous pensez bien qu‟il a dit ça pour rire
-  Pour rire ? s‟écria l‟oncle. Ce serait encore pire ... Je préfère croire
qu‟il n‟a pas bien compris ma question. LGMP1119
- „Ini  dia  hasil  sebuah  sekolah  tanpa  Tuhan  Efek  yang  mengesankan
tentang cinta, sekolah itu memberi murid-muridnya ketakutan pada sulfat tembaga Bocah ini, yang bukanlah seorang monster, baru saja memberi
jawaban  secara  sepontan  seperti  monster.  Pikirkan  itu  Joseph,  besarnya tanggung jawab yang mengerikan
-  Lihat,  Jules,  kata  ibuku,  pikirkan  baik-baik  kalau  dia  mengatakan  itu untuk lelucon
- Untuk lelucon?  Teriak paman. Itu malah lebih buruk lagi Saya lebih suka  mempercayai  bahwa  dia  tidak  memahami  dengan  baik
pertanyaanku.‟ Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa Paman Jules memiliki ide
bahwa keponakannya yang masih polos itu memiliki dua hakikat diri yang saling bertentangan. Hal itu ditunjukkan melalui ucapannya, «
Cet enfant, qui n‟est pas un monstre, vient donc de faire spontanément une réponse montrueuse
„Bocah ini, yang  bukanlah  seorang  monster,  baru  saja  memberi  jawaban  secara  sepontan
seperti  monster ‟».  Paman  Jules  menganggap  jika  pada  hakikatnya  Pagnol
bukanlah  anak  yang  mengerikan,  namun  karena  pengaruh  dari  ayah  dan lingkungan  sekolahnya  dia  menjadi  manusia  yang  tumbuh  menjadi  seperti
monster.  Bahkan  Paman  Jules  tidak  bisa  mengerti  pembelaan  ibu  Pagnol  yang mengatakan  bahwa  jawaban  putranya  itu  dilontarkannya  untuk  sebuah  lelucon.
Bagi Paman Jules jawaban Marcel Pagnol yang menyiratkan ketidakadaan campur tangan  Tuhan  dalam  urusan  kehidupan  di  dunia  ini  menunjukkan  hasil  didikan
ayah dan sekolahnya yang atheis. Hal itu disiratkan oleh kalimat « Voyons, Jules, dit  ma  mère,  vous  pensez  bien  qu‟il  a  dit  ça  pour  rire   -  Pour  rire ?  s‟écria
l ‟oncle. Ce serait encore pire ... Je préfère croire qu‟il n‟a pas bien compris ma
question „Lihat,  Jules,  kata  ibuku,  pikirkan  baik-baik  kalau  dia  mengatakan  itu
untuk lelucon - Untuk lelucon?  Teriak paman. Itu malah lebih buruk lagi Saya lebih suka me
mpercayai bahwa dia tidak memahami dengan baik pertanyaanku‟ »
Dari  hasil  analisis  di  atas  dapat  disimpulkan  mengenai  ide  paman  Jules bahwa Pagnol seharusnya bukanlah monster, akan tetapi karena pendidikan yang
diberikan  kepadanya  adalah  pendidikan  atheis,  maka  dia  pun  tumbuh  layaknya monster  yang  tidak  percaya  pada  Tuhan.  Fenomena  homo  duplex  muncul  pada
tokoh  Marcel  Pagnol  melaului  pemikiran  Paman  Jules.  Ide  pertama  adalah anggapan bahwa secara individu Marcel Pagnol kecil sebenarnya adalah manusia
baik  yang  percaya  pada  Tuhan,  namun  disebabkan  oleh  ayahnya  yang  tidak percaya  pada  Tuhan  memasukkannya  ke  sekolah  atheis.  Akibatnya  dia
terpengaruh  oleh  lingkungan  sekitarnya  yang  tidak  percaya  Tuhan,  sehingga paman  Jules  beranggapan  bahwa  keponakannya  menjadi  seperti  monster
sebagaimana orang-orang di sekelilingnya. Aktivitas  penting  selanjutnya  adalah  rencana  untuk  berburu  yang  akan
dilakukan oleh ayah dan paman Jules. Ketika dia mengetahui dirinya tidak diajak dia  pun  menjadi  skeptis  dan  memaksa  untuk  ikut.  Hal  itu  mebuat  ayah  dan
pamannya  menyerah  dan  terpaksa  membohonginya.  Mereka  mengatakan  jika Pagnol diizinkan untuk ikut. Dia merasa sangat senang karena mengira akhirnya
ayah  dan  pamannya  berkenan  mengajaknya.  Dia  pun  memiliki  ide  untuk  tidak memberitahu Paul agar sang adik  yang dianggapnya masih kecil tidak ingin ikut
berburu juga. 16
-    Seulement,  dis-je  ensuite, il ne faudra pas  en parler  à Paul,  parce qu‟il trop petit. Il ne pourrait pas marcher si loin.
- Hé hé, dit mon père, tu vas donc mentir à ton frère ?
- Je ne mentirai pas, mais je ne lui dirai rien.
- Mais s‟il t‟en parle ? dit ma mère.
- Je lui menterai, parce que c‟est pour son bien.
- Il a raison  dot mon oncle.
Puis, me regardant bien dans les yeux, il ajouta :
- Tu viens de dire une parole importante, tâche de ne pas l‟oublier : il
est  permis  de  mentir  aux  enfants,  lorsque  c‟est  pour  leur  bien. LGMP1160-161
- „Hanya saja, kataku selanjunya, tidak perlu berbicara tentang ini pada
Paul, karena dia terlalu kecil. Dia tidak bisa berjalan sangat jauh. -
O o, kata ayahku, kamu akan berbohong pada adikmu ? -
Saya tidak akan berbohong, tapi saya tidak akan mengatakan apa-apa padanya.
- Tapi,  bagaimana  kalau  dia  bicara  padamu  mengenai  hal  itu?  Tanya
ibuku. -
Saka akan berbohong padanya karena itu demi kebaikannya. -
Dia benar Kata pamanku. Kemudian, sambil menatap ke dalam mataku, dia menambahkan:
- Kamu  baru  saja  mengatakan  sebuah  kalimat  penting,  wajib  untuk
tidak  melupakannya:  orang  boleh  berbohong  kepada  anak-anak, karena itu demi kebaikan mereka.‟
Setelah  merasa  yakin  telah  diizinkan  ikut  berburu,  Pagnol mengungkapkan idenya pada ayah dan pamannya agar mereka tidak memberitahu
adiknya  mengenai  rencana  mereka  tersebut.  Dia  menganggap  adiknya  itu  masih kecil, dia khawatir adiknya tidak sanggup berjalan terlalu jauh yang pada akhirnya
pasti  akan  sangat  merepotkan  mereka.  Pagnol  merasa  bahwa  tidaklah  berdosa berbohong  kepada  anak-anak  dan  kebohongan  itu  demi  kebaikan  saudaranya
sendiri.  Dia  tidak  menyadari  jika  dimata  orang  dewasa  dia  tidak  ada  bedanya dengan Paul. Pagnol baru berusia delapan tahun waktu itu. Oleh karena itu, Paman
Jules  memanfaatkan  pemikiran  keponakannya  itu  dengan  member  penegasan kepada
ucapannya  sebagaimana  tampak  dalam  kutipan  “Tu  viens  de  dire  une parole importante, tâche de ne pas l‟oublier: il est permis de mentir aux enfants,
lorsque c‟est pour leur bien „Kamu baru saja mengatakan sebuah kalimat penting, wajib  untuk  tidak  melupakannya:  orang  boleh  berbohong  kepada  anak-anak,
karena itu demi kebaikan mereka‟”. Berdasarkan  analisis  di  atas  menunjukkan  bahwa  Marcel  Pagnol  secara
kesadaran  sosial  mengetahui  bahwa  berbohong  pada  Paul  yang  masih  kecil
merupakan  perbuatan  yang  benar.  Hal  itu  dia  lakukan  demi  kebaikan  adiknya sebagai  wujud  rasa  sayang.  Hanya  saja  dia  tidak  menyadari  bahwa  bagi  orang
dewasa  dia  juga  masih  anak-anak  meskipun  dia  lebih  tua  dari  adiknya.  Di  sini jelaslah  bahwa  dalam  diri  Marcel  Pagnol  terdapat  fakta  homo  duplex.  Pada
hakikatnya dia sadar umurnya baru delapan tahun dan masih anak-anak tapi di sisi lain dia merasa sudah cukup dewasa karena dia seorang anak tertua.
Pada  suatu  malam,  Paman  Pagnol  mengatakan  jika  perburuan  akan diundur  padahal  perburuan  tetap  akan  dilakukan  keesokan  harinya.  Pagnol
akhirnya  mengetahui  jika  dia  dibohongi  oleh  semua  orang  dewasa  karena diberitahu oleh Paul tentang rencana yang sebenarnya. Hakikat dua diri yang hadir
dalam ide tubuh dan pikiran Marcel Pagnol dipertegas dalam kutipan berikut ini. 17
Je  fis  tourner,  lentement,  la  clef…  Je  tirai…  Le  vantail  vint  à  moi… J‟entrai  dans  le  vaste  placard,  je  haussai  la  bougie :  ils  étaient  là,  les
deux gros carniers de cuir fauve, avec leurs poches de filet… Ils étaient gonflés  à  crever  et,  de  chaque  côté,  pointait  le  goulot  bouché  d‟une
bouteille… Sur une étagère, à côté des carniers, les deux cartouchières que  j‟avais  garnies  moi-même.  Qulle  fête  se  préparait   Une  grande
indignation  me  souleva,  et  je  pris  une  décision  farouche :  j‟irais  avec
eux, malgré eux  LGMP1165 Aku  memutar  perlahan-lahan  kunci,  aku    menarik  daun  pintu  ke
arahku. Aku masuk ke lemari dinding yang luas, aku mengangkat lilin : mereka  di  sana,  dua  kantong  besar  yang  terbuat  dari  kulit  berwarna
kekuningan,  dengan  kantong-kantong  yang  terbuat  dari  jaring.  Mereka menggembung  sampai  hampir  robek  di  setiap  masing-masing  sisinya,
mencuat leher botol. Pada sebuah rak di samping kantong, kedua senapan yang  telah  ku  lumas  oleh  diriku  sendiri.  Pesta  macam  apa  yang  sedang
disiapkan  Kemarahan  besar  membakar  diriku,  dan  aku  mengambil sebuah  keputusan:  aku  akan  pergi  bersama  mereka  meskipun  mereka
tidak mengizinkan.
Setelah  Paul  memberitahu  kebenaran  mengenai  keberangkatan  dalam berburu  yang  tidak  ditunda,  Pagnol  segera  membuktikan  hal  itu  dengan  melihat
persiapan di lemari makan di dapur ketika seluruh anggota keluarga sudah tertidur pulas.  Pada  kalimat  «  j
e  pris  une  décision  farouche:  j‟irais  avec  eux,  malgré
eux „aku mengambil sebuah keputusan: aku akan pergi bersama mereka meskipun
mereka tidak mengizinkan‟» menunjukkan sebuah kenekatan  yang akan diambil oleh seorang anak yang berusia delapan tahun yang memiliki keberanian besar.
Realita  homo  duplex  dari  kutipan  di  atas  terjadi  ketika  Marcel  Pagnol bersikeras  ingin  ikut  berburu  padahal  orang  lain  melarangnya.  Data  di  atas
menunjukkan  pula  bahwa  Pagnol  lebih  mengutamakan  hasrat  individualnya sebagai makhluk individu yang terisolasi oleh pemikirannya sendiri dibandingkan
dirinya sebagai makhluk sosial. Ayah Pagnol  yang berhasil mendapatkan dua burung paling didambakan
oleh para pemburu yaitu le coup du roi membawa kedua burung tersebut ke kota untuk menambah pengetahuan mengenai bartavelle. Kali ini, Pagnol diajak serta
oleh  ayahnya,  kemudian  mereka  menemui  seorang  pastor  yang  tahu  banyak tentang perdrix royales tersebut.
18 L‟arrivée  de  notre  groupe  lui  fit  lever  la  tête,  et  comme  « ces  gens
profitent de tout ». Il fit à mon père un grand beau sourire, et dit, d‟une
voix agréable : - Monsieur, si ces perdrix royales ne viennent pas de quelque marchand,
permettez-moi de vous faire mon compliment C‟était  la  première  fois  que  je  voyais  mon  père    en  face  de  l‟ennemi
sournois. A ma grande surprise, il lui répondit fort poliment : Elles viennent du vallon de Lancelot, Monsieur le Curé. LGMP1210
„Kehadiran  rombongan  kami  membuat  pastor  itu  mengangkat kepala,
dan seolah-olah berpikir
bahwa « orang-orang
ini menguntungkan  dari  segala  hal ».  Dia  tersenyum  lebar  kepada  ayahku,
dan dia bilang, dengan suara senang : -
Tuan, jika burung perdrix royales ini bukan berasal dari pedagang, ijinkan saya memberi pujian
Ini  untuk  pertama  kalinya  saya  melihat  ayah  di  depan  musuh berlaku  munafik.  Di  tengah  keterkejutanku,  dia  menjawab  pastor  itu
dengan sangat sopan. -
Mereka berasal dari lembah Lancelot, Tuan pastor. ‟
Pada kutipan 18, dapat diketahui bahwa sang pastor memberikan pujian atas keberhasilan ayah Pagnol dalam mendapatkan buruan yang paling luar biasa
tersebut. Tanggapan ramah ayahnya yang seorang atheis kepada pastor membuat Pagnol  keheranan,  sebagaimana  tampak  dalam  kalimat
“C‟était la première fois que je voyais mon père  en face de l‟ennemi sournois. A ma grande surprise, il lui
répondit  fort  poliment „Ini  untuk  pertama  kalinya  saya  melihat  ayah  di  depan
musuh  berlaku  munafik.  Di  tengah  keterkejutanku,  dia  menjawab  pastor  itu dengan  sangat  sopan‟”.  Keramahan  ini  tidak  biasa  karena  Pagnol  baru
mengetahuinya untuk pertama kali. Fakta    homo  duplex  dari  analisis  di  atas  ditunjukkan  oleh  tokoh  ayah
Pagnol. Hal  tersebut  dikarenakan ayah Pagnol  yang seorang atheis dan biasanya tidak menyukai sesuatu yang berbau agama tiba-tiba berlaku sangat sopan kepada
pastor.  Ketidakbiasaan  ini  tersirat  dalam  ungkapan  Pagnol  « A  ma  grande surprise,  il  lui  répondit  fort  poliment
„Di  tengah  keterkejutanku,  dia  menjawab pastor itu dengan sangat sopan‟». Dalam diri ayah Pagnol bisa saja menganggap
bodoh  dan  merendahkan  orang  yang  percaya  pada  Tuhan,  namun  karena masyarakat  Prancis  saat  itu  masih  menganggap  tabu  apa  saja  yang  bertentangan
dengan  gereja  maka  ayah  Pagnol  bertoleransi  dengan  baik.  Ayahnya  sedang menempatkan diri pada posisi yang semestinya, yakni dengan berlaku sopan dan
hormat kepada tokoh masyarakat yang biasa disegani oleh banyak orang. Hal itu membuktikan  bahwa  ayah  Pagnol  lebih  mengutamakan  individunya  sebagai
makhluk  sosial  dibanding  hakikat  dirinya  sebagai  makhluk  individu,  meskipun bertentangan dengan keyakinan individualnya.
Pada  hakikatnya  manusia  bisa  saja  memiliki  ide,  kepercayaan  dan keinginan  yang  berbeda  dengan  orang  lain  di  sekitarnya.  Meskipun  demikian,
sebagai  makhluk  sosial  yang  hidup  di  tengah-tengah  masyarakat  yang  memiliki
sebuah  adat  dan  norma  tertentu  maka  mereka  harus  bisa  ikut  berbaur  dan menyesuaikan  diri.  Seandainya  mereka  tidak  mau  atau  tidak  bisa  mengikuti
kesadaran kolektif yang ada di tengah masyarakat maka mereka akan terasing dan hidup  dengan  berbagai  macam  kekhawatiran  karena  manusia  adalah  makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia adalah  homo duplex atau makhluk ganda  sebagaimana  tercermin  pada  tokoh-tokoh  yang  terdapat  dalam  roman  La
Gloire de Mon Père karya Marcel Pagnol ini.
4.2 Realitas  Individualisme  Moral  yang  Terdapat  dalam  Masyarakat