Realitas Homo Duplex Masyarakat Prancis yang Direpresentasikan

4.1.2 Realitas Homo Duplex Masyarakat Prancis yang Direpresentasikan

oleh Keluarga Marcel Pagnol Data-data berikut ini menunjukkan analisis mengenai ideologi masyarakat Prancis yang tercermin oleh keluarga Marcel Pagnol. Keluarga Pagnol menjadi representasi kolektif masyarakat Prancis pada abad ke-20. Pagnol memulai roman La Gloire de Mon Père dengan menceritakan tentang tempat dia dilahirkan dan asal usul keluarganya. Kutipan berikut ini bercerita mengenai kakek Pagnol yang berprofesi sebagai seorang pemahat batu. 5 Dès qu‟il avait un jour de liberté – c‟est-à-dire cinq ou six fois par an – il emmenait toute la famille déjeuner sur l‟herbe, à cinquante mètres du pont du Gard. Pendant que ma grande-mère préparait le repas, et les enfants petaugeaient dans la rivière, il montait sur les tabliers du monument, prenait des messures, examinait des joints, relevait des coupes, caressait des pierres. Après le déjeuner, il s‟asseyait dans l‟herbe, devant la famille en arc de cercle, en face du chef d‟œuvre millénaire, et jusqu‟au soir, il le regardait. C‟est pourqoui, trente ans plus tard, ses fils et ses filles, au seul nom du pont du Gard, levaient les yeux au ciel, et poussaient de longs gémissements. LGMP1 13-14 „Segera setelah dia memiliki hari libur yaitu lima atau enam kali per-tahun, dia mengajak seluruh anggota keluarga untuk sarapan di atas rumput, berjarak lima puluh meter dari Pont du Gard. Selama nenekku menyiapkan menu, sedangkan anak-anak bermain air di sungai, dia naik ke atas tirai bangunan, mengukur, menguji engsel, menangkap pukulan, membelai-belai batunya. Setelah selesai sarapan, dia duduk di atas rerumputan, di depan keluarganya yang membentuk setengah lingkaran, di hadapan hasil karya agung yang berusia lebih dari seribu tahun, dan dia memandanginya sampai sore. Itulah mengapa, tigapuluh tahun kemudian, anak-anaknya, ketika sekali saja mendengar nama Pont du Gard disebut, mereka langsung menengadahkan wajah ke langit dengan mata terbuka sambil mengeluarkan keluhan yang panjang.‟ Tokoh Marcel Pagnol mencoba mengungkapkan sebuah perwujudan homo duplex melalui karakter kakeknya yang ketika memiliki hari libur ia sering mengajak seluruh anggota keluarga untuk berekreasi di dekat Pont du Gard. Pont du Gard dibangun oleh Marcus Vipsanius Agrippa 63 - 12 SM. Pont-du-Gard adalah tempat untuk mengalirkan air yang terbuat dari batu yang beratnya mencapai enam ton. Bangunannya terdiri dari tiga tingkatan melintasi sungai Gardon, yang paling atas adalah kanal air walaupun tampak seperti jembatan. Pont-du-Gard terletak di kota Vers-Pont-du-Gard , dekat Remoulins , Departemen Gard di daerah selatan Perancis . Bangunan ini diciptakan untuk memasok air bagi Romawi dari Uzès ke Nimes ketika masih menjadi kota Romawi kuno bernama Nemausus. Bangunan ini telah ditambahkan oleh UNESCO sebagai situs warisan dunia pada tahun 1985 karena adanya nilai sejarah yang penting http:en.wikipedia.orgwikiPont_du_Gard . Kakek Pagnol yang seorang tukang pahat batu sangat mengagumi jembatan tersebut, sebagaimana tampak dalam kutipan «il montait sur les tabliers du monument, prenait des messures, examinait des joints, relevait des coupes, caressait des pierres „dia naik ke atas tirai bangunan, mengukur, menguji engsel, menangkap pukulan, membelai- belai batunya‟» dan «en face du chef d‟œuvre millénaire, et jusqu‟au soir, il le regardait „di hadapan hasil karya agung yang berusia lebih dari seribu tahun, dan dia memandanginya sampai sore‟». Dalam kutipan di atas tampak bahwa hakikat kakek Pagnol sebagai makhluk individu lah yang ditonjolkannya. Dalam hakikat dua diri manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, tidak selamanya sisi sosial yang diutamakan. Sebagaimana data di atas, kakek Pagnol tidak mempedulikan bagaimana perasaan anak-anaknya sebagai makhluk sosial yang ada di sekitarnya. Pada kenyataanya, anak-anaknya tidak menyukai kegiatan tersebut. Namun karena memerankan tokoh masyarakat sebagai seorang anak yang harus hormat dan taat kepada orang tua maka mereka pun menuruti keinginan ayahnya. Bentuk ketidaksenangan anak-anaknya tersirat dalam kutipan « C‟est pourqoui, trente ans plus tard, ses fils et ses filles, au seul nom du pont du Gard, levaient les yeux au ciel, et poussaient de longs gémissements „Itulah mengapa, tigapuluh tahun kemudian, anak-anaknya, ketika sekali saja mendengar nama Pont du Gard disebut, mereka langsung menengadahkan wajah ke langit dengan mata terbuka sambil mengeluarkan keluhan yang panjang‟». Kutipan tersebut juga menunjukkan bahwa dikarenakan ayah mereka sangat mengagumi Pont du Gard, dengan sekali mendengar nama jembatan yang terkenal di Prancis itu disebut, anak-anaknya langsung teringat dengan ayahnya. Kemudian secara spontan, mereka mengeluarkan keluhan yang panjang. Di dekat rumah Pagnol ada rumah pemotongan hewan. Selagi ada kesempatan dia memperhatikan proses penjagalan di tempat tersebut. 6 Pendant que ma mere faisait son petit ménage, je grimpais sur une chaise, devant la fenêtre de la salla à manger, et je r egardais l‟assasinat des bœufs et des porcs avec le plus vif intérêt. Je crois que l‟homme est naturellement cruel : les enfants et les sauvages en font la preuve chaque jour. LGMP130 „« Selama ibuku mengerjakan pekerjaan rumah kecilnya, aku naik ke atas kursi, di depan jendela di ruang makan, dan aku menyaksikan pembunuhan sapi dan babi dengan perhatian yang paling besar. Aku yakin bahwa manusia memiliki sifal alami yang kejam : anak-anak dan binatang buas membuktikannya setiap hari.‟ Dalam kalimat « J e crois que l‟homme est naturellement cruel : les enfants et les sauvages en font la preuve chaque jour „Aku yakin bahwa manusia memiliki sifal alami yang kejam : anak-anak dan binatang buas membuktikannya setiap hari‟», menggambarkan sebuah pemikiran homo duplex bahwa diri Pagnol secara pribadi menganggap manusia itu memiliki sifat dasar nakal karena tega membunuh binatang, padahal beberapa hewan memang diciptakan untuk dikonsumsi manusia. Terlepas dari dia masih kanak-kanak, dia melihat pada anak- anak dan binatang-binatang buas yang tega melakukan pembantaian terhadap makhluk yang lebih lemah. Misalnya anak-anak tega membunuh semut. Dilihat dari kacamata masyarakat, hal itu memang wajar dan alami. Hal tersebut terbukti dengan anggapan bahwa Pagnol yang masih anak- anak menganggap penyembelihan terhadap hewan-hewan ternak merupakan sesuatu yang lucu dan bisa membuat tertawa, namun ibunya ternyata memiliki pendapat lain. 7 Mais ma mère, qui survenait toujours au meilleur moment, me faisait descendre de mon observatoire, et tout en coupant des cubes de viande pour le pot-au-feu familial elle me tenait des propos incompréhensible sur la douceur du pauvre bœuf, la gentillesse du petit mouton frisé, et la méchanceté de ce boucher. LGMP131 „Tapi ibuku, yang selalu datang di saat yang terbaik, menurunkan diriku dari pengamatanku. Dan sambil memotong daging membentuk kubus untuk menu le pot-au-feu dia mencekokiku dengan omongan yang tak bisa dimengerti mengenai penderitaan si sapi yang malang, keramahan domba kecil yang berbulu keriting, dan tentang kekejaman si jagal itu.‟ Melalui kutipan « elle me tenait des propos incompréhensible sur la douceur du pauvre bœuf, la gentillesse du petit mouton frisé, et la méchanceté de ce boucher „dia mencekokiku dengan omongan yang tak bisa dimengerti mengenai penderitaan si sapi yang malang, keramahan domba kecil yang berbulu keriting, dan tentang kekejaman si jagal itu‟», ibu Marcel Pagnol berusaha menanamkan perasaan simpati pada diri putranya. Pagnol menganggap proses penyembelihan dan proses hewan yang sekarat adalah sesuatu yang lucu dan untuk ditertawakan, padahal menurut ibunya dan bisa juga menurut orang lain di sekitarnya, proses penjagalan memang harus ada tetapi sebagai manusia tidak boleh menertawakannya atau menjadikannya lelucon melainkan harus kasihan, karena hewan-hewan tersebut tidak punya pilihan lain selain agar dapat dikonsumsi manusia. Dari hal yang kecil itulah manusia akan mampu bersimpati dan berempati terhadap sesama makhluk hidup. Realitas homo duplex yang terdapat dalam analisis di atas dapat dilihat ketika Pagnol mengamati proses penjagalan dan menganggapnya sebagai lelucon, di sisi lain dia harus mendengarkan pendapat ibunya meskipun dia menganggap pendapatnya itu tidak masuk akal. Namun karena pada kenyataanya selain Pagnol adalah makhluk individu dia juga makhluk sosial, maka dia pun lebih mengutamakan hakikat dirinya sebagai makhluk sosial sehingga dia tidak membantah ibunya meskipun ibunya dianggap memunculkan ide yang dianggapnya tidak logis. Terkadang ibu Marcel Pagnol juga memiliki kekhawatiran yang berlebihan mengenai kecerdasan anaknya. Ketika ibunya hendak belanja ke pasar, Pagnol kecil yang belum berusia enam tahun selalu dititipkan di kelas ayahnya mengajar. Dia menjadi terbiasa melihat ayahnya mengajar di kelas membaca. Pagnol sendiri memiliki kecerdasan lebih dibanding anak-anak lain yang seusianya atau bahkan yang lebih tua darinya sehingga dia bisa membaca lebih dini hanya dengan sering melihat sang ayah mengajari murid-muridnya. Hal tersebut membuat ibunya ketakutan karena umurnya yang belum cukup untuk menerima pelajaran. Ibunya khawatir otaknya akan meledak. Kekhawatiran tersebut muncul pada kalimat berikut. 8 Non, je n‟avais mal à la tête, mais jusqu‟à l‟age de six ans, il ne me fut plus pe rmis d‟entrer dans une classe, ni d‟ouvrir un livre, par crainte d‟une explosion cérébrale. Elle ne fut rassurée que deux ans plus tard, à la fin de mon premier trimestre scolaire, quand mon institutrice lui déclara que j‟étais doué d‟une mémoire surprenante, mais que ma maturité d‟esprit était celle d‟un enfant au berceau. LGMP133 „Tidak, saya tidak sakit kepala, tapi sampai umur enam tahun, ayah tidak mengizinkan lagi saya untuk masuk ke dalam kelas, juga tidak boleh membuka sebuah buku, karena takut otak meletus. Ibu tidak percaya sampai dua tahun kemudian, pada akhir triwulan sekolahku, ketika guruku memberitahu dia bahwa saya memiliki bakat ingatan yang mengagumkan, tapi kematangan psikologis saya adalah anak yang masih dalam buaian.‟ Pada dasarnya, Pagnol pandai membaca tetapi kedua orang tuanya melarang karena takut anaknya mengalami kerusakan otak. Mereka belum menyadari jika anak mereka memiliki bakat. Kutipan « Elle ne fut rassurée que deux ans plus tard, à la fin de mon premier trimestre scolaire, quand mon institutrice lui déclara que j‟étais doué d‟une mémoire surprenante, mais que ma maturité d‟esprit était celle d‟un enfant au berceau „Ibu tidak percaya sampai dua tahun kemudian, pada akhir triwulan sekolahku, ketika guruku memberitahu dia bahwa saya memiliki bakat ingatan yang mengagumkan, tapi kematangan psikologis saya adalah anak yang masih dalam buaian‟» menunjukkan bahwa orang tua Pagnol tetap menghawatirkan jika otak anaknya rusak. Sejak kejadian Pagnol bisa membaca, dia tidak diizinkan lagi oleh kedua orang tua mereka mengikuti kelas sang ayah atau membaca buku apapun sampai dua tahun kemudian ketika dia sudah masuk sekolah. Bahkan ibunya baru percaya jika anaknya memiliki bakat setelah guru Pagnol mengatakan pada akhir triwulan bahwa, meskipun secara psikis Pagnol masih anak-anak namun secara kecerdasan dia memiliki tingkat intelelektualitas yang lebih tinggi dibanding anak-anak seusianya. Dari kutipan 8 tampak adanya unsur homo duplex, karena adanya hakikat dua diri dalam individu ibu Pagnol yakni ketika dia melarang anaknya belajar membaca dengan ikut di kelas ayahnya atau membaca buku apapun. Sebagai individu dia takut anaknya mengalami kerusakan otak, dia tidak mempedulikan keinginan anaknya untuk mengasah kemampuannya sejak usia dini dikarenakan ketidakmengertiannya mengenai bakat bawaan yang dimiliki oleh anak sulungnya tersebut. Bentuk pemikiran homo duplex juga muncul saat Marcel Pagnol memperkenalkan adiknya, Paul. 9 Mon frère Paul était un petit bonhomme de trois ans, la peau blanche, les joues rondes, avec de grands yeux d‟un bleu très clair, et les boucles dorées de notre grand-père inconnu. Il était pensif, ne pleurait jamais, et joait tout seul, sous une table, avec un bouchonou un bigoudi ; mais sa voracité était surprenante : de temps à autre, il y avait un drame éclaire : on le voyait tout à coup s‟avancer, titubant, les bras écartés, la figure violette. Il était en train de mourir suffoque. Ma mère affolée frappait dans son dos, enfonçait un doight dans sa gorge, ou le secouait en le tenant par les talons, comme fit jadis la mère d‟achille. Alors dans un râle affreux, il expulsait une grosse olive noire, un noyau de pêche, ou une longue lanière de lard. Après quoi, il reprenait ses jeux solitaires, accroupi comme un grand crapaud. LGdMP135 „Adikku Paul adalah seorang anak kecil berumur tiga tahun, kulitnya putih, pipinya tembam, dengan bola mata besar berwarna biru cerah, dan rambut ikalnya yang berwarna keemasan didapatnya dari kakek kami yang tak dikenal. Dia asik dengan pikirannya sendiri, tidak pernah menangis, dan selalu bermain sendirian di bawah meja, dengan sebuah gabus atau dengan sebuah rol rambut ; tetapi kerakusannya mengejutkan : kadang-kadang, terjadi tragedi : tiba-tiba dia berjalan terhuyung-huyung dengan lengan direntangkan, wajahnya pucat pasi. Dia sedang setengah mati tercekik. Ibuku memukuli punggungnya dengan bingung, dia memasukkan jari ke dalam tenggorokan Paul, atau menggoyang-goyangkan tubuhnya sambil memegangi tumitnya, seperti yang dilakukan ibunya Achille dulu. Sesudah itu, dengan suara nafas yang menegerikan, dia memuntahkan buah zaitun berwarna hitam besar, biji persik, atau lemak babi yang dipotong panjang. Setelah itu, dia kembali bermain sendirian dengan mainan- mainannya, berjongkok sepe rti seekor katak besar.‟ Pada kutipan « Il était pensif, ne pleurait jamais, et joait tout seul, sous une table, avec un bouchonou un bigoudi „Dia asik dengan pikirannya sendiri, tidak pernah menangis, dan selalu bermain sendirian di bawah meja, dengan seb uah gabus atau dengan sebuah rol rambut‟», menegaskan bahwa Paul memiliki karakter penyendiri. Paul bisa menyenangkan dirinya sendiri hanya dengan bermain mainan remeh temeh. Pagnol mengatakan bahwa adiknya sangat rakus sampai membuatnya keheranan. Hal itu terlihat dengan kebiasaanya menelan makanan bulat-bulat tanpa perlu banyak mengunyahnya. Sampai-sampai anak itu pernah hampir mati tersedak makanan, sehingga ibunya yang berjuang mengeluarkan makanan yang menyumbat kerongkongan adiknya. Tampak dalam kalimat « Ma mère affolée frappait dans son dos, enfonçait un doight dans sa gorge, ou le secouait en le tenant par les talons „Ibuku memukuli punggungnya dengan bingung, dia memasukkan jari ke dalam tenggorokan Paul, atau menggoyang-goyangkan tubuhnya sambil m emegangi tumitnya‟ », jika ibu Pagnol yang membantu mengeluarkan makanan-makanan yang hampir membunuh adiknya itu. Usaha ibunya memberi bukti bahwa Paul sebagai makhluk sosial lebih utama daripada Paul sebagai makhluk individu. Meskipun pada akhirnya dia kembali kepada individualitasnya sebagai dirinya sendiri yang penyendiri yang tampak dalam kutipan «Après quoi, il reprenait ses jeux solitaires „Setelah itu, dia kembali bermain sendirian dengan mainan-mainannya, berjongkok seperti seekor katak besar‟». Meskipun demikian, Paul merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain, apalagi dia masih anak-anak yang berusia tiga tahun. Fenomena homo duplex pada diri Paul ialah ketika ia yang penyendiri ternyata masih membutuhkan ibunya untuk bertahan hidup ketika dia tersedak makanan yang biasa ditelannya tanpa banyak dukunyahnya. Ketika umur Marcel Pagnol mendekati enam tahun, dia masuk ke sekolah taman kanak-kanak. Setiap hari kamis dan minggu, Bibi Rose mengajaknya jalan- jalan di taman Borély dan selalu duduk di bangku yang sama. Biasanya ketika bibinya sedang merajut, Pagnol akan bermain sendirian seperti yang terdapat dalam kalimat-kalimat berikut ini. 10 Ma principale occupation était de lancer du pain aux canards. Ces stupides animaux me connaissaient bien. Dès que je montrai un croûton, leur flottille venait vers moi, à force de palmes, et je commençais ma distribution. Lorsque ma tante ne me regardait pas, t out en leur disant, d‟une voix suave, des paroles de tendresse, je leur lançais aussi des pierres, avec la ferme intention d‟en tuer un. Cet espoir, toujours deçu, faisait le charme de ces sorties, et dans le grinçant tramway du Prado, j‟avais des frémissements d‟impatience. LGMP138-39 „Kesibukan utamaku adalah memberi roti pada itik-itik. Binatang bodoh ini sudah mengenalku dengan baik. Segera setelah saya mengangkat kulit roti, armada kecil mereka datang ke arahku, pada kaki selaput yang kuat, dan saya mulai membagikan. Dikarenakan bibi tidak memperhatikanku, semua dari mereka berbicara, dengan suara merdu, berbicara lembut, saya juga melempari mereka dengan batu-batu, dengan niat yang kuat agar bisa membunuh satu ekor. Harapan itu, selalu kecewa, melakukan dengan indah pelepasan itu, dan deritan trem dari Prado, saya gelisah dalam ketidaksabara n.‟ Sebagai makhluk individu, tampak dalam kutipan di atas bahwa Marcel Pagnol memiliki karakter yang cukup bandel untuk ukuran anak-anak seusianya. Pada kutipan « je leur lançais aussi des pierres , avec la ferme intention d‟en tuer un „saya juga melempari mereka dengan batu-batu, dengan niat yang kuat agar bisa membunuh satu ekor‟», menegaskan bahwa jika bibinya tidak melihat perbuatannya, dia ingin membunuh salah satu ekor itik. Dia berpura-pura menjadi anak yang manis dengan memberi roti pada itik-itik yang ada di sungai padahal dia juga menyertakan batu ketika melemparkan rotinya. Harapan Pagnol yang besar agar batu-batunya berhasil membunuh salah satu itik-itik itu selalu kandas, dikarenakan kebisingan dari trem yang lewat sehingga dia merasa gelisah dan tidak sabar. Realitas homo duplex pada data 10 di atas hadir ketika Pagnol secara individu berhasrat ingin membunuh salah satu itik namun dia menyadari jika dilihat dari moralitas masyarakat, hal itu merupaka perbuatan yang amoral. Oleh karena itu, dia melakukan aksinya dengan sembunyi-sembunyi, yaitu dengan cara berpura-pura membagikan roti pada para penghuni sungai Borély tersebut. Begitu pula ketika penjaga taman tersebut memperhatikan apa yang dia lakukan, dia akan bersikap manis dan membagikan roti pada itik sambil melontarkan kalimat-kalimat menyenangkan. Kalimat berikut mempertegas ide mengenai homo duplex pada tokoh Marcel Pagnol. 11 Le garde – un blassé – me parut peu intéressé par ce spectacle : il tourna simplement le dos, et s‟en alla à pas comptés. Je sortis aussitôt ma pierre, et j‟eus la joie – un peu inquiète – d‟atteindre en pleine tête le vieux père canard. Mais au lieu de chavirer et de couler à pic – comme je l‟espérais – ce dur-à-cuire vira de bord, et s‟enfuit à toutes palmes, en pouss ant de grands cris d‟indignation. A dix mètres du bord, il me lança toutes les injures qu‟il savait, soutenu par les cris déchirants de toute sa famille. LGMP139-40 „Penjaga yang bosan tampak olehku kurang tertarik pada pertunjukan ini : dia berbalik dengan sederhana, dan dia beranjak dengan langkah pasti. Saya segera mengeluarkan batu, dan saya senang – sidikat cemas – mengenai tengah-tengah kepala bapak itik tua. Tapi di tengah- tengah terbalik karam dengan menukik – seperti yang saya harapkan – si sukar untuk dimasak ini menepi, dan melarikan kaki-kaki berselaputnya, sambil meneriakkan teriakan keras karena kesal. Sepuluh meter dari tepian dia berhenti dan kembali ke arah saya, masuk ke dalam air dan mengepak-epakkan sayapnya, dia melontarkan pada saya semua luka yang dia bisa, tertahan oleh jeritan yang menyayat hati dari semua keluarganya.‟ Dari kutipan « il tourna simplement le dos, et s‟en alla à pas comptés. Je sortis aussitôt ma pierre, et j‟eus la joie – un peu inquiète – d‟atteindre en pleine tête le vieux père canard „dia berbalik dengan sederhana, dan dia beranjak dengan langkah pasti. Saya segera mengeluarkan batu, dan saya senang – sidikat cemas – mengenai tengah- tengah kepala bapak itik tua‟» dapat diketahui jika Pagnol hanya akan melakukan usahanya untuk membunuh itik-itik tersebut ketika tidak ada seorang pun yang melihat aksinya. Realitas homo duplex dari data tersebut muncul ketika Marcel Pagnol tidak berani melempari itik dengan batu ketika ada penjaga taman. Sebaliknya ketika tidak ada penjaga yang mengamatinya dia segera melempari itik dengan batu meskipun tentu saja dengan perasaan cemas, karena jika ada orang yang melihat apa yang dikerjakannya, tentu orang itu akan melarangnya. Alhasil Pagnol melempari itik dengan sembunyi-sembunyi dan perasaan cemas yang menghinggapinya karena takut ada yang menangkap basah perbuatanya itu merupakan wujud adanya elemen homo duplex. Di satu sisi, dia sangat berhasrat membunuh si itik namun disisi lain, sebagai makhluk sosial perbuatannya itu merupakan sebuah tindakan yang menyalahi aturan masyarakat. Pada suatu pagi ketika sedang sarapan, ayah dan ibu Pagnol sedang berkumpul di ruang makan, kemudian Pagnol menyambangi mereka karena kopi susunya pun sudah tersedia di meja makan. 12 Elle me demanda : - Tu t‟es lavé les pieds ? Comme je savais qu‟elle attachait une importance particulière à cette opération futile, et dont la nécessité me parassait inexplicable puisque les pieds, ça ne voit pas, je repondis avec assurence : - Tous les deux. - Tu t‟es coupé les ongles ? Il me sembla que l‟aveu d‟un oubli confirmerait la réalité du reste. - Non, dis-je, je n‟y ai pas pensé. Mais je les ai taillés dimanche. - Bien, dit-elle. Elle parut satisfaite. Je les fus aussi. LGMP155 „Dia bertanya pada saya : - Kamu sudah mencuci kakimu? Karena saya tahu bahwa dia menambatkan suatu kepentingan tertentu pada pekerjaan remeh-temeh ini, dan kebutuhan yang bagiku terlihat tak dapat dijelaskan dikarenakan kaki tidak terlihat, saya menjawab dengan pasti : - Dua-duanya. - Kamu sudah memotong kuku jari kakimu? Sepertinya pengakuan bahwa saya lupa mengonfirmasi kenyataan yang tersisa. - Tidak, saya bilang, saya tidak kepikiran. Tapi saya sudah memotongnya pada hari minggu. - Bagus, katanya. - Dia tampak puas. Begitu pula saya.‟ Bagi ibu Pagnol atau ibu-ibu lainnya, sudah menjadi hal yang biasa untuk menanyakan apakah anaknya sudah mengerjakan kewajibannya. Salah satunya dengan menanyakan apakah Pagnol sudah membersihkan kakinya atau belum, sebagaimana terdapat dalam kutipan « Comme je savais qu‟elle attachait une importance particulière à cette opération futile, et dont la nécessité me parassait inexplicable puisque les pieds, ça ne voit pas, je repondis avec assurence „Karena saya tahu bahwa dia menambatkan suatu kepentingan tertentu pada pekerjaan remeh-temeh ini, dan kebutuhan yang bagiku terlihat tak dapat dijelaskan dikarenakan kaki tidak terlihat, saya menjawab dengan pasti‟». Menurut sudut pandang Pagnol saat itu, ibunya sangat berlebihan dalam mengurusi hal-hal sepele seperti mencuci kaki dan memotong kuku. Dikarenakan sudah terbiasa dengan pertanyaan macam itu, Pagnol memilih untuk berbohong pada ibunya bahwa dia sudah mengerjakan pekerjaan tersebut. Realitas homo duplex yang terdapat dalam pribadi Marcel Pagnol adalah ketika dia memilih untuk membohongi ibunya demi menghindari kemarahan sang ibu atau perintah untuk mengerjakan pekerjaan yang dianggap sepele olehnya namun penting bagi ibunya saat itu juga. Perintah-perintah yang sama pun dialami oleh Paul ketika dia ikut bergabung dalam rutinitas pagi itu, yang tampak dalam percakapan 13 berikut ini. 13 J‟allais poser mille questions, lorsque ma mère me dit: - Mange. Et comme j‟oubliais ma tartine, elle poussa ma main vers ma bouche. Puis, elle se tourna vers Paul : - Toi, va d‟abord mettre tes pantoufles, sinon tu vas nous faire encore une angine. Allez, file Il fila. LGMP156 „Saya hendak mengajukan ribuan pertanyaan, ketika ibu berbicara pada saya : - Makan. Dan karena saya lupa kue saya, dia mendorong ke arah mulut saya. Kemudian, dia beralih kepada Paul : - Kamu, pakai dulu sepatu rumahmu, jika tidak kamu akan terkena radang amandel. Ayo segera Paul pun beranjak.‟ Dalam kalimat « comme j‟oubliais ma tartine, elle poussa ma main vers ma bouche „karena saya lupa kue saya, dia mendorong ke arah mulut saya‟ », Pagnol menunjukkan bahwa hasrat individunya yang ingin menanyakan banyak hal dihalau oleh ibunya dan agar dia segera memakan kuenya. Begitu pula dengan yang terjadi dengan Paul. Paul yang dengan sesuka hatinya tidak mau memakai sandal rumah harus rela menepis hasrat individunya itu, yang kemudian ia pun beranjak dan mengambil sandal rumahnya. Hal itu terlihat dalam kutipan « Toi, va d‟abord mettre tes pantoufles, sinon tu vas nous faire encore une angine. Allez, file - Il fila „Kamu, pakai dulu sepatu rumahmu, jika tidak kamu akan terkena radang amandel. Ayo segera - Paul pun beranjak‟ ». Sikap menurut yang dilakukan oleh Pagnol dan saudaranya memunculkan fenomena homo duplex. Di satu sisi menuruti pribadi masing-masing, Marcel dan Paul ingin melakukan sesuatu yang menurut orang lain di sini ibunya tidak boleh dilakukan akan tetapi pada akhirnya mereka menurut dengan melakukan hal yang sama yang diharapkan orang lain atau masyarakat lain di sekitarnya. Seperti untuk tidak banyak berbicara ketika sedang makan dan memakai sandal rumah agar tidak terkena radang amandel. Meskipun mereka ingin melakukan segala sesuatu sesuai kehendak individu masing-masing tetapi mereka tidak bisa melakukannya karena ibunya yang merupakan representasi dari masyarakat melarang mereka bertindak di luar kebiasaan. Pagnol beserta keluarganya sedang mengadakan perjalanan menuju vila untuk menghabiskan liburan musim panas. Mereka menyewa petani yang memiliki bagal jantan untuk membawakan barang-barang kebutuhan mereka. Dalam perjalanan, mereka kadang-kadang beristirahat. Kesempatan ini digunakan Paul untuk bersenang-senang bersama si bagal jantan. Perasaan iri yang menghinggapi hati kecil Marcel Pagnol ketika menyaksikan adiknya naik bagal jantan pada kutipan 14 berikut ini juga menunjukan adanya fakta homo duplex. 14 Paul poussa un cri de joie et courut à la rencontre du mulet : le paysan le prit par les hanches et le mit à califourchon sur l‟encolure de l‟animal… C‟est ainsi qu‟il vint à notre hauteur : cramponné au collier, ivre de fierté et de peur, il avait un petit sourire, à mi-chemin entre la joie et la panique. Cependant, une honteuse jalousie me dévorait. LGMP181 „Paul mengeluarkan jeritan senang dan berlari mendekati si bagal jantan : pak tani menaikkannya ke pangkal paha lalu mendudukannya de leher binatang tersebut yang tingginya sampai setinggi kami : menempel terus pada leher, terbuai oleh kebanggaan dan ketakutan, dia tersenyum kecil, di tengah-tengah antara senang dan panik. Meskipun demikian, aku diserang perasaan malu karena iri.‟ Paul sangat senang ketika pak tani menaikkannya ke punggung bagal jantan yang mengangkut barang-barang mereka dalam sebuah perjalanan menuju vila musim panas. Hal itu membuat Pagnol ingin merasakan kebahagiaan yang sama, namun karena dia menyadari bahwa status sosialnya sudah lebih dewasa dibanding adiknya, dia pun merasa malu karna sempat merasa iri terhadap adiknya yang dibuktikan dengan kalimat «Cependant, une honteuse jalousie me dévorait „Meskipun demikian, aku diserang perasaan malu karena iri‟». Rasa malu karena telah cemburu pada kebahagiaan adiknya merupakan pembuktian adanya elemen homo duplex, karena Marcel Pagnol tidak dapat menghindari rasa iri hati saat melihat adiknya dinaikkan bagal jantan oleh pak tani. Hanya saja, Marcel Pagnol sadar bahwa dia sudah lebih besar dan tidak pantas diperlakukan seperti adiknya yang tentu saja lebih kecil dibandingkan dirinya. Kesadaran akan status sosial sebagai seorang kakak inilah yang membuatnya merasa malu karena sempat merasa iri terhadap saudaranya. Mereka tiba di tempat tujuan mereka di Bastide Neuve. Bastide Neuve, sebagaimana disebutkan dalam novel La Gloire de Mon Père pada halaman 99 merupakan reruntuhan tanah pertanian tua, yang dibangun kembali tiga puluh tahun kemudian oleh seorang pria dari kota, yang menjual kain untuk tenda, kain pel, dan sapu. Ayah dan paman Marcel Pagnol menyewanya seharga 80 francs per tahun atau empat mata uang emas Prancis lama. Ketika sedang terjadi badai, keluarga Pagnol dan Paman Jules berkumpul di ruang keluarga. Paman Jules bercerita tentang kebun anggur. Hingga suatu ketika Paman Jules melontarkan pertanyaan pada Marcel Pagnol, yang jawabannya justru membuat Paman Jules tidak senang. 15 - Voilà le résultat d‟une école sans Dieu Les effets grandioses de l‟Amour, il les attribue à la crainte du Sulfate de Cuivre Cet enfant, qui n‟est pas un monstre, vient donc de faire spontanément une réponse montrueuse. Mesurez, mon cher Joseph, la grandeur de vos effrayentes responsabilités - V oyons, Jules, dit ma mère, vous pensez bien qu‟il a dit ça pour rire - Pour rire ? s‟écria l‟oncle. Ce serait encore pire ... Je préfère croire qu‟il n‟a pas bien compris ma question. LGMP1119 - „Ini dia hasil sebuah sekolah tanpa Tuhan Efek yang mengesankan tentang cinta, sekolah itu memberi murid-muridnya ketakutan pada sulfat tembaga Bocah ini, yang bukanlah seorang monster, baru saja memberi jawaban secara sepontan seperti monster. Pikirkan itu Joseph, besarnya tanggung jawab yang mengerikan - Lihat, Jules, kata ibuku, pikirkan baik-baik kalau dia mengatakan itu untuk lelucon - Untuk lelucon? Teriak paman. Itu malah lebih buruk lagi Saya lebih suka mempercayai bahwa dia tidak memahami dengan baik pertanyaanku.‟ Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa Paman Jules memiliki ide bahwa keponakannya yang masih polos itu memiliki dua hakikat diri yang saling bertentangan. Hal itu ditunjukkan melalui ucapannya, « Cet enfant, qui n‟est pas un monstre, vient donc de faire spontanément une réponse montrueuse „Bocah ini, yang bukanlah seorang monster, baru saja memberi jawaban secara sepontan seperti monster ‟». Paman Jules menganggap jika pada hakikatnya Pagnol bukanlah anak yang mengerikan, namun karena pengaruh dari ayah dan lingkungan sekolahnya dia menjadi manusia yang tumbuh menjadi seperti monster. Bahkan Paman Jules tidak bisa mengerti pembelaan ibu Pagnol yang mengatakan bahwa jawaban putranya itu dilontarkannya untuk sebuah lelucon. Bagi Paman Jules jawaban Marcel Pagnol yang menyiratkan ketidakadaan campur tangan Tuhan dalam urusan kehidupan di dunia ini menunjukkan hasil didikan ayah dan sekolahnya yang atheis. Hal itu disiratkan oleh kalimat « Voyons, Jules, dit ma mère, vous pensez bien qu‟il a dit ça pour rire - Pour rire ? s‟écria l ‟oncle. Ce serait encore pire ... Je préfère croire qu‟il n‟a pas bien compris ma question „Lihat, Jules, kata ibuku, pikirkan baik-baik kalau dia mengatakan itu untuk lelucon - Untuk lelucon? Teriak paman. Itu malah lebih buruk lagi Saya lebih suka me mpercayai bahwa dia tidak memahami dengan baik pertanyaanku‟ » Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan mengenai ide paman Jules bahwa Pagnol seharusnya bukanlah monster, akan tetapi karena pendidikan yang diberikan kepadanya adalah pendidikan atheis, maka dia pun tumbuh layaknya monster yang tidak percaya pada Tuhan. Fenomena homo duplex muncul pada tokoh Marcel Pagnol melaului pemikiran Paman Jules. Ide pertama adalah anggapan bahwa secara individu Marcel Pagnol kecil sebenarnya adalah manusia baik yang percaya pada Tuhan, namun disebabkan oleh ayahnya yang tidak percaya pada Tuhan memasukkannya ke sekolah atheis. Akibatnya dia terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya yang tidak percaya Tuhan, sehingga paman Jules beranggapan bahwa keponakannya menjadi seperti monster sebagaimana orang-orang di sekelilingnya. Aktivitas penting selanjutnya adalah rencana untuk berburu yang akan dilakukan oleh ayah dan paman Jules. Ketika dia mengetahui dirinya tidak diajak dia pun menjadi skeptis dan memaksa untuk ikut. Hal itu mebuat ayah dan pamannya menyerah dan terpaksa membohonginya. Mereka mengatakan jika Pagnol diizinkan untuk ikut. Dia merasa sangat senang karena mengira akhirnya ayah dan pamannya berkenan mengajaknya. Dia pun memiliki ide untuk tidak memberitahu Paul agar sang adik yang dianggapnya masih kecil tidak ingin ikut berburu juga. 16 - Seulement, dis-je ensuite, il ne faudra pas en parler à Paul, parce qu‟il trop petit. Il ne pourrait pas marcher si loin. - Hé hé, dit mon père, tu vas donc mentir à ton frère ? - Je ne mentirai pas, mais je ne lui dirai rien. - Mais s‟il t‟en parle ? dit ma mère. - Je lui menterai, parce que c‟est pour son bien. - Il a raison dot mon oncle. Puis, me regardant bien dans les yeux, il ajouta : - Tu viens de dire une parole importante, tâche de ne pas l‟oublier : il est permis de mentir aux enfants, lorsque c‟est pour leur bien. LGMP1160-161 - „Hanya saja, kataku selanjunya, tidak perlu berbicara tentang ini pada Paul, karena dia terlalu kecil. Dia tidak bisa berjalan sangat jauh. - O o, kata ayahku, kamu akan berbohong pada adikmu ? - Saya tidak akan berbohong, tapi saya tidak akan mengatakan apa-apa padanya. - Tapi, bagaimana kalau dia bicara padamu mengenai hal itu? Tanya ibuku. - Saka akan berbohong padanya karena itu demi kebaikannya. - Dia benar Kata pamanku. Kemudian, sambil menatap ke dalam mataku, dia menambahkan: - Kamu baru saja mengatakan sebuah kalimat penting, wajib untuk tidak melupakannya: orang boleh berbohong kepada anak-anak, karena itu demi kebaikan mereka.‟ Setelah merasa yakin telah diizinkan ikut berburu, Pagnol mengungkapkan idenya pada ayah dan pamannya agar mereka tidak memberitahu adiknya mengenai rencana mereka tersebut. Dia menganggap adiknya itu masih kecil, dia khawatir adiknya tidak sanggup berjalan terlalu jauh yang pada akhirnya pasti akan sangat merepotkan mereka. Pagnol merasa bahwa tidaklah berdosa berbohong kepada anak-anak dan kebohongan itu demi kebaikan saudaranya sendiri. Dia tidak menyadari jika dimata orang dewasa dia tidak ada bedanya dengan Paul. Pagnol baru berusia delapan tahun waktu itu. Oleh karena itu, Paman Jules memanfaatkan pemikiran keponakannya itu dengan member penegasan kepada ucapannya sebagaimana tampak dalam kutipan “Tu viens de dire une parole importante, tâche de ne pas l‟oublier: il est permis de mentir aux enfants, lorsque c‟est pour leur bien „Kamu baru saja mengatakan sebuah kalimat penting, wajib untuk tidak melupakannya: orang boleh berbohong kepada anak-anak, karena itu demi kebaikan mereka‟”. Berdasarkan analisis di atas menunjukkan bahwa Marcel Pagnol secara kesadaran sosial mengetahui bahwa berbohong pada Paul yang masih kecil merupakan perbuatan yang benar. Hal itu dia lakukan demi kebaikan adiknya sebagai wujud rasa sayang. Hanya saja dia tidak menyadari bahwa bagi orang dewasa dia juga masih anak-anak meskipun dia lebih tua dari adiknya. Di sini jelaslah bahwa dalam diri Marcel Pagnol terdapat fakta homo duplex. Pada hakikatnya dia sadar umurnya baru delapan tahun dan masih anak-anak tapi di sisi lain dia merasa sudah cukup dewasa karena dia seorang anak tertua. Pada suatu malam, Paman Pagnol mengatakan jika perburuan akan diundur padahal perburuan tetap akan dilakukan keesokan harinya. Pagnol akhirnya mengetahui jika dia dibohongi oleh semua orang dewasa karena diberitahu oleh Paul tentang rencana yang sebenarnya. Hakikat dua diri yang hadir dalam ide tubuh dan pikiran Marcel Pagnol dipertegas dalam kutipan berikut ini. 17 Je fis tourner, lentement, la clef… Je tirai… Le vantail vint à moi… J‟entrai dans le vaste placard, je haussai la bougie : ils étaient là, les deux gros carniers de cuir fauve, avec leurs poches de filet… Ils étaient gonflés à crever et, de chaque côté, pointait le goulot bouché d‟une bouteille… Sur une étagère, à côté des carniers, les deux cartouchières que j‟avais garnies moi-même. Qulle fête se préparait Une grande indignation me souleva, et je pris une décision farouche : j‟irais avec eux, malgré eux LGMP1165 Aku memutar perlahan-lahan kunci, aku menarik daun pintu ke arahku. Aku masuk ke lemari dinding yang luas, aku mengangkat lilin : mereka di sana, dua kantong besar yang terbuat dari kulit berwarna kekuningan, dengan kantong-kantong yang terbuat dari jaring. Mereka menggembung sampai hampir robek di setiap masing-masing sisinya, mencuat leher botol. Pada sebuah rak di samping kantong, kedua senapan yang telah ku lumas oleh diriku sendiri. Pesta macam apa yang sedang disiapkan Kemarahan besar membakar diriku, dan aku mengambil sebuah keputusan: aku akan pergi bersama mereka meskipun mereka tidak mengizinkan. Setelah Paul memberitahu kebenaran mengenai keberangkatan dalam berburu yang tidak ditunda, Pagnol segera membuktikan hal itu dengan melihat persiapan di lemari makan di dapur ketika seluruh anggota keluarga sudah tertidur pulas. Pada kalimat « j e pris une décision farouche: j‟irais avec eux, malgré eux „aku mengambil sebuah keputusan: aku akan pergi bersama mereka meskipun mereka tidak mengizinkan‟» menunjukkan sebuah kenekatan yang akan diambil oleh seorang anak yang berusia delapan tahun yang memiliki keberanian besar. Realita homo duplex dari kutipan di atas terjadi ketika Marcel Pagnol bersikeras ingin ikut berburu padahal orang lain melarangnya. Data di atas menunjukkan pula bahwa Pagnol lebih mengutamakan hasrat individualnya sebagai makhluk individu yang terisolasi oleh pemikirannya sendiri dibandingkan dirinya sebagai makhluk sosial. Ayah Pagnol yang berhasil mendapatkan dua burung paling didambakan oleh para pemburu yaitu le coup du roi membawa kedua burung tersebut ke kota untuk menambah pengetahuan mengenai bartavelle. Kali ini, Pagnol diajak serta oleh ayahnya, kemudian mereka menemui seorang pastor yang tahu banyak tentang perdrix royales tersebut. 18 L‟arrivée de notre groupe lui fit lever la tête, et comme « ces gens profitent de tout ». Il fit à mon père un grand beau sourire, et dit, d‟une voix agréable : - Monsieur, si ces perdrix royales ne viennent pas de quelque marchand, permettez-moi de vous faire mon compliment C‟était la première fois que je voyais mon père en face de l‟ennemi sournois. A ma grande surprise, il lui répondit fort poliment : Elles viennent du vallon de Lancelot, Monsieur le Curé. LGMP1210 „Kehadiran rombongan kami membuat pastor itu mengangkat kepala, dan seolah-olah berpikir bahwa « orang-orang ini menguntungkan dari segala hal ». Dia tersenyum lebar kepada ayahku, dan dia bilang, dengan suara senang : - Tuan, jika burung perdrix royales ini bukan berasal dari pedagang, ijinkan saya memberi pujian Ini untuk pertama kalinya saya melihat ayah di depan musuh berlaku munafik. Di tengah keterkejutanku, dia menjawab pastor itu dengan sangat sopan. - Mereka berasal dari lembah Lancelot, Tuan pastor. ‟ Pada kutipan 18, dapat diketahui bahwa sang pastor memberikan pujian atas keberhasilan ayah Pagnol dalam mendapatkan buruan yang paling luar biasa tersebut. Tanggapan ramah ayahnya yang seorang atheis kepada pastor membuat Pagnol keheranan, sebagaimana tampak dalam kalimat “C‟était la première fois que je voyais mon père en face de l‟ennemi sournois. A ma grande surprise, il lui répondit fort poliment „Ini untuk pertama kalinya saya melihat ayah di depan musuh berlaku munafik. Di tengah keterkejutanku, dia menjawab pastor itu dengan sangat sopan‟”. Keramahan ini tidak biasa karena Pagnol baru mengetahuinya untuk pertama kali. Fakta homo duplex dari analisis di atas ditunjukkan oleh tokoh ayah Pagnol. Hal tersebut dikarenakan ayah Pagnol yang seorang atheis dan biasanya tidak menyukai sesuatu yang berbau agama tiba-tiba berlaku sangat sopan kepada pastor. Ketidakbiasaan ini tersirat dalam ungkapan Pagnol « A ma grande surprise, il lui répondit fort poliment „Di tengah keterkejutanku, dia menjawab pastor itu dengan sangat sopan‟». Dalam diri ayah Pagnol bisa saja menganggap bodoh dan merendahkan orang yang percaya pada Tuhan, namun karena masyarakat Prancis saat itu masih menganggap tabu apa saja yang bertentangan dengan gereja maka ayah Pagnol bertoleransi dengan baik. Ayahnya sedang menempatkan diri pada posisi yang semestinya, yakni dengan berlaku sopan dan hormat kepada tokoh masyarakat yang biasa disegani oleh banyak orang. Hal itu membuktikan bahwa ayah Pagnol lebih mengutamakan individunya sebagai makhluk sosial dibanding hakikat dirinya sebagai makhluk individu, meskipun bertentangan dengan keyakinan individualnya. Pada hakikatnya manusia bisa saja memiliki ide, kepercayaan dan keinginan yang berbeda dengan orang lain di sekitarnya. Meskipun demikian, sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang memiliki sebuah adat dan norma tertentu maka mereka harus bisa ikut berbaur dan menyesuaikan diri. Seandainya mereka tidak mau atau tidak bisa mengikuti kesadaran kolektif yang ada di tengah masyarakat maka mereka akan terasing dan hidup dengan berbagai macam kekhawatiran karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia adalah homo duplex atau makhluk ganda sebagaimana tercermin pada tokoh-tokoh yang terdapat dalam roman La Gloire de Mon Père karya Marcel Pagnol ini.

4.2 Realitas Individualisme Moral yang Terdapat dalam Masyarakat