individualism in society is undeniable. The age-old question of the relationship  between  the  individual  and  society  is  a  keystone  of
his work www.jstor.orgsici.
Meskipun  perluasan  hasil  karya  pemikiran  Durkheim  terdiri  dari bermacam-macam interpretasi dari sekian banyak hasil pemikirannya, makna
dari  pemikiran  yang  panjang  mengenai  perkembangan  individualisme  dalam masyarakat tidak bisa diabaikan. Pertanyaan kuno mengenai hubungan antara
individu  dan  masyarakat  adalah  jawaban  dari  hasil  pemikirannya www.jstor.orgsici.
Masih dari sumber yang sama, individualisme moral Durkheim tampak pada  konsep  mengenai  pemujaan  individu.  Sebagaimana  dapat  kita  lihat
melalui kutipan berikut: This  chronolo
gical  sequence  culminates  in  Durkheim‟s development  of  the  idea  of  moral  individualism  as  seen  in  his
“cult of the individual”, a potentially integrative factor in modern society www.jstor.orgsici.
Urutan  kronologis  ini  puncaknya  adalah  perkembangan  paham
individualisme  moral  Durkheim  seperti  terlihat  dalam  “pemujaan  individu” yang  diajukannya,  sebuah  faktor  yang  melekat  dalam  masyarakat  modern
www.jstor.orgsici.
2.2.1 Homo Duplex
Menurut Durkheim, dalam diri kita terdapat dua hakikat. Hakikat yang pertama  didasarkan  pada  individualitas  tubuh  kita  yang  terisolasi  dan  kedua
adalah hakikat kita sebagai makhluk sosial. Hakikat yang terakhir inilah yang merupakan diri kita yang tertinggi dan merepresentasikan segala sesuatu yang
deminya  kita  rela  mengorbankan  kedirian  dan  kepentingan  jasmaniah  kita sendiri  Ritzer  dan  Goodman  2010:109.  Dua  diri  ini  hadir  dalam  ide  tubuh
dan pikiran: Bukan  tanpa  alasan  kalau  manusia  merasakan  dirinya  menjadi  ganda,
karena  dia  memang  ganda.  Dalam  dirinya  ada  dua  kelas  kesadaran  yang berbeda satu  sama lain  dalam hal asal  dan hakikatnya, dan dalam hal  tujuan
akhir  yang  ingin  dicapai  keduanya.  Kelas  pertama  selalu  mengekspresikan organisme  kita  dan  objek-objek  yang  terkait  dengannya.  Karena  bersifat
sangat individual, kesadaran dari kelas ini hanya menghubungkan kita dengan diri  kita  sendiri,  dan  kita  tidak  bisa  melepaskan  mereka  dari  diri  kita
sebagaimana  halnya  kita  tidak  bisa  lepas  dari  tubuh  kita  sendiri.  Kesadaran dari  kelas  kedua,  sebaliknya,  datang  kepada  kita  dari  masyarakat,  dia
mengirim masyarakat ke dalam diri kita dan menghubungkan diri kita dengan sesuatu yang melebihi kita. Karena bersifat kolektif, impersonal, kesadaran ini
mengarahkan  kita  kepada  tujuan  yang  sama-sama  ingin  kita  capai  bersama orang  lain;  hanya  melalui  kesadaran  inilah  kita  dapat  dan  mungkin
berkomunikasi  dengan  orang  lain.  Oleh  karena  itu,  sebenarnya  hakikat  kita terbagi  menjadi  dua  bagian,  dan  layaknya  dua  makhluk  berbeda,  yang
meskipun  terkait  erat  satu  sama  lain,  namun  terdiri  dari  unsur  yang  sangat berbeda  dan  mengarahkan  kita  menuju  arah  yang  berlawanan  Durkheim
dalam Ritzer dan Goodman 2010:109-110. Seperti yang dijelaskan oleh Durkheim di atas, dua diri tersebut selalu
berada dalam bentuk  ketegangan, tetapi  juga saling berhubungan. Pengertian
kita  tentang  individualitas  kita  berkembang  sebagaimana  berkembangnya masyarakat Ritzer dan Goodman 2010:110.
Analisis ini bisa dikaitkan lagi kepada teori campur berbaurnya agama dan  moralitas  yang  bersifat  primitif.  Dimana-mana  dalam  pemikiran,  orang
telah membayangkan diri sebagai dua makhluk berlainan, raga dan jiwa. Raga dikatakan  berada  di  dunia  materiil,  jiwa  di  dalam  lingkungan  yang  tidak
kontinu  dari  yang  kudus.  Suatu  kepercayaan  yang  universal  bukanlah  suatu kebetulan  dan  sama  sekali  juga  bukan  khayalan,  serta  harus  berada  si  atas
suatu kegandaan, yang hakiki untuk kehidupan manusia di dalam masyarakat Giddens 2007:142.
Dalam masyarakat modern, homo duplex merepresentasikan perbedaan antara  mengejar  ego  dan  hasrat  individual  kita  dengan  kesiapan  untuk
mengorbankan  mereka  atas  nama  individualitas  yang  kita  percaya  bahwa semua manusia memiliki keadaan yang sama Ritzer dan Goodman 2010:110.
2.2.2 Individualisme Moral