Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

dalam lingkungan keluarga. Bagi anak keluarga sebagai tempat belajar berinteraksi sosial dan keluarga merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu jaringan sosial, karena keluarga juga berpengaruh besar bagi tahun-tahun awal kehidupan anak. Menurut Hurlock 1980 pengalaman sosial yang dini memainkan peranan yang penting dalam pembentukan hubungan sosial di masa depan dan pola perilaku terhadap orang-orang lain. Dan karena kehidupan berpusat di rumah maka rumahlah diletakkan sebagai dasar perilaku dan sikap sosialnya kelak. Jadi, anak pertama kali belajar apapun berawal dari rumah, dimana dalam rumah pasti terdapat yang namanya keluarga dan anggota keluarga. Menurut Mussen, dkk 1994 setelah anak belajar bersosialisasi dalam keluarga kemudian anak belajar bersosialisasi di luar rumah yang diperoleh dari teman sebaya, sekolah, guru, dan lingkungan yang lebih luas. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa tahap-tahap anak berinteraksi sosial yaitu berawal dari lingkungan keluarga, teman sebaya yang didapat dari lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

2.2.7 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Untuk melihat bagaimana interaksi sosial itu dapat terjadi, terdapat beberapa bentuk interkasi sosial untuk membedakannya. Menurut Soekanto 2006 bentuk-bentuk interaksi sosial terbagi menjadi dua, yaitu proses-proses yang asosiatif dan disasosiatif. Proses-proses yang asosiatif terdiri dari kerja sama dan akomodasi, sedangkan proses-proses yang disasosiatif terdiri dari persaingan dan kontravensi. 2.2.7.1 Proses-proses yang Asosiatif Proses-proses yang asosiatif terdiri dari kerja sama dan akomodasi. Kerja sama Cooperation adalah untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan pada kerja sama. Kerja sama disini merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kebiasaan dan sikap kerja sama dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu anak tersebut akan menggambarkan bermacam-macam pola kerja sama setelah dia menjadi dewasa. Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Menurut Cooley dalam Soekanto 2006 kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut dengan kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna. Sedangkan akomodasi accomodation dapat dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan berarti adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. 2.2.7.2 Proses-proses yang Disasosiatif Proses-proses disasosiatif sama halnya dengan kerja sama dapat ditemukan di setiap masyarakat walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Proses-proses disasosiatif tersebut berbentuk persaingan competition dan kontravensi contravention. Persaingan competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Kontravensi contravention pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai oleh gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Perasaan tersebut dapat pula berkembang terhadap kemungkinan, kegunaan, keharusan, atau penilaian terhadap suatu buah pikiran, kepercayaan, doktrin, atau rencana yang dikemukakan orang perorangan. Dalam bentuknya yang murni kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian, tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.

2.2.8 Bentuk-bentuk Tingkah Laku Sosial Anak