untuk menolak orang lain, ini yang sering disebut antipati. Jadi kalau simpati itu bersifat positif maka antipati bersifat negatif. Dalam antipati individu
menunjukkan adanya rasa penolakan pada orang lain. Simpati berkembang dalam hubungan individu satu dengan individu yang lain, demikian pula antipati.
Dengan timbulnya simpati, akan terjalin saling pengertian yang mendalam antara individu satu dengan individu yang lain. Dengan demikian maka interaksi sosial
yang berdasarkan atas simpati akan jauh lebih mendalam apabila dibandingkan dengan interaksi baik atas dasar sugesti maupun imitasi.
2.2.6 Tahap-tahap Anak Berinteraksi Sosial
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya, atau teman sebayanya.
Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai
perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar, sering memarahi, acuh
tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tata krama
atau budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku seperti bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois, senang menyendiri, kurang
memiliki sikap tenggang rasa, dan kurang memperdulikan norma dalam berperilaku, menurut Yusuf 2009. Proses interaksi sosial antara anak dan
orangtua, antara anak dan anggota keluarga yang lainnya terjadi pertama kali
dalam lingkungan keluarga. Bagi anak keluarga sebagai tempat belajar berinteraksi sosial dan keluarga merupakan bagian yang sangat penting dalam
suatu jaringan sosial, karena keluarga juga berpengaruh besar bagi tahun-tahun awal kehidupan anak.
Menurut Hurlock 1980 pengalaman sosial yang dini memainkan peranan yang penting dalam pembentukan hubungan sosial di masa depan dan
pola perilaku terhadap orang-orang lain. Dan karena kehidupan berpusat di rumah maka rumahlah diletakkan sebagai dasar perilaku dan sikap sosialnya kelak. Jadi,
anak pertama kali belajar apapun berawal dari rumah, dimana dalam rumah pasti terdapat yang namanya keluarga dan anggota keluarga. Menurut Mussen, dkk
1994 setelah anak belajar bersosialisasi dalam keluarga kemudian anak belajar bersosialisasi di luar rumah yang diperoleh dari teman sebaya, sekolah, guru, dan
lingkungan yang lebih luas. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa tahap-tahap anak berinteraksi sosial yaitu berawal dari lingkungan keluarga, teman sebaya
yang didapat dari lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
2.2.7 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial