Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran. 7 Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran. 8 Kemampuan dalam melaksanakan unsur-
unsur penunjang, misalnya paham akan administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan. 9 Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah
untuk meningkatkan kinerja.
c. Kompetensi Sosial Kemasyarakatan
Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial meliputi 1 Kemampuan untuk
berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan professional 2 Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-
fungsi setiap lembaga kemasyarakatan 3 Kemampuan untuk menjalin kerjasama, baik secara individual maupun secara kelompok.
Triyanto menyatakan 2006:62 kompetensi adalah kemampuan seseorang baik kualitas maupun kuantitas. Kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, dan
keterampilan yang dimiliki seseorang berkenaan dengan tugas jabatan maupun profesinya.
Dalam Undang- Undang Guru dan Dosen Tahun 2005 guru dikatakan kompeten apabila menguasai empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
1. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dan dosen dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Seorang guru dan dosen dikatakan
mempunyai kompetensi pedogogik minimal apabila telah menguasai bidang studi tertentu, ilmu pendidikan, baik metode pembelajaran, maupun pendekatan
pembelajaran. Selain itu kemampuan pedagogik ditunjukkan dalam kemampuan guru untuk membantu, membimbing, dan memimpin. Rifai dalam Suryosubroto
2002: 4 mengatakan: ”Di dalam situasi pengajaran, guru dan dosenlah yang memimpin dan bertanggung-jawab atas kepemimpinan yang dilakukan. Ia tidak
melakukan intruksi-intruksi dan tidak berdiri di bawah manusia lain kecuali dirinya sendiri, setelah masuk dalam situasi kelas.
Jadi dalam lingkup pembelajaran di kelas, guru hendaklah mengajar anak didik sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh kesempatan untuk membuat
keputusan sendiri dan menyadari bahwa seseorang dapat belajar secara efektif bila memiliki tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Di pihak
lain antara gurudosen bukan lagi terlibat hubungan hirarkis antara atasan dan bawahan dalam memperoleh ilmu, tetapi dalam pembelajaran terdapat adanya
guru yang potensial dan murid yang potensial. Anwar, 1986: 14 dalam Wina Sanjaya 2006: 41. Dengan kata lain guru dan dosen dalam pembelajaran
bertindak sebagai mediator, motivator dan fasilitor siswa dalam mengembangkan dirinya. Artimya, setelah peserta didik masuk kelas tugas guru adalah sebagai
pemimpin dan bukan semata-mata mengontrol atau mengkritik. Dalam situasi demikian guru dan dosen dapat menentukan kebijakan yang sangat kursial nasib
pendidikan anak didiknya. Kenyataan ini dapat dipahami karena didalam kelas itu, seorang guru dan
dosen dapat tampil sebagai tokoh yang mampu membuat peserta didik berfikir
diveregen dengan memberikan pertanyaan yang jawabannya tidak hanya sekedar terkait dengan fakta; Ya atau Tidak, akan tetapi lebih dari itu, seorang guru di
dalam kelas dapat juga merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban secara kreatif, imajinatif-hipotetik dan sintetik thought provoking
questions. Namun sebaliknya, dengan otoritasnya di kelas yang begitu besar itu,
seorang guru tidak menutup kemungkinan untuk tampil sebagai sosok yang justru membosankan, instruktif dan tidak mampu menjadi idola peserta didik. Bahkan,
tidak jarang dia juga bisa berkembang ke arah suatu proses pembelajaran yang yang secara tidak sadar mematikan kreatifitas, menumpulkan daya nalar dan
mengabaikan aspek afektif dan dengan demikian dapat dimasukan kedalam kategori bangking concept of education.
2. Kompetensi kepribadian