KERANGKA BERPIKIR LANDASAN TEORI

No Judul Peneliti Variabel Independen Objek Penelitian Hasil Penelitian 7 Corporate Social Responsibility as a Conflict between Shareholders Amir Barnea and Amir Rubin Insider Ownership, Institusional Ownership, Leverage Companies Significance Positive 8 Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial CSR Disclosure Novita Machmud, Chaerul D. Djakman Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006 X1=signifik an postif X2= tidak signifikan negatif Sumber: Jurnal dan Skripsi

2.9. KERANGKA BERPIKIR

Penelitian dilakukan untuk menggambarkan tentang praktik pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilaksanakan oleh perusahaan manufaktur di Indonesia dan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh size perusahaan, profitabilitas, financial leverage jumlah dewan komisaris, dan struktur kepemilikan institusional terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan CSR Disclosure. CSR merupakan suatu bentuk kontribusi dunia usaha bagi pembangunan berkelanjutan sustainable development, yang berarti suatu bentuk kotribusi suatu entitas bisnis yang dapat memberikan manfaat tidak hanya untuk perusahaan itu sendiri, tetapi terutama juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan di sekitar tempat perusahaan tersebut beroperasi. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sangat perlu dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh nilai tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk dari penggunaan sumber-sumber sosial social resources. Jika aktivitas perusahaan menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial maka dapat timbul adanya biaya sosial social cost yang harus ditanggung oleh masyarakat, sedangkan apabila perusahaan meningkatkan mutu social resources maka akan menimbulkan manfaat sosial social benefit Rosmasita, 2007. Size perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan. Perusahaan besar akan menghadapi risiko politis yang lebih besar daripada perusahaan kecil. Secara teoritis, perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan pertanggung jawabab sosial. Dengan mengungkapkan kepedulian terhadap lingkungan melalui pelaporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka panjang bisa terhindar dari biaya yang sangat besar akibat tuntutan masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, di mana perusahaan yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut Sembiring, 2005. Dengan demikian dapat diartikan bahwa size perusahaan memiliki hubungan yang positif terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Hal ini juga menjelaskan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka pengungkapan tanggung jawab sosial akan dilakukan juga akan semakin lengkap dan luas. Profitabilitas menjadi faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial perusahaan kepada pemegang saham Heinze dalam Rosmasita, 2007. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial. Sementara itu, Sembiring 2005 menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi, perusahaan manajemen menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja manajemen, misalnya dalam lingkup sosial. Maka, investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Hubungan antara kinerja keuangan suatu perusahaan, dalam hal ini profitabilitas, dengan pengungkapan tanggung jawab sosial paling baik diekspresikan dengan pandangan bahwa tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk membuat suatu perusahaan memperoleh laba. Manajemen yang sadar dan memperhatikan masalah sosial juga kan memajukan kemampuan yang diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan perusahaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Financial leverage juga berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi karena biaya keganenan dengan struktur modal yang seperti itu akan lebih tinggi Jensen dan Meckling dalam Anggraini, 2006. Struktur modal yang dimaksud perbandingan antara hutang, saham preferen, dan saham biasa yang direncanakan perusahaan untuk menambah modal. Perusahaan yang memiliki beban hutang yang tinggi berarti menggunakan hutang yang semakin tinggi pula. Dapat disimpulkan, jika perusahaan dengan rasio hutang yang tinggi dapat memiliki leverage yang tinggi pula. Dengan adanya tambahan informasi seperti pengungkapan pertanggung jawaban sosial akan menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kresditur. Dengan kata lain, perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi akan memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas jika dibandingka dengan leverage yang lebih rendah. Ketergantungan perusahaan terhadap hutang dalam membiayai kegiatan operasinya tercermin dalam tingkat financial leverage. Dengan demikian, leverage ini juga mencerminkan tingkat risiko keuangan perusahaan. Berdasarkan teori agensi, tingkat leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial Sembiring, 2005. Semakin tinggi tingkat leverage rasio utangekuitas semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit, sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi yang dapat dilakukan dengan cara mengurangi biaya-biaya, termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial. Dewan komisaris adalah mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Komposisi individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan hal penting dalam memonitor aktivitas manajmen secara efektif. Dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan dipandang lebih baik, karena pihak dari luar perusahaan akan menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan dengan lebih objektif dibanding perusahaan yang memiliki susunan dewan komisaris yang hanya berasal dari dalam perusahaan Sulastini, 2007. Besar kecilnya dewan komisaris dapat diukur dengan menggunakan jumlah anggota dewan komisaris dari perusahaan yang terdiri dari komisaris utama dan komisaris independen. Untuk lebih memantapkan efektivitas komisaris yang independen, jumlah komisaris independen dalam satu perusahaan paling sedikit 30 dari seluruh komisaris atau paling sedikit 1 satu orang. Coller dan Gregory dalam Sembiring 2005 menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executive Officer CEO dan monitoring yang lebih efektif. Penelitian yang berkaitan dengan dewan komisaris di Indonesia yang dilakukan Arifin 2002 menemukan bahwa komposisi dewan komisaris yang mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap pengungkapan sukarela Sembiring, 2005. Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab pada divisi tertentu untuk menyerahkan tanggungjawab pada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara profesional perkembangan investasinya. maka tingkat pengendalian terhadap tidakan manajemen tinggi dan tingkat kecurangan dapat ditekan. Investor institusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu investor pasif dan investor aktif. Investor pasif tidak terlalu ingin terlibat dalam pengambilan keputusan manajerial. Sedangkan investor aktif ingin terlibat dalam pengambilan keputusan manajerial. Keberadaan institusi inilah yang mampu menjadi alat monitoring efektif bagi perusahaan Pozen dalam Etty Murwaningsari 2009. Dengan adanya kontrol yang ketat, menyebabkan manajer manggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan risiko kebangkrutan. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Shleifer and Vishny dalam Burnae dan Rubin, 2005 bahwa institusional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambulan keputusan perusahaan. Begitu pula penelitian Wening 2009 semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Dengan demikian struktur kepemilikan institusional mempunyai hubungan yang positif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan latar belakang dan landasan teori di atas, maka dapat dibuat model kerangka berpikir seperti Gambar berikut ini: Gambar 2.1 Kerangka Pikir

2.10. HIPOTESIS

Dokumen yang terkait

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, KOMISARIS INDEPENDEN, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, LEVERAGE DAN UKURAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

0 27 24

Pengaruh mekanisme corporate governance, ukuran perusahaan dan profitabilitas perusahaan terhadap pengungkapan corporate social responsibility di dalam laporan sustainability : Studi empiris pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-

0 6 156

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY, KEPEMILIKAN MANAJEMEN, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, DAN DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN

6 35 148

Pengaruh Tingkat Leverage, Ukuran Dewan Komisaris, dan Struktur Kepemilikan Saham Perusahaan terhadap CSR Disclosure. (Studi Empiris Pada Perusahaan Sub Sektor Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014)

0 7 142

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, KEPEMILIKAN INSTITUSI, SIZE, PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

0 2 89

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN UKURAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN UKURAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi Em

0 4 15

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, KEPEMILIKAN ASING, DAN UMUR PERUSAHAAN TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN PROPERTY D

0 4 192

PENGARUH UKURAN DEWAN KOMISARIS, LEVERAGE, PROFITABILITAS, SIZE, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, DAN Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Leverage, Profitabilitas, Size, Kepemilikan Institusional, Dan Kepemilikan Saham Publik Terhadap Pengungkapan CSR Pada Perusa

0 1 16

PENGARUH UKURAN DEWAN KOMISARIS, LEVERAGE, PROFITABILITAS, SIZE, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, DAN Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Leverage, Profitabilitas, Size, Kepemilikan Institusional, Dan Kepemilikan Saham Publik Terhadap Pengungkapan CSR Pada Perusa

0 1 15

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN REAKSI PASAR

0 0 15