4.7 Hubungan Kadar Asam Urat dan KKvM
Hasil penelitian menunjukkan dari 57 pasien SKA dengan hiperurisemia terdapat 37 orang 64,9 mengalami KKvM. Sedangkan dari 39 pasien SKA
dengan normourisemia terdapat 17 orang 43,6 yang mengalami KKvM. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square ditemukan hubungan yang signifikan
antara kadar asam urat dan KKvM p = 0,039, p 0,05. Nilai RR yang diperoleh adalah 1,489 IK 95 1,039 – 5,516 yang menunjukkan bahwa pasien SKA
dengan kadar asam urat yang melebihi nilai normal berisiko akan mengalami KKvM 1,489 kali dibandingkan pasien SKA dengan kadar asam urat yang
normal.
Tabel 4.7. Hubungan Kadar Asam Urat dan KKvM
Kadar Asam Urat, n
KKvM P
RR IK 95
Ya Tidak
Hiperurisemia 37 64,9
20 35,1 0,039
1,489 1,039 – 5,516
Normourisemia 17 43,6
22 56,4
Gambar 4.6 Grafik Histogram Hubungan Kadar Asam Urat dan KKvM
10 20
30 40
50 60
70
Hiperurisemia Normourisemia
P ro
p p
o rs
i
KKvM Tidak ada KKvM
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan studi mixcohort yang bertujuan untuk mengetahui manfaat kadar asam urat dalam memprediksi kejadian klinis
kardiovaskular mayor KKvM pada pasien SKA selama perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan.
Pada penelitian ini, sebagian sampel diambil dari data sekunder rekam medis pasien sindroma koroner akut SKA secara retrospektif yang dimulai dari
bulan Agustus 2014 sampai dengan Oktober 2014 dan sebagian sampel lainnya diperoleh secara prospektif mulai bulan November sd 15 Desember 2014 yang
dirawat di CVCU RSUP H.Adam Malik Medan. Pada penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 96 orang dengan diagnosis SKA yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Dari data karakteristik subjek penelitian ini didapatkan dari 96 pasien
dengan SKA, didapatkan mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 orang 77,2 pada kelompok hiperurisemia dan 33 orang 84,6 pada
kelompok normourisemia. Rerata umur pada kelompok hiperurisemia adalah 54,96 tahun dan kelompok normourisemia dengan rerata umur 51,92 tahun. Hal
ini sesuai dengan penelitian Kojima dkk 2005 yang menunjukkan bahwa laki- laki memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi bila dibandingkan perempuan.
Pada penelitian ini dijumpai bahwa 50.9 pasien pada kelompok hiperurisemia mempunyai hipertensi sedangkan pada kelompok normourisemia
terdapat sebanyak 41. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Kojima dkk 2005;
Universitas Sumatera Utara
Johnson RJ dkk 2005 yang menunjukkan bahwa pasien-pasien hipertensi memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi.
Selain itu, penelitian Tuomilheto dkk 1988 yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar asam urat dan status diabetik. Hasil ini
sesuai dengan penelitian ini dimana sebagian besar pasien pada dua kelompok tidak mempunyai diabetes melitus DM. Namun, penemuan ini berbeda pada
penelitian lain oleh Safi AJ dkk 2004 yang menunjukkan bahwa hiperurisemia berhubungan signifikan dengan DM tipe 2.
Pada penelitian Tsuchiya M dkk 2002; Timimi FH dkk 1998 yang menunjukkan bahwa kadar asam urat yang rendah dijumpai pada orang-orang
yang merokok dan penurunan antioksidan termasuk asam urat pada orang-orang yang merokok Dietrich dkk, 2003;Goraca dkk,2005 yang mengindikasi bahwa
stres oksidatif meningkat setiap kali rokok dihisap Tsuchiya M dkk,2002. Hal ini berbeda pada penelitian ini dimana dijumpai kebanyakan pasien pada kedua
kelompok memiliki kebiasan merokok, 36 orang 63,2 pada kelompok hiperurisemia dan 25 orang 64,1 pada kelompok normourisemia.
Variabel lain yang penting adalah perbedaan profil lipid. Pada penelitian ini dijumpai perbedaan rerata trigliserida antara kelompok pasien hiperurisemia
dan normourisemia adalah signifikan P = 0.0001. Namun, untuk parameter profil lipid lain tidak ditemukan perbedaan rerata yang signifikan bermakna P
0,05. Hal ini sesuai dengan penelitian Rathmann W dkk 2007; Lippi G dkk 2010 yang menunjukkan bahwa hiperurisemia sering dihubungkan dengan
dislipidemia, khususnya hipertrigliserida.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini telah dilakukan penilaiaan hubungan kadar asam urat dan KKvM termasuk gagal jantung akut, aritmia, syok kardiogenik dan mortalitas.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai hubungan kadar asam urat dan aritmia dengan menggunakan uji fisher’s exact p = 0,735,p 0,05 dan tidak
dijumpai hubungan kadar asam urat dan mortalitas dengan uji fisher’s exact p = 1.000,p 0,05. Begitu juga ketika dilakukan hasil analisis menggunakan uji
fisher’s exact ditemukan hubungan yang tidaksignifikan antara kadar asam urat dan syok kardiogenik p = 0,437, p 0,05. Namun, hubungan kadar asam urat
dan gagal jantung akut menunjukkan dari 57 pasien SKA dengan hiperurisemia terdapat 24 orang 42,1 mengalami gagal jantung akut.
Sedangkan dari 39 pasien SKA dengan normourisemia hanya 8 orang 20,5 yang mengalami gagal jantung akut. Dari hasil analisis menggunakan uji
chi square ditemukan hubungan yang signifikan antara kadar asam urat dan gagal jantung akut p = 0,028, p 0,05. Nilai RR yang diperoleh adalah 2,053 IK 95
1,031 – 7,203 yang menunjukkan bahwa pasien SKA dengan kadar asam urat yang melebihi nilai normal berisiko akan mengalami gagal jantung akut 2,053 kali
dibandingkan pasien SKA dengan kadar asam urat yang normal. Hasil penelitian ini juga menunjukkan dari 57 pasien SKA dengan
hiperurisemia terdapat 37 orang 64,9 mengalami KKvM. Sedangkan dari 39 pasien SKA dengan normourisemia terdapat 17 orang 43,6 yang mengalami
KKvM. Dari hasil analisis menggunakan uji chi square ditemukan hubungan yang signifikan antara kadar asam urat dan KKvM p = 0,039, p 0,05. Nilai RR yang
diperoleh adalah 1,489 IK 95 1,039 – 5,516 yang menunjukkan bahwa pasien SKA dengan kadar asam urat yang melebihi nilai normal berisiko akan
Universitas Sumatera Utara
mengalami KKvM 1,489 kali dibandingkan pasien SKA dengan kadar asam urat yang normal.
Pada penelitian terdahulu oleh Lichen dkk 2012 menunjukkan bahwa KKvM termasuk gagal jantung, syok kardiogenik dan mortalitas adalah signifikan
lebih besar pada kelompok hiperurisemia denga IMA STE bila dibandingkan dengan kelompok normourisemia selama perawatan di rumah sakit. Setelah IMA,
pasien-pasien dengan hiperurisemia dijumpai lebih rentan untuk terjadinya remodelling ventrikel kiri serta terjadinya disfungsi sistolik dan diastolik,
sehingga insiden KKvM meningkat. Hiperurisemia juga dianggap meningkatkan stres oksidatif dan mengaktifkan sitokin inflamasi, juga menginduksi apoptosis
miosit jantung yang kemudian mempromosikan remodelling miokard. Lebih lanjut, IMA dapat menyebabkan hipoksia jaringan dan hipoperfusi,
yang dapat meningkatkan peran xanthine oxidase dan stres oksidatif , selanjutnya akan meningkatkan kadar asam urat. Akhirnya lingkaran setan dimana fungsi
jantung semakin memberat yang akan terjadi Hare JM dkk,2003. Hiperurisemia diketahui prediktor yang baik untuk terjadinya gagal jantung dan kematian pada
pasien sesudah IMA Kojima S dkk, 2003; Car S dkk, 2009. Pada penelitian oleh MY Nadkar dkk 2008 menunjukkan bahwa kadar asam urat adalah lebih tinggi
pada pasien infark miokard akut dan kadar asam urat berhubungan dengan kelas killip dimana pasien-pasien dengan kelas killip yang lebih tinggi memiliki kadar
asam urat yang tinggi dan kombinasi kelas killip dan kadar asam urat setelah infark miokard akut adalah prediktor yang baik terhadap mortalitas setalah infark
miokard akut.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan