1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, sastra merupakan salah satu materi pengajaran yang harus disampaikan. Pengajaran sastra termasuk dalam
pengajaran yang sudah tua dan sampai sekarang tetap bertahan dalam pengajaran atau tercantum dalam kurikulum sekolah. Bertahannya pengajaran
sastra di sekolah karena pengajaran sastra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek tujuan pendidikan, seperti aspek pendidikan susila,
sosial, sikap, penilaian, dan keagamaan Rusyana 1982:26. Pendidikan sebagai aspek kehidupan diperlukan oleh manusia untuk
menolong dirinya. Pendidikan memerlukan waktu yang lama, manusia juga perlu belajar untuk mendapatkan kecerdasan dan keterampilan.
Penulis sebagai seorang pendidik, dalam mengenal sastra bukan hanya membaca hasil karya sastra sekadar untuk mengetahui ceritanya melainkan
harus memahaminya sehingga dapat mendorong siswa agar mereka terangsang untuk menikmati serta memahami karya sastra tersebut. Dalam hal ini siswa
diharapkan bukan hanya mengenal karya sastra yang lahir beberapa puluh tahun yang lalu atau siswa bukan hanya mengenal judul-judul buku dan
pengarangnya saja, melainkan mereka harus mengetahui isi dan menelaahnya kemudian
mengenal perkembangan
buku-buku baru
sekaligus mengekspresikannya. Sejalan dengan itu, Rusyana 1982:6 mengungkapkan
bahwa tujuan pengajaran sastra adalah agar siswa memperoleh pengalaman sastra dan pengetahuan sastra.
Sumardjo 1980:39 mengatakan bahwa sastra adalah pemberian informasi lewat gambaran-
gambaran sehingga pendengar dan pembaca “ikut mengalami” dan menjadi jelas penyampaian informasinya, dalam hal ini
pengalaman manusia. Berdasarkan pendapat di atas, semakin jelaslah bahwa pembaca sastra
selain akan memperoleh nilai-nilai estetis yang ada, juga akan memperoleh pengetahuan dan informasi tentang pengalaman kehidupan manusia, berupa
hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, adat istiadat dan sebagainya.
Salah satu upaya dalam mencapai tujuan pengajaran sastra, pengetahuan sastra yang diajarkan pada siswa hendaknya berangkat dari suatu
penghayatan atas suatu karya sastra yang konkrit. Hal ini berarti bahwa pengetahuan ini merupakan pelengkap pengalaman sastra sehingga siswa
betul-betul memperoleh akar yang kuat. Sehubungan dengan hal tersebut maka nilai pengajaran sastra memiliki
dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan watak, yaitu a pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam, dan
b dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa, misalnya ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan
penciptaan. Karena itu pengajaran sastra dapat dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Dalam pembelajaran sastra khususnya drama, maka siswa diharapkan dapat menulis teks drama. Selain kegiatan menulis teks drama, diharapkan
pengalaman batin dalam diri siswa akan bertambah, wawasan siswa akan semakin luas sehingga akan terbentuk sikap mental yang positif dalam diri
siswa untuk menghadapi norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan meningkatkan pengetahuan atau wawasan siswa tentang berbagai
bentuk dan ragam sastra diharapkan akan menimbulkan rasa bangga terhadap sastra Indonesia sebagai salah satu budaya bangsa.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas IX B MTs AL-MASYHUD Weleri dapat diketahui
bahwa kemampuan siswa dalam menulis teks drama masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata siswa kelas IX B MTs AL-MASYHUD
Weleri sebesar 67,37 yang termasuk dalam kategori cukup. Dalam pembelajaran menulis drama, sewaktu peneliti mengadakan
observasi peneliti menemukan beberapa permasalahan di antaranya siswa kurang berminat dan kurang serius dalam mengikuti pembelajaran, banyak
siswa yang mengeluh jika kegiatan pembelajaran sampai pada menulis. Mereka merasa kesulitan dalam menuangkan ide atau gagasan yang akan
mereka tuangkan dalam bentuk tulisan. Agar hasil pembelajaran yang dicapai dapat maksimal, maka guru
harus memilih strategi pembelajaran yang tepat. Selama ini guru dalam membelajarkan drama khususnya menulis teks drama hanya menggunakan
metode ceramah dan siswa diminta untuk membuat teks drama. Oleh sebab
itu, hasil yang dicapai siswa tidak maksimal. Kekurang tepatan strategi yang digunakan oleh guru ini kemudian menyebabkan siswa menjadi kurang
termotivasi dan kurang berminat serta merasa jenuh dan bosan dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama.
Melihat kenyataan di atas, perlu diadakan suatu pembelajaran khusus mengenai menulis teks drama, misalnya dengan melatih siswa menulis teks
drama dengan pendekatan yang tepat. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan kontekstual komponen konstruktivisme, inkuiri
dan pemodelan karena melalui pendekatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menulis teks drama siswa dan merubah perilaku
siswa ke arah positif. Dengan penggunaan pendekatan kontekstual tersebut diharapkan siswa
dapat lebih aktif dan berminat dalam pembelajaran sastra khususnya menulis teks drama. Untuk itulah peneliti mengadakan penelitian tentang keterampilan
menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual pada siswa kelas IX B MTs AL-MASYHUD Weleri Kabupaten Kendal.
1.2 Identifikasi Masalah