Dengan prinsip tersebut siswa dapat belajar melalui fasilitas contoh-contoh yang disiapkan oleh guru.
b. Siswa sebagai Model
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk
memberi contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontek
berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa „contoh‟ tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain
dapat menggunakan model tersebut sebagai „standar‟ kompetensi yang harus dicapainya.
c. Seorang Ahli sebagai Model
Model juga didatangkan dari luar. Seseorang penutur asli berbahasa Inggris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk menj
adi „model‟ cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara, dan sebagainya. Jika
seseorang ahli tidak dapat dihadirkan di kelas, siswa dapat meneliti dari hasil- hasil karya dari para ahli yang telah dimuat dalam media cetak maupun media
elektronik untuk menemukan gagasan yang relevan.
2.2.4 Pembelajaran Menulis
Teks drama
dengan Pendekatan
Kontekstual Komponen Kontruktivisme, Inkuiri, dan Pemodelan
Pendekatan menulis teks drama di sini menggunakan pendekatan kontekstual. Ketika melaksanakan pembelajaran kontekstual, sebenarnya
ketujuh komponen pendekatan kontekstual tidak dapat lepas satu dengan yang lainnya. Akan tetapi kita dapat menekankan pada satu, dua atau tiga
komponen saja, bukan berarti meniadakan komponen lain dalam pelaksanaan pembelajaran CTL. Pembelajaran menulis teks drama dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kontekstual komponen konstruktivisme, inkuiri, dan pemodelan.
Dalam pembelajaran menulis teks drama guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang. Selanjutnya guru
menghadirkan model yang berupa contoh teks drama. Teks drama yang dijadikan model ini tidak untuk ditiru siswa, tetapi siswa harus aktif
menemukan sendiri
inkuiri, mengkontruksi
sendiri pengetahuan,
keterampilan menulis teks drama melalui model atau contoh teks drama. Agar menulis teks drama menjadi gampang Adrias Harefa dalam Nugroho
2007:46 memberi patokan dalam „belajar, membuat naskah karangan. Niteni, Nirokke, Nambahi. Tiga kata dalam bahasa Jawa yang kurang lebih memiliki
ati mengamati, menirukan dan menambahi. Rumus 3N ini sangat populer di kalangan para penulis, khususnya para penulis pemula. Di sini peran guru
hanya sebagai fasilitator dan motivator yang mengarahkan dan memotivasi keaktifan siswa.
Setelah mengamati model, siswa berdiskusi dengan teman satu kelompoknya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan teks drama, di
antaranya pengertian, ciri-ciri, struktur drama berdasarkan model. Selanjutnya hasil diskusi tiap kelompok ditulis dan ditempel di dinding kelas. Kelompok
lain memberi komentar mengenai hasil pekerjaan kelompok lain dan menempelkannya di sebelah hasil pekerjaan kelompok yang diberi komentar.
Guru kemudian memberi penegasan atau penguatan terhadap hasil pekerjaan siswa. Siswa dapat bertanya kepada guru mengenai materi atau hal-hal yang
berhubungan dengan teks drama yang belum dimengerti siswa. Setelah mengetahui hal-hal tentang teks drama yang baik, siswa
membuat tulisan teks drama sendiri. Setelah selesai menulis teks drama, siswa mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya teks drama pada teman
sekelas, guru untuk mendapatkan masukan melalui tanya jawab. Berdasarkan masukan dari teman dan guru, teks drama diperbaiki kemudian dapat
ditempelkan di dinding kelas atau ditempelkan di majalah dinding sekolah.
2.3 Kerangka Berpikir