Pengamatan Kepadatan Vektor Vektor Demam Berdarah Dengue

34 tergantung pada jenis penampungan airnya. Pertumbuhan larva dari instar ke instar dipengaruhi oleh air yang ada di dalam kontainer, pada kontainer dengan air yang lama biasanya terdapat kuman patogen atau parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan larva tersebut. Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan DBD yang lain adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah. 3 Lingkungan Kimia Bahan kimia telah banyak digunakan untuk pengendalian Aedes aegypti sejak lama. Metode yang digunakan dalam pemakaian insektisida adalah dengan lavarsida untuk membasmi jentik-jentiknya dan pengasapan untuk nyamuk dewasa. Pembrantasan jentik dengan bahan kimia dikenal dengan istilah abatisasi. Larvasida yang digunakan adalah temephos. Pengendalian nyamuk dewasa dengan insektisida dilakukan dengan sistem pengasapan. Pengasapan dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu.

2.1.2.7 Pengamatan Kepadatan Vektor

Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei yang di pilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik dan survei perangkap telur. Survei jentik di lakukan dengan cara pemeriksaan terhadap semua tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 seratus rumah yang di periksa di suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. 35 1. Cara Survei Jentik Survei jentik nyamuk Aedes aegypti dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Semua tempat atau bejana dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik. b. Untuk memeriksa tempat-tempat berukuran besar, seperti : bak mandi, tempayan, drum dan penampung air lainnya. Jika pada pandangan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira 1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada. c. Untuk memeriksa tempat penampungan alamiah seperti sumur, dapat dilakukan dengan alat bantu berupa funnel trap yang digunakan untuk mengambil air dalam sumur yang sulit di jangkau untuk memeriksa ada tidaknya jentik dengan mata telanjang. Perangkap nyamuk pradewasa yaitu pada stadium larva dapat digunakan perangkap yang dikenal dengan nama „perangkap corong‟ funnel trap karena salah satu komponen utamanya terbuat dari corong plastik. Perangkap corong hasil modifikasi US NAMRU-2 terdiri dari 4 empat komponen yaitu Gionar, 2001: 1 Corong plastik putih dengan diameter 20 cm 2 Botol plastik putih tertutup dengan kapasitas 1 liter 3 Baut logam 420 gram sebagai pemberat 4 Tambang plastik yang dikaitkan pada corong yang berfungsi untuk menurunkan perangkap ke dalam sumur dan mengambilnya kembali 36 Setiap perangkap dipasang di tiap sumur yang dipilih secara acak. Sebelum dimasukkan ke dalam sumur, botol diisi air hingga setengahnya, kemudian dilekatkan ke corong pasangannya dengan cara memasang tutupnya. Setelah itu dengan menggunakan tambang plastik, perangkap diturunkan ke dalam sumur hingga mencapai permukaan air, posisi corong berada di bagian bawah terendam air, sedangkan botol plastik ada di bagian atas. Sisa udara yang ada dalam botol plastik berfungsi sebagai pelampung. Perangkap corong ini berada di dalam sumur selama kurang lebih 24 jam larva dan pupa nyamuk akan terperangkap dan masuk ke dalam funnel trap tersebut. 2. Metode Survei Jentik Metode survei jentik dapat dilakukan dengan cara Depkes RI, 2005 : a. Single Larva: Cara ini dilakukan pada setiap tempat penampungan air yang ditemukan ada jentik. Untuk memeriksa jentik ditempat agak gelap atau airnya keruh biasanya digunakan senter. Satu ekor jentik akan diambil dengan cidukan gayung plastik atau menggunakan pipet panjang jentik sebagai sampel, untuk pemeriksaan spesies jentik identifikasi. Jentik yang diambil ditempatkan dalam botol kecil dan diberi label. Pemeriksaan jentik ini menggunakan pedoman kunci identifikasi nyamuk Aedes dari Ditjen PPPL tahun 2008. b. Visual: Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik jentik di setiap genangan air tanpa mengambil jentiknya. Biasanya dalam program DBD menggunakan cara visual. 37

2.1.3 Sumur Gali

2.1.3.1 Pengertian Sumur Gali

Sumur gali adalah sarana untuk menyadap dan menampung air tanah untuk air minum dengan cara menggali tanah berbentuk sumuran agar mendapatkan air yang sehat dan murah serta dapat dimanfaatkan oleh perorangan rumah tangga maupun kelompok Pengembangan Prasarana Perdesaan P2D, 2002 . Sumur gali merupakan sumber air bersih yang berasal dari lapisan kedua di dalam tanah, dalamnya dari permukaan tanah biasanya 5-15 meter kadang lebih dengan tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai serta dinding sumur minimal sedalam 3 m dari lantai dengan pengambilan air melalui tangan, pompa listrik atau ember Lud Waluyo, 2009:138. Sumur gali yang dipakai dikalangan masyarakat sebagian besar berupa sumur gali terbuka dengan menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu mudah terkena kontaminasi melalui rembesan yang berasal dari kotoran manusia, hewan maupun untuk keperluan domestik rumah tangga. Air pada sumur gali juga berperan sebagai insekta yang menyebarkan penyakit pada masayarakat. Insekta demikian disebut vektor penyakit, salah satunya demam berdarah dengue. Telah diketahui bahwa nyamuk Aedes aegypti senang bertelur bukan pada air kotor atau air yang langsung bersentuhan dengan tanah, melainkan di dalam air tenang dan jernih. Air tenang dan jernih ini sering terdapat dalam vas bunga, drum, ember, ban bekas, kaleng bekas,dan barang- barang lainnya yang bisa menampung air hujan Kasetyaningsih, 2006.

Dokumen yang terkait

Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Dan Pelaksanaan 3m Plus Dengan Kejadian Penyakit Dbd Di Lingkungan XVIII KELURAHAN BINJAI KOTA MEDAN TAHUN 2012

4 98 88

Pengukuran Kepadatan Nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan Indeks Ovitrap Di Pelabuhan Biang Lancang Lhokseumawe Tahun 2004

2 40 69

Efektifitas Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti (L.)

1 77 96

Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

3 26 120

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTI DI RW 7 KELURAHAN SUKOREJO KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

0 6 125

PERBEDAAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti BERDASARKAN KARAKTERISTIK KONTAINER DI DAERAH ENDEMIS DEMAM BERDARAH DENGUE (STUDI KASUS DI KELURAHAN BANGETAYU WETAN KOTA SEMARANG TAHUN 2013)

0 8 128

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KONTAINER DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS MIJEN TAHUN 2015.

0 5 15

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku PSN Dengan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Di Desa Ngesrep Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.

0 0 16

Hubungan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti di Kelurahan Jrakah Kecamatan Tugu Kota Semarang Tahun 2007 - UDiNus Repository

0 0 4

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTI DI KELURAHAN TOBUUHA KECAMATAN PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 8