katekin menjadi kompleks oligomer flavonoid seperti yang terdapat pada teh oolong dan teh hitam. Katekin yang paling banyak terdapat pada teh adalah
epigallocatechin gallate EGCG. Oksidasi katekin terjadi selama proses pelayuan dan pengeringan Balentine dan Paetau-Robinson, 2002.
Menurut Arifin et al. , 1994, bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu substansi fenol, substansi bukan
fenol, substansi aromatis dan enzim. Senyawa fenol terdiri dari tanin katekin dan flavanol. Katekin adalah senyawa paling penting pada daun teh.
Perubahan kadar katekin selalu dihubungkan dengan semua sifat seduhan teh, yaitu rasa, warna dan aroma. Kandungan katekin berkisar antara 20 – 30
dari seluruh berat kering daun. Flavanol mempunyai aktifitas sebagai vitamin yang berfungsi untuk menguatkan dinding pembuluh kapiler darah dan
memacu pengumpulan vitamin C dalam tubuh. Aroma teh tergantung pada komponen awal yang terdapat pada daun
tanaman teh, Camellia sinensis. Tiga kelompok penting adalah polifenol, karotenoid, dan asam lemak tak jenuh. Polifenol merupakan komponen khas
pada teh hijau Maarse, 1991.
C. JERUK PURUT
Jeruk purut Citrus hystrix L tergolong pada famili Rutaceae. Tanaman ini berasal dari Indonesia, Thailand dan Asia Tenggara. Bagian
tanaman yang biasa digunakan adalah bagia n daun dan buah. Jeruk purut sering digunakan karena memiliki bau yang khas. Aroma pada daun jeruk
purut disebabkan karena adanya senyawa sitronelal 80 , sitronelol 10 , nerol dan limonen. Selain itu, juga terdapat
α -pinen pada buahnya
http:www.uni-graz.at .
D. DAUN SALAM
Salam Eugenia polyantha merupakan salah satu tanaman tropis Indonesia. Tanaman salam dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 90 ft.
Daun salam biasanya dijadikan bumbu karena dalam keadaan kering akan menghasilkan bau yang enak
http:www.cybermango.net . Selain itu, daun
salam banyak digunakan sebagai obat, seperti obat diare, obat penyakit pencernaan dan lemah lambung, serta obat diabetes Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991. Daun salam mengandung 30 minyak atsiri yang terdiri dari 45 – 50
sineol dan komponen lain seperti linalool, eugenol, geraniol, geranil dan ester eugenil, l-
α -terpineol,
α -pinen dan
β -felandrin Farrel, 1990.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arintawati 2000, komponen pembentuk aroma daun salam yang paling banyak adalah golongan terpenoid
sebanyak 20 jenis 34,6 yang terdiri atas seskuiterpen sebanyak 14 jenis 25,5 , monoterpen sebanyak 5 jenis 9,1 dan diterpen sebanyak 1 jenis
1,8 . Selain itu juga ditemukan 8 jenis aldehida, 6 jenis keton, 6 jenis asam, 5 jenis alkohol, 4 jenis hidrokarbon, 2 jenis ester dan 4 jenis komponen lain
yang tidak berhasil diidentifikasi.
E. KAYU MANIS
Tanaman kayu manis merupakan jenis tanaman rempah yang tergolong dalam famili Lauraceae. Pertanaman kayu manis umumnya
merupakan perkebunan rakyat, terutama tersebar di daerah Sumatera Barat, Kerinci dan Tapanuli Selatan. Dewasa ini, kayu manis juga sudah mulai
dikembangkan di Jawa, Kalimantan, Flores dan Lombok Rusli dan Wahid, 1985.
Kulit kayu manis kering yang bermutu baik pada umumnya mengandung minyak atsiri, pati, getah, resin, fixed oil, tanin, selulosa, zat
warna, kalium oksalat, dan mineral Rismunandar dan Paimin, 2001. Komponen utama yang membentuk aroma kayu manis adalah sinamaldehid,
yang bukan merupakan golongan fenol. Komponen lain yang juga membentuk aroma kayu manis, namun dalam jumlah yang sedikit, adalah kumarin dan
eugenol Ho et al., 1992.
F. PELAYUAN DAN PENGERINGAN DAUN SELEDRI
Pelayuan merupakan suatu proses yang dilakukan sebelum pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi air yang terkandung dalam
bahan. Proses pelayuan dapat mempersingkat proses pengeringan. Menurut Nazarudin dan Paimin 1993, waktu yang dibutuhkan hingga daun menjadi
layu kadar air 30 antara 18 – 20 jam. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pelayuan daun, yaitu derajat layu, waktu dan suhu
pelayuan, serta tebal hamparan daun. Derajat layu sangat dibutuhkan untuk melihat kadar air daun layunya. Semakin kecil kadar airnya, maka semakin
baik daun itu untuk diproses lebih lanjut. Derajat layu merupakan perbandingan berat daun layu terhadap berat daun segar.
Pengeringan herbal bisa dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering. Hal-hal yang perlu
diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Selama
proses pengeringan, faktor -faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh herbal kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama
penyimpanan Departemen Kesehatan RI, 1985. Kadar air bahan awal dan kadar air akhir yang diinginkan berpengaruh terhadap lamanya pengeringan.
Jika kadar air awal bahan cukup tinggi dan kadar air akhir yang diinginkan sangat rendah maka waktu pengeringan akan berlangsung lebih lama Brooker
et al., 1982. Suhu pengeringan tergantung pada jenis herbal dan cara
pengeringannya. Herbal dapat dikeringkan pada suhu 30 – 90
o
C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60
o
C. Herbal yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada
suhu serendah mungkin, misalnya 30 – 45
o
C, atau dengan cara pengeringan vakum Departemen Kesehatan RI, 1985.
Tujuan utama dari proses pengeringan herbal adalah untuk menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang
dan bakteri, menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif, serta memudahkan dalam hal pengelolaan proses
selanjutnya Gunawan dan Mulyani, 2004.
G. PROSES PENGERINGAN