1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Nasional nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, nonformal, dan informal. Jalur pendidikan sekolah atau formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan
belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Selanjutnya pendidikan nonformal adalah berbagai usaha khusus yang diselenggarakan
secara terorganisasi dengan sasaran generasi muda terutama yang dewasa yang tidak sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti
pendidikan sekolah sehingga memiliki pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat yang produktif.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri dijalani oleh manusia dengan
durasi selama hidupnya. Hal ini berarti pengaruhnya akan terus dirasakan oleh pendidikan formal maupun nonformal. Demikian juga sebaliknya,
kualitas pendidikan informal juga mendapat pengaruh dari pendidikan formal maupun nonformal, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Keluarga dan pendidikan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan sebab jika ada keluarga pasti ada pendidikan. Keluarga adalah pendidikan
terkecil, cikal bakal sebuah kehidupan dimulai, pendidikan paling pertama dan utama. Ketika ada orang tua yang ingin mendidik anaknya, maka pada
2 waktu yang sama ada anak yang mendapatkan pendidikan dari orang tua.
Disini munculah pendidikan keluarga atau yang sering disebut dengan pendidikan informal, artinya pendidikan yang berlangsung dalam keluarga
dan dilaksanakan sebagai tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik anak dan keluarga. Setiap keluarga mempunyai cara dalam mendidik anak masing-
masing. Interaksi sosial yang terjadi dalam keluarga tidak terjadi sendirinya tetapi karena ada tujuan tertentu yang ingin dicapai antara ayah, ibu, dan
anak, adanya kebutuhan yang ingin dicapai atau kebutuhan yang berbeda menyebabkan mereka saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain,
kegiatan berhubungan dan berinteraksi tidak terlepas dari kegiatan interaksi orang tua dengan anak.
Orang tua menjadi pelaku utama yang mendidik anak pada pendidikan informal tersebut, orang tua juga sosok teladan yang akan
diidentifikasi dan internalisasi menjadi peran dan sikap oleh anak, sebab orang tua merupakan hal yang penting dalam keluarga. Perilaku ataupun
perlakuan orang tua terhadap anak merupakan faktor yang berpengaruh terhadap anak, berhubungan dengan cara bagaimana orang tua mendidik dan
membesarkan anak karena disadari atau tidak, anak akan meniru orang tua, baik tingkah laku, sifat maupun kebiasaan orang tua. Namun pada
kenyataannya bahwa pendidikan keluarga yang seperti disebutkan di atas tidaklah sesuai dengan apa yang ingin dicapai pada saat ini.
Anak yang ditinggal merantau oleh orang tua merupakan suatu hal yang biasa dialami oleh masayarakat di Dukuh Ketengahan, Kelurahan
Lebaksiu Kidul, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal. Merantau
3 merupakan pekerjaan yang sangat diminati oleh para masyarakat Dukuh
Ketengahan, sebagian besar dari masyarakatnya, terutama para laki-laki memilih merantau dibanding bekerja di tempat kelahirannya karena mereka
beranggapan bahwa dengan merantau akan mendapatkan hasil atau uang yang banyak sehingga mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Pada
umumnya, mereka merantau di luar kota dengan profesi sebagai penjual maratabak karena martabak merupakan makanan khas dari Lebaksiu yang
terkenal enak rasanya. Adapula istri yang ikut merantau keluar kota ikut dengan suami mereka, dengan alasan para suami membutuhkan istri untuk
mengelola usaha bersama. Di Kelurahan Lebaksiu Kidul, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal
memiliki penduduk berjumlah 7764 orang dengan jumlah kepala keluarga atau KK 1996. Secara atministratif Kelurahan Lebaksiu Kidul memiliki VI
RW yang terbagi menjadi 43 RT dan 4 pedukuhan . Dari empat pedukuhan
tersebut Dukuh Ketengahan yang terdapat di RW I yang tebagi menjadi 9 RT. Kebanyakan dari kepala keluarga yang merantau di luar kota mendapatkan
hasil yang memuaskan, bisa dikatakan berhasil dan sukses ditunjukkan dari kepemilikan materi yang mencukupi seperti rumah yang bagus, kendaraan
bermotor lebih dari satu, barang elektronik yang lengkap, dan bahkan sebagian memiliki sawah atau ladang yang cukup luas.
Untuk berwiraswasta sebagai penjual martabak, tidak diperlukan tingkat pendidikan yang tinggi. Dengan modal bisa membaca, menulis, dan
menghitung, serta keuletan mereka bisa langsung berwiraswasta sebagai
4 penjual martabak. Sebagian besar kepala keluarga yang berwiraswasta
sebagai penjual martabak hanya lulusan SD dan SMP saja. Maka dari itu, mereka para kepala keluarga yang merantau dan berhasil kurang
menghiraukan pendidikan anaknya. Terkait dengan keterbatasan waktu untuk mendidik anak karena para
orang tua pulang kerumah dua tahun sekali, yaitu pada saat idul fitri dan idul adha selama tujuh s.d. sepuluh hari. Kurangnya perhatian dan motivasi dari
orang tua juga menyebabkan prestasi anak menurun sehingga muncullah rasa malas pada diri anak tersebut. Hal itu lah yang menyebabkan anak-anak di
Dukuh Ketengahan putus sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya, padahal dilihat dari segi ekonomi mereka tergolong masyarakat
yang mampu. Para orang tua membebaskan anak-anaknya untuk memilih masa depannya sendiri. Mereka membolehkan jika anaknya tersebut memilih
untuk berjualan martabak bersamanya, namun mereka juga tetap membolehkan anaknya jika lebih memilih untuk bersekolah agar mempunyai
pekejaan yang lebih baik dari orang tua mereka, yaitu pekerjaan yang tidak harus pergi keluar kota, berpisah dengan keluarga.
1.2 Rumusan Masalah