4.2. Karakteristik Petani sampel
Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terlihat dari luas lahan yang
dikelola petani, pendidikan terakhir, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, dan umur tanaman. Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 10. Karakteristik Petani sampel di desa Batang Beranun tahun 2010 No
Uraian Range
Rataan 1
Luas Lahan Ha 0,19 - 4
0,877 2
Umur Tahun 24 – 75
50,533 3
Pendidikan terakhir Tahun 6 – 15
10,467 4
Pengalaman Bertani Tahun 2 – 30
16,7 5
Jumlah Tanggungan Orang 1 - 8
2,9 6
Umur Tanaman Tahun 3 - 40
13,2
Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 1
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa rata-rata luas lahan tanaman kopi petani sampel berada pada kisaran 0,19 – 4 Ha, dengan rata-rata 0,877 Ha. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan petani sampel relatif kecil 1 Ha. Petani sampel di daerah penelitian lebih banyak yang memiliki lahan sempit
1 Ha yaitu sebanyak 26 petani sampel. Sedangkan petani sampel berlahan luas 1 Ha sebanyak 4 sampel. Banyaknya petani berlahan sempit di daerah
penelitian disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu warisan dan jual beli lahan. Beberapa petani yang dahulunya memiliki lahan luas membagi-bagi lahannya
karena warisan untuk anaknya, sehingga luas lahan per petani semakin kecil. Selain itu ada juga petani yang berlahan luas menjual sebagian lahannya kepada
orang lain sehingga luas lahan petani tersebut semakin sempit. Umur petani sampel berada pada kisaran 24 – 75 tahun, dengan rata-rata 50,533
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel masih berada pada usia
produktif sehingga masih besar potensi tenaga kerja yang dimiliki oleh petani
dalam mengelolan usahataninya untuk beberapa waktu yang akan datang. Pendidikan terakhir yang pernah diikuti oleh petani sampel berada pada kisaran
6 – 15 tahun, dengan rata-rata 10,467 tahun. Dari lamanya pendidikan ini, dapat diketaui bahwa pendidikan terakhir rata-rata masing-masing petani sampel adalah
SMP. Pendidikan petani berpengaruh pada wawasan, pengetahuan serta cara berpikir dan bertindak petani dalam rangka pengelolaan usahataninya.
Pengalaman bertani adalah lamanya petani dalam mengusahakan komoditi kopi. Dari tabel dapat dilihat bahwa rata-rata pengalaman bertani berkisar antara 2 – 30
tahun, dengan rata-rata 16,7 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa para petani sudah berpengalaman dalam mengusahakan komoditi kopi. Umumnya petani sampel
memiliki pekerjaan sebagai petani sejak remaja karena membantu orang tua, dan memilih pekerjaan sebagai petani kopi setelah berumah tangga. Pengalaman
bertani berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan petani dalam mengelola usahataninya, semakin besar pengalaman petani dalam mengelola usahataninya,
semakin besar atau tinggi pula pengetahuan dan wawasan petani terhadap pengelolaan usahataninya.
Jumlah tanggungan petani sampel di daerah penelitian berada pada angka 1 – 8 orang, dengan rata-rata 2,9 orang. Data ini menunjukkan bahwa petani sampel di
daerah penelitian memiliki jumlah tanggungan yang relatif kecil, dimana jumlah tanggungan keluarga ini akan berpengaruh terhadap pembagian atau distibusi
pendapatan dan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang dimiliki oleh petani.
Umur tanaman kopi petani sampel berkisar antara 4 – 40 tahun, dengan rata-rata
13,2 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kopi tersebut masih tergolong tanaman menghasilkan.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penggunaan Tenaga Kerja di Daerah Penelitian Petani kopi di Desa Batang Beranun rata-rata merupakan penggarap pemilik,
yaitu mengolah sendiri usahataninya mulai dari penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeiharaan, panen, dan penjualan. Hanya sedikit petani yang
mengolah sendiri hasil panennya, karena rata-rata petani di Desa Batang Beranun ingin cepat mendapatkan hasil uang.
Petani kopi di Desa Batang Beranun rata-rata memiliki umur tanaman kopi di atas 4 tahun. Kegiatan usahatani yang dilakukan petani kopi ialah membesik ialah
membabat dan panen. Pada usahatani di daerah penelitian terdapat beberapa kegiatan dalam usahatani
dimana garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Pengolahan lahan 2.
Pembibitan 3.
Pembuatan tanaman pelindung 4.
Pembuatan lubang tanam 5.
Penanaman 6.
Pemupukan
30
7. Pemeliharaan
a. Pemangkasan
b. Pembabatan
c. Membesik
d. Pembuatan Lubang Angin
e. Pemberantasan Hama Penyakit
8. Panen
9. Pasca panen
Tahapan kegiatan pengolahan lahan, pembibitan, pembuatan tanaman pelindung, pembuatan lubang tanam, penanaman, pemupukan, pemangkasan dalam hal ini
tidak dianalisis karena usahatani kopi yang diteliti seluruhnya sudah menghasilkan tanaman menghasilkan dan rata-rata sudah berumur di atas empat
tahun. Tahap kegiatan pemupukan biasanya dilakukan oleh petani kopi bersamaan
dengan kegiatan membesik. Pemupukan dilakukan setelah panen, terutama panen raya. Pemupukan dilakukan oleh petani sendiri, tidak dilakukan oleh tenaga kerja
luar keluarga. Walaupun pada beberapa petani kegiatan membesik dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga, petani tetap memupuk tanaman kopinya sendiri.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik yang berasal dari kulit buah kopi dan daun-daun kering yang dibakar. Kulit buah kopi yang digunakan sebagai
pupuk telah dikeringkan selama bebarapa hari setelah pemecahan biji kopi
dengan kulitnya. Pada tahap kegiatan no. 7.a, yaitu pemangkasan, sudah tidak dilakukan lagi
karena petani hanya melakukan pemangkasan pada umur tanaman kopi tiga tahun, agar tanaman kopi tidak terlalu tinggi, untuk peremajaan cabang, dan agar sinar
matahari dapat masuk ke bagian tanaman kopi secara menyeluruh. Petani kopi berlahan sempit biasanya melakukan pemangkasan tanaman kopinya sendiri,
sedangkan petani berlahan luas melakukan pemangkasan dengan bantuan tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan kurangnya kebutuhan tenaga kerja yang
ada dan lahan petani yang luas. Pada tahap kegiatan 7b, yaitu pembabatan, petani berlahan luas menggunakan
tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh jumlah lahan yang luas, sedangkan jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang sedikit, sehigga petani
menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga bekerja dengan borongan. Biasanya dilakukan oleh satu orang yang diselesaikan dalam
beberapa hari. Petani berlahan sempit membabat lahannya sendiri dengan dibantu tenega kerja luar keluarga.
Pada tahap kegiatan 7c, yaitu membesik, sama dengan pekerjaan membabat, petani berlahan luas lebih dominan menggunakan tenaga kerja luar keluarga
dibandingkan tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan petani berlahan sempit membesik lahannya sendiri dan menggunakan menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga untuk memperkecil biaya produksin. Selain itu, petani juga dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk pemeliharaan tanaman kopi. Pada kegiatan
membesik petani sekaligus melakukan pemupukan dan pemberantasan hama
penyakit. Di daerah penelitian, petani kopi pada umumnya membuat lubang angin pada
lahan usahatani kopinya. Adapun kegunaan dari lubang angin ini adalah sebagai tempat untuk menampung ranting-ranting dan daun-daun tanaman kopi dan
tanaman pelindung setelah dipangkas, dimana nantinya daun-daun dan ranting- ranting ini akan membusuk dan dapat dijadikan pupuk kompos. Biasanya
pembuatan lubang angin dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga baik di usahatani luas maupun usahatani sempit.
Pada tahap kegiatan 7.e , yaitu pemberantasan hama dan penyakit tanaman kopi tidak rutin dilakukan, karena tanaman kopi berasal dari bibit yang baik, dan bebas
dari hama dan penyakit. Selain itu, juga ada tanaman pelindung, sehingga dapat membantu tanaman kopi terhindar dari penyakit tanaman. Hama dan penyakit
yang biasa menyerang tanaman kopi di daerah penelitian adalah hama ulat bubuk buah dan penyakit cendawan akar. Hama ulat bubuk buah dapat menyebabkan
buah kopi muda gugur dan buah kopi berlubang. Penyakit cendawan akar dapat menyebabkan daun tanaman kopi kuning, batangnya lapuk, dan busuk akar.
Hama dan penyakit ini dapat dikendalikan dengan membersihkan lahan. Kegiatan pemberantasan hama dan penyakit dilakukan petani sekaligus dengan kegiatan
membesik. Pada kegiatan panen, petani berlahan luas maupun berlahan sempit menggunakan
tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah tanaman kopi yang siap panen, sedangkan tenaga kerja luar keluarga yang terbatas. Selain
itu juga disebabkan oleh agar tanaman tidak rusak karena terlalu lama dipanen.
Terkadang pada saat panen tenaga kerja luar keluarga tersebut memanen tanaman yang belum siap panen masih hijautidak merah, sehingga kematangan buah
tidak sama, dan harus disortir kembali di tempat petani pengumpul. Tujuan tenaga kerja luar keluarga melakukan ini adalah untuk memperbesar tingkat upahnya.
Pada tahap kegiatan 9, yaitu pasca panen, kebanyakan petani di daerah penelitian tidak melakukannya karena petani di daerah penelitian ingin cepat mendapatkan
hasil uang, karena hanya sedikit petani yang memiliki mesin pemecah buah kopi, sehingga petani hanya menjual buah kopi hasil panen tanpa mengolahnya.
Apabila petani kopi melakukan kegiatan pasca panen, petani mendapatkan nilai tambah yang besar dibandingkan hanya menjual kopi hasil panen.
Tenaga kerja yang digunakan oleh petani berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga biasanya anak, istri, dan anggota keluarga
lainnya petani kopi itu sendiri. Tenaga kerja luar keluarga dengan menggunakan penduduk setampat dengan upah Rp. 50.000,- per hari.
Selain itu, tenaga kerja luar keluarga yang digunakan oleh petani kopi di Desa Batang Beranun dapat berupa upahan borongan kerja dan upahan berdasarkan
produktivitas atau hasil kerja. Tenaga kerja luar keluarga upahan borongan kerja ditemukan pada pekerjaan membabat dan membesik.
Pada pekerjaan membabat digunakan satu orang atau lebih tenaga kerja luar keluarga dengan upah Rp. 350.000,- hektar, waktu pengerjaan + 3 – 4 hari. Pada
pekerjaan membesik digunakan satu orang atau lebih tenaga kerja luar keluarga dengan upah Rp. 600.000,- hektar, waktu pengerjaan + 7 – 10 hari.
Pekerjaan membuat lubang angin biasanya dibayar berdasarkan jumlah lubang
yang dibuat oleh pekerja. Upah membuat lubang angin ialah Rp. 200,- lubang. Petani berlahan luas dan berlahan sempit menggunakan tenaga kerja luar
keluarga. Pada panen, digunakan tenaga kerja luar keluarga yang banyak karena hasil buah
kopi yang sudah siap panen harus segera dipanen agar tidak rusak dan mencegah buah kopi terlalu matang. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan dibayar
menurut jumlah buah kopi yang dipetik per kaleng. Upah per kaleng sebesar Rp. 10.000,- . 1 kaleng = 10 bambu. 1 bambu = + 1,2 kg.
Tenaga kerja di daerah penelitian melakukan pekerjaan hanya sekitar + 7 jam per hari, yaitu antara jam 8 pagi – 12 siang melakukan pekerjaan, jam 12 – 2 siang
istirahat, dan 2 siang – 5 sore melakukan pekerjaannya kembali. Tenaga kerja di daerah penelitian ini hanya melakukan pekerjaan 78 HKP dalam sehari baik
tenaga kerja pria dan tenaga kerja pria. Tidak ada perbedaan antara tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria dalam
usahatani kopi arabika. Perbedaannya hanyalah pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Tenaga kerja wanita biasanya hanya melakukan pekerjaan pada
kegiatan panen. Kecuali jika pemilik lahan adalah wanita, ia akan turut andil dalam pemeliharaan lahan kopi, seperti membesik.
Tenaga kerja pria lebih dominan dalam kegiatan usahatani. Tenaga kerja pria melakukan seluruh kegiatan usahatani, yaitu pengolahan lahan, pembibitan,
pembuatan tanaman pelindung, pembuatan lubang tanam, penanaman,
pemupukan, pemangkasan, pembabatan, membesik, pembuatan lubang angin,
pemberantasan hama penyakit, dan juga panen. Tabel 11. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja HKO Petani Per Tahun 2010
Kegiatan Strata I
Strata II Keseluruhan
Membesik TKDK
12,125 7,066
8,078 TKLK
17,500 2,448
5,458 Membabat
TKDK 5,525
1,949 2,664
TKLK 6,708
0,739 1,976
Pemupukan TKDK
1,542 0,635
0,817 TKLK
- -
- Membuat
Lubang Angin TKDK
- -
- TKLK
11,587 3,946
5,474 Panen
TKDK 24
16 17,6
TKLK 75,8
17,667 29,293
Total TKDK
43,192 25,651
29,159 TKLK
111,595 24,853
42,202
Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 2a dan 2b
Rata-rata penggunaan tenaga kerja per tahun pada kegiatan membesik dan membabat jumlah tenaga kerja dalam keluarga TKDK pada strata I lebih kecil
dibandingkan jumlah tenaga kerja luar keluarga TKLK. Hal ini disebabkan oleh kurangnya tenaga kerja di dalam keluarga dan luasnya lahan sehingga petani
berlahan luas menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Pada strata II rata-rata penggunaan tenaga kerja per tahun jumlah tenaga kerja
dalam keluarga lebih dominan dalam proses produksi usahatani kopi yaitu membabat dan membesik dibandingkan tenaga kerja luar keluarga. Hal ini
disebabkan oleh petani berlahan sempit strata II memiliki tenaga kerja yang mencukupi, dan dapat menghemat biaya produksi.
Dilihat secara keseluruhan, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih
dominan daripada tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh rata-rata petani kopi di Desa Batang Beranun memiliki lahan sempit 1 hektar, sehingga
petani kopi lebih memilih membesik lahannya sendiri atau dengan anggota keluarga dibandingkan dengan membayar tenaga kerja luar keluarga yang mahal
upahnya per hektar. Selain itu, petani kopi juga dapat memanfaatkan waktu luangnya sambil menunggu panen kopi.
Pada pekerjaan pemupukan strata I, strata II, dan dilihat secara keseluruhan hanya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Pemupukan dilakukan petani setelah
panen raya. Pemupukan menggunakan kulit kopi. Pada pekerjaan pembuatan lubang angin strata I, strata II, dan dilihat secara
keseluruhan hanya dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Para petani membayar tenaga kerja luar untuk membuat lubang di sekitar tanaman kopi.
Pada strata I, strata II, dan dilihat secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih dominan daripada dalam keluarga. Hal ini disebabkan oleh
pada umumnya petani kopi mengutamakan penggunaan tenaga kerja luar keluarga agar lebih cepat dalam proses pemanenan dan buah kopi siap panen tidak rusak
dan tidak terlalu matang.
Tabel 12. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja HKO Petani Per Tahun Per
Hektar 2010 Kegiatan
Strata I Strata II
Keseluruhan Membesik
TKDK 7,179
12,780 11,660
TKLK 7,849
2,604 3,653
Membabat TKDK
3,497 2,530
2,723 TKLK
3,470 0,875
1,394 Pemupukan
TKDK 0,839
1,131 1,073
TKLK -
- -
Membuat Lubang Angin
TKDK -
- -
TKLK 5,866
5,897 5,897
Panen TKDK
14,776 36,070
31,811 TKLK
36,079 23,626
26,117 Total
TKDK 26,291
52,511 47,267
TKLK 53,264
33,011 37,061
Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 3a dan 3b
Pada pekerjaan membesik, jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada strata I lebih kecil dibandingkan jumlah tenaga kerja luar keluarga, yaitu sebesar 7,179 HKO.
Hal ini disebabkan oleh lahan petani strata I yang berlahan luas 1 hektar mengakibatkan petani lebih memilih menggunakan tenaga kerja luar keluarga
untuk membesik lahannya. Namun pada strata II, jumlah tenaga kerja dalam keluarga lebih besar daripada jumlah tenaga kerja luar keluarga, yaitu sebesar
12,78 HKO. Hal ini disebabkan oleh lahan petani kopi strata II yang sempit 1 hektar, sehingga petani dapat menghemat biaya usahataninya. Dan hal ini
juga terjadi pada secara keseluruhan yaitu sebesar 11,66 HKO pada tenaga kerja dalam keluarga.
Pada pekerjaan membabat, jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada strata I lebih besar dibandingkan jumlah tenaga kerja luar keluarga, yaitu sebesar 3,497 HKO.
Hal ini disebabkan oleh lahan petani strata I yang berlahan luas 1 hektar
mengakibatkan petani lebih memilih menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk membabat lahannya karena petani strata I rata-rata mempunyai mesin
babatnya sendiri. Hal ini juga terjadi pada strata II, jumlah tenaga kerja dalam keluarga lebih besar daripada jumlah tenaga kerja luar keluarga, yaitu
sebesar 2,53 HKO. Hal ini disebabkan oleh lahan petani kopi strata II yang sempit 1 hektar, sehingga petani dapat menghemat biaya usahataninya Selain
itu petani juga mendapatkan mesin babat dari para importer kopi. Dan hal ini juga terjadi secara keseluruhan yaitu sebesar 2,723 HKO.
Pemupukan strata I, strata II, dan dilihat secara keseluruhan hanya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Pembuatan lubang angin strata I, strata II, dan
dilihat secara keseluruhan hanya dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Pada saat panen, penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih dominan daripada
tenaga kerja dalam keluarga pada strata I, yaitu sebesar 36,079 HKO. Hal ini disebabkan oleh pada umumnya petani kopi mengutamakan penggunaan tenaga
kerja luar keluarga agar lebih cepat dalam proses pemanenan dan buah kopi siap panen tidak rusak dan tidak terlalu matang. Namun, berbeda halnya dengan strata
II, pada umumnya petani pada strata II menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dalam kegiatan panen karena dipengaruhi oleh faktor kecilnya lahan, sehingga
dapat menghemat biaya usahatani. Pengecualian pada saat panen raya, petani pada strata I dan II memilih lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga agar
buah kopi yang siap panen dapat segera dipanen karena kurangnya tenaga kerja dalam keluarga.
Dari total penggunaan tenaga kerja, strata I lebih banyak menggunakan tenaga
kerja luar keluarga daripada tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini disebabkan oleh lahan yang luas pada petani strata I, tenaga kerja dalam keluarga tidak cukup
memenuhi kebutuhan tenaga kerja. sehingga petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.
Total penggunaan tenaga kerja pada Strata II lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga daripada tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh
lahan yang sempit pada petani strata II, sehingga petani memanfaatkan sumber daya dalam keluarganya dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja usahataninya
agar dapat memperkecil biaya usahatani.
5.2. Penggunaan Tenaga Kerja Per Petani Per Hektar Per Tahun Pada Setiap Pekerjaan Usahatani